Sepenggal pembicaraanku dengan Kaa-san.
"Kaa-san–huk uhuk! Aku pergi du–uhuk–lu!"
"Duh, kau tidak apa-apa pergi sendiri? Batukmu parah sekali! Lebih baik ditemani saja ya?"
"Tidak u–huk–sah!"
"Kazunari! Cepat kesini! Temani nee-chanmu!"
"GYAAAAAAA JANGAN DIAAAAAA–UHUK UHUK!"
–Awal dari kegilaan.
.
.
.
.
Chuunibyou Time!
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Note: Biar ga pusing, saya jelaskan dulu. Disini reader-san (atau dianggap OC juga boleh) berperan sebagai 'aku', sang kakak dari Takao. Walaupun dia punya sodara lain, anggap aja kalian hanya dua bersaudara yah. Saa, selamat menikmati~ #wink
.
.
.
.
Dan disinilah aku sekarang. Kami berdua–aku dan Takao Kazunari, bodyguard pribadi utusan Kaa-san untukku yang juga merangkap adikku–sedang berjalan berdampingan di toko suvenir. Berbagai macam action figure, perlengkapan cosplay, aksesoris-aksesoris lucu, hingga t-shirt bergambar anime, semuanya ada disini.
Seharusnya Kazu tidak ikut bersamaku. Seharusnya jika Kaa-san tidak memaksanya menemaniku, kami berdua akan bahagia menjalani aktivitas masing-masing tanpa mengganggu satu sama lain. Salahkan batukku yang tidak kunjung reda ini, yang membuat Kaa-san khawatir dan akhirnya menyuruh Kazu menemaniku mencari hadiah ulang tahun untuk temanku.
Ya, tujuanku kesini sebenarnya hanyalah untuk mencari hadiah ulang tahun yang unik. Namun, karena kehadiran Kazu–lebih tepatnya sosok kepala berponi belah tengah yang menurutku aneh ini, tampaknya tujuanku 'sedikit' berbelok haluan menjadi–
"Nee-chan!"
Kazu memanggilku.
Bak seorang penari handal, dengan gemulai namun tetap mengandung energi, kuangkat perlahan sebelah lenganku menjauhi tubuh hingga sejajar dengan bahu, dan.. SLAP!
Tamparan keras dariku menghantam pipi Kazu.
"Ittai! Ada apa sih?!"
Ck, suara itu lagi.
Kelembutan berganti keperkasaan, seluruh tenaga yang tersisa kusalurkan pada tangan yang terkepal dan.. PUNCH!
Tinjuku melayang, telak di perut Kazu.
"Ittai! Ittai!"
Yamete. Aku sedang tidak ingin mendengar suara itu.
Melangkah mundur dengan lompatan kecil, aku menyiapkan kuda-kuda terdahsyat pada kedua tungkaiku. Mataku berkilat menargetkan titik vital makhluk berponi belah tengah di hadapanku. Tanpa berbasa-basi, lompatan super membawa tubuhku meroket dan.. DOUBLE KICK!
Tendangan beruntun dari kedua kakiku menyandung keseimbangan Kazu, membuatnya terjatuh mulus mencium lantai.
"BUAAARGH! Apa salahku sih?!"
–Akibat batuk yang melanda kesehatanku, moodku turun drastis, ditambah dengan suara berisik nan menjengkelkan dari Kazu. Kazu di mataku sekarang tidak ada bedanya dengan samsak tinju. Tujuan semulaku memang sudah bukan 'sedikit' lagi, tetapi 'seutuhnya' berubah haluan menjadi ajang melampiaskan kekesalanku terhadap penyakit ini dalam bentuk aniaya pada Kazu. Jahat? Aku tidak peduli. Di balik masker yang kukenakan, aku menyeringai puas melihatnya merintih.
"Uhuk uhuk!"
Tak kuasa menahan rasa gatal di tenggorokan, akhirnya batukku tercipta juga. Ck, penyakit sial.
Kazu–masih dengan rintihannya tersebab seranganku barusan–mendecih sembari merapikan kembali poninya yang sempat terombang-ambing dihempas angin tinjuku.
