Cerita yang udah cukup lama ada di kompi saya, akhirnya saya putuskan publish. Selamat membaca, berhubung saya masih baru di sini jadi mohon tinggalkan jejak anda. Bisa berupa kritik, saran atau mungkin flame. Sekian.
Title: Dosed
Title credit © Red Hot Chili Peppers
Naruto © Masashi Kishimoto
Pair: SasuNaru, xxxNaru
Rate: M
Warn: heavy themes and word, Boys love, author hanya terima flames dan kritik yang membangun cerita
Catatan: ketiga tokoh disini duduk di kelas tiga SMA, namun hanya Naruto yang berusia 17, sisanya 18 tahun.
It all started with a simple chat.
Uchiha Sasuke dan Uzumaki Naruto awalnya hanya dua orang yang dekat hanya karena sekolah mereka yang selalu sama. Namun setahun yang lalu kedekatan mereka berubah. Pemuda tanggung labil yang baru kenal dengan dunia chatting, mereka menghabiskan berjam-jam bahkan berhari-hari. Apapun, hal-hal tak penting. Kata-kata yang tak akan mungkin seorang Uchiha Sasuke ucapkan lewat bibirnya. Mereka mendapatkan kedekatan yang insidentil.
Ramen_kit: I want all your time for me : (
whatever: Later, ujian kelulusan butuh perhatian yang sama—bahkan lebih
Ramen_kit: Curang. Kau bilang kau menyukaiku, kenapa aku tidak bisa memiliki waktumu?
whatever: I already told you why
Ah, dan penyesalan selalu datang terlambat. Sasuke mungkin mengira Naruto adalah seseorang yang ia kenal luar dalam semudah membalikkan telapak tangan. Ia kira pemuda pirang itu sudah jatuh dalam jeratnya. Namun nyatanya Sasuke bahkan belum bisa membedakan arti samar dari hubungan tanpa status mereka. Ia belum cukup observan. Usianya tak berbekal pengalaman. Sirkuitnya hanya berputar pada kesimpulan semu: Naruto Uzumaki sudah menjadi miliknya.
Meski begitu kesimpulan salahnya bukan tanpa dasar.
Jumat, sepulang sekolah, Sasuke akan berada di rumah Naruto. Just like today.
"Hng, hari ini kau bisa sampai jam berapa di sini?" Retoris, manik sebiru langit Naruto berusaha mencari oniks kelam di atasnya. Sementara Sasuke sendiri hanya menatap televisi di hadapannya dengan tingkat ketidakpedulian tinggi, memainkan arogansinya yang palsu. Oniksnya bermanuver, balas menatap ocean Naruto, "Jam 6, kemungkinan kurang"
Ia biarkan matanya kembali terpaku pada televisi. Sasuke tentu punya alasan kenapa ia memainkan kepongahannya, ia ingin melihat Uzumaki muda yang terbaring di sampingnya memohon. Ia ingin melihat partisipasi pemuda pirang itu ketimbang antusiasme dirinya yang sudah terlalu biasa dalam tiap kunjungan rutin ini. Uchiha muda menginginkan bukti keberadaan diri yang jelas dalam posisinya yang tak cukup jelas ini.
Namun keberuntungan terang-terangan menganaktirikannya.
"Buat apa kemari kalau yang kau lakukan hanya menonton?" iris biru indah itu menatapnya dalam celaan yang keji. Oniksnya balas menatap dingin, ulu hatinya diam-diam sakit. Posisinya jelas, hanya pengganti kekasih resmi Naruto, tak pernah lebih. Ujung bibirnya terangkat asimetris sambil memilih mengabaikan tiap jengkal otot lehernya yang meraung ingin menengok; ia memilih tersenyum kecut—yang jelas-jelas gagal.
Naruto tak pernah sekalipun mengijinkan Sasuke memiliki hatinya juga.
Bibir Uchiha muda yang tipis merendah dari posisinya semula, berupaya menyentuh bentuk serupa milik Naruto. Dan yang membuat hatinya mencelos adalah saat orang yang ingin diciumnya justru memunggunginya, memilih menghadap tembok. Salahkan arogansi Sasuke. Rahangnya menegang—ia marah. Pada alasan yang ia sendiri tidak tahu. Anggaplah akibat penolakan kentara barusan. Namun kekerasan hanya akan membuat posisinya makin buruk, ia tak bisa membuat Naruto membencinya.
