Keributan tengah berlangsung di kelas 11-A. Bukan karena ada yang bekelahi, atau ada yang melakukan pernyataan cinta mendadak. Keramaian di kelas ini semua karena si ketua kelas memberitahukan kabar yang bisa dibilang yaa… kabar bagus yaitu, akan diadakannya festival budaya di sekolah mereka.
"Semuanya harap diam!" Tenten selaku ketua kelas angkat suara. "Angkat tangan kalau ingin bicara!"
Sakura mengangkat tangannya. "Aku ingin tahun ini kita membuat Maid café."
Bisik-bisik kembali menyebar. Sepertinya banyak siswi yang setuju akan pendapat Sakura ini. Mereka langsung membicarakan pakaian apa, menu apa, dan tema yang cocok.
"Baik." Ucap Tenten sembari menuliskan kata Maid Café di papan tulis
"Keberatan!" Kiba mengangkat tangannya. "Tahun kemarin kita sudah buat café, masa tahun ini juga?"
"Hm,,, benar juga. Kita butuh suasana baru." Ujar Tenten ragu.
"Tetapi ini berbeda. Ini Maid Café, bukan toko kue seperti tahun lalu." Ucap Sakura bersikeras.
"Benar. Pakaiannya berbeda, menunya berbeda dan cara pelayanannya pun berbeda." Ino menambahkan.
"Tetapi tidak seru! Hanya anak perempuan saja yang terlibat, tidak adil itu." Kiba pun tak mau kalah.
"Jadi Kiba, idemu apa?" Tenten berusaha menengahi.
"Aku ingin kita buat Rumah Hantu."
Siiiing…..
Adu argument pun terjadi.
"Apaan itu Rumah Hantu? Gak Kreatif!" Sakura ngotot
"Daripada maid-maid begitu. Lebih gak kreatif!" Kiba lebih ngotot.
"Mana mau aku jadi hantu, gak banget. Jelek!" Ino menambahkan.
"Kalau aku pikir-pikir, ide rumah hantu bagus juga. Justru kalian lebih cantik kalau menggunakan kostum sadako" Sai ikut angkat bicara.
"Diam kau mayat hidup!" sembur Sakura dan Ino bersamaan.
"Haahahahaha kau benar Sai." Lee cari mati.
"Lebih baik, buka stand ramen." Naruto nimbrung tak jelas.
"A.. ano…."
"Ck. Merepotkan." Monolog seseorang
Ctik! Urat di kepala Tenten bertambah.
"DIAAAAAAMMM!" suara Tenten menggelegar. Kelas menjadi hening. "Tidak ada Maid Café! Tidak ada Rumah Hantu. Tidak ada Stand Ramen! Semua ku coret. TITIK!"
Para siswa kelas 11-A masih terbengong-bengong atas pernyataan Tenten barusan. Choji yang kebetulan berada tepat di depan Tenten tiba-tiba diam bak kehilangan nyawa. Iyalah, lagi asik-asik makan malah di teriakin begitu. Keselek gak tuh anak?
Tenten berdehem lalu membuka suara kembali, "Yang punya ide selain yang tadi, angkat tangannya!"
Sebuah tangan pucat terangkat perlahan. Si pemilik tangan sepertinya masih ragu-ragu apakah akan menyuarakan pendapatnya atau tidak. Dengan pelan dan pasti, si pemilik tangan bersuara. "A… ano.. minna-san…"
Suara yang pelan nan lembut itu berhasil menarik perhatian seisi kelas. Sekarang semua mata tertuju pada si Heiress Hyuuga alias si pemilik suara. Hyuuga Hinata.
"Ba..bagaimana ka..kalau kita buat pe..pementasan drama. A..aku pikir dengan pementasan drama, ki..kita semua bi..bisa terlibat dan me..menikmatinya bersama-sama." Ucap si Hyuuga ragu-ragu dengan rona merah di wajahnya, malu karena menjadi perhatian kelas.
Bisik-bisik kembali terdengar. Tetapi kali ini tanggapan positif. Semuanya seakan serempak membisikkan kata-kata positif seakan mendukung saran si Hyuuga.
Tenten yang menerima dengan positif saran dari Hinata tak mau berlama-lama diam, "Yang setuju dengan pementasan drama angkat tangan!"
