Pelangi abu-abu written by shun-kumikumi
Kuroko no basuke is tadatoshi fujimaki's
Mayuzumi harem. Hint shonen-ai
.
.
Mayuzumi Chihiro adalah karakter kedua kesukaan saya tapi sering juga menjadi yang pertama hehe. Saya seorang Mayuzumi centric dan saya ingin membuat harem mayu disini. Beberapa karakter yang dimasukkan akan memiliki hint dengan abang mayu. Soal uke atau seme kalian bayangkan sendiri karena saya lebih prefer ke seme tapi yah banyak harem seme juga kumaha atuh -_- pokoknya semua nempel ke mayu.
.
Summary: Mayuzumi Chihiro. Pemuda lurus yang ditinggal cerai bersama ayah yang kurang mengurus. Kemudian nasib malah menggiringnya menemani 6 bocah pelangi dengan kelakuan nan absurd.
Alkisah di dalam keremangan.
Seorang pemuda dibawah 10 tahun sedang menulis.
Pensilnya bergerak, bersinggungan tak sabar dengan jalinan ratusan serat pinus diatas meja.
Hapus, tulis, hapus, hapus. Tulis lagi. Boros sekali menggunakan penghapus. Berkali-kali menyerut sampai putus. Bukan apa-apa. Ia hanya tak mau tulisannya tercetak jelek. Bukan "apa-apa" hanya surat cinta untuk mama.
Dear, mama
Mama sayang, apa kabar? Mama pasti kaget Chihiro ngirim surat. Kalau mama tanya kenapa, ini semua karena Chihiro udah gak tahan lagi pengen luapin semua perasaan Chihiro yang sedang tersiksa ini. Aku harap mama nanggepin serius tulisan aku. Dan juga semoga tulisan aku bisa kebaca. Kalo gak kebaca berarti mama rabun. Banyak hal yang mau aku tanya ke mama. Chihiro benci basa-basi jadi langsung aja,
kata papa, apa bener mama mau nikah lagi ? Seinget aku, bukannya usia perceraian mama baru aja berlangsung 1 bulan yang lalu? Secepat itukah cinta mama ke papa pupus ditelan api? Aku sedikit gak nyangka mama semudah itu melupakan papa. Papa juga bilang mama mau bikin anak baru sama suami mama yang baru . Papa gak rela. Anaknya ada 6. Demi apa ma ada 6? Aku gak ngerti. Mama hamil kembar 6? Mama baik-baik aja? Aku waktu disunat aja, pingsan terus langsung pendarahan. Gimana melahirkan bayi 6 buah?
Aku gak kebayang punya saudara banyak-banyaklah, nyusahin. Apalagi kalau nanti anaknya bandel-bandel. Tidak sudi. Kurang cukupkah Chihiro sebagai anak kebanggaan mama? Atau servis papa yang kurang memuaskan? Aku gak tahu lengkap seluk beluk rumah tangga mama sama papa, tapi papa aja gak mau nikah lagi kok. Cinta mati sama mama. Pokoknya aku kangen mama. Gak betah tinggal sama papa yang nangis mulu minta rujuk . Kaus kaki pulang kerja aja ga dicuci-cuci. Ruang tamu bau kayak ikan segar didiamkan berhari-hari. Busuk. Piring kotor dimana-mana. Jorok maksimal. Apalagi kamar papa. Cuma babi yang mau mengunjung (tapi disini gak ada babi).
Aku mau tinggal sama mama aja pokoknya! Aku nyesel nih milih tinggal sama papa. Tapi aku tahan-tahanin sampe sebulan ini. Awalnya sih gak ada masalah. Tapi setelah seminggu mama pergi, papa mulai uring-uringan. Aku ceritain lengkap aja deh ya biar mama tahu. Papa suka sesunggukan tiap liat dapur sama kasur. Katanya, gak ada yang masakkin. Pulang kerja gak ada yang cium. Kasur gak sehangat dulu. Waktu tidur, gak ada yang peluk dari belakang. Aku liatnya gak tega. Tapi sebel. Bagaimana dengan mama? Apa mama tega? Aku gak tahulah, ya. Tapi kalau mama sama papa gak saling cinta, gak akan ngelahirin aku kan?
Sekarang pertanyaannya, mama cinta sama aku ga? Lebih besar mana cinta mama sama papa? Atau lebih besar mana cinta mama ke suami mama dan anak-anak mama yang baru? Masih sayang sama aku?
