"Sakura!"
"Apa?!" Sakura terdiam saat Karin memanggil namanya kesekian kali, ia merasa bosan dengan keinginannya yang terus menerus diucapkan. "Aku sudah dengar tadi, lain kali. Meninggalkan pekerjaanku dari dokter bukanlah hal yang mudah meskipun kau memintaku sementara!" Sakura tidak menolehkan kepalanya lagi, ia tidak mau melihat ekspresi wajah Karin dan membuat niat bulatnya luntur.
"Kumohon ... kau tidak tahu apa kemungkinan yang bisa kudapatkan kalau atasanku tidak kunjung mendapat sekretaris pengganti, bukankah kau juga merasa penat dengan pekerjaanmu sebagai dokter? Anggap saja saat ini kau rehat sebentar –ah, untuk tiga bulan saja itu sudah cukup!" Karin memegang lengan Sakura dengan erat, matanya nyaris berair dan ia benar-benar memainkan aktingnya dengan sangat baik.
Sakura diam, sialan, ia sudah terpancing dengan keinginan Karin. Kali ini ia sudah terlanjur melihat raut wajah wanita itu yang tengah mengandung 4 bulan, akhirnya Sakura menarik nafasnya dan tidak ada cara lain lagi untuk mengelak. "Beri aku waktu, aku harus memikirkan lebih matang untuk keinginanmu." Sakura tersenyum tipis, tapi jawabannya justru membuat Karin semakin murung. Ia tidak mau dan tidak akan menunggu lebih lama untuk jawabannya, yang ia mau sekarang adalah kepastian.
"Kau harus memutuskannya sekarang! Bagaimana bisa aku menunggu lebih lama saat kandunganku juga semakin membesar?!" Karin terisak tangis, ia menundukan kepalanya dalam-dalam. "Kau tahu bukan orang yang sedang mengandung tidak dianjurkan untuk menintikan air matanya barang setetes? Karena, saat bayi yang masih ada dalam kandungannya itu ditentukan oleh keadaan Ibunya, jika aku tertekan –
"Baik! Dua hari cukup untukku berpikir, puas?" Sakura menutup kedua telinganya dengan memandang Karin tajam. Jika wanita ini menolak maka ia benar-benar tidak akan mau lagi dengan keinginan dan permintaannya. Hanya orang gila yang rela pekerjaannya ditinggalkan demi pekerjaan lain yang lebih spele.
Jika Karin bukan sanak saudara jauhnya ia jelas tidak akan mau melakukan ini semua, tapi mau bagaimana lagi jika ia tidak ingin pasti akan berakhir dengan Ibunya yang galak nistanya.
~Me Without You~
Naruto © Masashi Kishimoto
...
CHAPTER 1
"Pertemuan dengan teman lama"
.
.
.
.
.
Sasuke & Sakura
Romance Drama
T+ (Dimasukan untuk rated M)
.
.
.
.
.
Happy reading!
"Kau yakin dia tampan?" Sakura menautkan kedua alisnya dan memangku tangan menatap Karin tidak yakin. Ia mendapat sambutan sebuah anggukan kepala yang begitu yakin, "Berapa usianya sekarang?"
Jari-jari lentiknya berpose seolah ia sedang menghitung, kemudian jarinya bersuara dan Karin yang sudah dapat jawabannya. "Dua puluh empat tahun, ya, dia masih sangat muda! Bahkan, dia lebih muda dariku." Ujar Karin menggebu, ia sangat yakin siapapun wanita akan jatuh hati di pandangan pertama, tidak bisa diragukan lagi bahkan itu untuk Sakura.
"Aku pernah punya seorang teman lelaki yang sangat-sangat tampan sejak SMP, kau juga bisa terkejut melihatnya atau bahkan dia lebih tampan dari semua lelaki yang pernah kau lihat. Tapi sayang, dia begitu brengsek. Yang mampu ia lakukan hanyalah menyakiti hati perempuan, tidak pernah membalas satu pun perasaan gadis yang mengaguminya –
"Apa itu termasuk kau?"
Sakura mengangguk cepat, ia akui itu merupakan sebuah kebenaran yang tidak bisa ia elak lagi. Lagi pula itu sudah sangat lama terjadi, tepatnya saat dirinya pertama kali merasakan jatuh cinta yang bertepuk sebelah tangan.
