Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
High School DxD © Ichiei Ishibumi
Hunter x Hunter © Togashi Ishihiro
Bleach © Tite Kubo
Fairy Tail © Hiro Mashima
Closer
By Hikari Syarahmia
Genre: fantasy/ friendship
Minggu, 17 Mei 2015
.
.
.
Cerita Crossover lebih dari 2 anime. Cerita yang didapat dengan tiba-tiba.
.
.
.
Enjoy it!
.
.
.
Beginning
.
.
.
Closer
Chapter 1: Awal
.
.
.
Di sebuah mansion yang sangat besar dan dikelilingi oleh hutan serta penjagaan yang ketat, tepatnya di gunung Kukuru. Terdapatlah seorang anak laki-laki berambut perak dan bermata biru. Dia sedang berdiri di dekat sebuah jendela besar. Dia sedang mengamati keadaan malam yang sangat indah. Penuh dengan bintang-bintang yang bertaburan.
Anak laki-laki itu berada di dalam kamarnya yang luas dan gelap gulita. Kamar yang hanya diisi oleh satu tempat tidur yang sangat besar, lemari pakaian, sebuah komputer yang diletakkan di atas meja, dan berbagai perabotan yang cukup elit. Kamar yang penuh dengan aura kegelapan, kesepian dan kesendirian yang amat dalam. Tiada cahaya dan keceriaan yang dapat ditemukan di sana.
Anak laki-laki itu tetap memandangi pemandangan di luar dari balik jendela. Wajahnya datar penuh dengan kekosongan. Mata biru yang meredup dan tiada cahaya sedikitpun. Dia merasa hidupnya hanya diisi dengan aura kegelapan dan penuh darah. Karena dia adalah seorang pembunuh bayaran.
TOK! TOK! TOK!
Pintu kamar diketuk oleh seseorang. Anak laki-laki itu menoleh dengan cepat ketika pintu kamarnya dibuka oleh seseorang.
Muncul di balik pintu yang terbuka, seorang gadis berambut coklat dengan model kriwil. Dia hendak menghampiri laki-laki yang sedang berdiri di dekat jendela.
"Kanaria, ada apa?" tanya laki-laki itu dengan paras yang amat datar. Terasa dingin sekali auranya.
Gadis yang bernama Kanaria itu, hanya menundukkan kepalanya. Dengan maksud memberi hormat kepada tuannya itu.
"Tuan Killua Zoldyck, anda dipanggil oleh tuan besar. Anda diminta untuk menemui beliau di ruang keluarga sekarang."
Laki-laki yang bernama Killua itu menyipitkan kedua matanya.
"Kenapa Ayah memanggilku, Kanaria?"
"Saya tidak tahu, tuan Killua."
"Hm ... Begitu," Killua hanya berwajah datar."Baiklah, sebentar lagi aku akan turun untuk menemui Ayah. Katakan kepadanya begitu."
"Baiklah, tuan Killua!"
Kanaria memberi hormat kepada Killua. Setelah itu, ia mengatakan sesuatu lagi kepada Killua.
"Saya permisi dulu, Tuan," sambung Kanaria sambil mundur dan keluar dari kamar. Pintu pun ditutupnya.
"Ya," sahut Killua ketika bersamaan pintu ditutup oleh Kanaria.
Setelah itu, suasana pun hening kembali. Killua berpikir sebentar. Kemudian wajahnya menjadi kusut.
'Apakah aku akan disuruh membunuh lagi oleh Ayah? Tidak, aku tidak mau membunuh lagi. Aku harus berhenti menjadi pembunuh. Apapun caranya aku harus menghentikan semua ini,' batin Killua di dalam hatinya.
Ia sedang kalut dan bingung saat ini. Entah apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan semua yang dilakukan oleh Ayahnya. Ia harus menghentikannya.
Killua kini berusia 15 tahun. Ia adalah anak ketiga dari keluarga Zoldyck yang terkenal sebagai pembunuh bayaran. Killua diharapkan dapat mewarisi jejak keluarganya itu. Bahkan seluruh keluarganya amat mengharapkannya menjadi seorang pembunuh yang hebat dan profesional serta ditakuti di kota ini. Killua diharapkan menjadi penerus keluarga Zoldyck. Ayah dan Ibunya menggantungkan harapan yang besar kepada Killua. Mau atau tidak mau, dia harus memenuhi permintaan orang tuanya. Meskipun itu bertentangan dengan apa yang dirasakan dalam hatinya.
