UNKNOWN

DISCLAIMER!

Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi

Collab fic by Kizhuo and Mel

Warning!

M - rate

Typo(s), BL, AU, OOC, Fault Story

DLDR! No Flame!

We've warned you

Enjoy Read

.

.

Ia merapatkan jaketnya, retsleting ditarik hampir mendekati dagu. Pagi itu langkahnya mantap menuju gedung berwarna abu-abu, dengan bentuk fasad yang futuristik, dinding depan tampak dari lempengan alumunium, juga kusen yang membingkai jendela dan pintunya, hampir semuanya berwarna abu-abu muda, juga tembok dinding dicat senada. Ambassade de France, atau kedutaan besar Perancis yang terletak di Minamiazabu, daerah Minato di kota Tokyo.

Setelah menemui front desk, ia diarahkan ke bagian konsuler, karena maksud kedatangannya ingin memperoleh informasi juga mengurus visa untuk studinya di Perancis nanti. Kaki jenjangnya menapaki koridor dengan berbagai mural yang tercetak di dinding. Pada bagian samping gedung itu terdapat jendela dengan banyak bilah kaca yang lebar. Pemandangan sebuah taman yang asri sangat memanjakan mata, belum lagi kolam dengan air jernih kehijauan diantara rimbunnya pepohonan.

Ia mencatat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat ijin belajar dan tinggal di Paris. Dalam pikirannya ia harus mengumpulkan seluruh dokumen untuk persiapan keberangkatannya. Waktu konsultasi tidak lama, karena semua sudah jelas, dan staf ramah yang ditemuinya mempersilahkan pemuda itu untuk datang lagi, atau meneleponnya bila memerlukan informasi dan bantuan lainnya.

Ia masih belum mau pulang ke apartemennya, matahari bersinar cerah, tapi hawa dingin masih menyelimuti pagi menuju siang saat ini, pemuda manis itu memasukan kedua tangannya kedalam saku jaket krem dengan bulu putih disekeliling hoodie-nya. Sementara postmen bag tersampir pada bahu talinya melintang diagonal pada bagian dada.

Ia memutuskan untuk ke perpustakaan kota yang letaknya tidak jauh dari sana. Tokyo Metropolitan Central Library, berjarak hanya 800 meter dari kedutaan besar Perancis, menyusur jalan kecil tanpa nama pada GPS. Hanya sepuluh menit ia tiba di tempat itu. Perpustakaan itu sangat luas berlantai empat, sementara di sampingnya terdapat taman yang mungkin sejak jaman Edo sudah ada. Arisugawa no miya memorial park, taman kota yang sangat asri dengan kolam yang luas. Perpustakaan itu banyak dikenal dengan sebutan Arisugawa Library.

Pada lantai yang menyediakan majalah keluarga, hatinya terasa diremas, sampul bergambar keluarga bahagia, atau photobook model sepasang pengantin yang memamerkan pakaian yang mewah dan lainnya berbalut baju tradisional, terpampang disana pada rak berwarna krem. Ia segera memalingkan kepalanya dari pemandangan yang menyakitkan itu.

Kuroko menarik nafas dalam-dalam, mengisi paru-parunya yang terasa sesak, berusaha menenangkan hatinya yang baru saja bergejolak. Tanpa sadar ia menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran yang selalu saja menganggunya. Ia harus merelakannya, membiarkannya bahagia, hanya itu mantra yang bisa ia ucapkan setiap waktu.

Biasanya melihat koleksi dalam rak dengan susunan rapih membuatnya betah berlama-lama dan bersemangat mencari buku yang menarik, tapi tidak untuk hari ini. Pikirannya terasa penuh dengan kejadian satu bulan lalu.

.

Sebuah perhelatan besar dilangsungkan di ballroom sebuah hotel mewah, nuansa merah nampak meriah dipadu dengan putih tulang, terutama pada taplak penutup meja yang diatasnya tertata hidangan lezat. Kain penutup dinding, serta untaian kain penutup plafon berbentuk lengkungan yang indah. Semuanya sangat sempurna. Termasuk sepasang pengantin yang duduk di kursi pelaminan dengan bantalan merah.