"Mengapa kau sampai menyukai nya ya? Padahal dia sering menyakit hati hampir semua gadis termasuk dirimu, apa dia menggunakan mantra dan semacamnya?" Karin menautkan kedua alisnya mencoba mencari jalan keluar atas pertanyaannya sendiri.
Sakura mengendikan kedua bahunya, ia tersenyum geli. "Bagaimana bisa di era modern seperti ini hal itu masih berlaku? Dia sudah habis dihajar masa jika memang melakukannya. Tapi, sampai sekarang aku gagal melupakannya –
"Karena dia cinta pertamamu!" sahut Karin cepat, ia menyela ucapan saudara jauhnya itu dengan mengulum senyumnya.
Sakura mencebik sebal, ia tidak menerima ucapan Karin sebetulnya, tapi ia juga mengakui jika cinta pertama sangat sukar dilupakan, bahkan mencari gantinya pun sangat sulit dilakukan. Mungkin bisa, tapi hati tetap tidak bisa dibohongi.
"Kalau kau berbicara seperti itu, aku merasa sangat rendah Karin! Menyebalkan." Sakura menyampirkan tas selendangnya dan lekas berdiri, bersiap-siap untuk kembali ke apartemennya dan pergi dari rumah Karin.
"Kau akan pulang sekarang?"
Kepala merah mudanya mengangguk dan ia lekas pergi meninggalkan ruang tengah saudara jauhnya itu dan menutup pintu rumahnya dengan rapat. 'Hanya dua hari untukku memberi jawaban pada Karin.' Sakura membathin dibalik pintu.
Ia pergi dengan gelengan kepala kecil untuk mengenyahkan firasat buruknya. Baginya saat ini, keinginan Karin nomor 1. Dia Ibu hamil dan Sakura tidak tega menelantarkan keinginan wanita itu meskipun tidak logis.
.
.
.
"Sudah kau bereskan semua berkas yang harus diperbaiki?" mata nya yang berwarna dan memandang tajam karyawannya itu menegaskan jika ia sedang menginginkan respon yang positif.
Karyawan itu menganggukan kepalanya ragu-ragu. "Tapi saya tidak terlalu yakin anda bisa menerimanya Uchiha-san."
Kepalanya mengangguk dan tangannya terulur meminta sebuah map yang masih ada dalam pelukan karyawannya. "Kau sudah berusaha dan aku hargai itu." tangannya lekas membuka isi map itu dan dilihatnya bagian lembaran kertas satu persatu.
"Anda baru saja kemarin menjabat lagi sebagai presiden direktur, tapi saya selalu merasa gugup saat berhadapan dengan anda." Kepala karyawan itu perlahan menengadah dan menyunggingkan sebuah senyuman.
"Selama Kakak yang menggantikan perusahaan ini bukankah semuanya berjalan lebih baik?"
"Ya, tapi tetap saja para karyawan yang sudah mengenal anda lebih awal, merasakan kehilangan. Dan kali ini adalah pertemuan yang baru lagi untuk kami melihat anda yang telah menyelesaikan S2 lebih cepat." Karyawan itu berucap jujur dan apa adanya, ia merasa canggung atas kehadiran Uchiha bungsu itu, tapi ia juga merasa lebih canggung selama ia digantikan oleh sang kakak.
"Sampai kapan sekretarisku mengambil cuti?" ia menyimpan map itu dan semua isi yang diperbaiki memang cukup memuaskan.
Karyawan wanita yang ditaksir usianya lebih tua tersebut tampak berpikir, "Jika saya tidak salah dengar, Karin mengatakan ia akan mengambil cuti sampai ia melahirkan. Dan sekarang Karin sudah menginjak usia kandungan di empat bulan, beberapa hari yang lalu Karin membicarakan hal ini ia mengatakan tentang sekretaris baru yang akan mengganti sampai waktu cutinya habis. Tapi saya tidak tahu siapa sekretaris baru yang Karin bicarakan tempo hari."
Kepala nya manggut-manggut, ia gerakan telapak tangannya menunjuk kearah pintu dan karyawan itu membungkukan badannya sebelum keluar.
'Sejauh mana kau kelola perusahaan ini Aniki?'
"Hei kamu kemari!" salah satu cleaning service terkejut ketika mendapati dirinya dipanggil sang atasan. Ia tergopoh-gopoh, dan segera menyimpan lap yang sebelumnya ia pegang.
"Ada apa Pak?"