Semua siswa kelas 11-A mengangkat tangannya. Ya… kali ini semuanya. Termasuk si manusia yang tak ingin bersosialisasi yang dari tadi diam seakan tak peduli. Manusia tampan dan cool itu. Si Uchiha Sasuke.
↗Anne Garbo↙
→Snow White←
Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto
Warning : peringatan warna warni ada disini. Tapi yang paling saya ingatkan adalah
Saat anda menemukan ranjau typo, dimohon agar jangan diinjak.
"Baik, sekarang kita tentukan cerita apa yang akan kita pentaskan. Perlu dipikirkan juga, sebuah cerita yang kira-kira bisa menampung banyak pemain. Biar adil."
"Gadis bertudung merah."
"Tidak. Itu Cuma anak kecil, nenek-nenek, serigala dan pemburu."
"Bagaimana kalau tentang shinigami-shinigami-an begitu?"
"Itu fandom sebelah. Jangan cari ribut!"
"Spongebob Square Pants!"
"Ngaco!"
"Kalau Putri salju gimana bu ketua?"
"Hmm…" Tenten berpikir sejenak. "Lumayan sih. Karakternya gak banyak gak dikit. Ceritanya juga familiar. Yasudah! Kita buat Putri salju saja"
Semua menyetujui keputusan Tenten.
"Nah,, sekarang pemeran nya ya. Siapa yang mau jadi pangeran?"
Hening. Tak ada satu siswa pun yang mengangkat tangannya.
"Payah!" ejek Ino. Padahal dalam hati sudah berharap semoga yang cakep mau jadi pangerannya, nanti dia yang jadi putri salju nya.
"Yang mau jadi Putri salju angkat tangan!"
Sakura, Ino, Karin, dan Shion pun mengangkat tangannya. Perang deathglare pun dimulai oleh masing-masing peserta. Tenten yang melihat itu hanya menghela nafas saja. Dia harus kembali berfikir bagaimana cara agar dapat adil dalam pembagian karakter.
Tiba-tiba sebuah ide muncul di pikirannya. Dengan cepat dia mengambil kertas dan dirobek-robek nya kertas2 itu hingga berukuran kecil. Di kertas kecil itu ditulisi nama-nama karakter. Digulung, lalu dimasukkan ke dalam botol. Yak~ siap arisan dia.
"Kita undi saja!" Tenten kembali bersuara. "Aku akan membawa botol ini ke meja masing-masing. Kalian yang keluarkan sendiri ketasnya. Jika sudah dapat, jangan langsung di baca. Nanti kita buka bersama."
Semua setuju. Tenten pun keliling.
"Yang di kertasnya tidak ada tulisannya, maka dia akan menjadi seksi wardrobe, peralatan, kebersihan, atau apalah yang untuk melengkapi pementasan ini." Jelas Tenten. "Pokoknya, dapat peran apapun, terima saja. Gak boleh tukeran!"
Masing-masing siswa sudah mendapatkan kertas. Dan inilah isinya :
Narrator = Tenten
Putri Salju = Hinata
Pangeran = Naruto
Ratu = Ino
Nenek penjual apel = Karin
Pemburu = Sasuke
Kurcaci = Kiba, Sai, Sakura, Shino, Choji, Shion, Lee
Semua terkejut. Hinata apalagi. Dia sih, mengajukan pementasan drama karena dia yakin dia tidak akan dapat peran, paling seksi wardrobe, soalnya kan Hinata suka jahit menjahit. Tapi ini jadi pemeran utama? Mimpi apa Hinata semalam.
"Tunggu..tunggu!" suara Karin memecah keheningan. "Aku tak mau jadi nenek penjual apel!"
"Terima nasib saja lah Karin. Peran itu cocok sama kamu." Ledek Ino.
"Kau, Ino. Berani bicara seperti itu karena dapat peran Ratu. Coba kalau kau bernasib seperti aku!" Karin emosi. Ino yang di sembur Karin pun hanya diam saja sambil menjulurkan lidah.
"Pokoknya aku tidak mau dapat peran nenek-nenek! Dan kau Hinata!" kali ini Karin menunjuk Hinata. Yang ditunjuk hanya tersentak kaget lalu gemetar. "Kau tidak cocok mendapat peran Putri salju!"