Dengan langkah yang berat bagaikan batu. Hati yang terpaksa bagaikan diikat tali tambang yang kuat. Killua pun keluar kamar untuk menemui sang Ayah. Ayahnya sedang ingin membicarakan sesuatu kepadanya. Entah apa yang akan dia katakan kepada Killua.
.
.
.
Siang hari yang terik. Tampak matahari yang menyembul di balik awan-awan cumullus. Serta terdengar bunyi burung-burung yang bernyanyi dari pohon ke pohon yang lain. Para manusia pun sibuk beraktifitas menjalani kehidupan masing-masing.
Di desa yang bernama Konoha, desa yang sangat indah dan teratur. Para penduduknya hidup damai dan banyak hilir mudik di berbagai sudut desa. Ada beberapa penduduknya melompat dari atas rumah ke rumah yang lain. Sangat aneh. Desa apa ini?
Di tengah desa, terdapat perumahan penduduk yang disusun dengan sedemikian rupa. Perumahan yang cukup elit dan suasananya hangat bagaikan sinar mentari. Sungguh menyenangkan dan sedap dipandang.
Di antara rumah penduduk yang didesain dengan elit, ada mansion yang cukup besar berwarna orange dan di gerbang pintu pagarnya terdapat lambang pusaran air. Lalu terdengar suara tawa yang meledak dari dalam mansion tersebut. Suara itu berasal dari seorang laki-laki yang baru saja mengambil sesuatu dari dalam kotak pos yang berada tepat di pintu gerbang pagar rumahnya.
"HORE! HORE! AKU BERHASIL MASUK KE SORA AKADEMY! KAASAN, TOUSAN! LIHAT! LIHAT! SURAT PANGGILAN DARI SORA SUDAH DATANG! AKU MENGAMBILNYA DARI KOTAK POS DEKAT PAGAR RUMAH!" seru seorang laki-laki berambut pirang itu sambil masuk ke dalam rumah. Ia berlari-lari cepat untuk menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berada di ruang keluarga.
Terlihat pria berambut pirang sedang duduk sambil membaca sebuah koran di ruang keluarga tersebut. Sedangkan wanita berambut merah panjang baru saja datang sambil membawakan secangkir teh untuk pria berambut pirang itu. Wanita berambut merah itu datang dari arah dapur.
"Ini tehnya," kata wanita itu.
"Ya, terima kasih," sang pria hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah wanita itu. Tatapan matanya hanya difokuskan pada koran yang dibacanya.
Lalu pria berambut kuning itu hendak meminum teh yang dibuatkan oleh istrinya.
Tiba-tiba ...
"TOUSAN! KAASAN!"
Karena mendengar suara super keras dari sang anak, membuat sang Ayah kaget. Ia pun tersedak ketika hendak meminum teh buatan dari istrinya itu. Sang ibu pun menjadi marah besar tatkala sang anak sudah tiba di dekatnya.
"NARUTO-CHAN, KENAPA KAMU TERIAK-TERIAK BEGITU, HAH? SUARAMU MENGAGETKAN TOUSAN DAN KAASAN! DASAR, ANAK YANG MENYEBALKAN!" sang ibu pun menjewer telinga anaknya yang bernama Naruto itu. Wajah sang ibu sangat merah padam dan sewot sekali.
"Aduduh, sakit, Kaasan! Maafkan aku ...," sahut Naruto merasa kesakitan karena telinganya dijewer oleh sang ibu yang bernama Kushina.
Sang Ayah pun panik melihat Naruto.
"Kushina, hentikan itu. Kasihan Naruto," ujar sang Ayah yang bernama Minato."Naruto tidak ada salah apa-apa. Jadi, jangan hukum dia seperti itu."
Kushina mendelik ke arah Minato.
"Tidak usah ikut campur, Minato!"
Minato pun tersenyum hambar. Sedangkan Naruto menjadi pucat karena sang ibu sudah berwajah seperti monster.
'Dasar, perempuan itu memang mengerikan jika sudah marah,' batin sang anak dan sang ayah bersamaan.