"Buatkan secangkir kopi tanpa gula, antarkan kesini secepatnya."
"B-baik Pak ... tanpa gula?"
Lelaki muda itu menganggukan kepalanya meyakinkan.
Ia melihat kearah dinding kaca yang membuatnya dapat melihat seisi jalan raya serta beberapa orang yang sibuk menyebrangi jalan. Selama ini ia pergi ke Oto dan menimba ilmu di negara pendidikan tersebut, rupanya sejauh itu pula Konoha sudah berkembang pesat.
Ketukan di pintunya membuat ia menolehkan kepalanya. "Sudah?"
"Ya, ini Pak. Kopi yang Bapak ingin silahkan." Ditaruhnya kopi itu di meja lelaki yang masih berdiri memandangi likukan orang-orang.
"Kau yakin aku harus memperkenalkan diriku hari ini? Ayolah, kita masih punya waktu dan lagi, aku memintamu dua hari bukan hari ini! Kau gila ya, Karin? Bagaimana aku bisa mulai bekerja sekarang –
"Diamlah. Aku sudah berjanji pada teman-temanku akan membawamu kesini hari ini, jadi jangan banyak tanya, lagi pula ini masih jam sembilan, kau tidak usah khawatir karena perusahaan bubar pukul dua sore."
"Ish – Astaga kau benar-benar gila!"
"Terserah yang jelas aku akan memperkenalkanmu pada –
Tok tok tok
Kepalanya yang terus melihat kearah jalanan Konoha tapi terus mendengarkan percakapan dua wanita yang ia tebak berada dibalik pintu ruangannya menoleh. Ia tidak menjawab apapun saat ketukan ulang di pintunya kembali berbunyi.
"Masuk." Ia sudah dalam posisi duduk, dan tidak khawatir saat tamu penting nya masuk keruangan.
Dua orang wanita yang begitu familiar dihidupnya kini saling memandang satu sama lain dan menatap bingung kearahnya.
"M-maafkan saya Sasuke-sama, saya pikir anda belum kembali dari kuliah anda." Karin membungkukan badannya dalam-dalam sedangkan Sakura yang berjengit kaget dengan bibir yang terangkat merendah.
'Apa-apaan ini? Jadi atasan Karin itu ... Sasuke? Cih, menyebalkan. Ini kesempatanku untuk menolak semuanya!'
"Duduklah, kalian berdua pasti terkejut dengan topik yang berbeda." Sasuke, si bungsu Uchiha yang baru mengelola lagi perusahaan Uchiha yang turun temurun, mengulum senyumnya.
Karin merasa tersanjung ia menarik Sakura untuk ikut duduk disampingnya dengan paksaan karena wanita berambut merah muda tersebut terus menolaknya.
"S-Sasuke-sama, saya kemari untuk meminta ijin cuti dalam waktu lima bulan kedepan. Dan saya kemari juga dengan maksud lain, saya membawa sekretaris yang akan menggantikan saya selama saya cuti. Sakura Haruno, pekerjaannya adalah seorang dokter, jadi anda tidak perlu meragukan kemampuan dalam cara berpikirnya, saya mempercayakan ini hanya pada saudara saya, dan semoga saja anda menyetujui keinginan saya untuk mengambil cuti diperusahaan."
Bulir-bulir keringat mengalir dari pelipis Karin, takut-takut Sasuke yang terus memandangnya datar menolak semua persetujuan yang ia lakukan.
"Hn. Mulai besok ia akan bekerja disini, dan Karin, untukmu mengambil cuti saya memberimu ijin." Sasuke berbicara dengan lugas dan nadanya yang begitu tegas, Sakura tertohok dan Karin yang berbinar senang.
Apa ini mimpi buruk baginya? Kapan ia bermimpi setelah ia menjabat sebagai dokter handal baru-baru ini. Sakura hanya bisa menggeleng-geleng kepalanya pasrah.
"Tapi kau tidak menanyakan bagaimana persetujuanku Karin bodoh!" Sakura menahan emosinya dengan mencoba menggertakan giginya agar Karin sedikit saja mengerti apa yang ia inginkan.
"Mengapa harus? Sasuke-sama juga sudah setuju dengan keinginanku, lebih baik saat ini kau mengenal lebih lanjut saja Sasuke-sama dan besok kau sudah bisa mulai bekerja." Mata Sakura membeliak kaget, ia menggeleng lemas, bagaimana bisa keinginannya dikubur dalam-dalam hanya karena dua sosok yang sebetulnya ingin ia lenyapkan sejak lama.
