"Ginevra molly weasley, maukah kau menikah denganku dan menjadi ibu dari anak-anaku?"
Ginny POV
Aku hanya mampu terpana akan permintaan lelaki yang saat ini tengah berlutut di hadapanku. Di sini, di hadapan nisan kedua orang tuanya, James Potter dan Lily Potter. Harry James Potter, pemuda yang telah 6 tahun ini menjadi kekasihku memintaku menjadi istrinya. Pikiranku melayang ke masa 6 tahun yang lalu saat kami masih sama-sama menjadi siswa di sekolah sihir hogwarts, aku di tahun keenamku, dan baru saja putus dari pacarku sebelumnya Dean Thomas. Dan dia di tahun ketujuhnya saat telah cukup lama putus dari si chang menyebalkan itu.
"ginny, love" panggilnya
"eh, iya" panggilanya menyadarkan aku dari lamunanku itu
"jawab permintaanku please, atau apakah kau tidak mau menjadi istriku?" tanyanya setengah memelas
"oh harry jangan bodoh,tentu saja aku mau. Kau tahu? inilah yang aku tunggu selama bertahun-tahun ini, bahkan sejak pertama kali aku melihatmu di stasiun king cross 12 tahun yang lalu" jawabku dalam satu tarikan nafas.
"oh sayang bisakah kau berbicara pelan-pelan saja?" jawabnya sambil mengusap lembut pipiku, perlakuanya selalu membuatku merasa seperti wanita paling bahagia di seantero negeri sihir ini.
"tentu saja aku mau HARRY JAMES POTTER, aku mau jadi istrimu dan ibu dari an " kalimat yang terakhir ini tak sanggup aku tuntaskan, karena tanpa sadar harry kini telah membungkam bibirku dengan ciumanya yang begitu mesra, pelukanya begitu erat seolah menggambarkan kesenanganya saat aku menerima lamaranya.
Harry POV
Sepanjang hari ini aku tak pernah sedetik pun melepaskan genggaman tanganya, tangan gadis yang di jari manisnya melingkar sebuah cincin bertahtakan batu emerald hijau, gadis yang tak lama lagi akan menggunakan nama potter sebagai nama belakangnya. Gadis itu ginevra molly weasley, kekasihku. tak lama setelah kami berapparate menuju the burrow, kami tiba disana, aku sangat tak sabar untuk segera tiba di kediaman calon mertuaku yang telah kuanggap sebagai orang tuaku sendiri sejak aku berumur 11 tahun.
"hai molly" sapaku saat menemukanya sedang memasak di dapur
"hai son, kemana saja kau baru berkunjung sekarang?" sapanya lembut sambil menyodorkan segelas teh ke meja di hadapan tempat aku duduk
"eh molly, aku ingin berbicara dengan kau, dan juga ehhhhm arthur" kataku
"ada apa harry, wajahmu tegang sekali, ada masalah di kementrian?atau..." molly memalingkan wajah memandang anak gadis satu-satunya yang sejak tadi hanya menunduk.
"ginny, dear jangan katakan bahwa kau,, kau telah..." molly tak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia menutup mulutnya dengan tanganya keras-keras menahan tangisnya.
Ginny POV
"jangan bodoh mom, mana mungkin aku dan harry melakukan hal itu" teriaku keras-keras menyadari kemana maksud omongan ibuku ini.
Dan harry mampu menenangkanku hanya dengan menggenggam tanganku keras-keras. Saat itulah pintu dapur dibuka dan ayahku masuk dengan wajah panik.
"ada apa ini, ada apa dear?mengapa kau berteriak kepada ibumu seperti itu, dan oh halo harry apa kabar nak?" tanya dad sambil duduk di sebelah mom
"dad,,mom,,aku,,aku" entah mengapa lidahku mendadak sulit digerakan, aku hanya mampu menundukan kembali wajahku sambil menggenggam tangan tunanganku ini keras-keras.