Kushina masih saja menjewer telinga Naruto. Wajah Naruto sudah menjadi pucat karena harus mendapatkan hukuman yang diberikan ibunya. Walaupun hanya masalah sepele.
"Kaasan, maafkan aku. Aku hanya ingin memberitahu kepada Tousan dan Kaasan kalau aku diterima di Sora Akademy. Ini surat penerimaannya," Naruto menyodorkan surat itu kepada Kushina.
Kushina mengambilnya dengan cepat. Lalu menjauhkan tangannya dari telinga Naruto. Naruto pun bersyukur karena sang ibu tidak menjewer telinganya lagi.
Titik fokus Kushina beralih ke arah surat tersebut. Ia membaca isi surat itu dengan seksama.
Sesaat Naruto merasa lega karena bebas dari jeweran dari ibunya yang terbilang sangat kuat. Ia menghembuskan napasnya berkali-kali.
Sementara sang Ayah penasaran dengan surat yang dibaca oleh sang ibu.
"Surat apa itu, Naruto-chan?" tanya Minato sambil melirik Naruto.
Naruto menoleh ke arah Minato. Ia tersenyum lebar.
"Surat dari Sora Akademy, Tousan. Aku diterima menjadi murid di sana," jawab Naruto dengan bangga.
"Oh, begitu," Minato cuek sambil meminum kembali teh hangatnya.
Tiba-tiba ...
Terjadilah peristiwa yang tidak disangka-sangka.
"NARUTO-CHAN! AKHIRNYA KAMU DITERIMA JUGA MASUK SEKOLAH DI SANA! KAASAN SANGAT TERHARU SETELAH MEMBACANYA!" seru Kushina memeluk erat sang anak. Sementara Minato harus kembali menyemburkan tehnya dari dalam mulutnya karena kaget mendengar suara super keras dari Kushina.
'Dasar, anak sama Kaasan-nya sama saja. Sama-sama berisik sekali!' batin Minato berwajah sedikit sewot. Tapi, sedetik kemudian, senyumannya menjadi hangat ketika melihat Naruto dan Kushina yang saling berpelukan dengan senangnya.
"Kaasan ... Kaasan senang jika aku berhasil masuk sekolah di Sora?" tanya Naruto tertawa senang dalam pelukan sang ibu.
"Tentu saja, anakku. Kaasan senang. Kaasan bangga padamu. Karena anak Kaasan yang terlihat payah ini akhirnya bisa masuk ke sekolah yang sangat terkenal itu. Kaasan mengira kamu tidak bakal lulus jika mencoba masuk ke sana," Kushina menepuk pelan pundak Naruto. Naruto sedikit sewot karena masih dibilang "payah" oleh Kushina.
"Jadi, Kaasan masih menganggapku payah ya?"
"Eh, itu memang benarkan?"
"Huh, Kaasan! Aku ini tidak payah."
"Iya, Kaasan tahu."
"Ehem!"
Seseorang yang menyerukan "ehem" ini adalah Minato. Ia berdehem karena merasakan dua orang ini malah melupakannya.
Secara serentak, Kushina dan Naruto menoleh ke arah Minato. Mereka terheran-heran melihat tampang Minato yang agak lain.
"Ada apa, Tousan?"
"Iya, ada apa, Minato-kun?"
Minato melirik mereka berdua dengan wajah yang sedikit sewot.
"Kalian melupakan sesuatu," kata Minato.
Kushina dan Naruto saling pandang bersama-sama. Mereka tidak berpelukan lagi.
"Melupakan apa, Kaasan?" tanya Naruto balik.
"Entahlah," Kushina mengangkat bahunya.
Sementara Minato melipat tangannya di dada. Wajahnya sedikit sewot.
"Jadi, kalian tidak mengerti?" tanya Minato sekali lagi.
Naruto dan Kushina menggeleng-gelengkan kepala bersama-sama.
"Tidak!"
"Aaah, ya sudahlah. Lupakan saja."
Minato bangkit dari duduknya. Ia beranjak pergi dari sana. Naruto dan Kushina saling tersenyum.
Secara langsung, Kushina memeluk Minato dari arah belakang. Minato kaget.
"Eh, Kushina?"
"Inikan yang kamu mau, Minato-kun?"
"Kushina, apa yang kamu lakukan?"
"Minato-kun, kenapa kamu malu?"