Tangan pucatnya terulur, mengelus pipi gempal Naruto yang halus, sementara tubuhnya beringsut memeluk figur mungil di sampingnya. Pemuda dalam pelukannya yang kokoh tak bisa dikuasai dengan cara kasar. Gerakan kecil dari Uzumaki muda saat memutar badan diam-diam membuat rongga Sasuke berdetak tak nyaman.
Atau mungkin ia salah?
Cup
Sedikit terbelalak, Sasuke mendapati Naruto mencium bibirnya. Sekilas namun membuat sarafnya yang sempat kesetanan menenang. Hmph, ia bukannya tak dibutuhkan kan? Bibirnya balas menciumi Naruto, hilang kendali hingga salivanya menetes. Dan yang membuatnya sadar adalah dorongan tak terima pada dadanya yang bidang.
"Hentikan itu," pemilik manik ocean membuat gestur tak suka. Bibir bawah Naruto yang mengkilat karena basah sedikit maju, tangannya mengelap kasar bekas saliva Sasuke di ujung bibirnya. Ah, sungguh sosok yang manis, cherie. Namun kalimat bernada menyakitkan dari pemuda pirang itu menghancurkan pesonanya, "Aku benci ciumanmu yang basah", dan iris berwarna serupa menampilkan gestur benci yang kentara melengkapinya.
Sasuke tak punya cukup banyak kesadaran antara krisis identitas dan kemarahan yang meluap. Kortinya menolak memproses protes dengan kalimat menyakitkan lain dari Naruto. Ia biarkan nafsunya bekerja. Tangannya bergerak dalam batas akhir kewajaran, menindih Naruto tiba-tiba, membuka kaos yang menutupi tubuh bagian atas pemuda di bawahnya. Lidahnya menjilati kasar puting pemuda itu, mengabaikan dorongan tak terima di bahunya dan membiarkan tangannya melucuti satu persatu kain yang menutupi kulit kecoklatan di bawahnya. Mulutnya bekerja hampir keji, menggigit, mengulum, menghisap. Mengabaikan desahan-desahan yang entah sejak kapan dimulai.
"A-Ahhh!" Naruto tersentak, tangan yang bukan miliknya entah sejak kapan sudah melingkari benda miliknya.
Sasuke mempercepat gerakan tipikal di bawah sana. Naik turun kejantanan Naruto yang mungil. Ini kan yang pemuda di bawahnya inginkan? Pelampiasan yang tak bisa ia dapatkan. Kontak fisik dan perasaan yang diberikan lebih oleh Sasuke namun terabaikan sepenuhnya oleh kekasih Naruto. Pemilik surai gelap itu merasakan nafasnya yang tercekat antara kenyataan dan nafsu akibat desahan figur dibawahnya. Sungguh, ia benci bermain hati-hati hanya karena menghindari kalimat-kalimat keji lain. Sepele namun membuat eksistensi buramnya makin nyata.
Mulutnya bergerak cepat mengulum singkat, hanya untuk sekadar membasahi jari-jarinya. Ia masih memegang urutan kehati-hatiannya dengan baik, teman. Penetrasi pada otot kaku Naruto sementara perhatiannya berusaha dialihkan pada gerakan memompa di penis.
Jari ketiga dan Sasuke meringis kecil; kuku-kuku Naruto mencakar punggungnya saat jari-jarinya terbenam sempurna dalam rektum hangat pemuda itu. Tak ada yang lebih erotis dari membayangkan miliknya yang berada dalam ruangan sempit hangat itu. Manik Sasuke separuh tersembunyi kelopak, terkabuti nafsu, sama seperti ocean yang menatap ke arah gerakan tangannya.
Tsk, konsentrasi!
Ia kesulitan mengontrol gerakan jarinya dengan baik saat celananya makin terasa sempit.
Sentuhan akhir yang kecil dan—ah, ini sungguh keindahan tak terelakkan. Sosok pemuda berkulit kecoklatan di hadapannya melekungkan punggungnya, tepat saat ujung jari Sasuke hanya menyentuh sekilas prostat Naruto. Oniksnya terlalu terfokus, tak menyadari tarikan tak sabar pada kemejanya. Permohonan lebih ini yang ia tunggu.
Namun ia tergelitik untuk sedikit bermain-main. Ha!
