Arithmancy, I LOVE YOU!

Disclamer : J.K Rowling

Arithmancy, pelajaran yang membuat kepalaku pusing setengah mati, apalagi saat melihat grafik-grafiknya. Beruntungnya James tidak mengambil pelajaran ini. Kalian pasti merasa aneh, aku tak menyukai Arithmancy tetapi tetap mengambil pelajarannya, jawabnya tentu Mom, Hermione Potter nee Granger-The Bright dari Golden Trio. Ia meminta, lebih tepat memaksa agar aku mengambil pelajaran yang menurutnya sangat 'menarik' itu. Anak baik-baik sepertiku tentunya tak ingin menyakiti wanita yang sudah melahirkannya dan merawatnya hingga sehat seperti ini. Dan pada 1 September yang lalu, aku diberi mandat penting oleh Mom.

'Kau harus mendapat OWL Outstanding dalam Arithmancy, Al'

Bicara memang mudah kan? Dan sekarang aku mulai mati-matian untuk fokus belajar Arithmancy. Tapi ketidak gemaran Dad terhadap Arithmancy menjadi pengaruhnya, karena itu menurun padaku. Kenapa sih aku tidak menuruni otak Mom secara full, tidak setengah-setengah seperti ini. Aku melirik Rose Weasley yang duduk disebelahku, ia fokus sekali memperhatikan penjelasan Profesor Smith. Kurasa aku akan ikut sesi les tambahan dengannya saja.

"Siapa yang bisa mengerjakan soal ini?" Profesor Smith bertanya, seseorang mengangkat tangannya.

Tak aneh melihat dia begitu cepat menjawab soal itu, Aurora Castellan anak Ravenclaw, si ahli Arithmancy Hogwarts. Dia putri Menteri Sihir saat ini, tapi dia sama sekali tak sombong akan jabatan orang tuanya dan terkesan kalem dan pendiam. Kenapa aku jadi menceritakannya, hmm itu karena aku berharap otakku bisa seperti otaknya dalam Arithmancy.

"Kelas berakhir disini, kerjakan tugas dihalaman 54, selamat siang."

Akhirnya aku bisa bernafas lega. "Rose, sore nanti ajari aku Arithmancy lagi," kataku sembari memasukan semua buku milikku kedalam tas.

"Sorry Al, malam ini aku tak bisa. Ada patroli Prefect, kau bisa meminta Aurora untuk mengajarimu, bolehkan Ra?" Mana mau dia, kan kita sama sekali tak dekat.

"Kau bilang apa Rose?" Aurora mendekati kami, aku cukup terkejut akan hal itu.

"Bisakah kau mengajari Al materi Arithmancy tadi?" Rose meminta untukku, kau sangat tidak cowok Al.

Aurora memandangku sejenak, kemudian mengangguk. "Dimanakah kita akan belajar?" tanyanya ramah.

"Bagaimana dengan perpustakaan, setelah makan malam," ucapku.

Ia terlihat berfikir, mungkin aku mengganggu jadwalnya. "Kalau kau tak bisa-"

"Aku bisa," ia memotong. "Hanya saja tidak bisakah kau ke Menara Ravenclaw saja, aku tidak nyaman berada diluar saat malam," katanya pelan.

"Tak masalah, aku akan datang ke Menara Ravenclaw."

Bibir cherry nya tersenyum, sangat manis. Hei Al apa yang kau pikirkan, kau hanya perlu memikirkan bagaimana mendapat Outstanding dalam Arithmancy, hanya itu.

"Aku harus pergi ke kelas Ramuan, Bye Rose, Al." Sembari memeluk buku super tebalnya, ia pergi.

"Ku kira dia tak akan mau." Aku menatap Rose.

"Tentu saja dia mau, dia tak akan bicara sebelum orang mengajaknya bicara," jelas Rose, kami tengah menuju ke kelas Transfigurasi. "Nah kau harus pandai memulai pembicaraan dengannya agar suasananya tidak canggung."

Aku mengangguk mengerti. "Apa dia tak punya teman?"