Udah ma gitu aja. Kayaknya kepanjangan deh. Aku sayang mama. Aku sayang papa. Tapi aku lebih sayang diriku sendiri. Chihiro mau ujian ke universitas bagus terus jadi orang sukses. Makanya perlu banyak uang. Papa uangnya sedikit. Kalo mama masih peduli sama masa depan anak mama, aku harap mama segera bertindak. Atau aku akan berakhir di panti asuhan karena kemiskinan papa. Terima kasih mama baca ini sampai habis. Chihiro tunggu reviewnya, ya. Salah. Balasannya. Bye.
Tertanda, Chihiro anak mama.
Surat dilipat. Lekukan antar sisi kanan dan kiri tak rapi. Tak sejajar. Biarkan. Helai abu-abu menunduk ke bawah laci. Kepala mungilnya menyusup sedikit ke dalam ruang laci yang gelap. Diambilnya amplop yang sudah siap di tangan. Ditulis besar-besar nama pengirim tanpa nama penerima, buat apa. Toh ia sendiri yang akan menaruh surat itu ke kotak pos rumah baru mamanya. Jarum jam tak terasa sudah bergeser ke pukul 8. Lampu belajar 5 watt dimatikan. Lega sudah menumpahkan isi hati. Tubuh mungil naik ke kasur.
"Pulang sekolah aku akan langsung mengirim surat ini. Jangan sampai papa tahu."
Mudah sekali kelopak Light Amethyst itu terpejam. Ia lelah. Letih. Ingin cepat-cepat buka mata demi menunggu sinar matahari esok terbit.
.
.
.
.
"Chihiro sayang, bisa pulang lebih cepat?
Chihiro kaget. Mamanya menelepon di saat yang tidak tepat. Pasalnya ia sedang buang air kecil . Getar Vibra HP menegang di pingggir paha. Membuat sedikit air berkilau milik Chihiro terciprat bukan ke sarangnya, tak sengaja. Demi mama, Chihiro rela mengangkat telepon. Kalau nggak diangkat lebih parah. Makin geli. Chihiro kecil mengutuk, sebal kenapa masih SD sudah dibelikan HP. Orangtuanya itu terlalu repot menghabiskan uang. Padahal ia tak meminta dan tak butuh. Lihat sendiri akibatnya. Pertama terpakai saja langsung fatal.
"Ya, ma ada apa? Hmm.." Chihiro gelisah merasakan tatapan selidik dan kepo dari penghuni sesama kebelet pipis yang berjejer menoleh. Malu-maluin nerima telepon dalam keadaan seperti ini, batinnya.
"Bisa nelpon nanti aja gak .." Chihiro berusaha bernegoisasi.
"CHIHIRO! Kamu milih tinggal sama papa apa mama?!"
"Hah?"
Chihiro gak mudeng. Pikirannya terbagi dua. Antara real dan komunikasi full-duplex. Suara mamanya yang biasanya tidak lembut lebih tidak lembut lagi hari ini. Dan apa maksudnya bertanya seperti itu? Aku numpang di rumah papa-mama kan udah dari bayi. Chihiro masih bingung menjawab. Tak sadar yang di seberang sana sudah menggigit bibir menunggu. Tunggu dulu, pipisnya udah berhenti nih. Tarik resleting dulu. Eh, cebok dulu.
"Ma, sebenernya Chihiro lagi pipis nih. Tunggu ya."
"AP—SANA PIPIS DULU!"
Duh, malah teriak-teriak di kuping, Chihiro tambah kesal. Dua tangannya repot. Satunya megang hp, satunya megang anu. Salah satunya harus ditanggalkan. Cebok adalah kewajiban, meski cuma diseka tisu. Akhirnya HP dimasukkan lagi ke kantong. Kedua tangan bebas. Yang kiri bertugas membersihkan, kanan narik resleting.
Habis itu angkat telepon? Eh tunggu dulu, cuci tangan dulu dong. Sayang hp mahal-mahal nanti bau pesing. Chihiro pemuda yang mencintai kebersihan. Buru-buru ia membawa kedua tangan menuju wastafel, kocok sedikit dengan air lalu pakai pengering. Setelah itu keluar dari toilet dengan damai. Lega sudah tidak ada yang memelototi. Chihiro aja yang geer. Teman-temannya sudah balik ke urusan masing-masing. Tengok kanan-kiri lorong bermandikan orang. Susah. Mengganggu. Chihiro balik arah sampai ketemu koridor sepi. Dengan cepat kantong dirogoh, telapak tangan dan benda persegi panjang logam bertemu. Hangat ketemu dingin.
