Arrgh! Kenapa saia malah bikin fic baru? 0A0

Dan anehnya saia malah bikin fic tentang masak-memasak gini... (saia suka bikin kue sih)

Huff... Tiba-tiba idenya terpikir (waktu sedang bertengkar dengan ortu di salah satu restoran fastfood)

Karena sayang kalau dibuang, jadinya insident 'Makanan enakpun jadi terasa nggak enak' itu saia ekspresikan menjadi sebuah fic. (yang kayaknya jadi sedikit mirip ama manga Kitchen princess)

Hm... Mungkin nantinya akan jadi cerita berunsur drama...(?)

However, saia usahakan supaya fic ini nggak panjang-panjang. Kan saia masih punya sebuah project yang jadi lanjutan SRD?

Okelah, happy reading! XD

Disclaimer: Inazuma eleven is belong to level 5

Warning: AU, OOC, Shonen ai, sedikit inspirasi dari manga Kitchen Princess. Don't like? Bacalah dulu! Masih tak suka? Jangan diflame, apalagi di abuse. Kasihan author yang begadang ngetik fic ini... T^T

Tasteless Heart

Chapter 1

Prologue

Shuuya's POV

"Makan masakan enak akan membuat hati kita senang..."

Dulu, aku sangat mempercayai ucapan kedua orang tuaku. Selalu berkata bahwa di dalam masakan terdapat keajaiban. Ya. Dulunya, aku tinggal dalam sebuah keluarga kecil yang harmonis, beranggotakan orangtuaku dan aku sebagai anaknya. Keduanya adalah seorang Pattissier ternama di masa itu. Aku ingat, tiap hari mereka selalu memasakkan makanan yang penuh cinta dan kehangatan. Mengajariku mengenai arti penting dari sebuah masakan. Namun kini aku tahu, bahwa segala yang pernah mereka katakan padaku adalah dusta...

Aku takkan pernah bisa merasakan rasa apapun lagi...

End of Shuuya's POV

Raimon Gakuen

"Waah...! Bangunannya megah sekali..."

Seorang anak berambut cokelat tua terkagum-kagum saat memandang bangunan dari sebuah sekolah bernama Raimon Gakuen. Mata cokelatnya yang senada dengan warna rambutnya itu mulai berputar mengitari area Raimon Gakuen tersebut. Dipandangnya lekat-lekat bangunan asrama yang terletak di samping bagian SMP di Raimon Gakuen.

"Jadi asramaku disana?" Tanya anak berambut cokelat itu dengan semangat pada pendampingnya.

"Ingat, anda harus menjaga sikap, tuan muda..." Ucap pria paruh baya bertuxedo itu dengan nada sesopan mungkin. Namun semua orang pasti tahu, bahwa ucapan ini bermaksud untuk memperingati sang bocah berambut cokelat itu.

"Ahaha..! Baiklah, baiklah. Aku akan jadi anak baik! Ngomong-ngomong, kau tak perlu sungkan padaku pak Butler! Panggil aku Mamoru saja juga boleh kok...!" Sang bocah yang notabenenya bernama Mamoru itu tersenyum riang pada butlernya.

"Anda akan mulai masuk sekolah besok, tuan. Hari ini, silakan bersantai dahulu di asrama..." Ucap sang Butler dengan nada bicara yang tetap terlihat sopan.

"Hee? Masuknya mulai besok ya? Padahal sekolahnya sudah mulai hari ini. Kalau begitu... Aku jalan-jalan di sekolahnya dulu ya! Tolong antar barangku ke kamar asrama!" Dengan itu, Mamoru mulai berlari dengan kilatnya tanpa menghiraukan Butlernya.

"Tuan muda! Tunggu dulu...! Haah... Jadinya selalu begini..." Akhirnya, sang Butler tak jelas tersebut hanya menghela nafas dan melaksanakan titah dari tuan mudanya yang manis itu.

Sementara sang tuan muda manis bernama Mamoru ini asyik berkeliling di taman belakang Raimon Gakuen. Diputarinya gedung megah itu, sambil mengamati berbagai macam bunga. Mari kita lihat reaksinya atas keindahan wilayah Raimon Gakuen ini...

"Uwaa... Sekolah ini hebat juga! Bunga ini kan bisa dijadikan salad...!" Jadi, inilah ekspresi kekagumannya. Sepertinya memang tentang makanan melulu yang disinggung.

Kemudian Mamoru menemukan sebuah pohon Sakura. Kelihatannya itu satu-satunya sakura yang ada di sekolah ini. Ditatapnya pohon sakura itu dengan lembut, lalu dipanjatnya pohon tinggi itu untuk melihat keseluruhan Raimon Gakuen ini...

