Paradise Café.

Kyungsoo berhenti di depan sebuah bangunan yang sangat ramai dengan gadis-gadis di dalamnya—itu terlihat dari dinding kaca kafe tersebut.

Ia penasaran dengan kafe itu, sangat penasaran.

Kafe itu baru satu bulan dibuka, tapi, pelanggannya sudah sebanyak itu. Mana semua pelanggannya perempuan pula. Apa jangan-jangan pemilik kafenya memakai sihir?

Ah, mana ada lagi sihir jaman sekarang, Kyungsoo? Kyungsoo membatin.

Kyungsoo mengeratkan ranselnya dan segera berlari ke halte bus di seberang kafe saat seorang pegawai kafe itu keluar untuk membuang sampah.

"Hei!"

Kyungsoo merasa ada orang yang memanggilnya di belakang. Ia menoleh ketika sudah berada di seberang dan melihat pegawai kafe itu memanggilnya. Kyungsoo melihat pegawai kafe itu melambaikan sebuah sapu tangan.

Ah, mungkin dia memanggil orang lain, Kyungsoo membatin.

Bus tiba dan Kyungsoo segera memasuki bus bersama beberapa orang yang sudah menunggu di halte yang sama dengannya.

"Hei bocah! Sapu tanganmu!"

Kyungsoo menoleh lagi ke jendela bus dan betapa kagetnya ia saat mendapati bahwa pegawai kafe itu sampai mengejarnya ke seberang.

Kyungsoo segera meraih saku celananya—dan benar sapu tangannya sudah tidak ada lagi.

Kyungsoo panik, itu sapu tangan milik ibunya dan ingin turun. Tapi, terlambat bus sudah berjalan—dan Kyungsoo tidak bisa meminta supir untuk berhenti melihat banyaknya orang yang sudah berdesakan di bus.

Kyungsoo hanya bisa memandangi sapu tangan yang dipegang pegawai kafe itu dengan muka memelas.

.

.

Kyungsoo tiba di rumah dengan wajah murung. Wajahnya tiba-tiba jadi lebih khawatir begitu ia melihat ibunya menangis di sofa ruang tamu.

"Umma, waeyo?" Kyungsoo mendekati ibunya dan mengelus pundaknya dengan pelan.

"Umma diberhentikan bekerja, Kyungsoo.." Nyonya Do berkata pahit, "Umma tidak tahu harus bagaimana lagi, direktur menjatuhkan itu secara sepihak dan Umma tidak bisa berkutik lagi, Kyungsoo.."

Kyungsoo membulatkan matanya tidak percaya. Pasalnya, ibunya itu merupakan manajer di perusahaan ternama dan orang yang tergolong disegani di kantornya. Ibunya juga merupakan orang kepercayaan direktur utama di perusahaan itu. Lalu, kenapa? Kenapa tiba-tiba dipecat?

Dan tanpa sosok ayah, ibunya adalah single parent yang memenuhi semua kebutuhan rumah, keluarga, dan kebutuhan Kyungsoo selama ini.

Kyungsoo memeluk ibunya dengan erat, "Tenanglah, Umma… aku akan berusaha membantu Umma setelah ini."

"Kyungsoo?" ibunya terpana dengan perkataan anaknya, "Kau mau tetap berdiri disamping Umma?"

Kyungsoo mengangguk mantap, "Mari kita berjuang bersama, Umma."

Ibunya tersenyum bangga. Putranya tumbuh menjadi anak yang tangguh meski sejak kecil Kyungsoo sudah dimanja dan hidup di keluarga berkecukupan. Meski tanpa kehadiran sosok ayah yang meninggal sejak Kyungsoo kecil.

Kyungsoo sudah tumbuh dengan hati yang begitu tulus.

.

.

Kyungsoo menatap plang nama kafe di depannya.

Paradise Café, kemarin pegawai kafe ini yang mendapatkan sapu tangan keberuntungan yang Kyungsoo dapatkan dari ibunya—dan ibunya sendiri berkata bahwa sapu tangan itu adalah hadiah dari mendiang ayahnya ketika mereka masih berpacaran.

"Kau yakin dengan kekuatan cinta dari sapu tangan ini, Kyungsoo? Sapu tangan ini yang sudah membuat Umma jatuh cinta dengan mendiang ayahmu.."

Sapu tangan keberuntungan harus kembali. Jangan malu untuk memasuki kafe ini, Kyungsoo!

Kyungsoo memasuki kafe itu dengan langkah kecil-kecil. Dan begitu ia memasuki kafe itu…

…Kyungsoo tiba-tiba merasa kecil sekali.

Ada tiga orang pemuda yang ada di dalam kafe itu dan kesemuanya memakai baju pegawai—tentunya suasana kafe di pagi hari seperti ini masih begitu sepi, karena yang Kyungsoo tahu, kafe ini mulai buka sekitar jam 12 siang. Salah satunya Kyungsoo kenal adalah pemuda yang kemarin meneriakinya ketika pulang.

"Ma-maaf!" Kyungsoo menunduk sebelumnya kearah pegawai itu, "Aku ingin mengambil sapu tanganku yang kemarin kau pungut.."

"Oh.." pemuda dengan badan cukup tinggi dan kulit kecokelatan—yang tengah mengelap beberapa piring itu menoleh, menatap Kyungsoo, "Ada sih, sebentar. Kucarikan di lokerku."