"Teman dekat mungkin tidak, tapi aku sering melihatnya mengobrol dengan Lily, dia kan pecinta tanaman juga." Kenapa aku tidak menyadarinya, benar kata Lily aku kurang peka dengan keadaan.

"Hai Al." Ah sial, ketemu lagi dengan satu cewek itu, satu-satunya yang aku syukuri dari kelas Arithmancy adalah karena ketidakhadiran dia. "Hei Weasley pirang, jauh-jauh dari Al-ku." Demi Jenggot Merlin, Al-ku, hei aku hanya milik keluargaku.

"Apa benar begitu Al?" Rose menyeringai menatapku.

"Kau sudah tahu jawabannya Rose-ku." Aku merangkul pundaknya untuk memasuki kelas, menghiraukan teriakan protes dari Emily Parkinson dan gengnya.

"Kau bisa membuat Clara dan para penggemarmu salah paham Al," katanya mengingatkan. Aku tak begitu peduli akan itu, Rose dan aku sudah bersahabat sejak kecil, orang tua kami pun bersahabat dekat bahkan bisa dibilang kami itu sudah seperti keluarga. Dan soal Clara, dia memang sering cemburu jika aku berdekatan dengan cewek lain.

Kami berpisah, Rose menuju teman Gryffindornya sedang aku mendekati Scorp dan Andy yang tengah mengobrol seru.

Scorp menyadari keberadaanku dan bertanya. "Bagaimana harimu, apa menyenangkan?" cengiran jahil khasnya muncul.

"Tutup mulutmu," balasku sebal.

"Kenapa sih kau masih mempertahankan pelajaran itu." Hei Pucey berapa kali kau mengatakan itu, oh benar dia mempunyai ingatan yang sangat parah.

"Aunt Hermione pasti sakit hati sekali." Benar sekali yang dibilang Scorp, itulah sebabnya aku masih mengambil Arithmancy sampai tahun kelima ku ini, walaupun hanya mendapat Acceptable pada ujian akhir dan betapa sakitnya kepalaku saat mengerjakannya.

"Aku akan mengambil sesi les lagi," kataku.

"Dengan Rose?" Aku menggeleng.

"Lalu?"

"Aurora," aku membuka buku Pengantar Transfigurasi Tingkat Lima, tak ada salahnya membaca sembari menunggu Profesor Patil masuk.

"Aurora Castellan?" Andy kelihatan sekali tak percaya.

"Memangnya ada yang lain."

"Kurasa itu bagus, kau belajar langsung dengan ahlinya," ujar Scorp, ada apa dengan pria itu. Aku menatapnya curiga dan aku tahu apa jawabannya.

"Kita bahas Lily nanti, Patil sebentar lagi datang." Dia nyengir, si pirang itu bilang tengah tertarik dengan adikku satu-satunya. Sebenarnya aku tak suka jika ada cowok yang coba-coba mendekati Lily, tapi ia sahabatku ditambah lagi sifat Lily yang kelewat galak padanya membuatku sedikit tenang.

"Kau hebat Al, biasanya dia kan agak susah didekati." Andy kedengarannya cemburu, aku tidak tahu dengan jelas siapa yang disukainya karena dia hampir menyukai seluruh cewek cantik di Hogwarts.

"Jangan sampai Clara tahu, dia bakalan cemburu berat," saran Scorp.

"Dia tidak akan tahu jika kalian tidak memberitahunya."

Aku sudah mulai tak suka dengan sifat cewek itu, awal-awal kami pacaran itu saat Maret lalu, dia begitu baik dan pengertian apalagi dengan wajahnya yang sungguh cantik. Tapi mulai tahun ajaran baru, sifatnya berubah drastis, ia menjadi sering marah, cemburuan dan posesive terhadapku. Aku seperti kehilangan pacarku, tapi tetap saja aku selalu memikirkannya jika belum melihat wajah indahnya.

Lamunanku tentang Clara terhenti saat Profesor Patil masuk. Walaupun aku tak pandai dalam Ramalan, tetapi cukup menguasai Transfigurasi dan bisa dibilang menjadi salah satu murid favorit guru yang kata Scorpius super cerewet itu.