"Mama."
"Hah? Udah pipisnya? "
"Udah. Ada apa?"
"Begini sayang, kamu–, "Berhenti disitu! Biar aku yang bicara pada Chihiro! " , " Diamlah, aku baru mau bicara!",- "Chihiro anakku, pasti dia memilihku." , "Tak usah kelewat percaya diri. Aku satu-satunya yang akan membesarkannya."- "Dia tak akan jadi dewasa bila diasuh olehmu." ,"Berisik!"
Tuut. tuuut.. tuut
Chihiro bengong. Seratus persen bingung atas apa yang baru saja dialami telinganya. Suara yang ditimbulkan ponsel pintarnya akibat kehilangan sinyal terasa menyakitkan. Teriakan dua orang berisik disana terlalu ganjil. Kata-kata mereka perlu diraba secara berulang.
Orang tuanya. Bertengkar. Memilih Chihiro. Dewasa. Diasuh.
Tangan mungil terkulai dramatis. Manik abu-abunya terkesiap.
...WTF?
"Papa mama mau bercerai, terus lagi memperebutkan hak asuh aku? " Chihiro cepat mengambil kesimpulan. Cerdas. Bukan, Ia pernah membaca adegan seperti ini di novel romansa.
Aku harus.. bagaimana?
.
.
Langkah kaki terpatuk-patuk menyuarakan kedatangan sosok yang sekiranya sudah ditunggu-tunggu . Chihiro tidak suka berlari. Tipikal menghindari kegiatan fisik. Tapi apa daya , perasaan gundah gulanalah yang menyebabkannya berlari sepanjang 600 meter dari jarak sekolahnya ke rumah. Rasanya ingin buru-buru terbang sampai depan teras. Menjeblak pintu , menyambangi wajah mama dan papa.
BRAK. "Mama? Papa?"
Baru saja pintu dibuka, sepatu dihempaskan asal-asalan. Chihiro masuk dengan gegabah. Kemudian heran kenapa rumah begitu sepi. Tak ada yang menunggu.
Apa maksudnya ini?
Ia kira papa dan mamanya sedang bersilang tangan, memunggungi dan siap adu mulut di ruang tamu?
Chihiro mengambil inisiatif . Menyeluk saku, handphone, mau menelepon.
Panggilan segera disambungkan.
Tuuut.. tuuut..
Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan hubungi lagi- pip.
Kenapa nomor tidak aktif? Kemana mereka?
Chihiro berusaha tenang. Pada dasarnya ia memang anak yang sabar.
"Dasar orang dewasa. Aku mau minum dululah. OH IYA!" Kaki kecil Chihiro melangkah riang menuju lemari es di sudut dapur. Ia baru ingat masih menyimpan satu cup chocolate milshake isi separuh lantaran keburu sakit gigi malam kemarin.
Pintu lemari es yang lebih tinggi dua kali dari tubuhnya ditarik dari samping. Hawa dingin langsung mencacah kulit Chihiro yang aslinya tak suka dingin. Ruang lemari es itu dijajah tangan mungilnya. Ukurannya cukup untuk menampung tubuh Chihiro kalau ingin coba iseng membeku di dalam sampai jadi bahan lelucon bagi siapa saja yang membuka pintu.
Terlihatlah segelas cup besar minuman bertotol embun memikat penampung hasil campuran susu coklat dan es krim vanilla. Chihiro terlampau semangat. Ditariknya minuman itu keluar dan langsung dicicipi penuh nafsu dalam keadaan masih berjongkok di bawah angin lima derajat celcius yang menderu. Begitu merasakan hawa tak nyaman menyusup ke seragam sekolahnya, Chihiro segera membanting pintu lemari es dan berlari keluar, menghempaskan badan ke dalam sofa empuk.
Surupuut. Enaaaak. Dengan santai Chihiro menikmati waktu luangnya. Sendirian. Wow ini pertama kalinya ia merasakan kenyamanan seperti ini.
Kenyamanan tak adanya pengawas berupa orang tua. Anak dibawah umur sering mendambakan hal demikian.
"Kalau mama papa cerai, aku ikut siapa ya.. tapi tinggal sendiri juga enak."
Kesempatan tak boleh disia-siakan. TV menyala, kartun sore hari mengudara, ambil cemilan sebanyak-banyaknya, kantong keripik kentang meledak, bunyi krius-krius menggema, dan terakhir tidur-tiduran di lantai yang bersih.
