U and I!

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Genre: Family, Romance

Rated: T

Sumarry: Hinata seorang gadis cantik mencintai seorang laki-laki bernama Sai yang selisih 1 tahun lebih tua darinya, tapi bagaimana jika Hinata bertemu dengan Naruto seorang pekerja kantoran. Workaholic yang selalu di gandrungi banyak wanita? Apakah akhirnya tetap happy ending?

WARNING: TERINSPIRASI DARI NOVEL, MAAF KALAU ADA KESAMAAN JALAN CERITA. PENULISAN KURANG RAPIH, MISSTYPO.

sebelumnya Suna pernah buat cerita yang sama, cuma dalam versi yang lebih singkatnya. berhubungada readeryang minta di perpanjang, maka Suna akan memperpanjang Fic ini (Judul terdahulu U!)

U and I!
RnR!

Terlihat seorang anak perempuan berumur 4 tahun menangis dalam pangkuan seorang lelaki dewasa yang berkemungkinan adalah ayahnya, mata sang gadis menatap serius sebuah gundukan tanah dengan nisan Salib bertuliskan Reace in Peace.

"Ayah, ibu pergi kemana?" Tanya sang gadis menatap sang Ayah dengan mata polosnya.

"Ibu, ibu ada di Surga sekarang." Tanya sang pria dewasa yang di panggil Ayah tadi, dengan tatapan sendu.

"Surga itu, jauh tidak?" Tanya sang anah dengan mata amethysetnya yang bundar sempurna.

"Sangat jauh, Hinata." Jawab sang Ayah dengan lembut mengelus surai indigo anaknya.

"Aku ingin ke sana, apa boleh yah?" Tanya sang anak yang di ketahui bernama Hinata.

"Tentu, tapi tidak sekarang." Jawab sang Ayah, memeluk putri tunggalnya. Dalam pelukan hangat yang ia berikan untuk putrinya, Ayah Hinata menangis. Menangis karena perkataan putrinya.

.
.

"Hinata? Sudah malam, kau tidak tidur." Tanya seorang lelaki dewasa, pada seorang anak kecil bersurai indigo yang tengah menggambar.

"Ayah!" Panggil sang anak menghamburkan diri dalam pangkuan sang Ayah.

"Aku menggambar ini!" Ujar sang anak dengan nada girang, menunjukkan sebuah gambar pesawat yang tidak terlalu bagus. *kenyataannya tidak mirip pesawat malahan.*

"Oh ya? Kenapa Hinata-chan menggambar pesawat, eh?" Tanya sang Ayah meladeni tingkah anak semata wayangnya.

"Aku ingin punya pesawat suatu hari nanti, aku mau pergi ke Surga. Aku mau bertemu dengan Ibu!" Jawab Hinata dengan polosnya.

Sang Ayah hanya membawa anaknya ke dalam pelukkannya, berharap ia tak mengetahui sang Ayah tengah menangis di dalam gelap. Air matanya terus mengalir menyadari betapa Hinata menyayangi Ibunya, tapi apapun yang di katakan sang Anak tadi hanya usaha yang sia-sia untuk di capai.

12 tahun kemudian...

Seorang gadis cantik berlari melalui tangga menuju lantai 8 sebuah kantor ternama di prefektur Konoha, semangatnya lebih kuat dari pada paru-parunya yang sudah protes atas apa yang sedang di lakukannya.

Setibanya di lantai 8 sang gadis langsung menuju meja resepsionis, dengan napas yang masih terengah-engah, juga peluh yang meluncur cepat dari pori-pori kulitnya. Seragam SMA nya yang nyaris basah sempurna, akibat keringatnya sendiri.

"Hiashi-sama sedang ada rapat, anda bisa menunggunya di sana." Sambut sang resepsionis saat Hinata tiba sambil menunjuk ke arah sebuah kursi di dekat 6 orang yang juga sedang menunggu giliran.

Dengan langkah gontai juga wajah yang muram, Hinata melangkah menuju kursi yang di tunjuk resepsionis tadi.

Hinata menghamburkan pantatnya dengan gerakkan yang kasar, membuat semua orang yang menyaksikannya menatap sinis juga tatapan tidak suka. Hinata yang merasakan hawa tidak enak hanya dapat merespon dengan cengiran kikuk, terlebih lagi seorang pria dewasa yang duduk di pojok ruangan yang melototi Hinata akibat ulahnya tadi.

"Hinata, kau mau minum apa?" Ujar resepsionis yang tadi bertemu Hinata.