Kelas ramai kembali. Karin memang paling bisa kalau buat sensasi.
"Kau tak berhak bilang seperti itu!" Kiba ikutan emosi. Enak saja temannya dari TK dibilang tidak cocok jadi putri salju. Jelas-jelas, peran putri salju itu Cuma cocok diperankan sama Hinata. Toh hati Hinata bersih bagaikan salju.
"Setidaknya Hinata-chan lebih cocok dari pada kamu." Sergah Naruto, yang ikut membela Hinata.
"Kalian gak mikir apa. Dia itu gak bisa acting. Ngomong juga gagap. Gimana nanti pas pementasan?"
"Tidak ada salahnya di coba, Karin." Ucap Shion mencoba untuk bijaksana.
"Diam kau Shion! Kau juga ingin jadi putri salju kan?"
"Kau benar-benar seperti nenek-nenek Karin. Cerewet sekali."
Sepasang mata onyx sedari tadi melihat gadis yang duduk di sebelah kanannya. Gadis yang menjadi pembicaraan itu hanya menundukkan kepala sambil meremas rok nya, membuat si pemilik mata onyx merasa kasihan.
Brak!
Sasuke si pelaku penggebrakan meja berdiri dengan wajah marah. "Berisik! Terima saja peran kalian!" Ucapnya dengan nada dingin yang sukses mengheningkan suasana.
Sepertinya Sasuke tetap ingin agar Hinata yang jadi Putri salju. Tapi tidak tau deh, nanti dia akan menyesal atau tidak.
→Snow White←
Esok harinya, setelah jam pelajaran berakhir kelas 11-A menggelarkan sesi latihan. Tenten sang ketua kelas sudah membagikan naskah kepada setiap pemain.
Hinata yang menerima naskah cuma menunduk pasrah. Sebenarnya sih dia sudah merinding, bahkan semalaman tidak bisa tidur. Hinata sangat ingat cerita yang akan dia perankan, soalnya dari dulu sebelum tidur putri dari keluarga Hyuuga ini selalu dibacakan dongeng oleh ibunya. Jadi, dia tau bagian mana yang akan membahayakan nyawanya.
Lain Hinata, lain juga dengan Naruto. Pria berkulit tan ini sangat senang saat mendapatkan peran utama pria. Dari dulu dia ingin sekali stand out, mendapatkan perhatian dan menjadi terkenal. Yah, walaupun tidak perlu dengan cara ini, dia sudah terkenal kok. Dia kan pemain basket andalan sekolah. Tapi, Naruto tidak peka. Dia senang-senang saja tapi tidak tau nanti dia akan berakting seperti apa.
"A..ano Na.. Naruto-kun, a..apa Naruto-kun yakin de..dengan peran ini?" tanya Hinata ragu-ragu.
"Tenang saja Hinata-chan. Kau pantas kok." Jawab Naruto dengan cerianya.
"Bu..bukan i..itu maksudku, Naruto-kun.. a..ano.. na..nanti kan ada a..adegan ki… ki… ki.."
Naruto segera memotong ucapan Hinata yang sepertinya tidak akan selesai itu, "Percayalah padaku Hinata-chan! Aku akan berusaha yang terbaik, agar setiap adegan terasa nyata."
Hinata yang mendengar itu wajahnya langsung berubah merah. Kakinya lemas, dan jatuh tersungkur sambil terduduk. 'A..apa Naruto-kun serius?' pikir Hinata dalam hati.
Sementara itu di pojokan kelas, Sasuke yang sedang membaca keseluruhan naskah tak bisa menahan ekspresi terkejutnya. Matanya terpaku pada rangkaian kalimat di kertas tersebut.
Part 7 : adegan Pangeran membangunkan Putri salju
Pangeran akan mencium putri salju untuk membangunkannya.
Dialog : ….
Sekali lagi. Sasuke mencoba membacanya sekali lagi, tetapi matanya selalu menetap di kata yang sama yaitu, mencium. Hanya satu kata itu yang membuatnya geram. Sasuke tambah geram saat melihat Hinata yang terduduk lemas di lantai dengan wajah memerah, dan si Dobe nya sedang kebingungan melihat sikap Hinata.
