The Dream Walker – bagian pertama : Life
Story telling by : Crypt14
Story idea by : Cuming
Hidup dan dunia, adalah dua hal yang tidak akan pernah satu pun orang ketahui sesuatu yang akan terjadi didalamnya. Penuh kontradiksi, dan kejadian yang tidak selalu berada dalam kotak pengharapan. Dua hal yang terlalu menakutkan untuk di telusuri, dipahami secara mendetail. Manusia, makhluk yang tidak dapat diprediksi dalam segala sudut. Makhluk yang jauh lebih menakutkan ketika kau mengetahui sisi terdalam seseorang. Apa yang dapat dilakukan oleh seorang manusia pada manusia lainnya.
Wonwoo menatap pantulan dirinya pada cermin yang tampak sedikit berdebu, setelahnya membuang arah pandangnya kembali. Helaan nafas berat menguar dari belah bibirnya yang tampak kemerahan, sangat kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu. Mengusap wajahnya sejenak, meraih mantel yang tersampir dibadan bangku kayu tak jauh darinya. Melangkah keluar dari tempat tinggalnya yang tampak begitu kumuh. Pria itu melangkah, menyusuri setiap jalan kota yang terlihat begitu berantakkan. Menelusupkan kedua tangannya kedalam mantel panjangnya mencoba mengusir rasa dingin yang sedari tadi terasa menggigit tulangnya. Langkahnya terhenti sesaat, kedua matanya memandang lekat pada seorang remaja di yakininya seusianya. Bertemu paandang sejenak pada kedua manik remaja tersebut, setelahnya kembali mengayunkan langkahnya. Wonwoo selalu menanamkan sikap acuh tak acuh pada siapapun dikota tempatnya hidup saat ini. Pria muda itu terlalu muak sebenarnya untuk tetap berada didalam lingkup pemerintahaan yang selalu mengekang. Mereka kelaparan, kesulitan namun pemerintah kota seakan tak menggubris jeritan rakyatnya. Langkahnya kembali terhenti tepat didepan sebuah gerbang megah dihadapannya. Sejenak memandang kosong pada benda itu, sebelum dorongan cukup keras menyentuh punggungnya. Helaan nafas kembali menguar, Wonwoo kembali melangkahkan kakinya. Semakin mengeratkan mantel yang dikenakannya.
Ia terdiam, berdiri diantara barisan yang telah dibuat oleh petugas. Berusaha untuk bersikap tenang. Manik matanya memandang kearah podium yang berada cukup jauh darinya. Seseorang yang ia kenali berdiri dengan angkuhnya disana, berceloteh mengenai harapan yang terdengar sebagai nonsense ditelinganya mengenai kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih baik. Wonwoo memutar kedua bola matanya malas, ia merasa nyaris muntah setiap kali menangkap janji palsu yang sudah didengarnya sejak ia berumur 8 tahun. "Kehidupan yang lebih baik? Cih! Bullshit!" gumamnya pelan. Beberapa orang yang berdiri tak jauh darinya menoleh sejenak, setelahnya kembali mengalihkan pandangan mereka.
"Seperti yang kalian tau apa alasan kalian berdiri disini saat ini." Wanita didepan sana masih berujar pada microphone, meninggalkan gemaan yang terdengar disetiap sudut tempat itu. "Pagi ini, kami akan kembali memilih sepuluh remaja pemberani yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk berperang bersama kami. Sebagai bukti pengabdian pada kota demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi." Ujarnya kembali. Sorakkan terdengar memenuhi setiap sudut tempat. Wonwoo tak bergeming, hanya menatap kosong. "Aku akan memanggil satu persatu prajurit yang terpilih untuk mengikuti tahap latihan tahun ini. Prajurit pertama, Wen Junhui." Wonwoo merubah arah pandangnya menuju seorang pemuda yang berdiri diseberang barisannya. Pemuda bersurai kecoklatan itu terlihat melangkah tanpa ragu menuju podium. Berdiri pada tempat yang telah disediakan untuk setiap prajurit yang terpilih. "Prajurit kedua yang akan turut bergabung bersama kami, Yoon Junghan." Setelahnya pria dengan surai panjang keemasaan yang berdiri tepat dibelakang Wonwoo beranjak menuju tempat itu pula. Wanita itu terus menyebutkan urutan setiap orang yang masuk dalam daftar calon prajurit. Tersisa 2 tempat lagi, entah mengapa Wonwoo selalu berharap namanya tidak berada pada daftar urutan, sesuatu yang berada dalam dirinya membuatnya takut untuk bergabung bersama permainan konyol yang sudah dibuat oleh pemerintah bertahun-tahun lamanya. Wonwoo tau, kata berperang itu hanya alibi yang digunakan wanita itu untuk suatu hal yang disebut saling membunuh. Mereka tidak benar-benar berperang melawan musuh, namun berperang melawan penduduk kotanya sendiri. Cara picik yang digunakan pemerintah untuk mengurangi angka penduduk yang hidup dikota itu. Tidak ada pemenang atau apapun didalamnya, mereka hanya di adu sampai keseluruhan dari mereka mati dan orang terakhir yang hidup seingat Wonwoo akan ikut menyusul menjemput kematiannya juga, dengan cara apapun.
