Summary :
Len yang keren, Lui yang baik, Piko yang polos (baca : baka), adalah sahabat sejak kecil. Ini adalah cerita kehidupan mereka dalam mencari cinta *wedeh*. Bagaimana cerita ketiga sahabat sepershotaan(?) ini dalam kisah cintanya? Siapakah pasangan mereka? Rahasia 'dong. Yang kepo, silahkan dibaca. NOT YAOI!
Disclaimer : Vocaloid isn't mine.
Rated : T (Teen).
Genre : Romance, Friendship, Humor (garing).
Title : Triple Shota Love Story.
Warning : Typo(s), GaJeness, Abal, Not Yaoi, Mengandung unsur keshotaan yang tinggi (?), and family.
Main chara : Kagamine Len, Hibiki Lui, & Utatane Piko.
Pairing : HI-MIT-SU~ *plaked*
Don't Like? Don't Read!
Author's Territorial
Kaito+Koyuki : Halo, minna-san!
Kaito : Kaito kembali dengan fic abalnya, lagi.
Koyuki : Seperti judulnya, tokoh utama kita di fic ini adalah, Len-kun, Lui-kun, dan Piko-kun, atau 'Triple Shota', untuk pendeknya.
Len : Siapa yang SHOTA!
Lui : Aku nggak SHOTA!
Piko : Kalian berisik tahu. AKU BUKAN SHOTA!
Len+Lui : KAU LEBIH BERISIK!
Kaito : Kalian semua berisik 'kok, santai aja (?).
Koyuki : Daripada kelamaan, langsung baca aja minna-san!
Kaito+Koyuki : Let's… start! *dor… dor… dor…*
Chap 1 : Ame.
Normal POV
'Jrass…' 'Ctar!'
Suara rintik hujan dan gemuruh petir, seakan menghasilkan melodi penenang. Menenangkan… Ya, itulah yang dipikirkan pemuda itu. Pemuda bersurai oranye itu menatap rintik hujan yang jatuh ke permukaan bumi, sambil sesekali menyeruput hot lemon teanya. Bau tanah yang tercampur air masuk ke indra penciumannya. Entah kenapa, bau itu membuatnya merasa… nyaman. Yah, pemuda beriris oranye ini memang menyukai suasana yang agak melankolis.
Daun-daun terlihat lebih indah jika terkena air hujan. Ujung bibirnya tertarik, menyimpulkan seulas senyum tipis. Jemarinya meraih pensil di dekatnya. Perlahan tapi pasti, dia mengarsirkan ujung pensil itu di kertas putih yang sedari tadi ada di hadapannya.
Goresan-goresan dari pensil itu menghasilkan sebuah pola. Pola-pola itu disatukan, menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Dalam waktu kurang dari 7 menit, pemuda itu sudah menyelesaikan gambarnya. Di dalam kertas putih itu, terpampang gambar sebuah taman, dalam keadaan hujan. Walaupun hanya gambar hitam-putih, namun gambarnya itu sudah termasuk… indah.
"Selesai~" ujar pemuda itu girang.
"Apa yang selesai?" tanya pemuda di sebelahnya, sambil meminum jus pisangnya. Diangguki pemuda bersurai putih di samping pemuda pisang itu.
Laki-laki oranye itu tersenyum, lalu dia menunjukan hasil karyanya pada kedua temannya. Kedua temannya menatap hasil karya pemuda bersurai oranye itu. Pemuda berambut honey blonde itu menatap hasil karya sahabatnya, kemudian berkata, "Lui, kau… kayak perempuan."
"Mou, Len-kun! Aku 'kan cuma menggambar pemandangan saja!" jawab pemuda oranye yang dipangil 'Lui' tadi.
"Iya-iya, Lui-chan. Tapi, gambarmu itu agak… gimana… gitu. Iya 'kan, Piko?" ucap pemuda beriris azure yang dipanggil 'Len'. Sementara laki-laki bersurai putih yang dipanggil 'Piko' tadi hanya mengangguk.