Seusai Transfigurasi kami bertiga menuju Aula Besar untuk makan siang. Dalam perjalanan menuju tempat itu Scorp terus bertanya apa saja yang disukai Lily.

"Lily suka buku," jawabku acuh.

"Kalau itu aku sudah tahu," balasnya menggerutu.

"Kalau sudah tahu mengapa bertanya," sungutku, berpisah dengan keduanya dan berjalan kearah meja Hufflepuff, mengitari tempat itu untuk mencari seseorang dan akhirnya aku menemukan Clara Scammander tengah memainkan hidangan makan siangnya sembari menopang dagu, didepannya ada kakaknya- Lorcan.

"Hei," aku menyapa, Lorcan balas menyapa tapi tidak dengan Clara, ia hanya melirikku tanpa minat dan kembali meneruskan lamunannya.

Aku memberikan tatapan Dia kenapa? kepada Lorcan.

Dia menghela nafas sebelum menjawab. "Sejak tadi dia seperti itu, aku seperti orang bodoh berbicara sendiri." Lorcan adalah tipikal kakak yang tidak segan-segan memberikan perhatian pada adiknya, hal itu membuat Clara bersikap manja padanya.

Aku meraih piring makanan Clara dan memasukan satu potong daging kemulutku. "Hmm ini enak, buka mulutmu." lalu menyodorkan sepotong daging padanya.

Bukannya membuka mulut ia malah berdiri dan beranjak pergi. Aku hampir seratus persen yakin ia kembali marah padaku.

"Biar aku yang mengejarnya," kataku pada Lorcan yang mengangguk.

Tidak sulit untuk menyamai langkahnya karena ia hanya berjalan dan aku berlari. Aku menarik lengannya berharap dia akan menghadapku, tapi hasilnya nihil dia malah menepis tanganku.

"Kumohon jangan seperti itu." Lebih baik melihat dia marah-marah daripada menjadi super pendiam seperti ini.

"Aku minta maaf jika mempunyai salah," kataku selembut mungkin.

"Ku dengar kau menjalani les bersama anak si Menteri Sihir." Akhirnya dia menjawab, walaupun penuh penekanan seperti itu.

"Yeah."

"Cuma yeah?"

"Lalu?"

Ia mendengus, "Aku tak suka kau berdekatan dengannya."

Aku meraih pundaknya agar menghadapku. "Kita cuma belajar, Cla."

Dia kembali menepis tanganku, kini membelakangiku. "Dia cantik kan?"

Cemburu lagi?

"Kurasa, tapi kau jauh lebih cantik." Aku membalikan badannya, aku masih sempat melihat pipinya yang bersemu merah, harus ku akui dia kelewat imut dalam hal begini.

"Tidak bisakah bersama Rose saja." Mata kuningnya mengerjap memohon.

"Ia tak bisa, ayolah Cla ini cuma sehari dan kau tahu dengan jelas aku hanya mencintaimu."

Dia menggembungkan pipinya, walaupun sifatnya akhir ini menyebalkan tapi aku tidak bisa berhenti untuk mencintainya. Aku merangkul bahunya, menghirup aroma strowberi dirambut pirangnya.

"Kita kembali ke Aula Besar, aku berasa ingin mati karena lapar," kataku sedramatis mungkin.

"Aku sudah kehilangan minat ke Aula Besar, bagaimana jika kita ke depan halaman Hogwarts, minta peri rumah membawakannya." Jika keinginannya ditolak bisa-bisa dia marah lagi, cari aman sajalah.

"Apapun yang kau mau."

Wajahnya kembali cerah, ia mengamit lenganku. Umurnya 14 tahun tapi aku merasa dia lebih seperti anak kecil daripada Lily. Ia bercerita tentang ramuannya yang hancur, aku menawarkan diri untuk mengajarinya tetapi dia menolak dengan alasan tak berbakat.

Kami menjumpai Aurora yang masih membawa buku tebalnya sebelum mencapai halaman, aku tersenyum sebagai sapaan. Aku ingin menyapanya tapi cengkraman Clara yang kuat dilenganku sebagai suatu pertanda buruk. Ia balas tersenyum tapi begitu berpandangan dengan Clara matanya meredup dan menunduk, kemudian kembali melanjutkan jalannya.

