Suddenly Married

Cast : Oh Sehun, Luhan

Genre : Drama, Romance, Hurt/Comfort (lil bit)

Rate : M (Gender Switch)

Type of Fan Fiction : Chaptered

.

.

.

Disclaimer : Sehun dan Luhan milik bersama, ide dan plot milik reselusi. Kesamaan dalam cerita murni unsur ketidaksengajaan.

.

.

.

"Sehunnie kau tak boleh begini, usiamu sudah cukup untuk berumah tangga. Kapan kekasihmu akan kau bawa kerumah?"

"Sehunnie, sebenarnya kau ini laku tidak sih? Kenapa anak ibu yang tampan ini setia melajang?"

"Sehunnie—,"

Sehun berjalan mondar-mandir mengelilingi rumahnya, sekali tangannya meremas rambut hitamnya. Kepalanya sakit, merutuki sikap ibunya yang kenapa mendadak menjadi kekanakan membuat ia dan ayahnya menggeleng tak mengerti dan menyerah tak melawan. Wanita cantik; ibunya, ini terus berbicara ini dan itu mengikuti Sehun yang juga hanya mengikuti langkah kakinya lelah.

Lelah berjalan diiringi omelan sang ibu, Sehun memilih berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Masuk dengan terburu tak lupa mengunci pintu kamarnya, Sehun merasa bebas kali ini, akhirnya memilih menjatuhkan dirinya diatas kasur empuknya, kemudian menarik;memeluk gulingnya menutupi wajah tampannya.

Sekali Sehun tersenyum senang di balik guling yang menutupi wajahnya, ia berhasil lari dari ibunya yang kecerewetannya bertambah tiga kali lipat. Entah kenapa mendadak yang jelas perubahan sikap ibunya membuat Sehun tak tenang.

Baru saja dirinya selesai dari masalah berat; berhasil menyelesaikan skripsi dan dirinya akan segera di wisuda, kini ibunya menjejali masalah lain. Ini lebih serius dari ratusan lembar skripsi yang dicoret percuma.

Ibunya mendesak menikah.

Menikah? Sehun menggeleng kecil memikirkan satu kata itu, bukan Sehun tak ingin menikah hanya saja….. Sehun tak punya kekasih, bahkan bisa dibilang dirinya lupa rasanya berkencan. Selama kuliah dirinya hanya sibuk berkencan dengan buku dan tugasnya.

Sehun sendiri tak pernah menyahuti rentetan omelan yang keluar dari mulut sang ibu, ia tak mau mengaku kalau memang dirinya melajang. Itu akan jadi bencana besar untuknya, ibunya yang hobi berbelanja dan arisan itu pasti akan gencar menjodohkannya dengan anak gadis dari teman-teman sosialitanya. Itu neraka untuk Sehun.

Dan kalau Sehun mengaku dirinya mempunyai pacar, temannya yang mana yang harus ia geret kerumah menjadi kekasih bohongannya? Ketahuilah Sehun merupakan pangeran kampus, tak ada yang tak jatuh dalam pesonanya. Dan semuanya akan semakin runyam kalau Sehun membawa temannya kerumah sebagai kekasihnya.

Sehun duduk dipinggiran ranjangnya, menoleh kearah nakasnya yang disana berdiri tegak sebotol alkohol dengan kadarnya yang rendah. Diraihnya botol itu, dibuka tutupnya dan ditegaknya sedikit minuman itu, membasahi kerongkongannya.

Tok.. Tok..

"Oh astaga ibu! Aku tak punya kekasih kenapa terus menuntutku menikah?!" Teriak Sehun frustasi dari balik pintu kamarnya. Tak tahu lagi harus bagaimana dengan ibunya. Tanpa sadar si tampan ini mengaku dengan bodohnya. Tsk.

"Ini ayah anak nakal,"

Oh Sehun sangat bersyukur itu ayahnya. Oke ini ayahnya.. Buru-buru Sehun menutup minuman laknat itu, dan menyembunyikannya sehingga suara gaduh terdengar ketelinga ayahnya, sang ayah yang ketampanannya bersaing dengan anak sulungnya itu bersandar di daun pintu menunggu pintu yang tak lama terbuka menampilkan anaknya yang bersunggut ria.

"Ada apa ayah?"

"Makan siang sudah siap. Ibu kesal padamu yang melarikan diri darinya."

"Oh astaga masalah itu lagi?"