Lupakan ulangan matematika tadi siang yang ia kerjakan tanpa mencoba mengingat rumus yang sudah dipelajari semalam suntuk.
Mungkin ia akan dapat 3. Atau 4. Yang paling baik 5.
Derak pintu yang terbuka tidak didengar Chihiro akibat besarnya volume televisi.
"Chihiro sayang! Kamu sudah pulang?"
Suara wanita yang ia yakini sebagai ibunya membuyarkan sekaligus rencana hidup satu demi satu yang sedang disusun dalam benak Chihiro. Eh, mama sudah pulang?
"Mama, darimana saja?" Chihiro bangun, keripik kentang berhamburan.
"Itu liat kamu nyampah! Bersihin dulu."
"Eh.. ya." Potongan-potongan kecil kentang dipungut. Lalu dimakan.
"Aku ingin menggapai impianku. Karena itu aku harus meninggalkanmu."
"Pergilah sayang, pergi sejauh kemana impianmu berada . Biarlah perpisahan kita menjadi langkah awal kesuksesanmu. Yakinlah, bahwa cinta kita akan selalu abadi. Dan suatu hari aku akan menjemputmu ke pelaminan. Mengikat kasih. Membangun keluarga bersamamu adalah cita-citaku yang kedua. "
"Kau janji?"
"Bunuh aku kalau aku ingkar."
Backsound piano lembut mengalun penuh emosi tatkala dua insan berbeda jenis berpelukan dilatarbelakangi lapangan landas bandara. Air mata bercucuran. Orang lewat tak ambil andil pemandangan gratis. Dunia cuma milik Rangga dan Cinta.
"Chihiro! Kamu nonton sinetron lagi?" Terdengar teriakan dari dapur.
"Nggak kok!" Chihiro buru-buru pindah saluran .
Ah, padahal tadi ia hanya berniat menunggu iklan kartun yang saking dibuat bosan membuatnya iseng-iseng berhadiah menekan tombol next di remotenya. Penampilan sepasang kekasih dan adegan yang menyolok menarik perhatian Chihiro. Rasa penasaran anak kecil terhadap hubungan orang dewasa timbul. Chihiro dibuat kaget oleh setiap kalimat percintaan adimakna yang tak ia mengerti. Tapi jangan salah. Biar umur 9 tahun Chihiro sudah beberapa kali berpengalaman membaca novel khusus dewasa. Meski sebatas lika-liku rumah tangga.
"Nih mama beli kue ikan." Wanita 27 tahunan berambut abu-abu sepinggang datang membawa nampan dengan dua piring berbeda warna beserta satu cangkir teh mengepul diatasnya. Terlihat kumpulan kue menyembul. Wangi khas tepung dan pandan menggelitik syaraf penciuman anak 9 tahun semata wayangnya itu.
"Mau!"
Dengan semangat Chihiro menghampiri kue cantik yang sudah diletakkan di meja. Ibu Chihiro duduk dan mulai menyesap teh yang hanya dibuatnya untuk diri sendiri.
"Gimana pelajarannya tadi? Lancar?"
"Nyumm.. hm , lancar."
Chihiro yang sedang menikmati kartun sambil ngemil tersentak kaget begitu layar televisi berubah warna dan kembali menampilkan.. sinetron.
"Udah sampe mana tadi? Ah, mama kelewatan."
Chihiro lupa mamanya penggemar berat sinetron.
"Aku mencintaimu.."
"Sungguh? Kalau iya kau tak akan pergi kemana-mana."
Kalau iya tak akan pergi kemana-mana. Chihiro mengulangi perkataan tokoh utama lelaki dalam benaknya. Kalau cinta seharusnya selalu bersama. Cinta bukan perpisahan. Berpisah tanda tak cinta.
Tak cinta. Perpisahan. CERAI.
Chihiro bukannya lupa, bukannya juga pura-pura tak ingat. Ia hanya hampir cuek. Tapi tak ada salahnya bertanya, toh itu yang ia khawatirkan sejak tadi, bukan?
"Ma.."
"Hm?"
"Mama jadi cerai?"
"Uhuk.. uhuk!" Mama terbatuk-batuk. Kue ikan yang baru saja mau dimasukkan ke mulut tidak jadi ditelan. Tersedak, teh tawar cammomile jadi penawar.
Chihiro agak merasa bersalah dan juga.. heran. Ia merasa pertanyaannya sangat wajar.