Karin, selalu membuatnya kesusahan. Tidak-tidak! Sebelum ia hamil dan menikah dengan Suigetsu sendiri pun kelakuannya memang sangat-sangat-sangat menyebalkan. Dan sekarang, apalagi ini? Ia harus bertemu dengan orang yang sebenarnya sudah ia bicarakan pada Karin sebelum ini.
"Apa suamimu hari ini mengambil cuti?" Sasuke angkat suara, ia memandang Karin dengan sebuah kode dibaliknya.
Karin tentu saja mengangguk senang, ia pikir Sasuke atasannya itu sekedar tertarik dengan saudara jauhnya, berlainan dengan Sakura yang menelan salivanya kesusahan. "Tetap disini atau akan kubunuh kau!" Sakura mengepalkan kedua lengannya menahan amarah.
"Sakura sayang, aku harus check ke dokter bagaimana pertumbuhan janin nya, kau tidak mau mengantar bukan? Dan kau juga bukan spesialis di bidangnya, kau sudah meminta temanmu untuk menghandle pekerjaanmu sementara. Jadi ... kau tidak usah terlalu khawatir, aku meninggalkanmu disini dengan penuh kepercayaan." Karin berdiri, meninggalkan ruangan itu setelah memberi hormat sopan pada Sasuke selaku atasan.
Shit! Ini adalah momen tercanggung dari yang sudah pernah mereka alami sebelumnya. Sakura tidak berani membuka suara dan Sasuke yang tidak berhenti menatap kearahnya membuat ia semakin gelisah.
"Apakah aku berdosa jika membunuh Ibu hamil?" Sakura mengatakan itu dengan gemas, ia memandang Sasuke dengan tajam meskipun lelaki itu sama sekali tidak terpancing.
"Tentu saja, orang berdosa sepertimu ingin menambah dosa lagi?" Sasuke menjawabnya dengan santai, didepannya wanita itu sebatas menggulirkan kedua matanya dan membuang muka tidak lagi memandang tepat dimatanya.
Sakura diam, ia merasa apa yang harus dilakukannya hari ini di perusahaan Uchiha yang baru ia tahu tersebut benar-benar percuma.
"Kau akan kemana? Sekian banyaknya orang yang mendaftarkan diri dan Karin yang terpilih menjadi sekretaris perusahaan ini, seharusnya kau merasa bangga karena saudaramu itu yang menginginkan kau bekerja disini menggantinya sementara."
Sakura melotot, ia memandang marah kearah lelaki berwajah datar didepannya. "Sialan kau! Apa dalam otakmu menginginkan gelar dokter itu hal yang mudah? Lebih dari itu, pekerjaanku bukan hal yang spele! Ini tentang kehidupan. Jika saja Karin bukan saudaraku dan ia yang memintaku untuk menggantikannya disini selama ia cuti, siapa yang mau bertemu dengan lelaki brengsek sepertimu!" Sakura mendecih pelan.
"Jadi kau merasa, kau sangat dibutuhkan begitu? Siapa saja pasienmu, masih bisa kudata semuanya." Dengan nadanya yang angkuh, Sasuke menyeringai mendapati Sakura yang mendengus dan berdiri menatapnya jengah.
"Sudah kuduga, keberadaanku disini hanya sebuah kesenangan untuk kau ejek. Mungkin, jika kita masih SMP dulu adalah sebuah kebanggaan tersendiri saat kau mengejek para siswi yang menyukaimu, tapi sekarang pikirlah Sasuke apa kita masih menjadi bocah?" Sakura membalikan badannya dengan menghembuskan nafas panjang.
Sasuke diam memandangi punggung Sakura yang lebih berisi, terakhir kali ia melihat tubuh wanita itu saat dirinya masih satu sekolah di Konoha Junior High School, Sakura saat itu begitu kurus. Dada wanita itu kini lebih menonjol tidak seperti terakhir kali yang ia lihat begitu rata sampai tidak bisa dibedakan apakah dia gadis atau laki-laki karena bagian payudara dan pantatnya yang sangat rata.
Lamunan tentang masa lalunya terhenti, Sasuke tersadarkan saat mendengar pintunya yang berusaha Sakura buka dengan susah payah. Pedalnya sangat sulit ia gerakan, dan akhirnya wanita itu hanya bisa diam menoleh lebih tajam kearah Sasuke yang tersenyum mengejek.