Sehun bersiap menutup pintu kamarnya, tapi tangan sang ayah menahannya dan menatap Sehun dengan tatapan yang menusuk. Ini tidak bagus kalau Sehun menuruti egonya. Kedua lelaki tampan itu menuruni tangan bersamaan, dan dua wanita lainnya penghuni kediaman Oh sedang sibuk mondar-mandir menata makanan dari counter ke meja makan.

"Oppa terlihat kacau,"

Yifan; ayah Sehun, menggeleng pelan mengingatkan ucapan putri bungsunya yang menyulut keadaan antara sang kakak dan sang ibu. Sehun mendengus malas, mendengar ucapan adik perempuannya, memang benar dirinya sedang kacau tapi tak perlu memperjelasnya. Sungguh.

Sehun duduk bersebelahan dengan adiknya yang entah terkena angin apa sudah berdiam diri di kediaman keluarga Oh.

"Kemana jongin? Kenapa kau disini?" Tanya Sehun berbisik pada adiknya yang sibuk memotong daging dipiringnya. Sang adik hanya diam, menatap sekejap pada ibunya dan menginjak kaki Sehun.

"Diamlah. Kau tahu tatapan ibu seakan ingin menerkammu."

Hampirlah Sehun berteriak mengaduh dan protes pada adiknya, kalau saja sang adik tidak memberi tahu tanda tak aman itu sungguhan. Tatapan kucing milik ibunya benar-benar tajam, "Kau tak akan bisa lari dari ibu Sehunnie."

Smirk tajam ala ibunya, terpatri di wajahnya membuat keluarga kecil Oh bergidik ngeri. Sehun si sulung yang menjadi bulan-bulanan sang ibu hanya menunduk mencoba asik sendiri dengan dunia santapannya. Aura penuh kekejaman masih menguar bahkan sang ayah sekalipun yang nyatanya sudah berhasil menghasilkan dua Oh dari istrinya hanya diam tak berniat mengingatkan istrinya itu.

.

.

.

Alunan musik dari boy group tahun sembilan puluhan asal barat sedang mengalir indah di dalam salah satu café yang sederhana di kawasan Gangnam. Sesekali sang gadis cantik mengikuti lagu dan memejamkan matanya, menikmati hawa musim semi yang datang.

Dari kejauhan Luhan memperhatikan seseorang wanita yang datang mendekat dengan senyum sumringah yang terpatri di wajahnya. Aduan stiletto dengan lantai kayu menyiptakan ketukan yang apik, dan semakin lama semakin mendekat. Lalu wanita yang terlihat berumur paruh abad itu sudah duduk tepat di depan Luhan, di sofa yang berseberangan dengan putrinya.

Luhan membasahi bibirnya sekali, telapak tangannya memeluk cangkir kopi didepannya, kemudian matanya menatap sendu sang mama yang sedang memperbaiki riasan wajahnya.

"Mama..,"

"Ya?"

Sahut mamanya tanpa mengalihkan pandangan dari cermin. Luhan tetap menatap mamanya dengan sendu penuh kesabaran. Suatu hal benar-benar menyita pikirannya, mengganggu hidupnya beberapa hari belakangan, membuat beberapa kegiatan Luhan terganggu.

Wanita cantik yang kita ketahui mamanya Luhan ini sudah selesai dengan urusannya memperbaiki riasan wajah. Tak ada sepatah kata yang ia tujukan untuk Luhan, wanita cantik itu memanggil waiters memesan satu teh madu.

Setelah mengucapkan terimakasih, barulah kedua wanita berdarah China ini bertatapan. Yang lebih tua dengan mata berbinar, sementara Luhan menghembuskan nafasnya pelan dan menunduk.

"Mama…, tidak bisa kah aku tak menikah dengan lelaki tua itu?"

"Dia bukan lelaki tua, dia baru berusia dua puluh sembilan tahun Luhanie."

Helaan nafas yang kasar kembali terhembus, Luhan menunduk dalam sambil mengigit bibirnya. Kepalanya berdenyut sakit memikirkan usia lajangnya akan berakhir di usia sembilan belas tahun, dirinya baru saja masuk kuliah di tahun ini karena setahun terakhir Luhan sibuk mencoba mencari pekerjaan.

Bukan karena Luhan berasal dari keluarga tak mampu, hanya semua itu memang sudah keinginannya. Dan Keluarganya membebaskan pilihannya. Sebenarnya termasuk kapan dan siapa calon suami Luhan nantinya. Hanya saja, baba Luhan kesehatannya mulai menurun membuat sang mama khawatir.