"Aku bukannya malu. Tapi, tidak enak kalau dilihat oleh Naruto-chan kalau kita berpelukan seperti ini."
"Suit! Kaasan dan Tousan memang pasangan yang serasi," Naruto bersiul dengan bermaksud menggoda orang tuanya. Membuat wajah Minato menjadi merah padam. Sedangkan Kushina tertawa cengengesan.
"Naruto-chan! Kenapa kamu bersiul, hah?" Minato marah.
"Hahaha, Tousan menjadi marah tuh, Kaasan," Naruto tertawa menyengir.
"Hahaha, Tousan-mu ini memang lucu, Naruto-chan. Karena itu, Kaasan sangat menyukai Tousan-mu ini," Kushina melepaskan pelukannya dari Minato. Wajah Minato semakin memerah padam karena perkataan Kushina.
Naruto masih tertawa senang. Betapa bahagianya memiliki orang tua yang sangat menyayanginya. Naruto sungguh beruntung memiliki ayah dan ibu seperti Minato dan Kushina.
"Oh iya, Naruto-chan."
Minato menoleh ke arah Naruto.
"Apa, Tousan?"
"Tousan akan memberitahukan sesuatu hal yang penting mengenai sekolah yang bernama Sora Akademy itu."
Naruto berhenti tertawa. Sang ayah memandang Naruto dengan serius. Sedangkan sang ibu juga memandang serius Naruto.
"Iya, Naruto. Ada sebuah misi yang harus kamu jalani selama di sekolah itu. Misi ini bersifat rahasia," tambah Kushina.
"Misi?"
Naruto mengangkat salah satu alisnya. Tanda ia tidak mengerti dengan ucapan ayah dan ibunya.
Setelah itu, Minato dan Kushina menjelaskan misi tersebut secara terperinci kepada Naruto. Naruto mendengarkannya dengan seksama.
.
.
.
Di suatu tempat yang lain dan waktu yang berbeda.
Di sebuah rumah sederhana yang hening dan sunyi, tepatnya di ruang tamu. Tampaklah seseorang sedang duduk di kursi. Dia sedang membaca sebuah surat.
"Akhirnya kamu diterima juga di sekolah itu, Toushiro," ucap seorang nenek tua yang datang untuk menghampiri cucunya.
"Iya, Obaasan," sahut seorang laki-laki yang bernama lengkap Hitsugaya Toushiro. Ia melirik sang nenek. Nenek tersenyum untuknya.
"Syukurlah, kamu mendapatkan kepercayaan untuk masuk ke sekolah tersebut," Nenek menepuk pelan kepala Toushiro."Semoga di sana, kamu mendapatkan seorang teman yang baik dan menerimamu apa adanya."
Toushiro hanya menutup matanya sebentar untuk mencerna maksud perkataan neneknya. Ya, ada suatu hal yang sangat mengganggu pikiran laki-laki bermata turquoise dan berambut putih pendek spike itu. Sebuah masalah yang serius yaitu masalah tinggi badannya yang hanya sekitar 133 cm. Bahkan banyak orang yang mengira dia masih duduk di bangku SD. Karena itulah, Toushiro merasa tidak percaya diri jika dia telah diterima sekolah di Sora Akademy itu. Sekolah langit yang terbaik di dunia ini.
"Iya, aku tahu itu, Obaasan. Semoga kata-kata Obaasan itu terkabulkan. Amin."
"Hahaha, Toushiro. Kamu memang selalu membuat Obaasan selalu senang."
Sang nenek tertawa kecil. Sedangkan Toushiro hanya tersenyum simpul.
"Iya, Obaasan."
"Obaasan akan mempersiapkan semua keperluan dan perlengkapanmu untuk pergi ke sana, Toushiro."
"Iya, Obaasan. Terima kasih."
Nenek hanya mengangguk. Dia pun pergi ke kamar Toushiro untuk menyiapkan segala sesuatu yang mesti dibawa oleh Toushiro ke Sora itu.
Toushiro memandangi kepergian neneknya. Lalu memandangi kembali surat pemberitahuan dari sekolah Sora Akademy tersebut. Dia memandangi dengan lama surat itu.
"Aku tidak percaya bahwa aku benar-benar berhasil masuk ke sekolah itu. Aku benar-benar tidak menyangka sama sekali."