"P-Piko-kun juga! K-kalian berdua jahat!" ujar Lui, sambil mengerucutkan bibirnya.
Piko hanya menatap Lui datar. Lalu, bibirnya mengucapkan rangkaian kata, "Dasar shota."
Lui yang mendengarkan 'kata' mutiara itu langsung pundung di pojokan. Len hanya terkikik geli, menatap teman masa kecilnya yang bersikap 'mirip' perempuan itu. Piko menatap Len heran.
"Len, kau 'kan juga shota," katanya dengan wajah innocent khasnya.
'Jdeeerr!'
Bagai tersambar petir, Len pun mengikuti aksi pundung sahabatnya. Lui pun menatap Piko.
"Piko-kun, kamu juga shota," ucap Lui.
Mendengar 'kata' keramat itu membuat Piko K.O. Yah, ketiga sahabat ini memang memiliki wajah shota. Shota, bagaikan nama tengah mereka. Mungkin karena itulah mereka akrab.
Lui kembali menatap hujan yang masih turun dari belakang kaca kantin. Len pun ikut memandang hujan yang masih berjatuhan ke atas bumi. Dia menghela nafas pelan, "Kapan 'ya hujannya berhenti," ujarnya pelan.
Piko menggeleng pelan, "Aku tidak tahu, Len. Ini 'kan masih musim hujan, jadi wajar saja kalau hujan terus menerus," jawab pemuda beriris emerald itu.
Lui memandang kedua sahabatnya itu seraya berkata, "Tapi, hujan seperti ini pun ada berkahnya 'kan? Lihat saja tumbuhan-tumbuhan itu, mereka bagaikan menari di bawah hujan. Dan jika tanpa hujan, air akan mengering, dan kalian pasti tidak bisa minum. Jadi, jika kalian melihat sesuatu harus –"
"Iya-iya, Hibiki-sensei," ujar Piko memotong ceramah panjang Lui. Lui hanya menggembungkan pipinya. Len yang melihat Lui menggembungkan pipinya, langsung menyubit kedua pipi Lui dengan gemas.
"Um, Len, Lui, maaf mengganggu acara kalian, tapi 'FG' kalian memandangi kalian dengan darah keluar dari hidung," ucap Piko sambil menunju gerombolan cewek yang memandangi mereka sambil nosebleed.
Len pun langsung menghentikan aksi mencubit pipi Lui sambil cengengesan sendiri. Tiba-tiba, seperti teringat sesuatu, pemuda berponytail itu langsung melangkah untuk pergi dari tempat itu. Piko yang melihat itu, langsung bertanya kemana Len akan pergi.
"Aku akan ke perpustakaan," jawab Len sembari melangkah meninggalkan tempat itu.
Len POV
Halo~ Namaku Kagamine Len. Aku mempunyai rambut honey blode agak panjang dan kuikat ponytail, mataku berwarna azure, dan… aku ini… KEREN! Yah, aku memang keren 'kok! Suer, nggak bohong (Kaito : Len, kau itu SHOTA.)!
Saat ini, aku sedang berjalan menuju perpustakaan. Untuk apa? Entahlah. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku ke tempat itu. Beberapa hari ini, kakiku selalu membawaku ke tempat itu.
Aku berhenti tepat di depan ruangan bertuliskan 'Library', menggeser pintu ruangan itu, lalu masuk ke dalamnya. Aku mengacuhkan semua pandangan yang tertuju padaku. Iris biru kehijauanku menangkap sosok mungil berpita putih besar sedang berjinjit di atas kursi. Tangan kirinya membawa beberapa buku, sedangkan tangan kanannya digunakannya untuk merapikan buku-buku itu.
Tiba-tiba gadis itu terpeleset dari kursi yang sedang digunakannya untuk berpijak tadi. Spontan, aku langsung menangkapnya yang terjatuh. Entah karena apa, aku pun ikut terjatuh karena menangkapnya. Tapi, aku langsung memeluknya yang menyebabkan punggungku mencium lantai.
Aku mengaduh kesakitan, tetapi langsung melihat sosok yang tengah kupeluk saat ini.