"Si bodoh itu.." desisnya sambil meremas naskah.
Sesi latihan hari ini berjalan lancar dan telah selesai sampai jam 5 sore. Tapi hari ini latihan baru sampai part 4 saja dan sepertinya Naruto belum sempat, atau mungkin belum mau membaca part berikutnya. Jadi, saat latihan selesai masih ada senyuman 5 jari mengembang di wajahnya.
Beda dengan Hinata. Hari pertama latihan, dia sudah dicecar oleh Tenten. Hinata yang aslinya pemalu dan mudah gugup ini dipaksa agar bisa berakting dengan baik. Jangan lupa kalau Hinata itu agak tergagap kalau sedang malu. Semua orang sudah tau itu, jadi mau tak mau terima saja peran Putri salju yang gagap. Yah,, anggap aja Putri salju versi 2012.
Hinata berjalan dengan lesu. Rasanya hari ini tenaganya terkuras habis. Saking lesunya, dari tadi dia tidak menyadari ada seseorang yang terus mengamatinya.
"Kau bisa menabrak kalau berjalan seperti itu."
Hinata menengok ke sumber suara dan mendapatkan sesosok pria yang paling ditakutinya sedang menatap intens seolah tidak berkedip.
"Kau bisa jalan sendiri? Atau mau ku gendong?" tanyanya dengan nada meledek. Seringai nakal terpatri manis di bibirnya.
Begini nih yang tidak disukai oleh Hinata. Sikapnya yang suka jahil dan sering meledek yang hanya ditujukan ke Heiress Hyuuga.
"A… aku bisa jalan sendiri."ucap Hinata lalu segera melangkah meninggalkan orang itu. Tak bisa bayangkan, sudah semerah apa wajahnya.
Tetapi, tiba-tiba sebuah tangan besar menahannya.
"Kau tukar peran saja dengan Karin." Bisiknya dengan nada memaksa.
"A..apa?"
"Aku tidak suka kau menjadi Putri salju."
"Ke..kenapa?"
"Aku tidak suka!"
"Ta..tapi tadi Sasuke-kun bilang sendiri untuk te..terima peran ma..masing-masing."
Sasuke hanya terdiam. Memang benar dia yang bilang sendiri untuk terima peran masing-masing. Tapi itu kan karena dia tidak tau akan ada adegan seperti ini. Sasuke hanya bisa menghela nafas, namun bukan berarti dia akan menyerah.
→Snow White←
Sasuke sebenarnya ingin sekali menghampiri Tenten mulai dari jam istirahat. Dia ingin meminta, atau mungkin bisa sampai ke tahap memaksa agar drama itu dibatalkan atau setidaknya diganti ceritanya. Tetapi, gengsi si Uchiha ini tinggi. Dia tidak akan mau menghampiri orang, karena biasanya dia yang dihampiri orang-orang. Jadi, Sasuke dari tadi hanya duduk manis di kursinya, sambil menatap Tenten serius eh, atau tatapan membunuh namanya?
"Eeeehh? Aku harus melakukan adegan ini dengan Hinata-chan?" suara Naruto melengking hingga penjuru kelas.
Naruto pun mendapat jitakan gratis dari Sakura. "Bodoh!"
Sasuke yang mau tidak mau mendengar suara Naruto pun kembali tersulut amarahnya. Dia bangkit dari kursinya dan segera menghampiri Naruto. Dalam waktu singkat, Sasuke sudah menarik Naruto ke luar dari kelas.
"Apa-apaan sih kau Teme!" teriak Naruto, tetapi tidak dihiraukan oleh Sasuke.
Setelah berhasil menarik Naruto keluar dari kelas, dihempaskan saja Naruto hingga menabrak tembok lalu meninggalkannya.
"Kau pikir saja sendiri, Dobe." Ucap Sasuke sinis sebelum meninggalkan Naruto.
Kali ini seringai nakal muncul dari bibir si blonde. "Heee… bilang saja kalau kau cemburu Temeee." Gumamnya dengan nada pelan.
Sasuke yang sesungguhnya sudah masuk ke dalam kelas kembali keluar untuk menghampiri Naruto. Langkahnya lebar-lebar dan terburu-buru. Ketika sudah di hadapan Naruto, Sasuke langsung mengacungkan telunjuknya ke wajah Naruto.