Sedetik kemudian, Toushiro tersenyum simpul. Ia tidak sabar ingin pergi ke sana.
'Semoga aku mendapatkan teman yang baik di sana,' batin Toushiro di dalam hatinya sendiri.
.
.
.
Di lain tempat, tepatnya di desa Konoha.
Di sebuah perumahan penduduk yang tersegel karena suatu peristiwa pembantaian massal suatu klan. Klan tersebut sudah lama punah sekitar delapan tahun yang lalu, hingga meninggalkan luka yang mendalam bagi seseorang yang selamat dari pembantaian massal yang terbilang mengerikan. Seseorang itu adalah orang yang selamat dari pembantaian itu. Seseorang yang tersisa dan dibiarkan hidup untuk membalas dendam karena pembantaian itu.
Seseorang itu kini berdiri di gerbang kompleks perumahan yang tersegel itu. Dia adalah seorang laki-laki berambut hitam dan bermata hitam kelam. Wajahnya datar. Kulitnya putih dan terpancarkan aura yang amat gelap.
Dia memandangi pintu gerbang yang memiliki lambang kipas di atasnya. Pintu gerbang yang sudah rusak dan telah berkarat. Masih tertinggal bekas noda darah yang menempel di beberapa bagian pagar yang membatasi kompleks perumahan itu. Noda darah dari orang-orang yang dibantai. Sungguh miris sekali.
Suasana di sekitar tempat itu sungguh sunyi karena hari sudah malam. Keadaan sedikit berkabut. Angin malam bertiup cukup kencang. Terasa sekali hawa misteri dan kekelaman menghiasi tempat itu. Tempat itu sekarang menjadi tempat yang terlarang untuk dimasuki. Siapapun tidak boleh masuk ke sana.
Namun, laki-laki berambut raven itu tidak mempedulikan larangan itu. Ia tetap memutuskan untuk masuk ke dalam kawasan perumahan yang tidak berpenghuni itu. Ada suatu hal yang ingin ia lakukan. Entahlah, apa yang ingin dia lakukan.
Beberapa menit kemudian, laki-laki berambut hitam itu berjalan santai menyusuri perumahan penduduk yang tidak terawat itu. Suasana sedikit mencekam. Lalu terlihat banyak sarang laba-laba yang menghiasi di berbagai rumah dan sesekali tampak kelelawar yang terbang dari salah satu rumah. Juga ada beberapa tikus yang sedang bermain di salah satu sudut rumah yang sudah berlubang atau patah karena telah dimakan usia.
Laki-laki itu terus berjalan hingga menemukan sebuah rumah yang sederhana. Rumah yang tidak besar dan dikelilingi pagar besi yang telah tersegel. Terlihat di gerbang rumah tersebut, terdapat lambang kipas yang sama seperti di gerbang masuk perumahan yang disegel dengan rantai tadi. Gerbang pagar yang cukup tinggi sekitar satu meter.
Laki-laki itu memandangi rumah itu dengan lirih dan lama sekali. Kini rumah tempat tinggalnya sewaktu kecil itu sudah meninggalkan bekas luka yang mendalam dan kesedihan yang berlarut-larut. Sebab kenangan masa lalu yang berbekas dalam ingatannya telah menimbulkan kebencian yang amat dalam terhadap seseorang. Seseorang yang pernah dekat dengannya. Seseorang yang disayanginya. Seseorang itulah yang menyebabkan ini semua terjadi. Pembantaian massal klan Uciha sejak delapan tahun lalu itu.
"Uciha Ittachi ...," gumam laki-laki itu sambil mengeluarkan sebuah kertas putih."Aku akan menemuimu di sekolah yang bernama Sora Akademy itu. Aku akan menuntut balas dengan apa yang kau lakukan terhadap klan ini. Aku akan membunuhmu!"
Seketika kedua mata hitam laki-laki itu menjadi merah. Wajahnya menjadi menyeramkan. Ia menggenggam kuat surat pemberitahuan dari Sora bahwa ia sudah diterima di sekolah yang bernama Sora Akademy itu. Karena seseorang yang bernama Uciha Ittachi tersebut juga bersekolah di sana.