"Indahnya..." Mata Mamoru berbinar saat menapat pemandangan menakjubkan dibawahnya. Dadanya sampai berdebar, tak sabar menantikan hari barunya di sekolah ini.

"...Ada orang gila yang memanjat pohon sakura." Gumam seseorang yang berdiri di bawah pohon sakura. Gumaman yang tak terlalu keras, namun dapat terdengar jelas di telinga Mamoru.

"Heh? Maksudmu aku ya! Enak saja kau menyebutku gila!" Mamoru merasa marah atas ucapan orang yang ada dibawah pohon sakura ini.

Perlahan, Mamoru menundukkan kepalanya ke bawah. Ditatapnya dengan tajam sosok anak laki-laki yang sedang bersandar di sakura yang Mamoru panjat. Anak itu balik mendeathglare Mamoru dengan mata hitam kelamnya.

"Cepat turun kalau kau tak ingin dimarahi...!" Anak bermata hitam itu memerintah Mamoru dengan ekspresi datar.

"Huh! Tidak kau suruhpun aku sudah mau turun kok! Tapi..." Mamoru mulai menatap tanah dibawahnya dengan perasaan berkecamuk dan grogi yang luar biasa, "Sepertinya aku..."

"...Jangan bilang kalau kau takut turun kebawah." Anak laki-laki itu mulai menatap Mamoru dengan sinis, namun Mamoru tak menjawab. Hanya fokus turun kebawah, namun tetap saja ia merasa takut.

"Bodoh... Bisa naik tapi tak berani turun. Kau seperti seekor kucing saja...!" Gumam Sang anak laki-laki yang identitasnya belum jelas itu.

"...Hei, lompatlah kebawah! Aku akan menangkapmu agar tidak jatuh!" Dan Mamoru hanya cengo atas saran yang ditawarkan anak laki-laki bermata hitam itu.

"Hee...? Kau benar-benar mau membantu nih? Kalau begitu, tangkap aku dengan benar ya! Hiaaat!" Tanpa peringatan, Mamoru langsung melopat dari pohon itu dengan gaya yang ekstrim.

"Ah! Hei, tunggu dulu...!"

"Bruaaak! Buum!" Inilah bunyi jatuh mustahil abad ini versi kedua (?).

Jangan khawatir atas bunyi yang nonsense tadi. Sepertinya mereka baik-baik saja. Hanya anak bermata hitam itu harus merasakan beratnya bobot Mamoru yang menindihnya.

"Sakit...! Kau ini bagaimana sih? Jangan tiba-tiba turun begitu! Bahaya tahu...!" Sang anak bermata Hitam kelam itu menceramahi Mamoru habis-habisan. Namun yang diceramahi hanya tersenyum dan nyengir-nyengir saja.

"Ehehe... Tapi berkat kau, aku tak merasakan sakit. Terimakasih... Umm... Kepala bawang?" Ucap Mamoru sambil menatap rambut berwarna putih anak yang dari tadi ditindihnya ini, lengkap dengan memandangi syle rambutnya yang memang mirip bawang putih.

"What the... Apa-apaan kau?" Si 'Bawang' itu langsung mencubit kasar pipi Mamoru.

"Aduuuh...! Maaf, maaf! Habisnya itu yang terpikirkan olehku... Namamu siapa?" Tanya Mamoru sambil meminta maaf.

"...Shuuya Goenji." Ucap sang anak yang bernama Shuuya itu sambil menatap datar pada Mamoru.

"Shuuya ya? Wah, namamu bagus...! Aku... Mamoru, Mamoru Endou! Mulai hari ini bersekolah di Raimon Gakuen! Salam kenal, Shuuya...!" Mamoru tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Shuuya.

"...Kau ini. Seenaknya panggil nama kecilku, padahal kita baru kenal... Kau anak kucing yang aneh." Tanpa sadar, Shuuya mulai mengelus lembut kepala Mamoru.

"Hnn... Kau bisa panggil aku 'Mamoru' saja kok...! Ngomong-ngomong, kau juga jangan memperlakukanku seperti kucing sungguhan...!" Ucap Mamoru sambil berusaha melepas tangan Shuuya dari kepalanya.

"Tingkahmu memang dekat ke anak kucing... Belum lagi rambut tak jelasmu yang mencuat di kedua sisi ini. Persis telinga kucing..." Shuuya mulai menggelitiki perut Mamoru, membuat Mamoru tertawa-tawa sambil berguling-guling di aspal taman yang sunyi ini.

"Hyaa! Ahahaha, aduh..! Geli Shuuya!" Mamoru mulai protes, namun tetap terkikik tak jelas.

"Anak baik tidak boleh melawan majikan, huh?" Shuuya mengacak gemas rambut Mamoru.