"Kalau sedang sakit ya tidak usah hiperaktif, nee-chan. Aku menemanimu kan hanya demi Kaa-san. Jadi kalau kau tumbang yaa.. Jangan harap kutolong~"
Kemudian ia bersiul, melihat-lihat segala penjuru toko dengan mata rajawali anugrah Kami-sama kepadanya. Sebenarnya perkataannya itu ingin sekali aku jawab dengan bentakan. Namun, aku tidak bisa. Batukku benar-benar tidak bisa menoleransi keadaan. Alhasil, aku hanya menatap tajam Kazu dan berlalu tanpa berkata apapun.
Masih dengan susah payah menahan batuk, aku berjalan meninggalkan Kazu sembari mengabsen benda-benda aneh yang terpajang di etalase, berusaha mengingat tujuan awalku kesini. Dan akhirnya, manikku menemukan sebuah etalase yang memajang beberapa replika senjata untuk cosplay. Senjata-senjata itu terbuat dari bermacam-macam bahan, ada yang dari plastik hingga kayu.
"Uhuk huk!"
Bermaksud menyentuh salah satu senjata itu, batukku malah semakin menjadi. Debu yang menempel pada etalase itulah yang merangsang tenggorokanku untuk kembali menyemburkan batuk.
"Nee-chan! Tangkap ini!"
Dengan gerakan gesit, aku menangkap sesuatu yang Kazu lemparkan kepadaku. Satu detik, Kazu tampak memamerkan cengiran menyebalkannya. Dua detik, sesuatu yang kini berada di tanganku seakan menggantung dan menggeliat menggelitiki kulitku. Tiga detik, otakku masih juga memproses apa yang sebenarnya sedang terjadi. Empat detik, mataku mendadak membulat sempurna. Detik kelima..
"GYAAAAAAAAAA!"
Teriakanku membahana ke seluruh sudut toko, membuat setiap orang di dalam toko refleks menoleh padaku. Kazu tertawa terpingkal-pingkal melihatku ketakutan setengah mati. Ya, ular karet! Barusan yang Kazu lemparkan adalah mainan hewan lunak bertubuh panjang yang sangat kubenci! Kini, ular karet itu sudah kulemparkan jauh-jauh, terpental entah kemana. Aku sendiri langsung memojok, menjongkokkan diri di sebelah etalase khusus senjata tadi sambil berkomat-kamit memanjatkan doa pada Kami-sama agar tidak diberi serangan jantung yang lebih parah.
"Gyahahahaha! Rasakan pembalasanku! Hahahahahaa!"
Mendengar tawa nista Kazu, emosiku tersulut membara. Belasan siku-siku perempatan kurasakan menyembul di sekitar wajahku yang sudah merah padam bak cerobong asap. Kazu keterlaluan.
Tanpa banyak berpikir lagi, sebelah tanganku meraih pistol mainan. Dengan gaya seorang sniper, masih dengan posisi jongkok, mataku terpicing mencari sudut yang tepat untuk menembak Kazu yang masih sibuk tertawa. Setelah kurasa tepat, jemariku tak sedikitpun gentar menarik pelatuk dan.. SHOT!
BRUK!
Tawa Kazu terpaksa terhenti seiring dengan tubuh kurusnya yang perlahan roboh ke belakang. Head shot! Peluru mainan itu menancap tepat di keningnya!
Sekarang keadaan berbalik, aku yang tertawa puas melihat Kazu tergeletak tidak berdaya. Kuposisikan diriku tepat di atas kepalanya yang terkulai lemah sambil berkacak pinggang penuh kemenangan. Para pengunjung toko–yang notabene 99% otaku–yang melihat aksiku barusan mendadak membentuk barisan rapi lalu bertepuk tangan untukku.
"Onna, kau luar biasa!"
"Ajarkan aku jurus menembak itu!"
"Hey, ada apa ini? Pertengkaran kekasih?"
Komentar-komentar disertai gemuruh tepuk tangan itu malah membuatku semakin bersemangat menganiaya Kazu. Entah kenapa, berada disini benar-benar membuat urat maluku putus.
DUAK!
Tubuhku mendadak oleng ke depan akibat benda keras yang tiba-tiba menghantam puncak kepalaku. Tsk–
Ketika aku melirik ke belakangku, Kazu–masih dengan peluru mainan menancap di keningnya–sedang memukul kepalaku dengan replika great sword sambil memasang tampang menyeringai khas penjahat di anime. Tak terima dengan perlakuannya, aku kembali menodongkan pistolku padanya, bersiap menarik pelatuk dan..