"Aku tidak.." ucapan Sasuke terpotong. Wajahnya terhias rona merah tipis dan segera dialihkan agar tidak terlihat oleh Naruto. "cemburu." Lanjutnya pelan, hampir seperti bisikan.
Naruto ternganga. Bagaimana tidak, dia kan bicaranya pelan. Entah telinga si Uchiha yang terlalu tajam, atau standar pelan mulutnya berbeda. Entahlah.
Tiba-tiba Sasuke berbalik dan mengambil kerah baju Naruto. Matanya kali ini tajam. "Jika kau berani menyentuh dia, akan ku hajar kau!" ancamnya lalu segera kembali ke dalam kelas.
Naruto tidak takut diancam seperti itu oleh Sasuke. Senang malah. Justru dia berangan-angan, kapan ya sahabatnya itu sadar oleh sikapnya sendiri yang suka memperhatikan Hinata dan menggodanya. Terlalu jaim sih dia.
Sasuke yang masih terbawa amarah, menghampiri Tenten tanpa pikir panjang. Dia menepuk pundak si gadis keturunan China itu hingga si gadis menengok.
"Aku.."
"Ah~ kebetulan sekali Sasuke. Sekarang bagian kau berlatih adegan dengan Hinata. Ayo..ayo..! Bersiaplah di tempatmu!" ucap Tenten, yang sepertinya tidak sengaja memotong perkataan Sasuke.
Niatnya Sasuke ingin marah. tapi tadi Tenten membawa-bawa nama Hinata hingga dia bingung sendiri. Pilih Hinata atau Tenten. Namun, bukannya tanpa perlu dipikir, Sasuke selalu pilih Hinata. Jadi, dia meninggalkan Tenten dan menghampiri si Heiress Hyuuga.
Kapan lagi Sasuke bisa beradu peran dengan Hinata. Karena dari latihan kemarin dia selalu tidak dapat kesempatan berlatih peran dengan wanita pujaanya, eh wanita incarannya, eh? Sebenarnya bagi Sasuke, Hinata itu siapanya ya? Sasuke diam sejenak untuk berfikir. Tetapi hanya sejenak, karena dia tidak mau ambil pusing atas pikiran nya.
Bagi Hinata, latihan hari ini jauh lebih berat dari yang kemarin. Apalagi saat adegan si pemburu dan Putri salju. Mungkin sengaja atau tidak, Sasuke selalu membuat kesalahan hingga latihan adegan yang seharusnya hanya berdurasi 30 menit itu menjadi 3 jam karena terus diulang-ulang.
Hinata merasa miris saat mendengar alasan si Sasuke. 'Lupa dialog' katanya. Padahal semua orang sudah tau tingkat kepintaran Uchiha, lagipula dialog si pemburu kan sedikit mana mungkin dia tidak hapal. Lalu, ada beberapa adegan dimana si pemburu yang diperankan oleh Sasuke melenceng jauh dari naskah. Entah kenekatan dari mana si makhluk dingin satu itu memutuskan untuk improvisasi sehingga membuat Tenten emosi.
Untung saja Hinata berinisiatif untuk bicara pelan-pelan dengan Sasuke. Cuma satu kalimat yang buat dia diam dan itu hanya bisa diucapkan oleh Hinata. "Sasuke-kun kumohon seriuslah." Kata Hinata dengan wajah memelas. Latihan kembali dimulai, dan tanpa perlu pengulangan karena adegan berjalan dengan baik.
Sasuke kesal karena hari ini tidak dapat latihan dengan Hinata lagi. Dan sekarang Tenten terasa seperti menghindarinya. Kalau tau begini, latihan kemarin tak usah serius saja dia. Lebih kesal lagi karena Hinata benar-benar sibuk dengan perannya. Latihan dengan Naruto, menghapalkan naskah dengan Kiba, bahkan terlihat bercanda dengan Sai.
Sasuke jadi gerah sendiri dan memutuskan untuk pergi. Entah ke atap, ke kantin, ke taman, kemana sajalah asalkan tidak kesal lagi.