Hanya gelengan yang menjadi jawaban Hinata, raut cemberut tak lekang hilang dari wajahnya. Dengusan kesal menyusul gelengan kepala Hinata sebagai pelengkap jawaban dari pertanyaan sang resepsionis.

"Aku mau Milkshake coklat dengan potongan buah Alpukat dan Kiwi sebagai topingya, juga di campur dengan biskuit coklat." Jawab Hinata dengan seringai jahil.

"Kalau itu tidak ada, bagaimana kalau teh manis hangat?" Tawar sang resepsionis.

"Kalau tidak ada ya tidak usah!" Jawab Hinata tidak senang.

"Jangan marah, akan ku carikan untukmu. Jadi tunggulah." Jawab sang resepsionis melangkah pergi menjauhi Hinata.

Hinata merogoh tasnya mencari benda sakral kepunyaannya, di keluarkannya seragam olahraganya untuk mempermudah pencarian. Di susul tatapan membunuh dari orang-orang di sekitarnya.

"Hehe, maaf-maaf." Ujar Hinata dengan senyuman kikuk.

Kembali tangannya menggeledah isi tasnya setelah tatapan dari orang-orang tadi sudah mereda, matanya memperhatikan keadaan sekitar takut kalau-kalau Ayahnya sudah selesai rapat. Matanya berhenti pada seorang laki-laki dewasa yang menatapnya dengan sinis, Hinata membalasnya tak kalah sinis.

'WAKE UP, WAKE ME UP INSIDE. CAN'T WAKE UP, WAKE ME UP INSIDE. CALL ME, CALL MY NAME AND SAVE ME FROM THE DARK...'

"Itu dia!" Seru Hinata saat mendengar alunan musik yang menjadi nada di hpnya.

Kembali tatapan tidak suka langsung mengarah pada Hinata, tapi kali ini Hinata tidak menghiraukannya. Bisa pegal-pegal bibir Hinata jika ia terus-terusan tersenyum saat orang-orang itu menatapnya.

Tangannya terus mengorek-ngorek isi tasnya, mencoba menemukan benda laknat yang membuatnya malu hanya karena mencarinya. Hinata mengambil kotak bekal makanan miliknya, dan mengambil benda yang di carinya sejak tadi. Di bukanya tutup kotak bekal itu dan mengambil sebuah handphone dengan cassing berwarna indigo dari dalamnya, tatapan mata orang-orang kali ini bukan menatapnya sinis melainkan bingung. Bagaimana bisa ada sebuah handphone canggih keluaran terbaru yang ada di dalam kotak bekal makanan? Benar-benar anak ajaib!

Hinata kembali merapihkan isi tasnya yang tadi berserakkan tak beraturan kembali ke tempatnya, Hinata tak menyadari sepasang mata secerah langit siang itu yang terus memandanginya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Jari-jemari lentiknya dengan piawai mengetik sms dengan cepat pada layar handphone touchscreen miliknya, matanya tampak serius menatap layar handphone kesayangan miliknya.

Kepala Hinata kembali menoleh ke arah pintu ruang rapat, berharap sosok sang Ayah segera keluar dan menuju kafe seafood yang terletak tepat di samping kantor sang Ayah. Matanya tanpa sengaja menatap ke arah seorang laki-laki yang menatap sinis padanya tadi, rembulannya bertemu dengan safir si pria mengundang degup jantung Hinata menjadi tak terkendali. Keadaan yang tadi ramai sekarang berubah menjadi sepi. Enam orang yang tadi tampak menunggu, sekarang sudah tidak ada lagi. Entah mereka semua pergi kemana.

"Om mau ada perlu apa? Kalau mau minta sumbangan jangan dateng ke sini, bos papa itu orang yang pelit jadi percuma aja kalo om maksain diri." Ujar Hinata yang melihat pria tadi membawa map yang sepengetahuannya berisi proposal untuk meminta sumbangan.

Raut wajah pria tadi langsung berubah, di bilang tersinggung mungkin ya. Bagaimana tidak, belum apa-apa sudah di bilang peminta sumbangan. Apa lagi nanti? Pria tadi melangkah mendekati tempat Hinata duduk, dan duduk di kursi yang berjarak 2 kursi dari tempat Hinata duduk.

"Dari pada kau melakukan hal-hal aneh, ada baiknya kau membaca buku ini!" Ujar pria itu menyerahkan sebuah buku dengan cover berwarna merah pada Hinata.