"Prajurit kesembilan yang akan turut bergabung, Kim Mingyu." Wonwoo menoleh, menatap pemuda dengan kulit kecoklatan yang keluar dari barisan bagian timur darinya. Ia mengernyit sejenak saat menatap lekat wajah pria yang terasa sangat asing untuknya. Kota ini tidak terlalu besar sehingga Wonwoo yakin bahwa pemuda itu tidak pernah sekalipun dilihatnya. Ia berdiri tepat disamping prajurit lainnya, setiap orang yang berada dibarisan itu tidak sedikitpun terlihat resah. Wonwoo memahami mengapa mereka bersikap seperti itu, karena bagi setiap remaja yang hidup dikotanya sadar mereka tidak memiliki masa depan yang harus dipertahankan sehingga setiap satu dari mereka akan dengan senang hati menjadi binatang yang diadu oleh pemerintahaan. Menjadi tontonan menyenangkan bagi para petinggi kota.
"Dan untuk tempat terakhir sebagai prajurit yang akan bergabung bersama kami, Jeon Wonwoo." Wonwoo terdiam, kedua manik matanya membulat sempurna. Ia merasa dunianya seketika berputar didepan matanya saat wanita didepan sana menyebutkan namanya. Nafasnya terasa tercekat tepat dipangkal tenggorokkannya. "Jeon Wonwoo, bisakah kau maju untuk bergabung bersama prajurit terpilih lainnya." Wonwoo menoleh kesetiap sisi tubuhnya, menelan salivanya sulit. Perlahan melangkah keluar dari barisannya. Setiap pasang mata yang berada ditempat itu memandang lekat kearahnya. Pemuda itu seakan ingin kabur dari tempatnya saat ini namun ia tau, hal itu akan terlihat konyol. Ia tidak ingin mati dengan cara bodoh. Wonwoo mengambil tempat disamping pria bernama Mingyu tadi, kembali menelan salivanya sulit. Buliran keringat tampak turun dari pelipisnya, pemuda itu bukan mengkhawatirkan permainannya namun sesuatu yang berada didalam dirinya yang sudah disembunyikannya selama ini. Sesuatu yang akan mengancam hidupnya.
.
.
"Baiklah, aku akan menjelaskan cara permainannya. Pertama kalian akan dilatih selama satu minggu untuk mengasah kemampuan kalian dalam membunuh. Setelahnya kami akan mengadakan simulasi lapangan dimana akan ada beberapa dari orang terbaik kami yang akan kami sebar untuk memburu kalian. Pada titik itu kalian bisa bekerja sama, atau melakukannya secara individual kami tidak terlalu mementingkan cara yang kalian gunakan. Setelahnya akan ada tahapan ketiga dimana pada tahap ini kalian diminta untuk tidak menggunakan logika ataupun perasaan, just do it. Dan tahapan terakhir dari permainan ini, kami akan menyebar kalian dalam satu tempat dimana kalian harus saling memburu satu sama lain. Lakukan apapun untuk memburu, hinggal hanya tersisa satu dari kalian yang bertahan. Dan orang terakhir yang hidup itu adalah pemenang dari permainan ini." Ujar wanita tadi menjelaskan. Kesepuluh pemuda itu terdiam sejenak, setelahnya suara decihan terdengar jelas dari belah bibir pria bersurai hitam yang berdiri tak jauh dari Wonwoo. "Pemenang? Aku sedikit ragu dengan kata itu." Ucapnya seraya menyeringai pada wanita dihadapannya. Wanita itu tertawa ringan, menatap lekat Seungcheol yang masih menyeringai padanya. "Aku rasa kau sangat mengerti arti pemenang yang aku maksudkan, Choi Seungcheol. Kau berasal dari utara kota ini jika aku tidak salah menebak." Seungcheol menatap tajam wanita dihadapannya, kembali mendecih keras. "Bangsat seperti kalian, benar-benar sangat ingin aku hancurkan rahang mu itu." Ujarnya jelas yang hanya ditanggapi dengan senyuman penuh arti dari wanita dihadapannya. Wonwoo terdiam, pemuda itu tampak tak berniat membuka mulutnya. Pikirannya sudah terlalu berkelumit dengan segala hal tentang dirinya sendiri. Ia tak berhenti menunjukkan raut wajah resah sejak tadi. "Baiklah, silahkan pergi ke tempat istirahat yang sudah kami sediakan untuk kalian. Besok pagi, kegiatan awal pelatihan kalian akan dimulai. Simpan tenaga kalian, dan nikmati istirahat kalian malam ini."