"Uhuk uhuk!"
DSING!
BRAK BRUK!
Batuk yang tiba-tiba menyerang tenggorokanku membuat tembakanku meleset mengenai deretan action figure di belakang Kazu sehingga membuatnya berjatuhan dari etalase layaknya air terjun manusia. Yang ditodong malah kembali meledakkan tawanya. Di sela tawanya itu, ia masih bisa menjulurkan lidahnya kepadaku, membuatku berdecak kesal.
"Weeek tidak kena! Hahahaha!"
Cih, masih terlalu cepat untuk merasa bangga, Kazu. Perlahan kulepas maskerku. Senyuman arogan khas milikku terkembang. Walaupun tembakanku meleset, namun peluru mainan yang terbuat dari karet itu memantul ke segala arah, detik berikutnya peluru itu melesat masuk ke dalam mulut Kazu yang terbuka lebar yang langsung direspon Kazu dengan batuk-batuk. See? Aku bangga dengan kemampuanku menembak jitu. Jika aku terlahir di Inggris abad pertengahan, sudah dipastikan akulah yang akan dilantik menjadi sheriff pelindung kota.
Ketika akhirnya Kazu berhasil memuntahkan peluru itu, ia langsung menatapku dengan kilatan kedua mata rajawali yang mulai bangkit kekuatannya. Cengiran yang biasanya senantiasa terpatri di wajahnya kini hilang seakan ditelan aura kegelapan tubuhnya sendiri. Ia memposisikan tubuhnya sedikit membungkuk, mengacungkan great sword miliknya beberapa senti di depan wajahku dengan kedua tangannya.
Senyumanku semakin lebar ketika melihat Kazu memberiku sinyal untuk maju duluan. Dia meremehkanku. Selama beberapa detik kami hanya diam, saling menatap dengan elegannya, berlomba-lomba memberikan tekanan pada masing-masing musuh bebuyutan. Seluruh penjuru toko ini, dalam pandangan kami berdua, sudah berubah fungsi menjadi colosseum tempat mempertaruhkan nyawa.
"Wooaaah, kakkoi!"
"Dia itu reinkarnasi Masamune Date versi cewek!"
"Yang satunya berarti Ranmaru Mori versi cowok!"
Deru tepuk tangan dari pengunjung toko semakin meriah ketika suasana diantara kami semakin memanas.
Sesaat setelahnya, kami berdua bersamaan melompat ke belakang. Selama berada di udara, pistol kupindahkah ke tangan kiriku dan langsung kuraih sebuah replika one-handed sword di etalase dengan tangan kanan. Kazu pun mengeratkan pegangan pada great swordnya dan mendarat mulus dengan kuda-kuda yang sudah mantap terpasang. Ia kemudian memacu tubuhnya berlari ke arahku dengan bantuan dorongan angin imajiner di kakinya lalu mengayunkan pedangnya ke arahku tepat satu meter di depanku.
TRAK!
Suara derak kayu memenuhi ruangan. Tebasan pedang Kazu beradu dengan pedang milikku yang menangkisnya. Perbedaan ukuran pedang kami perlahan membuatku terdorong mundur. Dalam posisi ini, tatapan kami kembali bertemu. Tanpa berkata apapun, Kazu berangsur mengerahkan kekuatan fisiknya untuk lebih menekanku sembari tetap memfokuskan pupilnya yang mulai menyipit ke mataku. Ia benar-benar meremehkanku.
"Ck.."
Seringaian diselingi decakan keluar dari mulutku. Aku mulai bersemangat meladeni Kazu.
Kazu masih menekanku. Satu tetes peluh mengalir jatuh dari dahiku. Sebentar lagi aku akan mencapai batasku menahan kekuatan pedangnya yang luar biasa. Dalam keadaan yang sedang terdesak ini, kuposisikan sebelah kakiku menapak lantai di belakang badanku untuk memberikan tenaga lebih, lalu sekuat tenaga kudorong lantai kuat-kuat.
TRAK!
Pergumulan antar pedang mendadak lepas. Bermodalkan ilmu bela diri yang kupunya, aku menyingkirkan pedang Kazu ke samping dan melakukan front flip melewati kepala Kazu. Mata rajawali itu mendongak mengawasi pergerakanku yang sedang 'terbang'. Pistol yang sedari tadi menganggur akhirnya ikut andil dalam pertarungan, tanpa ragu kutarik pelatuk pistol yang moncongnya sudah terarah ke dahi lebar itu. Secepat kilat Kazu pun menghindar dari penargetan pistolku, membuat tembakanku tidak jadi mengenainya.