Belum lagi si lelaki yang melamar Luhan sudah mapan, memang pekerjaannya sebagai pembisnis walau bukan berkedudukan sebagai CEO, dengan Luhan akan bahagia dengan menikah si lelaki itu, keuangan akan terjamin. Begitu pemikiran mamanya. Dan tentu saja Luhan juga khawatir dengan babanya, namun suatu pernikahan masih terlalu jauh dipikirannya. Luhan masih ingin bermain dengan teman-temannya.

Setitik air mata keluar dari sudut matanya, mamanya tahu betul kalau Luhan benar-benar tak terima dengan keputusan sepihak dari dirinya dan babanya. Semua demi putri tunggalnya, baba dan mamanya hanya ingin Luhan bahagia disaksikan mata kepala baba dan mamanya.

Dan mereka rasa, dengan melihat Luhan menikah dengan cepat itu akan lebih baik.

"Ma.. Bagaimana kalau aku menikah tapi tidak dengan lelaki tua itu?"

Satu alis mamanya terangkat, tanda tak mengerti dengan ucapan Luhan. Maksudnya apakah Luhan sungguhan dengan ucapannya?

"Apa maksudmu?" Tanya mama Luhan menyelidik, meminta penjelasan.

"Memang kau punya seorang kekasih?" serang mama Luhan dua kali, tanpa memberi jeda untuk Luhan menjawab.

"A—aku punya mama..," sebenarnya bukan ini jawaban yang ingin Luhan lontarkan. Mulutnya terlalu lancang dan jauh tak sinkron dengan otaknya, 'Ya Tuhan kenapa aku bodoh sekali,' batin Luhan menangis.

Manik mata Luhan bergerak kekanan-kekiri tak tenang, Luhan terperangkap dalam ucapannya sendiri yang sesungguh ia juga tak mengerti kenapa mengucapkan kalimat tanya bodoh beberapa menit yang lalu.

Mamanya meletakan cangkir tehnya dengan anggun, tatapan matanya lagi-lagi menyelidik. Memperhatikan tiap detail gerakan anaknya. Tangan lembut mamanya menggenggam tangan mungil milik Luhan.

"Kalau kau punya kekasih kenapa tidak mengatakannya sejak awal?"

"Aku bukan ingin menyembunyikan ini, ta—tapi—,"

"Tapi belakangan mama selalu mengacuhkanmu, begitu 'kan?"

Luhan menggangguk kecil, menjadi tak enak sendiri membohongin mamanya yang sesungguhnya penuh pengertian ini, hati kecilnya terus berdoa memohon ampun, dan berdoa kalau ia akan mendapatkan laki-laki yang benar-benar baik untuk dirinya dan keluarganya kelak.

.

.

.

Entah sudah berapa banyak kebahagian yang ikut terlepas dari helaan nafas berat Sehun, ibunya benar-benar serius dengan ucapannya tak akan melepaskan Sehun. Dengan gaya pakaian yang santai membalut tubuh altetisnya, Sehun berjalan terburu-buru menabrak sana-sini hanya demi menghilangkan jejak dari sang ibu yang membututi persis dibelakangnya.

Nyonya Oh, berperawakan tinggi bak model itu tersenyum menang dibelakang Sehun. Tapi entah bagaimana caranya si sulung sudah menghilang dari jarak pandangnya. Dirinya berpikir keras apa saja yang ia lakukan selama berjalan kenapa bisa kehilangan si Sehun?!

Sementara itu Sehun bersembunyi disalah satu gang kecil yang ia lewati, mengatur nafasnya yang lelah karena berjalan seperti kesetanan. Setelah mengibas-ngibaskan jaket hitamnya menghilangkan rasa panas yang seperti membakar tubuhnya, ia keluar lagi terlihat lebih rileks dari sebelumnya, dan tentunya setelah mengintip kanan dan kiri terlebih dahulu. Dan keadaan aman!

Sebenarnya Sehun sendiri tak tahu kenapa ia keluar berjalan-jalan disore hari seperti ini, pikirannya terasa penat adalah alasan utamanya mungkin sehingga dirinya bisa di kawasan Gangnam saat ini. Beberapa remaja perempuan dan wanita cantik yang berjalan berpapasan dengan Sehun berbisik heboh seperti melihat pangeran.