Angin malam pun berdesir tatkala laki-laki itu tetap berdiri menatap rumah itu. Angin turut merasakan apa yang dirasakan oleh laki-laki itu. Laki-laki keturunan terakhir klan Uciha yang selamat dari pembantaian tersebut. Dialah Uciha Sasuke.
"Uciha Ittachi, tunggulah aku di sana!" seru laki-laki yang bernama Sasuke itu sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Dia benar-benar tidak sabar untuk datang ke Sora Akademy tersebut. Secepat mungkin dia akan menemui Uciha Ittachi itu di sana.
.
.
.
Ada tiga orang yang sedang berdiri di belakang sebuah sekolah yang sangat besar dan berdesain elegan dengan gaya eropa kuno. Sekolah tersebut dikelilingi pagar tembok hitam yang sangat tinggi sekitar dua meter. Lalu di sekitar luar sekolah, dikepung oleh hutan yang sangat lebat. Inilah sekolah langit yang bernama Sora Akademy.
Suasana di sekolah sangat ramai sekali. Karena hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Banyak para murid dari luar Sora diantar oleh orang tuanya. Ada juga sebagian dari mereka tidak diantar oleh orang tuanya masing-masing. Mereka datang sendirian dan kini sibuk hilir-mudik di halaman sekolah yang sangat penuh dengan lautan manusia.
Sementara di belakang sekolah, tidak ramai seperti di depan sekolah. Namun, hanya ada tiga orang yang terlihat di belakang sekolah yang dipenuhi pepohonan gingko. Suasana di belakang sekolah sangat sunyi dan hening.
Tiga orang yang dimaksud tadi adalah seorang anak laki-laki berambut pirang jabrik dan bermata biru. Juga pria berambut pirang dan wanita berambut merah panjang yang merupakan orang tua dari anak laki-laki berambut pirang itu.
Anak laki-laki itu tertawa lebar karena senang sudah tiba di sekolah idamannya. Lalu ayah dan ibunya juga ikut mengantarkannya sampai di sekolah ini. Orang tuanya memastikan sang anak selamat hingga sampai di sekolah ini. Tanpa diikuti oleh siapapun.
"Hahaha, akhirnya aku tiba juga di sekolah ini!" laki-laki berambut kuning yang tak lain adalah Naruto. Ia bersorak gembira sambil mengepalkan dua tangannya ke udara. Dia sangat bersemangat sekali.
"Hahaha, kamu bersemangat sekali, Naruto-chan," ucap Minato yang tersenyum lebar bersama Kushina. Mereka berdua senang melihat anak mereka sangat bersemangat di hari pertamanya saat masuk sekolah di Sora Akademy ini.
"Tentu saja. Aku akan selalu bersemangat, Tousan dan Kaasan!" Naruto berbalik dan mengacungkan jempol untuk kedua orang tuanya.
Minato dan Kushina tersenyum lagi melihatnya. Lantas Minato berjalan menghampiri Naruto. Lalu Minato memegang salah satu pundak Naruto.
"Naruto-chan, jangan lupa tentang apa yang telah kami katakan kepadamu kemarin itu. Bahwa mulai sekarang kamu harus memakai nama marga Uzumaki. Bukan Namikaze. Jadi, sekarang namamu adalah Uzumaki Naruto. Agar misi ini berjalan dengan lancar, maka kamu harus memakai nama marga Kaasan-mu ini. Semoga tidak ada yang mengenali dirimu karena kamu adalah anak dari hokage keempat. Kamu mengerti, Naruto-chan?" kata Minato dengan serius.
Naruto mengangguk cepat.
"Aku mengerti, Tousan."
Kushina pun ikut menghampiri Minato dan Naruto.
"Anakku, Naruto-chan," Kushina memeluk Naruto."Jagalah dirimu baik-baik selama sekolah di sini. Jangan sampai misi ini bocor. Kamu harus lebih berhati-hati agar tidak ada yang tahu kalau kamu adalah anak dari hokage keempat. Kamu harus melaksanakan semua yang telah kami beritahukan kepadamu, Naruto-chan. Terutama orang itu. Kamu harus melindungi dia. Jangan sampai dia terbunuh, anakku."
Naruto mengangguk sambil membalas pelukan ibunya.
"Baiklah, Kaasan. Aku akan menuruti semua apa yang telah Tousan dan Kaasan beritahu kepadaku."
"Aku menyayangimu, Naruto-chan."
