Chapter 01 : Powerless
.
.
.

"Mengenangmu mengundang rintik gerimis. Di meja makan senampan kepedihan diiris tipis-tipis." – sabdaliar

.
.

Bingkai foto berdiri tegak diatas meja nakas. Sinar matahari seakan enggan untuk masuk kedalam kamar. Gorden ditutup.

Meringkuk diatas ranjang kingsize, pemuda dipenghujung usia 18 memandang kosong pada bingkai foto berisikan 2 orang pemuda yang tengah dilanda kasmaran. Terlihat pemuda satu mencium kening pemuda yang lain. Sang pemuda melihat refleksi dirinya sendiri yang tersenyum malu saat keningnya dicium.

Lalu tangannya meraba kasur, mencari benda persegi panjang dan sebuah pemantik yang menjadi temannya beberapa minggu belakangan. Menyalakan pemantik dan menyulut rokoknya dengan api, pemuda tersebut segera menyesap benda mematikan tersebut melalui kedua belah bibirnya.

Kau tak pantas untuk merokok. Buang benda hina itu, Jungkook.

Jungkook terkekeh dengan sarkastik. Ia malah semakin menyesap rokoknya dalam-dalam. "Ugh!" Hingga ia terbatuk, asap rokok berlomba-lomba memasuki paru-parunya, mengambil alih oksigen yang seharusnya digunakan untuk bernafas.

Sudah kubilang hentikan, Jungkook! Aku tidak suka melihatmu seperti ini!

"Diam!"

Jungkook melempar rokoknya ke sembarang arah. Tangannya beralih menutup kedua telinganya posesif. Ia menggigit bibir bawahnya guna menahan rasa sakit yang tiba-tiba menggerogoti dadanya, dan menghilangkan bayangan dan suara aneh yang terus terlintas dikepalanya bagai klise film yang diputar berulang-ulang.

"Kumohon diam..."

Entah mengapa semakin hari halusinasinya semakin bertambah parah, tak lupa diiringi rasa terpuruk yang membelenggu Jungkook bagaikan kutukan. Bibirnya berdarah, matanya tak kuasa menahan air mata yang berlomba-lomba untuk keluar. Jungkook menangis.

"Aaargh!"

Ia berteriak sangat kencang. Teriakan yang terdengar amat pilu dan menyayat hati. Tak kuasa menahan segala perasaan berkecamuk, perasaan kehilangan, perasaan menyesal yang tak henti-hentinya menghantui Jungkook.

Sebuah suara pintu diketuk dengan brutal kemudian terdengar.

"Jungkook! Apa yang terjadi? Sayang, kumohon buka pintunya!"

Ibunya meremas gagang pintu kamar anak tercintanya, hampir saja ikut menangis saat mendengar tangisan pilu sang anak dari dalam sana. Tak pernah terlintas dikepalanya bahwa anak bungsunya tersebut akan mengalami hal seperti menyerah untuk hidup.

Tak pernah.

TBC

Cerita ini repost dari Wattpad. Saya mengedit beberapa bagian agar tidak terlalu singkat dan lebih terperinci. Dan saya akan menjawab beberapa pertanyaan yang biasanya ditanyakan— biar saya ga ribet harus jawab lagi hehe :"D

Kenapa kok pendek banget?
Cerita ini hanya terfokus pada intinya, dan tidak terlalu bertele-tele/detail.

Kok alurnya aneh? Bikin bingung?
Kalo kalian jeli, pasti bias bedain kok, karena ini pake alur maju-mundur(?) /ambigu/

Ini sad ending atau happy ending?
Sangat jelas bahwa cerita ini sad ending : ) tapi, saya tidak membuat character utama terus menerus terpuruk karena kehilangan orang terkasihnya hehe (mudeng ga?)

Kok endingnya rada gantung?
Demi kelancaran cerita :"( tapi sebagai gantinya, saya udah buat sekuelnya tapi ga bakal saya repost diffn sampai ceritanya selesai

Terima kasih! Tinggalkan jejak berupa review ya? ^^