→Snow White←
Matahari sudah berada di ufuk barat namun Hinata masih disibukkan dengan kegiatan bersih-bersihnya. Walaupun ditinggalkan sendiri di kelas, namun dia tidak merasa keberatan saat dimintai tolong untuk membereskan bahan pementasan besok lusa. Lagipula kalau tidak dibereskan sekarang, maka tidak akan ada waktu lagi karena terpotong akhir pekan, pikir Hinata. Baik sekali nona Hyuuga satu ini.
Tetapi, nyatanya Hinata tidak sendiri kok. Buktinya masih ada sesosok pria yang menunggunya dari balik pintu kelas.
Namun, mungkin karena kerja Hinata yang lambat atau memang pekerjaan yang dibereskannya terlalu banyak hingga membuat pria ini menunggu lama. Karena lelah menunggu, pria itu masuk dan menghampiri Hinata yang duduk memunggunginya.
"Lama sekali." Ucap pria itu.
Hinata menengok sebentar untuk melihat si pemilik suara, lalu kembali berkutat pada pekerjaanya.
"Masih banyak yang harus aku bereskan. Sasuke-kun sendiri belum pulang?"
"Belum."
Hening sejenak. Hinata yang masih berkutat pada pekerjaanya tidak membalas perkataan Sasuke. Tetapi apa yang dibalas? Dia kan tidak bertanya, pikirnya.
"Bagaimana latihanmu?" tanya Sasuke.
"Semakin lama semakin membaik. Aku harap tidak gugup nanti."
"Bagaimana dengan adeganmu bersama Dobe?"
Sasuke manatap punggung Hinata dengan perasaan campur aduk.
"Ma..maksud Sasuke-kun?" tanya Hinata balik. Dia gugup. Perasaanya tidak enak.
"Adegan pangeran membangunkan Putri salju. Bagaimana dengan adegan itu?"
Tuh kan benar. Pantas saja perasaannya tidak enak. "A..aku dan Naruto-kun sudah be..berusaha membujuk Tenten untuk me..menghilangkan adegan itu, ta..tapi Tenten selalu menolak."
Sasuke diam. Dia tidak bisa komentar apa-apa. Tetapi di dalam pikirannya banyak sekali seruan-seruan depresi.
"Ja..jadi aku dan Naruto-kun se..sepakat untuk te..tetap melakukan adegan itu."
Sasuke bengong. Kaget. Speechless. Dan apalah yang bisa menggambarkan situasinya saat ini. Sasuke rasanya ingin sekali melihat wajah Hinata. Meneliti ekspresinya dan meyakinkan diri sendiri bahwa yang dia dengar hanya suara angin belaka. Tapi wanita di depannya saat ini masih memunggunginya, walaupun dia menghentikan sendiri pekerjaanya.
"Te..tetapi itu hanya pura-pura. Bu..bukan ciuman." Ucapnya sambil membalikkan badan ke arah Sasuke. Namun, kini yang dia lihat hanyalah suasana kelas yang sepi tanpa ada seorangpun selain dia.
"L..Loh? Ta..tadi bu..bukannya a…ada Sasuke-kun?"
Di lorong, Sasuke berjalan dengan tergesa-gesa. Ekspresinya terlihat marah. Dia ingin segera pulang, menenangkan dirinya lalu memikirkan cara agar dapat menyelamatkan Hyuuga Hinata dari kejamnya pertunjukkan Drama.
TBC
Anne mau coba buat two shot.
chapter ke 2 nya sudah Anne siapkan, tapi Anne mo liat respon reader dulu.
Jadi anggap saja ini chapter 1 sebelum lebaran, chapter 2 sesudah lebaran,, kan lumayan untuk mengisi hari liburan ^^
Oia, Anne minta maaf, disini SasuHina nya kurang, dan cuma ada slight slight aja. Soalnya Anne gak bisa buat adegan romantis yang bikin melowdramatis.. *aiiiyaaa XD . Tapi Anne janji SasuHina nya akan ditambah di Chapter 2.
Soo.. apakah reader sekalian mau berbaik hati untuk memberikan Anne kritik dan saran? Apapun itu Anne akan senang sekali menerimanya..
Di tunggu review nya ^^v
Thanks,
Best Regards,
Anne Garbo