"Mama, gakpapa?"
"Gakpapa." Aliran teh yang berfungsi melegakan tenggorokan mengalir hangat. Setelah merasa bisa bernafas dan berbicara dengan benar, mama berkata. "Chihiro! Kamu kok- ukh, kata siapa kamu mama mau cerai?"
Chihiro bingung. Manik silvernya dikedipkan polos. "Eh? Aku salah ya?" Bukan bermaksud menyindir tentunya.
Mama tampak berdeham, sedikit rona merah muncul di pipi. "Tidak juga, maksud mama, iya tadi mama emosi sama papa tapi akhirnya urusan kami bisa diselesaikan dengan baik."
"Ah.. oh begitu."
Gampang amat ya nyelesainnya.. bagus deh, pikir Chihiro. Masalah perceraian kedua orangtuanya segera diusut menjadi topik kedua dari bawah yang ingin dibahas selain ulangan matematikanya . Chihiro kembali mengunyah keripik dengan hati-hati (takut nusuk gusi).
Ibu dan anak kembali menonton TV bersama.
Chihiro nyeletuk. Mulai ganjil dengan perasaan kehilangan yang samar-samar. "Papa kemana?"
Mama berkata ringan. "Hm? Papa lagi ke ngurus surat ke pengadilan."
"..."
Nafas Chihiro berhenti. Diselesaikan di pengadilan rupanya.
.
.
Chihiro merasa menderita ketika,
Ketika pipis di celana waktu masuk SD .
Ketika kehabisan stok chocolate milkshake di kantin.
Ketika ketahuan membaca majalah/novel 17 ke atas.
Ketika belanja baju di toko dipilihkan baju perempuan oleh penjaga toko.
Ketika ditabrak lift saat hendak menutup, kesulitan melewati pintu otomatis, baju terjepit pintu kereta.
Disuruh memilih antara papa dan mama.
Perceraian itu benar terjadi.
Sore itu Chihiro sedang asyik menyeruput chocolate milkshake di maji burger. Kedua kakinya memantul riang bersiulan dengan kaki meja. Ia merasa tak ada ruginya diculik secara sepihak kalau untuk ditraktir seperti ini meski oleh ayahnya sendiri.
"Makanan datang~" Ayah Chihiro, bersurai coklat muda dan kacamata persegi, tersenyum riang membawa nampan berisi dua burger, satu lemonade, dua fillet ayam serta dua bungkus kentang goreng.
Ayahnya duduk berhadapan dengannya. Tersenyum ramah pada Chihiro yang masih berniat menghabiskan minuman favoritnya.
"Ckckck, harusnya papa tak membiarkan kamu memesan minuman itu dulu. Segera habiskan dan mulai makan. "
Chihiro tak peduli. Ia sedang mengamati keadaan luar restoran dari balik kaca setebal lima senti. Orang lalu lalang sibuk menjarah arah demi menemui jalan pulang.
"Ayo makan." Lelaki penuh ekspresi tersebut mulai menggigit lapisan roti dan daging dengan giginya. Chihiro berdecih. Suara sedotan menjilat udara menandakan tetesan terakhir miliknya sudah raib. Chihiro bosan.
"Papa. Langsung saja, papa punya apa buat Chihiro yang pantas membuat Chihiro tinggal sama papa? Mama sudah bicara dengan Chihiro kemarin. Dan penawaran mama cukup menarik."
Baru saja sedetik yang lalu irisan burger ditelan, rasanya ada duri ikan ikut masuk ke tenggorokan. Hampir saja papa ingin teriak protes dengan mulut penuh ke pemilik toko akan ketidakhiginiesan makanan dan niat pembunuhan kalau saja ia tak keburu melihat tatapan anaknya yang serius. Beralih menenangkan diri, papa buru-buru meneguk air soda lemon. Sadar kalau yang telah menggerus kerongkongannya sampai ke ulu hati adalah anaknya sendiri. Demi apa anaknya yang... polos itu.. ?
"Papa?"
"Chihiro, ehem. Memangnya mama bicara apa saja sama kamu?"