Cara mempersiapkan pernikahan dengan matang

Begitulah judul yang tertera pada cover buku tersebut, buku menjijikan! Begitu mungkin batin Hinata saat selesai membaca judul dari buku tersebut, mengingat umur Hinata yang baru menginjak 16 tahun. Dan di suruh membaca buku yang isinya notabene di tujukan untuk orang dewasa, itu bukan hal yang lazim. Itu amat menjijikan bagi Hinata sendiri.

"Tidak om, terimakasih." Ujarnya sopan seraya mendorong buku tadi kembali kepada sang empunya.

"Eh, jangan panggil om. Namaku Naruto, kau boleh memanggilku dengan namaku saja." Tawar sang pria yang di ketahui bernama Naruto ini.

"Tapi aku tidak di perbolehkan memanggil orang yang lebih tua dengan namanya saja oleh Ayahku, itu tidak sopan. La-lagi pula, aku kan baru mengenal om." Ujar Hinata yang tersipu malu, entah sejak kapan penyakit lamanya kembali kumat. Dulu hal ini sudah menjadi hal yang sering terjadi saat Hinata masih awal bertemu dengan Sai, tetangga dari Sakura teman satu kelasnya. Hinata menyukai Sai yang notabene adalah seorang anak band, tapi sayang seribu sayang. Sai tak kunjung membalas perasaan sang gadi porselen ini.

Sedangkan pria yang ada di depannya sekarang ini adalah seorang workaholic, seorang pria pekerja kantoran, juga tentunya pria yang di perkirakan Hinata berbeda 5 tahun darinya ini sudah pasti di gandrungi banya wanita. Melihat dari caranya berpenampilan, gaya rambutnya yang amat nyentrik rambut kuning jabrik yang mencuat-cuat dari kulit kepalanya. Juga aroma cytrus yang tercium jelas menyeruak keluar dari tubuh pria di hadapannya ini, walau tidak terlalu menyengat dan terbilang kalem tapi aroma ini mampu menghipnotis wanita yang menghirupnya.

"Jika kau tidak keberatan, kau bisa memanggilku dengan panggilan kakak." Ujar pria itu lembut. "Lagi pula umurku baru 25 tahun. Jadi belum bisa di panggil om sepenuhnya." Sambungnay lagi.

"Hinata, kau sudah lama menunggu rupanya." Ujar seorang pria dewasa yang memiliki mata yang tak jauh berbeda dengan Hinata, hanya saja rambutnya berwarna coklat. Wajahnya juga terlihat berwibawa.

"Ayah!" Seru Hinata saat melihat orang yang sudah di nantikannya selama 2 jam setengah ini, Hinata segera berlari menghambur ke dalam pelukan sang Ayah.

"Ah, ada Naruto juga rupanya." Ujar Ayah Hinata memandang pria berambut secerah mentari hari ini dengan senyum yang tak kalah hangat juga.

Naruto hanya membalas dengan senyuman juga dengan anggukan, tidak mau berurusan panjang lebar dengan Ayah Hinata.

"Baiklah Naruto, aku dan Hinata ingin pergi makan siang terlebih dahulu. Selamat siang." Ujar Ayah Hinata seraya pergi menuju lift meninggalkan Naruto yang masih terdiam di tempatnya semula.

"Kau menyukai gadis itu Naruto?" Tanya sosok pria dewasa yang amat mirip dengan Naruto. Tapi dia memiliki wajah yang lebih dewasa dari Naruto.

'gadis yang unik' Batin Naruto.

Tak ada respon sedikitpun, Naruto berjalan menuju arah yang berlawanan dari sosok tadi. Langkahnya di perlambat saat sudah mendekati sosok yang memiliki warna rambut dan mata yang senada dengan Naruto.

"Apa pendapatmu jika gadis itu adalah seorang Uzumaki Kushina." Setelah melantunkan kalimat yang menurutnya merupakan jawaban itu, dia kembali melangkah menjauh dari sosok yang di ketahui bernama Minato. Ayah dari Naruto.

Minato hanya menynggingkan senyum simpul mendengar jawaban dari putra tunggalnya itu, dan melangkah cepat menyamai jarak antara keduanya.

Bagaimana hari mereka selanjutnya setelah pertemuan ini!

To

Be

Continued

Seperti yang Suna bilang sebelumnya fic ini adalah versi lain dari fic untuk NHFD#6 yang berjudul U! Tapi ini Suna modifikasi lebih panjang. Untuk chapter 1 nya sendiri, ga terlalu banyak mengalami perubahan. cuma ada sedikit di bagian dialog antara Naruto dan Hinata. Kalau U! punya 4 chapter, mungki U and I! akan lebih dari itu.

Mohon maaf jika banyak kekurangan dalam fic ini. mohon masukan dan kritik dari readers-san!