"Jaman ini sudah bukan jaman pintu yang memakai kunci. Aku akan membuka pintunya dengan sebuah kode yang tidak kau ketahui, jadi pasrahlah dan diam disini." Sasuke mengetukan jarinya ke kaca meja, tersenyum penuh kemenangan saat Sakura berbalik menuruti perkataannya.
Ia hanya duduk di sofa yang berada tepat disamping pintu. Tidak ada niatan untuk menjadi sekretaris kebanyakan menggoda si atasan agar dirinya dapat dimiliki dan menjadi salah satu simpanan tapi tentu saja Sakura tidak seperti itu, karena ia sendiri adalah seorang dokter dengan harga diri yang tinggi dan gengsi yang tidak dapat ditandingi.
"Sasuke apa kau berpikir Konoha tempat yang buruk untuk menimba pendidikan?" kali ini Sakura yang membuka suara.
"Tidak."
"Kau pikir hanya Oto yang sering digunakan sebagai pendidikan terfavorite se-Negara HI?"
"Tidak."
"Lalu mengapa kau tidak mau kuliah di kota Kelahiranmu sendiri?" Sakura menekankan kalimat kelahiran dalam ucapannya. Ia memandang penuh tuntutan kearah Sasuke yang sebatas mengendikan bahunya.
"Tidak tertarik."
Sakura menarik nafasnya dalam-dalam. "Untung saja."
"Apa?"
"Untung saja Karin mengenalmu tidak terlalu lama, maksudku kurang dari satu tahun bukan? Ia bekerja disini lima tahun yang lalu sebelum kau pergi kuliah." Sakura memperjelas sindirannya.
"Hn."
Mereka berdua kembali diam, sesekali tatapan mereka bersibobrok dan mereka sama-sama memalingkan wajahnya dengan perasaan yang tidak bisa dibaca satu sama lain.
"Berhentilah mencuri pandang Sakura, pandang saja aku jika kau mau. Bukankah kesempatanmu lebih besar dibanding wanita tidak beruntung diluar sana?" Sasuke tertarik saat Sakura memalingkan wajahnya dan memilih untuk mengumpat kata-kata kasar untuknya.
Sakura tidak mau memandang apalagi sampai sengaja melakukan hal itu. "Kau banyak berubah, apa selama kau berteman dengan anak-anak Oto kau berubah menjadi mesum?"
Sasuke sebatas mengendikan bahunya acuh.
"Jam berapa sekarang?"
"Sembilan lebih lima puluh."
Sakura kembali diam dan membungkam mulutnya. Ia berdiri dan kembali melangkahkan kakinya kearah pintu tanpa mengatakan sepatah katapun. Memang disana terdapat sebuah kode yang dirancang khusus dengan kata sandi yang hanya Sasuke mengetahuinya.
"Tanggal lahirnya gagal." Ujar Sakura gusar, lebih lama lagi dalam ruangan yang sama dengan lelaki seperti Sasuke seperti lebih lama lagi dalam ruangan tanpa oksigen, artinya tetap saja ia merasa akan cepat mati atau kematian lebih cepat datang dalam arti yang lain.
Sebuah tangan disamping kanannya terulur dan Sakura terperanjat kaget mengetahuinya, rupanya tidak hanya satu karena tangan kiri lelaki itu berada di bagian lebih bawah, mengunci pergerakannya.
"Kau berencana pergi dari ruangan ini tanpa seijinku?" Sasuke menyeringai saat Sakura kembali berusaha membuka kode-kode atas tebakannya sendiri, tidak ada yang benar dan semuanya sia-sia.
"Lakukan itu tiga kali lagi dan kau harus menunggu disini lebih lama untuk pintunya kembali normal." Ucapan Sasuke terdengar santai saja tapi cukup membuat rasa takut Sakura semakin menjadi-jadi.
"Kumohon, jangan lakukan apapun padaku! Sudah cukup aku membencimu saat kita masih SMP, untuk saat ini jangan halangi aku lagi Sasuke." Sakura meringis, ia mengatakan itu karena ia tahu nafas lelaki dibelakangnya tepat berada di tengkuk.
