Adventure Time sepenuhnya adalah milik Pendleten Ward dan Cartoon Network. Fiksi ini diperuntukkan hanya untuk kesenangan batin.
warning: typo(s), ghoul!gumball, immortal!marshall
Gift from me © Imorz
Marshall Lee terbangun pukul empat subuh. Suasana dalam kamar berisi cahaya dari sorot lampu kota. Mereka remang-remang; merah, kuning, oranye. Dan hitam. Hawanya dingin meraja. Suara-suara derum kendaraan terdengar samar-samar dari atas sini. Jarum jam bergoyang ke kiri dan kanan.
Ingin ia kembali menarik selimut, mendekap diri dengan kehangatan, tapi gebukan pada pintu kamarnya bersikeras menginginkan Marshall menegap.
Marshall melangkah mundur.
Tadi, pintu terbuka. Gumball menerjang, dengan air mata dan tubuh yang bergetar.
"Ta, tadi, aku hampir ditangkap pemburu... aku sangat takut..."
Marshall menghela napas, menutup pintu dan balas memeluk. Tangan mengusap pada punggungnya. "Tenanglah, kau sudah aman di sini."
Napas Gumball menerpa lehernya, "Ya, di sini memang tempat yang paling membuatku nyaman." Kepalanya bergerak nyaman.
"Kau sudah makan?"
Gumball menggeleng, "Pemburu itu mengejarku sebelum aku mendapatkan makanan."
"Apa kau yakin tidak ada yang melihatmu datang ke sini?"
"Ya."
Marshall melepas pelukan, menatap matanya dalam, "Baiklah. Aku percaya padamu."
Ia menggendong Gumball, pelan-pelan melangkah mendekati sisi kasur. Punggung Gumball dibalut empuk kasur dan pegas yang naik-turun. Marshall melepas kaus, setengah telanjang. Gumball berteriak.
"Kau—apa-apaan?!"
"Aku akan memberimu makanan."
Bibirnya tergugu, Gumball menatapnya dengan pancaran kasihan.
"Aku tidak ingin melakukan itu padamu," ia bergerak duduk menepi kasur, "Berapa kali aku harus mengatakannya?"
"Gumball," Marshall berlutut, mendongak seraya tersenyum, "Kau tidak perlu sungkan. Ya, aku mengerti kau tidak ingin melukaiku karena aku orang yang paling dekat denganmu. Tapi, untuk kali ini, izinkan aku melakukan ini untukmu."
"Kau yakin?"
Masih tersenyum, "Aku abadi. Kau ghoul. Pasangan yang serasi, bukan?"
Gumball menggigit bibir bawah, ia masih ragu-ragu. Menatap Marshall di bawah sana yang kukuh ingin menolong. Tidak dipungkiri, perasaan laparnya semakin merosot naik sampai ubun-ubun.
"Sebelum aku melakukannya, kau harus benar-benar yakin bahwa kau adalah pilihan terakhir dari segala opsi." Gumball menangkup kedua pipi lawan, "Aku menyayangimu."
Senyum Marshall mengembang, "Benar. Aku juga menyayangimu."
"Ini adalah ulang tahun terburuk."
"Anggap saja ini hadiahmu."
"Hadiah yang paling tidak kuinginkan."
"Sudah, lakukan saja. Mereka akan tumbuh segera setelah kau menelannya."
Gumball menghela napas. "Hanya untuk sekali ini saja." Ia menggenggam tangan Marshall, mulai membuka mulut dan menancapkan gigi-gigi.
Sesekali, Marshall berjengit sakit, pun daging-dagingnya dirobek di depan mata. Namun kemudian, asap menguar dan urat-urat kembali menyatu. Hanya satu bagian yang Gumball kunyah semalaman.
"Aku biarkan kau memakan ku malam ini. Setelah ini, aku yang memakanmu."
Gumball membeliak. Jika Marshall tengah berbaik hati, selalu ada maksud terselubung di dalamnya. "Harusnya aku tahu! Dasar, otakmu itu penuh akal bulus! Pantas kau tersenyum dari tadi!"
"Cepat selesaikan makanmu. Habis ini, kita makan bersama."
.
.
.
Selesai.