Pernikahan seorang penerus gurita bisnis nomor satu di Jepang. Sosok sempurna itu sangat tampan dengan jas putih dan disampingnya seorang wanita cantik dengan tubuh ramping, keduanya membuat iri siapa saja yang melihatnya. Pasangan yang sungguh sempurna.

Entah mengapa ia mau saja saat diajak teman-teman sewaktu sekolahnya dulu untuk menghadiri pesta ini, apa mereka tidak tahu kalau nanti hatinya akan tercabik. Tapi pemuda itu – Kuroko Tetsuya, sama sekali tidak ingin memperlihatkan kesedihannya di mata teman-teman setim basketnya dulu, apalagi ini adalah pernikahan kaptennya. Kapten yang sangat ia cintai.

Balutan pakaian resmi membuat para pria muda dengan surai warna warni itu terlihat berlipat kali tampannya. Midorima Shintarou, Aomine Daiki, Kise Ryouta, Murasakibara Atsushi, dan tentu saja dirinya.

Jangan lupakan sosok mantan manajer cantik, yang saat ini tumbuh menjadi wanita mempesona, menggunakan gaun pesta berwarna hitam panjang tanpa lengan, taburan swarovski pada bagian leher dan garis pinggangnya, menjadikan sosoknya pusat perhatian, belum lagi rambut sewarna sakura yang ia sanggulkan di atas kepala.

Momoi Satsuki benar-benar cantik malam itu. Ia menjadi impian setiap pria yang ada disana. Tetapi tangannya tak mau lepas dari lengan Kuroko Tetsuya, ia menggelayut manja pada pria mungil itu. Pasangan serasi sebenarnya.

Setelah pemberkatan selesai, acara pesta di mulai. Semua tamu menyalami dan memberikan ucapan selamat kepada sepasang pengantin baru. Mereka bersalaman dan berpelukan. Menepuk hangat punggung sang mempelai pria.

Momoi menyalami keduanya, kemudian giliran Kuroko, menyalami pengantin wanita, kemudian ia menyodorkan tangan mungilnya kepada mantan kapten. Tapi tangan kokoh itu menariknya, memeluknya erat. Seakan tak ingin melepaskannya, ia membisikkan sesuatu pada telinga Kuroko. Diusapnya punggung kecil itu. Kuroko hanya mengangguk, berusaha melepaskan pelukan yang memerangkap tubuhnya.

"Semoga selalu berbahagia, Akashi-kun." Ucapnya datar. Mata mereka bertemu, iris merah itu redup.

"Tetsuya…" ia raih tangan mungil itu, meremasnya. Bibir mungil mengukir senyum, dan sesaat kemudian melepaskan genggaman tangan kokoh itu.

"Tetsu, kau tidak apa?" suara rendah Aomine mengkhawatirkannya. Ia hanya menggeleng, sedangkan Midorima memperhatikannya tanpa bersuara sedikitpun. Ia tahu, dan ia cemas dengan sosok mungil itu. Iris hijau itu beberapa kali menangkap mata merah di pelaminan sana menatap pemuda bersurai langit.

Saat musik mengalun, beberapa pasangan memajukan diri mereka ke tengah ballroom untuk berdansa. Momoi menarik lengannya, ia menolak, "Aku tidak bisa berdansa, Momoi-san." masih berusaha menolak. "Tidak apa, Tetsu-kun, kau tinggal mengikuti iramanya saja." ucapnya sedikit memaksa.

Maka di sinilah mereka sekarang, di tengah-tengah lantai dansa, tatapan mata Momoi pada iris biru itu sangat dalam dan menenangkannya, ia membimbing Kuroko bergerak ke kanan, ke kiri, ke depan, lalu kebelakang.

Tubuh indah berlekuk sintal dalam pelukannya, dua tiga kali ia memutarkan tubuh gadis itu, dan keduanya sukses menjadi pusat perhatian.

Ia tidak tahu kalau sepasang mata merah itu berkali-kali menatapnya dengan geram. Pria muda itu ingin turun dari tempat duduknya dan menarik lengan kecil itu. Tapi tidak. Akashi Seijuurou, sang mantan kapten tidak bisa berbuat seperti itu.