Ketiga jarinya yang sempat terbenam ia tarik keluar perlahan, namun saat ujung jari tengahnya terlihat, Sasuke menghentakkan tangannya ke dalam lagi. Ia sadar erangan keras itu bukan kehendak Naruto, itu hanya refleks karena rangsang dadakan yang ia berikan. Pemuda itu merasakan sengatan menjalari tubuhnya tiap titik itu tersentak keisengan tak lucu Sasuke. Akal sehatnya buta, nafsu mengambil alih sepenuhnya. Sasuke sendiri sama sekali tak berkata apa-apa saat lengan pemuda pirang itu terjulur untuk mempercepat alur keluar masuk tangannya pada lubang sempit itu.
"I-I want... aaa-aaah... t-the real.. hhhh.. th-ing"—this is what he's waiting for. Sudut bibirnya menarik senyum asimetris angkuh, membiarkan tangan lain Naruto bergerak untuk membuka kaitan celananya.
Kejantanannya berdiri tegak menantang setelah usaha keras Naruto. Ia mengabaikan sepenuhnya bunyi plop pelan saat tangannya telah meninggalkan daerah hangat tadi, terburu-buru melepas bajunya dan melempar asal ke seberang ruangan. Ia menyambar cepat lotion tak jauh dari kasur, menuangkan dan mengoleskan asal pada penisnya. He needs to quick. Mereka sama-sama buruk dalam soal bersabar.
Sasuke memposisikan tubuhnya di atas Naruto, kedua tangannya memegang tungkai pemuda di bawahnya. Penisnya menerobos perlahan sementara tubuhnya kesulitan mengerem. Naruto meraung, air matanya tumpah saat bagian tubuh Sasuke yang lebih besar memasukinya perlahan tanpa ampun. Tangan pemuda itu menarik seprei di bawahnya, menggenggamnya keras, tindakan yang ia tahu sia-sia namun setidaknya mampu menahan teriakannya untuk tidak terlalu keras. Air matanya mengalir sementar liurnya meleleh keluar dari samping-samping bibirnya yang ternganga.
Jelas bukan yang pertama kali.
But it always hurt as hell! Naruto hanya bisa berteriak dalam hati.
Sekali hentak dan Sasuke membuat kejantanannya tertanam sepenuhnya. Manik kelamnya menatap prihatin pada sosok di bawahnya, meski tak cukup untuk membuatnya buka mulut. Ia hanya mengelus wajah mempesona di hadapannya, menghapus keringat sebesar biji jagung yang menuruni pelipis Naruto. Meski tak kentara tapi oniksnya meminta maaf dalam diam.
Menyedihkan. Ia tak tahu bisa menyayangi seseorang sampai seperti itu.
Namun Naruto tak cukup peduli pada tatapan apapun yang dihadiahi Sasuke. Benar kan? Akalnya sudah buta. Ia membiarkan tindakannya diambil alih sisi dirinya yang terliar. Mengalungkan lengannya ke leher Sasuke, ia mendekap tubuh tegap itu sedekat mungkin. Wajahnya merah jambu antara oksigen yang mendadak menipis dan suhu tubuhnya yang mendadak panas. Sementara Sasuke tak menunggu persetujuan. Ia menarik keluar kejantanannya, menyisakan hanya sebatas ujungnya dalam rektum Naruto, menghujamkannya masuk kembali tanpa ampun. Menabrak prostat pemuda pirang itu dengan tekanan kuat.
"A-Aaahhh!"
Lagi, Naruto merasa tubuhnya dialiri listrik yang bersumber dari kegiatan di bawah sana. Paru-parunya yang rakus udara tak bisa menerima suplai sesuai, nafasnya terengah. Tercekat tiap kali prostatnya ditabrak keras-keras oleh Sasuke.
"Ah! Hhh! Sa-Sasu-aah! Ah! Aah! Ah!"
Apa lagi yang Sasuke mungkin lakukan selain bergerak kesetanan. Senyumnya superior. Naruto akan selalu miliknya dalam hal seks. Hanya momen ini yang bisa ia nikmati sepenuhnya.
"Hnn! Aah! Please—hh! Fas-nhh-ter!"
Sasuke bahkan tak yakin kekasih ofisial Naruto mampu membuat sosok ini memohon sedemikian rupa. Ia bisa merasakan dinding rektum yang melingkupi kejantanannya mendadak meremas penisnya; already close, hn? Keinginannya sepele, mencapai selubung putih kenikmatan itu bersama pemuda di bawahnya. Satu-satunya yang bisa membuktikan eksistensinya. Sasuke kembali memompa tubuhnya, membuat tubuh tan di bawahnya mendesah tiap sentakan. Betapa ia menyukai wajah itu saat berada di bawah kontrolnya.
"!"