.
"Aku rasa dia benar-benar orang paling gila yang pernah aku temui." Ujar Seokmin seraya menjatuhkan tubuhnya diatas ranjangnya. Manik matanya menerawang menatap langit-langit ruangan yang terasa seperti penjara baginya. "Oh, aku rasa kita harus berkenalan terlebih dulu. Lee Seokmin, penduduk dari timur kota." Ia tersenyum lebar, menenggelamkan kedua matanya dalam senyumnya. "Minghao, aku juga datang dari timur kota." Balas pemuda dengan surai keriting yang berada diseberang ranjang Junghan. Melemparkan senyumannya yang terlihat polos pada Seokmin. "Kim Mingyu, aku berasal dari selatan kota." Wonwoo mengalihkan pandangannya pada Mingyu, menatap sejenak pria berkulit tan itu. "Kau dari selatan?" ujar Wonwoo mengintrupsi aktivitas Mingyu. Pria berkulit tan itu mengangguk seraya melemparkan senyumannya. "Kau juga berasal dari selatan?" Wonwoo tampak segera menggelengkan kepalanya, kembali mengalihkan pandangannya pada ranjang yang didudukinya. "Aku dari barat kota." Ujarnya pelan.
"Aku heran, untuk apa kalian saling menyapa satu sama lain padahal kalian tau nantinya kita akan saling membunuh." Seungcheol menatap setiap orang yang berada diruangan itu dengan pandangan malas. Menyandarkan punggungnya pada tembok yang berada dibelakangnya. Melipat kedua tangannya didepan dadanya, menunggu jawaban dari orang yang berada diruangan itu. "Memang apa yang salah dari berkenalan. Meskipun nantinya kita akan saling membunuh satu sama lain aku fikir itu tidak salah, setidaknya hal seperti ini menandakan bahwa kita bukan musuh yang sebenarnya, bukan?" Lee Chan, pria termuda dari mereka berujar. Memandang pada setiap orang disana berusaha mencari kebenaran atas sanggahannya. Vernon mengangguk pasti, menanggapi ucapan seseorang yang duduk tak jauh darinya itu. "Dia benar, dengan begini kita tidak terlihat seperti musuh yang sebenarnya. Jadi tidak ada salahnya saling mengenal." Seungcheol kembali berdecih, membuang arah pandangnya sejenak setelahnya memandang lekat Wonwoo. "Hey kau!" Wonwoo mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk menatap kosong ranjang yang didudukinya. Menatap lekat Seugcheol yang melemparkan tatapan tajam padanya. "Pecundang." Ujar Seungcheol kembali, melemparkan seringaian pada Wonwoo yang kini memandangnya dengan tatapan bertanya. "Apa maksud mu?" balas Wonwoo tak mengerti. "Kau akan jadi orang pertama yang mati di arena, Jeon Wonwoo."
"Aku rasa kau sedikit keterlaluan." Seungcheol mengalihkan pandangannya pada pemuda bersurai coklat kemerahan yang sejak tadi tampak tak bergeming dari atas ranjangnya. Jisoo, pemuda itu tersenyum tipis menanggapi cara pandang Seungcheol. Merubah posisinya menjadi duduk disisi ranjangnya. "Kita bukan musuh disini, jadi berhentilah bersikap seakan kita adalah musuh. Kau ingat kita berada didalam sini hanya karena paksaan, atau jangan-jangan kau memang menganggap serius semua permainan ini?" Ucap Jisoo, senyuman masih belum luntur dari bibirnya. Kedua manik matanya memandang Seungcheol berani. Seungcheol terkekeh pelan setelahnya raut wajahnya berubah mengeras. "Berhenti berkata yang tidak perlu, aku bisa saja menarik keluar kerongkongan mu dan melemparkannya pada kumpulan anjing liar diluar sana." Seluruh pemuda didalam ruangan itu terdiam, suasa terasa tegang namun Jisoo pemuda itu tertawa pelan. Menarik nafasnya dan membuangnya perlahan, balik memandang Seungcheol dengan tatapan tajam. "Sebuah ancaman? Kau tidak membuatku takut sama sekali."