Ketika pemuda itu ingin melangkah ke belakang, Kyungsoo menahan lengan pemuda itu, "Tu-tunggu! Bolehkah aku bertemu dengan bos pemilik kafe ini?"

Kedua pemuda lain yang tengah mengelap gelas dan cangkir jadi ikut menoleh juga.

Pemuda yang lengannya ditahan itu terkejut dan menatap Kyungsoo sedikit melotot, "Hei, kau jangan lancang—"

"Ada apa, Kai?"

Pemuda dengan kulit cokelat menatap seseorang yang baru keluar dari ruangan manajer, "Ah, paman.. anak ini ingin menemui Anda.."

Kyungsoo yang sadar bahwa bos kafe sudah ada di hadapannya lekas saja melepaskan lengan pemuda tadi dan membungkuk dalam-dalam di hadapan bos itu.

"Kumohon, terima aku bekerja disini, Tuan."

Tentu saja semua orang yang ada di kafe itu terkejut—terutama pemuda yang dipanggil Kai tadi, "Hei, kau se—"

"Maafkan aku. Tapi, kami sudah cukup memiliki tiga pegawai disini." Sang manajer bicara dengan nada menyesal.

"Aku mohon terima aku, Tuan. Aku bisa melayani pengunjung dengan baik, aku ingin membantu ibuku.."

Salah satu pegawai yang mengelap cangkir dan gelas mendelik, "Kau mau menggantikan posisiku?"

Kyungsoo masih membungkuk—meski punggungnya sudah mulai sedikit pegal. Ia memejamkan matanya—berdoa semoga sang manajer mau mempertimbangkan keinginannya.

"Niatmu baik, nak. Tapi sekali lagi maaf, kami sudah cukup memiliki pegawai disini…"

Kyungsoo menatap sang manajer dengan wajah memelas. Ia merasakan sentuhan kecil di tangannya dan mendapati Kai menyerahkan sapu tangan putih miliknya yang kemarin tercecer.

"Cepatlah berangkat ke sekolah, kau pasti akan segera terlambat." Ujarnya.

Kyungsoo menerima sapu tangan itu dari telapak Kai.

Dan ketika Kyungsoo menyentuh kulit pemuda itu bersamaan dengan lembutnya sapu tangan, Kyungsoo mendapatkan sebuah ide.

Begitu selesai mengambil sapu tangannya, Kyungsoo segera berlari ke pojok kafe dan membanting sebuah guci hias disana.

Mata keempat laki-laki yang lain membulat sempurna begitu memperhatikan guci mahal itu pecah berkeping-keping. sang manajer terlihat ingin membuka suara. Tapi, Kyungsoo memotong.

"aku sudah memecahkan guci ini sedangkan aku tidak punya uang. Jadi, kumohon pekerjakan aku disini. Digaji setengah saja untuk mengganti kerugian tidak apa-apa, asal aku diterima disini. Aku mohon…" Kyungsoo membungkuk lebih dalam.

Rahang sang manajer sedikit melemah begitu melihat Kyungsoo yang membungkuk. Manajer itu menghela nafas.

"Baiklah, sepulang sekolah segera kembali ke kafe ini. Kau bisa membantu pekerjaan Sehun untuk menjadi waiter disini. Sekarang cepatlah berangkat ke sekolah, nak. Kau pasti sudah terlambat."

Ucapan final dari sang manajer membuat senyum Kyungsoo mengembang lebar. Sekali lagi ia membungkuk pada sang manajer dan mengucapkan terimakasih berkali-kali sebelum akhirnya keluar dari kafe itu.

"Eh, tunggu dulu! Siapa namamu, nak?!"

Kyungsoo segera berhenti di pelataran kafe dan menatap sang manajer dengan senyum yang lebar.

"Namaku Do Kyungsoo, Tuan!"

Kyungsoo yakin—meski ia sudah terlambat pagi ini, hari ini pasti akan jadi hari baik.

.

.

"Aku tidak percaya Minseok-sajangnim mau menerima bocah itu.."

"Jangan panggil dia bocah kalau kau sendiri juga masih bocah, Sehun."

Pemuda berkulit pucat yang dipanggil Sehun itu berdecih, "Ya, aku memang masih sekolah juga, Kris-ge.."

Sehun kemudian melirik Kai di meja patissiere, "Hei, Kai. Ini salahmu! Kau yang membawa bocah itu kemari!"

Kai melempari Sehun dengan kacang yang sedang ia makan, "Mana aku tahu kalau dia sampai nekat memecahkan guci kesayangan Minseok-ahjussi.."

"Tapi, pada akhirnya dia diterima juga kan?" pemuda paling tinggi yang dipanggil Kris duduk di salah satu kursi sambil mengamati dua pemuda lainnya, "Aku sebenarnya sedikit terkesan dengan usahanya. Dia berani menantang resiko."

"Ya antara berani dan ceroboh.." Kai berkata dengan dingin sambil menatap tangannya yang tadi bersentuhan dengan telapak Kyungsoo.

Entah kenapa, rasanya hangat.

"Tapi, kurasa anak itu akan membuat kafe ini menjadi lebih menarik." Ujar Kai kemudian.


.

.

Paradise Café by Thousand Spring

-to be continued or ?

.

.

;; nah, ini saya bawa ff baru lagi. Ini maunya m-rated, tapi gak tau rating m-nya kapan. Buat jaga-jaga taruh di m duluan ;;

;; ini baru prolog ya. Kalau mau lanjut, review pls? tolong hargai saya laah T-T ;;