"K-Kamine-san? Ka-kamu nggak a-apa-apa?" tanyaku terbata menahan keskitan.
Gadis di hadapanku langsung menatapku, "A-aku tidak apa-apa. Eh! Kagamine-kun, tidak apa-apa 'kan?! A-apa ada yang sakit?! D-di mana yang sakit?! A-apa perlu kubawa ke UKS?!" tanyanya secara beruntun padaku.
Aku hanya terkekeh kecil melihatnya yang khawatir. Lalu membantunya berdiri.
"Aku tidak apa-apa 'kok. Kamu sendiri nggak apa-apa?" tanyaku balik padanya.
Dia mengangguk pelan, pandanganya masih menyiratkan kekhawatiran. "Aku tidak apa-apa 'kok," kataku padanya lagi.
Dia menghela nafas lega, "Yokatta… Apa Kagamine-kun mau membaca buku lagi?" tanyanya dengan wajah polos, ingin rasanya kucubit pipinya. Tapi, kuurungkan niatku, mengingat banyak orang yang memperhatikan kami.
Aku tersenyum kecil, "Ah! Aku ingin membaca buku yang kemarin kamu perlihatkan padaku."
Dia mengangguk, lalu menyuruhku mengikutinya. Aku pun mengikuti di belakangnya, tetapi sebelumnya aku memberi death glare pada FGku yang menatap Kamine-san sinis. Suara panggilan Kamine-san membuatku kembali mengikutinya.
Ehem, baiklah, dia Kamine Rin. Gadis ini sekelas denganku, tubuhnya bisa dibilang mungil untuk anak seumurannya. Dia memiliki rambut honey blonde sebahu, dengan mata biru kehijauan sepertiku. Dan dia selalu memakai 4 jepit untuk merapikan poninya, dan pita putih besar yang selalu bertengger di kepalanya. Jujur, menurutku pita putih itu cocok sekali dengannya. Dia terlihat… manis.
Saat berjalan, pandanganku tertuju ke arah jendela. Hujan. Kapan hujannya berhenti 'ya? Kalau hujan begini, terasa agak suram. Aku lebih suka cuaca berawan daripada hujan.
"Len? Sedang apa di sini?"
Aku menengok ke arah suara yang memanggilku. Aku mendapati saudari kembarku sedang membawa beberapa buku di tangannya.
"Tidak ada. Hanya sedang jalan-jalan saja. Kamu sendiri ngapain, Lenka?" tanyaku pada saudari kembarku, Kagamine Lenka.
"Aku cuma mengembalikan buk-"
"Kagamine-kun!"
Seorang gadis mungil berlari kecil ke arahku dan Lenka.
"Oh~~ Rin-chan 'ya~ Baiklah, semoga beruntung, Len~" gadis berkucir kuda itu langsung tersenyum menggoda, lalu pergi meninggalkanku.
Aku hanya bisa tertuduk malu. Apa maksudnya 'semoga beruntung, Len'?
"Kagamine-kun? Ada apa?" tanya Kamine-san padaku.
"Iie, nandemonai…" jawabku.
Dia memiringkan kepalanya, bingung. Kemudian pandangannya tertuju ke jendela, menatap hujan yang masih membasahi bumi. Sampa-
'Pets'
-lampu tiba-tiba mati. Aku menatap datar ke atas, nampaknya mati listrik. Aku memperhatikan wajah Kamine-san yang tertunduk. Aku mencoba memanggilnya, dia pun mendongakkan wajahnya. Ekspresi wajahnya menyiratkan ketakutan.
"K-Kamine-san?"
"K-Kagamine-kun… g-gelap…" ucapnya lirih.
Ya, walupun ini masih siang, tapi di perpustakaan tanpa lampu tetap saja gelap. Aku langsung berasumsi, bahwa Kamine-san takut pada kegelapan. Entah inisiatif dari mana, aku langsung menggandeng tangan kanannya. Dia tampak kaget, tapi akhirnya membiarkanku menggandeng tangan kanannya. Tangan Kamine-san… hangat.