Jangan-jangan ini balasanku karena jarang meluangkan waktu untuk anak sendiri, batin Papa merasa menyesal sedikit demi sedikit. Bagaimana mungkin ketika mereka masih menjadi keluarga, sekedar membacakan cerita waktu kecil, bermain bola bersama, main petak umpet, gundu, congklak, monopoli, membersihkan mobil bersama, jalan keliling komplek pun ia tak sempat? Ia bahkan belum sempat mencicipi foto album Chihiro yang tersusun rapi di lemari ruang tamu. Tidak sempat memeluk dan mencium anaknya sendiri setiap pulang kerja karena Chihiro keburu terlelap. Dan sekarang begitu ia berhadapan dengan anaknya, rela ambil cuti 1 hari dari kantor, dirinya dijejeli kenyataan bahwa Chihiro lebih dewasa dari yang ia duga. Tayangan TV apa yang ia tonton? Buku-buku apa saja yang ia baca? Teman-teman seperti apa yang ia punya? Nihil. Papa 26 tahun itu tak tahu apapun. Ia sama sekali nol besar dalam pengetahuan mengenai anak sendiri.
Sementara si papa sedang bergulat antara harapan dan kenyataan. Chihiro hanya menatap datar. Belum menjawab. Papa makin frustasi. Tidak bisa menebak.
"Kok papa diem? Bukankah Chihiro yang bertanya lebih dulu? Jadi bagaimana kesepakatannya? "
Papa menegak ludah. Tapi itu semua cerita masa lalu. Istrinya jelas selingkuh tanpa tutup kurung. Chihiro akan menjadi anaknya selamanya titik tanpa koma.
Inilah kenyataan yang ia hadapi selama mengarungi rumah tangga bermargakan Mayuzumi.
Ia janji mulai dari sekarang akan merawat Chihiro sebaik-baiknya.
"Hmm, papa belum tahu tuh." Jujur, dirinya belum menyiapkan apapun. Shock sudah merambati fungsi berpikir. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi anaknya sekarang. Kalau ia makin membalas bukan tidak mungkin pikiran Chihiro akan semakin tercemari hal negatif.
Hal negatif? Sesuatu entah apa yang sudah merasuki jalan pikiran anaknya yang bersih, negosiasi macam apa yang diberikan calon mantan istrinya?
Mayuzumi Kaneko.. Apa yang kau katakan pada anakku?
"Kalau papa boleh tahu, mama nawarin kamu apa?"
Uang, harta, perlindungan, kekuatan?
Bibir mungil Chihiro yang sedari tadi mengigit dan menghisap sedotan , terangkat. "Aku dibelikan sepuluh buku dalam seminggu. Boleh dapet nilai jelek. Boleh di rumah seharian. Dibelikan chocolate milkshake tiga kali seminggu. Boleh nonton TV apa aja. Boleh sendirian kemana-mana."
Papa melongo.
"Belikan aku lagi dong. Udah abis nih."
"Tunggu. Itu perjanjian darimu atau ibumu?"
"Dariku. Negosiasi panjang. Perdebatan. Tapi kalau papa bisa memberikan yang lebih aku akan mendengarkan dengan senang hati."
Papa tak bergeming. Lambat laun nafasnya makin lancar. Papa menghela nafas. Syukurlah, hanya perjanjian anak-anak.
Tapi tetap saja. Penyogokan.
"Aku bisa berubah pikiran. Tergantung situasi. Kalau papa masih belum memutuskan silahkan kontak aku kapan saja. Memang cerainya kapan?"
Paru-paru papa kembali tersumbat.
"Seminggu lagi."
"Sudah tak ada jalan mundur bagi kalian berdua?"
"Chihiro.. kamu.. " Papa menatap tak percaya.
"Habis ini aku mau ke toko buku. Mana uang buat chocolate milkshake lagi?" Chihiro menadahkan tangan.
Papa merogoh saku tanpa kesadaran lebih.
"Terima kasih." Chihiro tersenyum kecil. Kakinya setengah berlari menuju kasir dan memesan dengan nada datar. Sekembalinya Chihiro dengan segelas cup chocolate milkshake penuh di tangan, papa masih mengamati.
"Sudah ya, pa. Bye."
Belum sempat membalas dadah, Chihiro sudah hilang entah kemana. Bel pintu Maji burger melenting sepi sesepi hati sang papa saat ini.
.
.
TBC~
AN
Saya gak tahu mau bilang apa..hehe. Cerita ini masih pembukaan dan chap 2 doakan publish minggu depan. Saya harap gak ada yang protes masa kecil mayu rada begini... ugh maaf ya :)) Saya niat menggilas habis mayuyu disini. Mayu harem otp baru wwww
Terima kasih kepada seluruh readers yang sudah mampir.
Kisses and love, shun-kumikumi.