Kazu tahu-tahu membanting pedangnya, kedua tangannya terulur menangkap kakiku.
"Hiyaaaaaaaahhh!"
Teriakan lebay nan menggelegar dari Kazu langsung menyertai amukannya. Aku yang batal menapak bumi setelah front flip kemudian dibuat pusing dengan gerakan Kazu yang memutar tubuhku berkali-kali di udara. Jika sedang di anime, mungkin gerakan itu akan menghasilkan dinding tornado di sekitar kami. Ia lalu melepaskan pegangannya di kakiku, melemparku ke kerumunan pengunjung yang menonton kami.
BRUK!
Tubuhku menabrak bebas dada bidang seseorang. Sejenak aku mengerang–tidak memedulikan orang yang tidak sengaja kujadikan bantalan ini.
"Ka–uhuhuk–zu temeee!"
"Tidak heran jika Takao kelakuannya seperti itu. Anekinya pun ternyata sama saja, nanodayo."
Hah, gaya bicara macam apa itu..? Perlahan kudongakkan kepalaku, berusaha mengintip wajah orang yang sudah menyelamatkanku dari benturan keras itu. Namun, sepertinya aku tidak perlu mengintip karena wajahnya langsung terpampang jelas ketika aku menengadah. Sesosok kepala berlumut (?), lengkap dengan bulu mata panjang dan kacamata yang menghiasi wajahnya langsung tersaji di depan mataku. Sosok yang akhirnya kukenali sebagai kouhaiku,teman dekat adikku di klub basket sekolah kami.
"M-midorima! Kenapa kau–uhuk!– ada disini?! Jangan bilang–uhuk uhuk!–kau bagian dari para otaku itu!"
"Ch-chigau! Aku kesini untuk mencari lucky item, nodayo!"
Maa, sebenarnya aku tidak peduli sih. Aku langsung mengabaikan Midorima yang masih sewot, memfokuskan diri kembali pada Kazu.
Mataku seketika membelalak ketika menyadari seringaian Kazu tepat beberapa senti di depan mataku. Ternyata selama aku mengobrol singkat dengan Midorima, ia memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari dengan kecepatan tinggi, bersiap kembali menyerangku dengan menyeret great swordnya. Shimatta, tidak ada waktu lagi untuk menghindar. Aku pun celingukan panik, dan akhirnya menyadari lagi keberadaan Midorima di dekatku. Ah benar juga!
"Apa, nodayo?"
Midorima terlihat bingung ketika aku mengambil langkah seribu menuju belakang badannya, mempertemukan punggungku dengan punggungnya.
BUAK!
Seketika saja tubuh jangkung Midorima menegang. Aku dapat merasakan punggungnya yang sedikit mendorong punggungku. Mungkin tertusuk pedang besar itu memang sangat menyakitkan, meskipun hanya replika. Apalagi pelakunya adalah Kazu yang sedang dibakar nafsu membunuh.
"Uwaaah Shin-chan! Sejak kapan kau ada disitu?!"
Dari balik punggung Midorima, aku mendengar suara khawatir Kazu dan yang ditanya tidak menjawab. Aku melongokkan kepalaku untuk melihat keadaan. Pedang besar itu menancap tepat di perut Midorima–Kazu belum melepasnya.
Ah Midorima, maafkan aku. Senpaimu ini tidak akan pernah melupakan jasamu.
–Tapi bohong. Masa bodoh dengan keadaan Midorima!
Hati Kazu yang mendadak goyah akibat baru saja 'menghilangkan nyawa' teman seperjuangannya memberikanku celah untuk melancarkan serangan balasan. Layaknya seorang prajurit pada permainan suspense, dari balik tubuh Midorima, aku berguling ke samping, menampakkan kembali sosokku yang tadi bersembunyi pada Kazu. Secepat kilat kuhunuskan pedangku ke leher Kazu yang seketika diam tidak berkutik.
"Menyerah–uhuk uhuk!–lah! Dasar belah tengah!"
Kedua tangan Kazu kemudian bergetar hebat, perlahan mengendurkan pegangan pada great swordnya.