"Bangsat kau!" Seungcheol nyaris berlari untuk menghajar Jisoo jika saja pemuda itu tidak dihentikan oleh Jun yang berada disampingnya. Pemuda itu mencengkram keras lengan Seungcheol mencoba menahan pria itu agar tidak bertindak lebih jauh. "Singkirkan tangan mu." Jun tak bergeming, pemuda itu hanya menatap Seungcheol dengan alis bertaut. Seungcheol mencoba menarik tangannya dari cengkraman Jun namun usahanya sedikit terasa sia-sia. "Berhenti jika kau tidak ingin aku meremukkan lengan mu sekarang juga." Seungcheol terdiam, setelahnya Jun melepaskan cengkramannya dan kembali menuju ranjangnya. "Kita harus beristirahat, aku rasa tenaga kita akan terkuras cukup banyak besok, jadi berhentilah saling menyerang satu sama lain. Jika salah satu dari kalian ingin menyerang lakukan itu di arena nanti, bukan ditempat ini." Ujar Jun kembali.
.
.
"Selamat pagi untuk kalian. Apakah kalian tidur dengan nyenyak semalam?" Tidak ada yang bergeming, kesepuluh pemuda itu hanya menatap pada wanita dihadapan mereka. Tak ada yang berniat menjawab basa-basi yang dilemparkan oleh wanita itu. Ia tertawa kecil. "Aku artikan dengan jawaban ya. Baiklah, ini adalah hari pertama pelatihan kalian, aku ingin melihat bagaimana kemampuan personal kalian. Jadi, siapa yang bersedia menjadi orang pertama yang men-demo-kan kemampuan kalian?" Kesepuluhnya masih terdiam ditempatnya, tak lama Lee Chan pria termuda diantara kelompoknya beranjak maju meraih sebuah busur dan anak panah yang berada diatas meja tak jauh darinya. Membidikkan anak panah itu dengan cepat kearah sisi kiri dari kepala wanita tadi hingga nyaris mengenai daun telinganya. Ia tersenyum lebar setelahnya dan kembali menuju tempatnya. Wanita tadi kembali tertawa pelan, menepuk kedua telapak tangannya. "Kemampuan memanah yang sangat baik. Kau membuatku cukup terkesan." Ucapnya. "Itu belum seberapa, kau akan lebih terkesan saat anak panah itu menancap tepat ditengah-tengah dahimu." Balasnya dengan senyuman yang masih menggantung disudut bibirnya. Junghan terkekeh pelan seraya melirik Lee Chan dari sudut matanya. "Begitu 'kah? Kau benar-benar mengesankan. Selanjutnya siapa yang…" ucapan wanita itu terhenti tepat saat ujung mata pisau menancap disisi kanan dari kepalanya, sedikit melukai daun telinganya. Junghan menyeringai penuh arti pada wanita itu. "Aku sedikit meleset sepertinya." Ujarnya dengan nada mengejek. Wanita itu tampak mengeraskan raut wajahnya, menyeka darah segar yang mengalir keluar dari luka robekkan kecil ditelinga kanannya. "Kalian berusaha menjadikan ku target?"
"Kenapa tidak? Bukan 'kah akan sangat menyenangkan jika kau terlibat dalam permainan yang kau buat sendiri?" Seungcheol berucap, pemuda itu melemparkan tatapan merendahkan pada wanita yang menjadi pimpinan dikotanya itu. Wanita itu mendecih pelan, menatap balik Seungcheol dengan tatapan tajamnya. "Kalian perlu diajarkan mengenai attitude yang baik sepertinya." Setelahnya pekikkan keras terdengar diruang pelatihan itu. Setiap pasang mata disana menatap ngeri pada Seungcheol yang kini tersungkur diatas lantai dengan luka robekkan besar yang menganga pada lengannya. Darah segar mengalir dengan deras dari luka itu. Pemuda bersurai hitam pekat itu meringis keras menekan lukanya. "Mulai sekarang aku ingatkan pada kalian untuk bersikap seperti anjing manis padaku jika kalian tidak ingin mati sebelum muncul di arena." Para pemuda itu tak bergeming. Pandangan mereka hanya tertuju pada wanita itu, raut ketakutan tidak dapat ditampikkan dari setiap manik mata mereka. "Jadi, siapa yang ingin menunjukkan kemampuannya lagi?"