Harry POV
"begini Arthur , molly " kataku pelan-pelan
"bicara saja nak, tak perlu takut-takut begitu"arthur menenangkanku
"begini, aku tadi sore ehmmm di hadapan nisan kedua orang tuaku ehhmmm"sahutku terbata-bata
"demi merlin harry potter kau membuatku geram karena penasaran, tak bisakah kau katakan saja apa maksudmu" molly tampak mulai kehilangan kesabaran
"maaf molly"
"begini, tadi sore di hadapan nisan kedua orang tuaku, aku harry james potter telah meminta putri kalian ginevra molly weasley untuk menjadi pendamping hidupku, menjadi ibu dari anak-anakku kelak, dan aku kesini untuk meminta restu dari kalian" aku mengakhiri kalimat itu sambil mengangkat tangan ginny, tempat dimana cincin itu kini melingkar.
Detik berikutnya aku mengamati ada butir berkilauan aneh yang muncul di mata dua orang tua ini, yang baru aku sadari bahwa itu adalah air mata.
"oh sayang selamat" molly bergegas menyebrang menghampiri ginny dan segera memeluk serta menciuminya bertubi-tubi.
Sementara arthur memeluku sambil membisikan "selamat son, akhirnya kau akan benar-benar menjadi bagian dari keluarga ini"
Aku hanya mampu tersenyum melihat kebahagian yang menyelimuti seluruh sudut rumah ini, berani taruhan sebentar lagi aku akan mendapatkan howler dari ron karena berani melamar adiknya sebelum dia berani untuk melamar hermione, aku geli sendiri membayangkanya.
Ginny POV
"oh arthur aku sudah tak sabar menantikan ron, dan george pulang, dan oh aku hampir saja lupa, ginny sayang bisakah kau menuliskan tiga surat untuk kakak-kakakmu, aku akan segera menyiapkan burung-burung hantu untuk memberitahu kabar bahagia ini pada bill, charlie, dan percy" mom berteriak dari arah dalam rumah, sementara aku, harry, dan dad sedang asyik bebrbincang di halaman belakang rumahku yang tidak terlalu luas sambil memandangi padang ilalang yang terhampar di belakangnya
"ah mom" selaku
Dad duduk diantara kami berdua, menggenggam tanganku erat, kemudian merangkulku, aku membalasnya dengan menyandarkan kepalaku di bahunya, harry hanya tersenyum melihat kami berdua, tanpa aku sadari ada sesuatu yang menetes dan mengenai rambutku. Aku menengadahkan kepalaku keatas dan melihat dad menangis. Bukan, itu bukan tangis kesedihan, aku tahu ada kebahagiaan di dalamnya.
"well kurasa waktu berjalan begitu cepat ginny, rasanya baru kemarin aku menggendongmu dan menggantikan popokmu nak, namun lihat 6 bulan lagi kau akan menjadi milik orang lain nak, bukan milik dad lagi" aku merasakan kepedihan itu dibalik kata-kata lelaki tua yang begitu aku sayangi ini.
~6 bulan kemudian~
"ginny, wow " hermione tiba-tiba saja sudah berdiri di depan pintu kamarku, dia terlihat sangat cantik dengan gaun panjang berwarna peachnya itu, rambutnya dikepang ke samping, dengan riasan yang natural membuat dia tampak mempesona, selain karena dia juga cerdas dan berhati lembut. pantas saja kakaku ron tergila-gila padanya. Sementara aku?aku tak tahu bagaimana penampilanku hari ini, periasku belum mengizinkanku melihat pantulan diriku sendiri di cermin sejak pagi tadi.