Sasuke diam, ia menahan nafasnya sejenak. "Apa setiap manusia tidak dapat mengubah hidupnya? Kalau kau menuduhku salah karena aku tertarik padamu, maka aku akan menyalahkanmu kembali karena kau sudah banyak berubah." Permukaan dada Sasuke sengaja disentuhkan lelaki itu pada punggung wanita didepannya yang menegang.
Mereka sama-sama dibalut baju kantor masing-masing, tapi tak dapat dipungkiri jika posisi mereka satu sama lain begitu terlihat seksi dan panas. Udara dalam ruangan Sasuke begitu dingin, tapi sungguh keringat dibadannya yang tidak bisa berbohong terus mengalir begitu deras sampai Sasuke sendiri dapat melihatnya karena merembas sampai luar jas yang ia kenakan.
Sialannya, jas Karin yang wanita itu pinjamkan pada Sakura tidak terlalu tebal dan berwarna biru yang cukup kontras dengan air. Kali ini Sakura tidak bisa menahan rasa malunya lebih lama lagi.
"Kalau kau ingin mempermalukanku lebih lama lagi mengapa kau harus menunggu waktu? Kau akan merasa puas jika aku menjadi mainanmu saat ini bukan?" jika dirinya tidak bisa lari maka ia akan melawan, setidaknya itu adalah rumus penting dalam hidupnya.
"Aku sedang menjebakmu untuk mengatakannya. Kau benar, mengapa aku harus mengulur waktu? Diluar sana sekretaris yang berhubungan dengan seorang direktur sudah hal yang lumrah, ucapanmu menunjukan kau seperti salah satu dari mereka." Sasuke berujar santai namun ia menjauhkan badannya begitu saja.
"..."
"Tapi sayang sekali, karena aku tertarik untuk melihatmu lebih malu dari saat ini."
Plak!
Satu tamparan cukup keras Sakura layangkan di pipi kiri Sasuke yang mulus dan rahangnya yang keras berubah warnanya menjadi memerah.
"Pikiran baik dalam otakku memang benar-benar salah, percuma saja aku –
"Kau yang menantangku bodoh!"
Sasuke menyudutkan Sakura di pintu mengubah raut datarnya dengan sebuah emosi yang baru kali ini ia lihat selama ia mengenal Sasuke yang selalu memakai topengnya.
"Kau pikir kau siapa bisa menampar seorang lelaki yang jauh lebih atas darimu?"
Sakura diam dengan matanya yang ia tutup rapat-rapat. "Jika kau berpikir semua ini hanya karena derajat, aku tidak masalah harus menolak keinginan Karin. Karena saudaraku itu sudah tentu tidak akan membiarkan aku lebih sengsara dengan keinginannya!" Sakura maju selangkah dan memandang Sasuke dengan menantang. "Kau mau apa sekarang? Melihatku lebih malu? Kau bisa lakukan itu tapi jangan salahkan saat kau menahanku lebih lama, ada beberapa bagian organ tubuh kesayanganmu yang terluka karenanya."
"Hn. Bagus, sekarang aku sudah melupakan niatan awalku. Ada niatan lain yang harus kau turuti, karena kau sudah menggagalkan keinginan awalku."
"Apakah itu?"
Sakura terkejut saat Sasuke melingkarkan lengannya tepat di pinggang dan menarik badannya semakin menempel, "Berikan tubuhmu."
"K-kau gila!?"
"Tidak. Kau berkata jika aku harus siap dengan sikapku sendiri bukan? Sekarang mari aku tantang, saat kita berkelahi didalam ruangan siapa yang akan lebih dulu menyerah. Jika dia yang lebih dulu mengaku kalah, maka dia harus menuruti apa yang di inginkan orang yang menang. Dan itu sebaliknya."
Raut wajah Sakura mengeras, ia sudah dalam emsoi tingkat tinggi atau bahkan sudah tepat berada di ujung ubun-ubunnya. "Lalu kau ingin kita berkelahi bagaimana? Saling memukul?"
Gelengan kepala Sasuke menumbuhkan satu pertanyaan baru. "Saling menyatukan."
TBC
Author Note
Okay! Hai semua !~! lagi belajar buat cerita ini, semoga saja pada suka. Aku belum lanjut yang song dan ada niatan sih semoga saja hari Minggu besok aku bisa update, dan untuk cerita ini aku ada niatan update setiap malam Jum'at. So, ikuti terus ya dan jangan lupa kasih ulasan. Terimakasih :)
Salam dari Lilyooo