Sesampainya di depan perpustakaan, aku langsung melepaskan genggamanku.
"K-Kagamine-kun…?"
"G-gomen, tapi… kukira kau takut gelap…" ucapku lirih.
Dia menatapku. Akh! Baka Len! Mana ada orang yang takut gelap! Baka! Baka! Baka! Baka! Baka! Baka!
"Arigatou…"
"Eh? Untuk?"
"Tadi, sudah membawaku keluar dari perpustakaan. A-aku memang takut… gelap…" ucapnya terdengar seperti lirihan di akhir.
"Rin-chan!" seorang gadis berambut biru muda memanggil Kamine-san.
"Ah, Ring-chan! Maaf 'ya Kagamine-kun, aku duluan, jaa nee~" ujarnya lalu pergi menuju gadis berambut biru muda itu.
Aku hanya memandangnya yang mulai menghilang dari pandanganku. Ya, sebenarnya… aku dan Kamine-san sudah saling mengenal sejak kelas 4 SD. Dan… yah… kukira aku… menyukainya. Tapi, entah kenapa. Setiap aku ingin mengungkapkan perasaanku padanya, lidahku terasa kelu. Entah kapan, aku bisa menyatakan perasaanku padanya.
"Hah… kapan 'ya aku dapat menyatakan perasaanku?" gumanku pelan. Lalu melangkah pergi.
Aku menatap jendela dengan bosan. Pelajaran sejarah memang membosankan…
"Len-kun? Doushite?" tanya orang yang duduk di sebelahku, siapa lagi kalau bukan Lui.
Aku hanya menggeleng pelan, "Nandemonai…"
Lui hanya mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya ke arah sensei yang sedang mengajar. Piko? Dia tidur dengan nyamannya.
'Teng… teg… teng…'
Akhirnya, bell pulang pun berbunyi. Entah kenapa, aku kembali menatap jendela, 'Masih hujan,' pikirku. Para siswa pun member salam kepada sensei, lalu sensei pun pergi.
Entah kenapa, aku masih memperhatikan hujan. Setelah sadar, aku langsung melangkah keluar kelas. Saat aku sudah berada di depan pintu bangunan sekolah, aku menangkap sosok berpita putih sedang menatap ke luar.
"Kamine-san?"
"Eh? Kagamine-kun, masih di sekolah?"
"Hm, kamu sendiri? Tidak pulang?"
Dia menggeleng pelan, "Aku lupa membawa payung…" ucapnya pelan.
Aku mengangguk, kemudian langsung melemparkan payungku ke arahnya.
"Eh? K-Kagamine-kun?"
"Pakai saja payungku, besok saja dikembalikan. Matta nee…" ujarku langsung berlari menerobos hujan.
Aku mendengar suara cemprengnya yang memanggil-manggilku, aku pun berhenti dan membalikan wajahku, lalu tersenyum padanya. Dia hanya diam… sampai akhirnya berteriak.
"ARIGATOU!"
Aku pun tersenyum kecil, "DOUITASHIMASHITE!"
~TO BE CONTINUED~
Author's Territorial
Kaito : Akhirnya selesai~ Gimana reader? GaJekah? Abalkah? Anehkah? Sorry kalo jelek. –" Aku lagi ngelawan WB 'sih.
Koyuki : *giggling* Kaito-kun, kayaknya salah satu pairnya udah ketebak 'deh.
Piko : Hu-uh.
Lui : Ano, perasaanku kayaknya di chapter ini berpusat di Len-kun 'ya?
Kaito : Emang. Dan chapter depan berpusat di Lui.
Piko : Lha, aku?
Kaito : Chapter depannya lagi.
Len : Jadi, aku sama Rin?
Koyuki : Maybe…
Len : ?
Kaito : Baiklah~ R&R please~
Koyuki : R&R 'ya minna-tachi, supaya Kaito-kun semangat ngupdatenya!
R&R?
P.S. Kritik dan saran diterima. NO FLAME!