"Aaaaahhh!" Naruto melengkungkan tubuhnya, cairan dari penisnya membasahi perut dan seprei di bawah mereka. Selang sepersekian detik dan Sasuke mengeluarkan cairan miliknya dalam rektum Naruto. Kehabisan nafas. Sirkuitnya melupakan satu hal.
Ia bisa merasakan kuku-kuku jari yang tiba-tiba kembali tertancap di punggungnya. Menatap wajah Naruto hanya untuk mendapatkan kilat ketidaksukaan di sana. Tidak ada ekspresi manis atau gurat senang dan pasrah; efek yang harusnya ada setelah seks. Lagi-lagi Sasuke mencelos mendapati hal yang ia lupakan.
"Sudah kubilang jangan keluarkan di dalam, idiot!" Dorongan di dadanya terasa menyakitkan karena ditambah jantungnya yang juga berdetak tak nyaman. Iris biru itu menatapnya seakan makhluk paling dibenci di dunia.
"Minggir!"
Sigh. Sasuke tak cukup peduli pada suara langkah cepat oleh pemuda pirang yang marah barusan. Ia memilih terlentang, maniknya tak bisa menemukan fokus. Ini yang selalu ia lakukan tiap berinteraksi dengan pemuda pirang itu, mengistirahatkan hatinya yang lagi-lagi harus sakit. Bagaimanapun ia tak pernah bisa terbiasa. Kata-kata kasar yang biasa digunakan teman-teman atau siapapun padanya tak akan banyak berpengaruh. Namun ia menyesalkan perasaannya yang melemah saat berhadapan dengan Naruto. Ia menyedihkan. Harusnya tak pernah ia biarkan dinding pertahanannya roboh. Benteng yang membatasinya dengan siapapun harusnya masih ada meskipun keberadaan Naruto tak bisa ia singkirkan sampai sekarang. Sasuke menghela nafas untuk yang kesekian kalinya.
Mungkin harusnya sekarang ia pergi dan baru menemui pemuda itu lagi di sekolah besok. Berada lebih lama hanya berdua bersama Naruto tak akan lebih baik. Pemuda tan itu bisa bersikap manja, seperti anak kucing manis yang lugu. Inosen tanpa niat melukai sedikit pun. Hanya saja pemuda itu punya cakar tajam yang menyakitkan.
Ia memang seharusnya pergi. Hanya saja tangannya tak cukup bisa diajak kerja sama. Ia membetulkan pakaiannya dalam gerakan lambat yang malas. Telinganya menangkap derit pelan pintu dan menengok hanya untuk mendapati Naruto berdiri dengan rambut basah. Menatap Sasuke dalam ekspresi bersalah; sesungguhnya ini bagian yang disukai pemuda berambut kelam itu. Hanya saja klimaksnya akan lagi-lagi menyakitkan, ia memilih menyingkir untuk hari ini. Hari yang sudah cukup berat tanpa harus lebih membuat dirinya sendiri makin sengsara.
"I'm off," he needs to play it cool.
"Tapi sekarang belum jam 6, Sas"—dammit, anak kucing ini tahu benar pesonanya.
"I know. Aku hanya merasa harus pergi sekarang"
"Jangan bilang kau tersinggung"
Actually, I am, "am not," Sasuke meraih ransel, "just feeling sudden rush to leave"
Sasuke memilih menghindari tatapan apapun yang dihadapkan Naruto padanya sekarang. Sesungguhnya memilih pulang sudah cukup berat, kebersamaan mereka hanya bisa ia dapat pada satu hari ini saja. Namun ia ingin cari aman. Ia lelah dengan permainan jatuh-bangun dengan Naruto—tak cukup bagus buat hatinya.
"Tapi aku masih kangen Sasuke," pemuda pucat itu terdiam karena ada lengan tan yang memeluknya tiba-tiba dari belakang. "maaf tadi bicaraku jahat"
He knows what will face him when turning around. A sweet pouting face begging for him to stay.
"Jangan pergi dulu, Sas, aku kesepian"
Naruto tahu terlalu banyak cara untuk mengontrol pemuda yang dipeluknya, itu yang menjadi masalah Sasuke.
Sasuke memilih berbalik dalam ketiba-tibaan yang hati-hati dan mencium sekilas bibir Naruto, lalu tersenyum.
"Then I will not going now," ia hanya bisa tersenyum kecil. Sikap manis Naruto sudah lebih dari cukup untuk membuat takluk.
Menyedihkan.
Ia lemah di hadapan pemuda ini.
TBC