"Aku juga sayang Kaasan."
Minato terharu melihatnya. Sekilas ia tersenyum simpul. Lalu ia ikut memeluk anak dan istrinya.
"Lalu Tousan juga menyayangi kalian berdua."
Naruto dan Kushina saling tertawa bersama Minato. Mereka saling berpelukan untuk terakhir kalinya. Karena Naruto akan tinggal di asrama Sora Akademy selama masa ajaran berlangsung. Jadi, Naruto harus berpisah dengan orang tuanya selama 6 bulan. Lalu ini pertama kalinya, dia harus berpisah dengan orang tuanya dalam hidupnya.
Mereka bertiga berpelukan cukup lama di dekat pagar belakang sekolah. Sangat jauh dari gerbang depan sekolah yang sangat ramai. Mereka memilih melepaskan kepergian Naruto di sana secara sembunyi-sembunyi. Untuk menghindari orang-orang agar tidak ada yang tahu bahwa mereka adalah ninja dari desa Konoha. Sebab, ninja adalah ras yang sangat bersifat rahasia dan keberadaannya tidak boleh diketahui oleh orang-orang dari luar Konoha. Karena itu, selama bersekolah di Sora Akademy, Naruto harus menyembunyikan jati dirinya sebagai ninja dan termasuk anak dari Hokage keempat yang memimpin desa Konoha tersebut. Entahlah, ninja benar-benar dirahasiakan dari dunia luar.
Tak lama kemudian, tampak Naruto sudah berjarak cukup jauh dari kedua orang tuanya. Dia tersenyum untuk terakhir kalinya untuk orang tuanya.
"Sampai jumpa, Tousan dan Kaasan!" kata Naruto dengan lirihnya.
"Kami akan merindukanmu, anakku!" Kushina melambaikan tangannya. Sedangkan Minato merangkul pundak Kushina. Minato tersenyum manis untuk sang anak tercinta.
Naruto mengangguk. Ia juga melambaikan tangan untuk orang tuanya.
"Aku juga akan merindukan Tousan dan Kaasan!"
Naruto menyengir lebar dengan mata yang agak sayu. Amat berat rasanya berpisah dengan orang tuanya yang disayanginya sepenuh hati. Tapi, apa daya dia harus menjalani semua ini. Inilah jalan hidupnya.
Inilah langkah awalnya untuk mencari seseorang yang diramalkan akan menghancurkan dunia. Seseorang yang berada satu sekolah dengan Naruto di Sora Akademy.
Juga beberapa orang yang juga ditakdirkan untuk memburu seseorang yang sama. Akan terjadi sesuatu hal yang akan mempertemukan mereka. Inilah yang akan mengantarkan mereka dalam kedekatan yang dinamakan persahabatan sejati.
Apa yang terjadi selanjutnya?
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
A/N:
Halo, saya menghadirkan sebuah cerita baru dalam kategori crossover yang lebih dari 2 anime yaitu Naruto, Hunter x Hunter, Bleach dan High School DxD, dan Fairy Tail. Entah mengapa mendadak saya mendapatkan ide cerita seperti ini padahal nggak ada dapat terinspirasi dari apapun. Murni dari otak saya sendiri.
Jadi, ini adalah cerita selingan saya menjelang mendapatkan ide buat melanjutkan cerita yang lain.
Cerita ini akan berkisar tentang kehidupan para tokoh yang diambil dari 5 anime tersebut. Mereka bakal disatuin dalam cerita ini dan akan satu sekolah dengan naruto. Jadi, pemeran utama cerita ini adalah naruto dan killua. Terus untuk masalah pair. Nah, ini saya bingung. Belum tahu menempatkan pair buat masing-masing tokoh. Soalnya nanti ada multipair. Saya masih bingung memilih pair buat naruto, killua, toushiro, sasuke, issei, gaara dan Natsu. Apakah kalian bisa membantu saya?
Inilah cerita yang akan banyak mengutamakan tentang tema persahabatan, permusuhan, pencarian jati diri dan masih banyak titik fokusnya.
Tapi, apakah kalian mengerti dengan maksud cerita ini?
Ok, sekian dulu ocehan dari saya.
Terima kasih sudah membaca cerita tidak jelas ini.
Tertanda
Hikari Syarahmia
Please, review dong!