"ginny kamu begitu cantik hari ini, harry pasti merasa sangat beruntung mendapatkanmu gin, ayo segera temui dia dan tamu lainya di bawah gin" hermione begitu bersemangat, maklumlah dia adalah pendamping wanitaku. Aku sendiri sejak pagi tadi mendadak pendiam, tak banyak berkomunikasi, selain hanya anggukan dan gelengan kepala. Jujur saja aku grogi menghadapi ini semua. Sementara george malah mengisengiku dengan bertanya apakah aku mendadak ragu menikahi harry karena kepikiran dengan draco malfoy
"uh si pirang jelek itu?tidak salah?apakah tak ada lelaki yang lebih baik yang bisa kau sebutkan" rutuku dalam hati.
Lamunanku dibuyarkan oleh panggilan ayahku "kau siap sayang? Tanya dad dan ketika aku mengangguk, dia dengan sigap menggandeng tanganku untuk turun menuju ke altar pernikahan.
Begitu aku turun halaman rumahku yang memang tak terlalu luas ini terlihat begitu lapang dengan mantra perluasan tak terbatas, juga tampak semarak baik oleh dekorasi yang didominasi warna putih dan juga bunga lili yang ada hampir di setiap penjuru tenda. Banyaknya tamu yang hadir pun membuat pesta tampak lebih semarak. Ah aku harus berterimakasih pada dua sahabatku hermione dan luna yang telah membantu banyak dalam acara pernikahanku ini. Tamu yang datang didominasi oleh teman-temanku dan teman-teman harry semasa sekolah di hogwarts dulu, rekan-rekan kerja harry sesama auror di kementrian. Rekan setimku di holeyhead harpies, teman kerja dad, dan juga teman-teman kakaku dan banyak lagi. Aku harus merasa maklum dengan banyaknya tamu yang datang, kau harus terbiasa dengan kepopuleran jika seseorang yang kau nikahi itu adalah pahlawan di dunia sihir. Harry potter, anak yang bertahan hidup, atau apalah aku tak peduli dengan embel-embel yang dia miliki. Yang penting selama bersamaku, dia adalah harry-ku, harry yang sama dengan bocah 11 tahun yang aku temui di stasiun king cross 1 september 1991 itu. Tunggu, siapa itu, perempuan berambut hitam lurus, bermata sipit, dengan wajah khas asia, jangan bilang itu si chang. "Mau apa dia datang kemari? awas saja kau harry potter, tunggu saja setelah acara ini selesai. Berani-beraninya kau mengundang dia datang kemari" omelku dalam hati.
Harry POV
"itu dia, Dia sangat cantik, dia sangat luar biasa, dia ginny-ku, dan sebentar lagi akan jadi miliku selamanya"
Dengan gaun bermodel sederhana berwarna putih, tanpa banyak renda ataupun pita, dan rambut tanpa terlalu banyak penataan,dia begitu sederhana, dan Kesederhanaan itulah yang membuatku mencintainya. dia tampak begitu menawan di mataku. Dan tak ada lagi orang lain yang mampu kulihat selain dia, dan kurang dari 10 langkah lagi arthur akan mengantarkan bidadari berambut merah itu berdiri bersisian denganku disini, di depan altar ini. Tapi mengapa wajahnya tiba-tiba berubah seperti itu?dan memandangiku dengan garang?ah mungkin karena aku terlalu rakus memandanginya, dan ginny tak suka itu.
Arthur tiba pada tugas terakhirnya sebagai seorang ayah, mengantarkan anaknya sampai ke depan altar "harry, kutitipkan putriku padamu" adalah kata-kata terakhir yang dibisikan arthur padaku sebelum memberikan tangan ginny pada tanganku untuk digandengnya
"apakah kau harry james potter bersedia menerima ginevra molly weasley sebagai istrimu dalam susah dan senang sampai maut memisahkan kalian?"
Beberapa detik aku terdiam, memandang jauh ke dalam matanya
"aku bersedia" jawabku akhirnya
"apakah kau ginevra molly weasley bersedia menerima harry james potter sebagai suamimu dalam susah dan senang sampai maut memisahkan kalian?"
"aku bersedia" bidadariku menjawab
Dan kebahagiaan pun dimulai