Aku sampai lupa jika sore ini ada pertemuan Klub Slug karena menghabiskan waktu dengan Clara, aku mengetuk pintu kantor Profesor Slughorn, terdengar seruan dari dalam menyuruhku untuk masuk.

"Maaf Profesor aku terlambat," ucapku sesopan mungkin, Profesor Slughorn menyuruhku untuk duduk.

Anak-anak yang lain sudah sibuk dengan ramuannya, ada Rose yang berpartner dengan Lily dan Molly tapi James bolak-balik terus ke mejanya, lalu dua anak Ravenclaw teman Molly bersama Kate, ada satu cewek kelas 7 Gryffindor bersama cewek kelas 6 Hufflepuff kalau aku tak salah Loly namanya dan oh bukankah itu Natasha- setahuku dia tidak pernah gabung ke Klub ini, bukan urusanku juga. Maxime satu tim dengan Lorcan dan anak kelas 6 Slytherin dan aku mendekati meja James dan Scorpius.

"Darimana saja kau Pangeran?" James bertanya sebal.

Aku tak menjawab, langsung membantu untuk memotong dan meracik bahan.

"Dia pasti habis menenangkan Putri-nya, James." Scorpius menyeringai ke arahku.

"Oh yeah Putri-mu itu agak berubah ya, begitulah jika berpacaran dengan orang cantik." Ekspresi James menandakan seolah-olah aku ini cowok paling tidak bahagia sedunia. "Molly pastilah yang terbaik," ucapnya sambil memandang Molly yang sibuk memasukan sesuatu ke kuali didepannya.

"Lily juga," ujar Scorpius mendamba.

"Apa kau bilang Malfoy?" seru James, dia selalu agak sensitif jika ada cowok yang menyebut nama Lily.

"Emily, yeah Emily menurutku sangat cantik." Aku mendengus menahan tawa, jadi sekarang sudah ganti tipe, giliran aku yang menampilkan senyum setan padanya.

James menggeleng-geleng prihatin. "Seleramu rendah sekali Malfoy."

"Hei sudahlah, yang paling penting cewek itu menyukai kita." Aku bahagia sekali melihat wajah tidak bisa berkata apa-apa keduanya.

"Kau pikir Molly tak menyukaiku," kata James tersinggung.

"Ya James?" tanya Profesor Slughorn.

"Tidak ,Sir."

Profesor Slughorn menatap kami bertiga penuh arti, aku tahu kami kelewat berisik, jika saja kami bukan klan Potter dan Malfoy pasti sudah akan ditendang keluar.

"Molly itu menyukaiku, Al!"

"Terserah." Aku bangkit dari kursi menuju lemari bahan dan disana sudah ada Aurora yang sibuk mencari sesuatu.

"Hei" dia menjatuhkan biji buncis ditangannya, mungkin kaget akan keberadaanku.

"Sorry," ucapku seraya membantunya mengumpulkan biji-biji buncis yang berserakan dilantai.

"Tak apa," balasnya ramah.

"Masih ingat janjimu untuk mengajariku Arithmancy nanti malam?" aku menambahkan nada humor didalamnya.

Ia tersenyum kemudian mengangguk. "Ruang rekreasi Ravenclaw, tapi kau harus menjawab teka-teki untuk bisa memasuki Menara Ravenclaw," katanya.

"Aku tak pandai menjawab teka-teki, tapi aku punya adik yang sudah berpengalaman." Aku melirik sekilas pada Lily yang tengah menyuruh Scorpius agar tak dekat-dekat dengan tangannya.

"Baiklah, sampai jumpa nanti malam." Yeah nanti malam, aku tak sabar menunggu saat-saat itu.

Ada pergantian cerita buat Al, gara2 data yang kemarennya hilang jadi males dilanjutin padahal udah nyampe chapter 5 -_- terus kurang sreg aja kalo POV nya bukan Al :D

Jangan lupa RnR nya