.
.
"Hey." Wonwoo menoleh, menatap seseorang yang memanggilnya. Melemparkan senyuman tipis pada pria yang kini beranjak menujunya. Semilir angin malam menerpa kulitnya, menerbangkan ujung-ujung surai caramel miliknya. "Kau tidak tidur?" Wonwoo menggeleng, kembali menatap hamparan kotanya dari balkon kamar mereka. "Aku tidak bisa tidur. Kau sendiri?" Mingyu, pemuda itu tersenyum tipis seraya merenggangkan tubuhnya. "Aku juga tidak bisa tertidur. Oh, kemampuan mu dalam bertahan siang tadi bagus juga. Tapi, kenapa kau tidak berusaha menyerang balik?" Wonwoo kembali merubah arah pandangnya menuju pemuda yang kini berdiri disampingnya. Sejenak menatapnya lekat. "Aku tidak bisa menyerang."
"Tidak bisa?" Wonwoo mengangguk, kembali membuang pandangannya dari Mingyu. "Aku tidak pernah memukul orang seumur hidup ku, jadi aku tidak mengerti bagaimana caranya menyerang balik." Ujarnya. Ia menghela nafasnya panjang, mengeratkan genggamannya pada besi penyangga yang terasa begitu dingin ditelapak tangannya. "Kau harus belajar menyerang, kau tidak bisa selamanya bertahan tanpa menyerang. Itu akan merepotkan dirimu sendiri." Wonwoo kembali menghela nafasnya, terkekeh pelan. "Kau mau mengajarkan ku kalau begitu? Aku lihat kemampuan bertarung mu sangat baik." Mingyu tersenyum tipis, menatap lekat manik mata pria dihadapannya. "Tentu, aku akan membantu mu."
Keheningan menyelimuti keduanya. Wonwoo kembali sibuk menatap hamaparan kota kelahirannya yang tampak begitu hancur, ia tidak ingat bagaimana semua kehancuran itu bermula yang ia sadari hanya saat pemerintahan baru datang dengan segala peraturan bodoh dan konyolnya. Membuat kelaparan dan kehancuran dikotanya. Hanya itu yang dapat direkam oleh ingatannya. Ia kembali menghembuskan nafasnya pelan, membuat kepulan asap samar diudara. "Mingyu." Panggilnya membuat pemuda yang berdiri disampingnya menoleh menatapnya seraya berdehem pelan sebagai tanggapan. "Apa kau fikir kita akan selamat?" Mingyu terdiam sejenak, setelahnya mengarahkan tatapannya pada hamparan kota juga. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" balasnya pelan. Wonwoo tersenyum tipis, mencengkram besi penyangga itu kembali. "Apa kau juga akan membunuhku saat di arena nanti?" Ujarnya seraya menatap kearah Mingyu yang balik ditatap oleh pemuda itu. Keduanya terdiam sejenak hingga Mingyu melemparkan senyumannya pada pria berkulit putih disampingnya itu.
"Tidak, tapi aku akan melindungi mu."
chit chat wif Crypt14 : I'm coming backkkkkkkkkkkkkk! wkwk wif new ff. Tapi masih pake pairing meanie x'D yah maklumin sih ya ya ya aku hard shipper mrk ewewew x'D oiya ff ini inspired by hunger games and divergent movie, film fav'a om cuming x'D jd klo alur'a mirip2 yah maklum nmaa juga inspired ya xD. Curcol dikit ah sol ff chernobyl kemarin yg teryata bnyak yg nggak percaya udh tamat ya xD itu asli udah tamat kok aslinya juga aku nggak ridho tamat'a begitu jd aku nguyuh2 /? om cuming buat bkinin extra chapter dan pualah! udh ada loh aku udh dbuatin sma om cuming tinggal aku kembangin dan puala! jd deh wkwk tapi aku post nanti ya xD. Ini ff baru yg aku maksud kmrn sejujur'a aku suka pke bgt sma karakter wonwoo d'ff ini asli yah bkin ya gitu deh~~~~ x'D ini masih bagian pertama, aku mau liat respon'a kalo baik aku lanjut posting tp klo nggak aku nggak lanjut x'D oh iya siapa yg JEONGCHEOL shipper disini? aku mau buatin mrk ff oneshoot tp agak takut x'D takut nggak pd suka xD. udah ah basa basinya, leave your review ya dear stay tune on my channel and thx dear xD