BRAK!
Pada akhirnya, senjata sialan itu jatuh menghantam lantai disusul dengan tubuh raksasa Midorima yang mendadak kehilangan sandarannya pada pedang itu, meninggalkan bunyi berdebam yang keras. Sejurus kemudian, Kazu pun ikut menjatuhkan dirinya, berlutut di depan 'mayat' dari makhluk berlumut itu. Jika dilihat dari belakang, Kazu tampak sedang menyesali 'kepergian' Midorima ke alam sana.
"Shin-chan.. Shin-chan.. Gomenasai.."
Sebenarnya ini adalah pemandangan yang mengharukan. Terbukti dengan kerumunan pengunjung toko–yang diam-diam semakin banyak jumlahnya karena pertunjukan gratis yang kami berdua suguhkan–menahan napasnya ketika melihat adegan ini. Tapi, hei? Apa Kazu tidak berlebihan? Midorima kan tidak benar-benar mati meninggalkannya. Dia hanya pingsan 'kan?
PLOK PLOK PLOK
Gemuruh tepuk tangan pengunjung mengakhiri bad ending drama dadakan kami. Tampak beberapa orang yang tak kuasa menahan getaran pada bahunya ketika melihat tangis buaya Kazu. Aku memutar bola mataku malas. Ck, aku heran, sungguh, kenapa semua orang disini bisa menanggapinya secara berlebihan? Apa karena faktor otaku yang mereka sandang sudah terlalu melampaui batas kewajaran?
Tiba-tiba aku menangkap sepasang tangan terlihat sedang menyibakkan lautan manusia yang mengelilingiku dan Kazu. Pria paruh baya itu menghampiriku dengan senyuman lebar–tidak, tepatnya seringaian. Ekspresi menakutkan itu membuatku bergidik ngeri, refleks mengalihkan mata pedangku dari leher Kazu ke pria tersebut. Ia menatapku tajam, sama sekali tidak gentar dengan pedang yang kuacungkan padanya.
"Kau yang akan bertanggungjawab terhadap kekacauan di tokoku 'kan, Onna?"
.
.
.
.
Owari
.
.
.
.
Omake~~
Aku dan Kazu sedang dalam perjalanan pulang ke rumah–dengan tangan hampa tentunya karena acara membeli kado kami terpaksa tergantikan dengan acara beres-beres toko yang porak poranda akibat ulah kami. Entah apa yang akan dikatakan Kaa-san jika ia mengetahuinya.
"Nee-chan, bantu aku! Onegai!"
Suara engahan Kazu memecah keheningan diantara kami. Ya, ia sedang kepayahan membopong tubuh besar Midorima yang tidak kunjung sadar. Tentu saja kami harus bertanggungjawab mengantarkan bocah tinggi ini pulang ke rumahnya 'kan?
"Tidak mau. Salah siapa juga–uhuk uhuk!"
"Jelas saja salahmu! Kalau Shin-chan tidak kau jadikan tameng, tentunya aku tidak akan menusuknya!"
"Cih, mendokusai! Kalau memang sulit membawanya dengan posisi seperti itu, kenapa tidak kau seret saja tubuhnya di tanah?"
"Gyaah mana mungkin kulakukan! Itu namanya tidak berperikemanusiaan!"
"Hee, sejak kapan kau terpikir tentang itu, padahal baru beberapa jam yang lalu kau memutar dan melemparku seenak jidatmu?"
"Bukannya kau yang mulai menyerangku duluan?!"
"Itu karena ponimu yang membuatku sebal!"
"Apa kau bilang?! Baiklah, kita ulangi lagi one-on-one disini!"
"Ayo! Siapa takut–uhuk uhuk!"
Dan akhirnya kegilaan kami kembali terulang.
.
.
.
..Ini fic apa lagi sih yang saya buat. Geje to the max /pundung/
Jangan sungkan bertanya kalo masih ga ngerti sama jalan ceritanya, dengan senang hati akan saya jawab ;_; Soalnya saya sendiri ngerasa ini geje banget u,u
Oh ya, ini buat Aoki-san yang katanya pengen fic adik selain chara di KnS. Semoga kau membacanya ya nak, soalnya saya gabisa PM kamu u,u
Akhir kata, mohon kritik dan sarannya! Dan terimakasih udah mampir di fic ini ;)