Sehun menengok kanan dan kiri, berpikir kemana ia akan singgah melepas dahaga. Dari kejauhan Sehun melihat papan nama kedai bubble tea kesukaannya, matanya berbinar. Walau sudah berumur, untuk masalah bubble tea Sehun akan mengesampingkan semuanya. Persetan dengan usia, dengusnya kesal sendiri. Karena usianya yang hampir seperempat abad ini ibunya terus mendesak menikah.

Kurang dari sepuluh meter dirinya sampai di kedai, ia melihat sosok ibunya membelakangi dirinya menengok kekanan dan kekiri seperti mencari... "Oh bagus sekali, aku dicari lagi." Sehun buru-buru membalikan tubuhnya, menjauhi kedai bubble tea tujuannya. Mengubur sementara keinginannya.

Kakinya terus saja melangkah, sampai tahu-tahu dirinya sudah berada didepan café sederhana dikawasan itu. Melihat sekitarnya tak ada tanda-tanda kemunculan ibunya, Sehun melangkahkan kakinya mendekati pintu café itu. Tangannya sudah menggantung di ganggang pintu berbarengan perempuan cantik yang ingin menarik pintu, sementara Sehun ingin mendorong pintunya.

Lama mereka bertatapan, prihatin dengan keadaan masing-masing. Si gadis yang matanya terlihat membengkak, dan si lelaki yang terlihat gundah dan lelah dari sorotan matanya. Lagi, masing-masing dari mereka mengagumi bagaimana aura mereka terpancar. Hati mereka saling mendorong kalau ini saatnya lepas dari belenggu.

Sehun maju satu langkah, mendorong pelan pintu itu. Membuat Luhan mau tak mau ikut mundur satu langkah dan menggeser tubuhnya kesamping memberi jalan.

"Halo sayang," sapa Sehun sumringah; berbeda dengan tadi, membelai pipi mulus Luhan.

"Hai," balas Luhan tak kalah sumringah, mereka berdua bertatapan dalam. Mencari cara agar bisa segera terlepas dari suasana konyol ini. Saling memanggil mesra dengan orang yang tak sengaja menghalangi langkah mereka masing-masing.

Mama Luhan yang berdiri tak jauh dari Luhan hanya menatap bingung anaknya, dan tak berbeda jauh dengan Mama Luhan, Ibu Sehun pun menatap Sehun dari luar café penuh tanda tanya.

Sehun tak segan merengkuh pinggang Luhan erat yang terlihat sangat natural, membuat kedua wanita cantik itu menyerit heran. Jadi benar anakku mereka sudah mempunyai kekasih? Kira-kira begitulah apa yang terlintas di benak mereka.

Disatu sisi, mama Luhan sedang berpikir keras bagaimana memutuskan lamaran lelaki yang melamar Luhan tempo hari dengan sopan dan berkesan baik tak menyakiti. Disisi lainnya, ibu Sehun memekik girang dalam hati. karena keinginannya mempunyai menantu perempuan akan segera terwujud.

"Mama! Ini kekasih Luhan,"

"Ibu! Ini kekasih Sehun." Kata Sehun jelas berbarengan dengan Luhan, menatap ibunya yang masih berdiri di luar café.

Pasangan tak sengaja yang benar-benar cerdas memberi sinyal. Iya sinyal nama masing-masing agar tak terlihat terlalu bodoh dan tentu saja berbohong.

Ibu Sehun ikut masuk kedalam café, berdiri di seberang Sehun, sementara Mama Luhan sebaliknya lalu kedua wanita yang sama-sama berdarah Chinese itu saling menatap, dengan tatapan yang penuh tersirat perasaan yang bercampur aduk.

.

.

.

ToBeContinue… .

.

.

.

A/N: Masih suasana ulang tahun Luhan ya 'kan? Selamat ulang tahun our yo yo little deer lmao. Semoga panjang umur, sehat dan sukses selalu, cepet nikah sama Sehun ya :')

Keluar deh ff barunya hehe, marriage life lagi hehe marriage life lagi hehe. Biar deh, aku seneng nulis yang beginian.

Makasih ya yang review di ff Like A Cat!~ Makasih juga yang repot-repot PM atau chat bbm nagih LMRM hehe, belum bisa dikabulin ((slap)).

Maaf ya untuk typo(s), penulisan yang enggak sesuai EYD, alur yang terburu-buru, dan sebagainya yang membuat kurang nyaman.

감사~~~