"Siapa yang majikanku? Hanya menolong orang sekali saja sudah berlebihan dirimu...! Huh, Tapi... Karena kau sudah menolongku, jadi aku berhutang budi ya...?" Mamoru mulai ganti menepuk kepala Shuuya. anehnya, sang anak bermata hitam itu hanya diam saja saat kepalanya dibelai Mamoru. Sekarang, siapa yang anak kucing coba? (plak!)

"Baiklah! Shuuya, lain kali akan kubuatkan kue yang enak untukmu...!" Ucap Mamoru sambil tersenyum riang. Namun reaksi Shuuya malah sebaliknya, anak itu langsung tertunduk dan murung. Dimatanya seolah terdapat kegelapan abadi, yang sampai kapanpun takkan dapat diraih cahaya.

"Tidak usah... Itu percuma..." Gumam Shuuya yang tertunduk.

"Hee? Begini-begini aku pintar memasak lho..! Ibuku yang mengajarkannya!" Mamoru tersenyum senang, tanpa menyadari kondisi Shuuya.

'Ibu katanya...? Iya. Dulunya akupun sama seperti anak ini. Tapi... Sudah tak bisa, takkan ada harapan lagi...'

"Aku tahu kue buatanmu pasti enak..." Shuuya memaksa senyumnya pada Mamoru, "Tapi... Percuma. Aku takkan bisa merasakannya lagi. Rasa itu... Sudah hilang sama sekali..." Shuuya tertunduk dalam. Mamoru membelalakkan mata. Namun kemudian berusaha mengubah atmosfirnya...

"Bukan percuma!" Mamoru menepuk kedua sisi pipi Shuuya. (tepatnya menampar)

Mereka saling berpandangan dengan raut wajah serius. Kedua mata Mamoru menatap lekat pada Shuuya, berusaha menyampaikan tekadnya.

"Aku tak tahu kenapa kau bilang itu percuma, tapi... Aku pasti akan membuatmu memakan masakanku dan berkata 'Enak'! Pasti!" Mamoru mulai perdiri dengan tegaknya.

"...Kau berjanji?" Shuuya menatap Mamoru dengan segala harapannya, membuat sang bocah berambut cokelat tertegun dan berdebar.

"Iya..." Mamoru menyilangkan kelingkingnya dengan kelingking milik Shuuya. tiba-tiba, Shuuya memeluk mamoru, "Waakh...!" Mamoru terkejut.

"Terimakasih..." Shuuya memeluk erat tubuh Mamoru sambil berterimakasih, ucapan yang sangat tulus darinya. Sementara Mamoru hanya mematung, baru kali ini ada orang lain selain keluarganya yang memeluk Mamoru seperti ini. Jadi, mereka hanya saling membisu dalam pelukan itu sampai...

"Tuan Mamoru...!" Dari kejauhan, terdengar suara butler Mamoru yang memanggilnya. Spontan, Mamoru mulai melepas pelukannya dari Shuuya dan segera mendatangi asal suara itu.

"Aku harus pergi. Sampai bertemu lagi, Shuuya...!" Mamoru berpaling sambil tersenyum manis, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Shuuya.

"...Apa yang tadi kulakukan siih!" Shuuya mengacak kepalanya frustasi sambil merebahkan dirinya di bawah pohon sakura, "Kenapa juga tadi aku harus memeluknya dan berwajah murung begitu...?" Wajah Shuuya mulai memerah sendiri.

"Jadi itu Mamoru Endou... Benar-benar anak kucing yang penuh kejutan..." Shuuya sedikit tersenyum kecil, tentu saja wajahnya masih sedikit memerah.

Hati itu takkan terselimuti es selamanya. Kehangatan mentari pasti akan mengakhiri baadi es ini...

Asrama Raimon

"Namaku Ichirouta Kazemaru, teman sekamarmu di asrama ini...!" Sosok anak laki-laki berambut turquoise panjang yang diikat ponytail itu tersenyum ramah pada Mamoru.

"Hee..? Aku Mamoru Endou! Yoroshiku!" Mamoru menjabat tangan Ichirouta dengan ceria.

'Sepertinya Sekolah baru ini akan sangat menyenangkan!' Batin Mamoru sambil mengobrol dengan Ichirouta.

'Pasti takkan terjadi hal seperti itu lagi. Tak akan...'

To be Continued

Arrgh! Gajegajegajegaje.. Hmmph! (dibekep seluruh alter ego)

Huff... Jadinya aneh begini. Ngomong-ngomong, ini fic tentang memasak. Tapi di chap ini masih belum menunjukan khasnya ya?

Kedepannya nanti akan ditampilkan beberapa resep (mungkin)

Jadi saia juga akan mencari referensi... (sepertinya banyak yang saia ambil dari Kitchen Princess)

Terakhir, tolong reviewnya sebagai baha masukan... ^^

Arigato...

The Fallen Kuriboh