Momoi Satsuki dan Kuroko Tetsuya membuat sebagian besar tamu yang hadir merasa cemburu, termasuk sang mantan model remaja tampan.

"Aku ingin berdansa dengan Kurokocchi!" rengeknya. Namun lengannya ditahan Aomine Daiki.

"Diamlah Kise!" pupil matanya seolah memberi lirikan ke arah itu. Kise mengerti. Ia melihat sang kapten tengah menatap tajam pemuda biru yang tengah melantai.

Setelah hampir dua jam ia duduk di pelaminan dan tamu mulai berkurang, Akashi berjalan diantara mereka, mencari sosok mungil yang sedari tadi menguasai benaknya. Tapi ia tidak bisa menemukannya.

"Ternyata kau sudah pergi, Tetsuya." bisiknya. Begitu juga dengan teman-teman pelanginya, semuanya sudah tidak ada di ruangan mewah itu.

"Sei-san, perkenalkan ini teman-temanku." Lengan berbalut brokat broken white itu menarik lembut lengan kokohnya. Mau tidak mau ia menyalami semua tamunya. Tapi pikirannya tidak ada di sini. Ia ingin bertemu Tetsuyanya. Ia butuh pemuda itu.

.

.

Kuroko menatap foto-foto pastry yang diambil dengan kamera professional berlensa makro, sehingga teksturnya terlihat jelas, lembaran kering berwarna kuning kecoklatan tersusun dengan krim pada bagian tengah, dan buah potong diatasnya sungguh menggugah selera.

Ia tahu semua ingredient kudapan manis itu. Percobaan berkali-kali akhirnya membuah hasil. Juga bimbingan seorang Murasakibara yang mempunyai toko kue, sangat membantunya.

"Ne, Kuro-chin, apakah kau serius ingin belajar membuat kue di Perancis?" titan ungu bermata sayu itu bertanya. Tangannya penuh dengan tepung, sementara Kuroko menekan tuas whip cream mengisikan pada kulit pastry berbentuk bunga dengan cekungan di tengahnya.

"Ha'i, Murasakibara-kun, aku akan belajar membuat pastry dan kue lainnya langsung di negara asalnya."

"Kau bukan melarikan diri 'kan, Kuro-chin?" pertanyaan dengan suara malas, membuat Kuroko mengerutkan kening. Segera ia gelengkan kepala.

"Tentu saja tidak, aku ingin sepertimu yang bisa berkreasi dengan bahan makanan, menyajikannya dengan cantik, dan tentu saja dengan rasa yang istimewa." ujarnya panjang dan datar.

Midorima yang baru sampai di apartemen mewah itu, menyerahkan buah-buahan segar dan beberapa potong coklat kualitas terbaik dalam kantong plastik bermerek aeon mall.

"Apa ini cukup, Kuroko?" ia menyodorkan kantong itu pada pemuda mungil yang baru mengeluarkan kudapan kecoklatan dari oven.

"Terimakasih Midorima-kun, maaf aku merepotkanmu." senyum ia berikan pada pemuda tinggi bersurai hijau, wajah tampan tetapi sedikit kaku itu berpaling, pipinya hangat. 'Aah dia manis sekali kalau tersenyum, bukannya aku peduli, nanodayo!' batinnya

Kuroko meletakkan pastry pada dua buah piring kecil, satu untuk Murasakibara, dan satu lagi untuk Midorima.

"Mohon bantuannya untuk mencicipi, dan katakan padaku bagaimana rasanya." ujarnya dengan santun.

Kedua tangan mungil itu mendorong kedua piring itu agar dekat pada si pencicip rasa. Dalam dua suapan titan ungu sudah menghabiskan kue lezat ini.

"Hmm…enaaak, aku mau lagi Kuro-chin." remah pasty pada sudut bibirnya ia lap dengan tisu.

"Ini sempurna Kuroko! aku yakin saat tes nanti kau pasti lulus, nodayo!" Midorima mengucapkannya dengan semburat merah pada kedua pipinya.

Lidah pemuda itu tidak saja mengecap rasa lezat, tetapi ada hal lain, ia merasakan sebuah afeksi melalui pastry yang masuk ke mulutnya, belum lagi mata bulat biru yang intens menatapnya.

.

Mata berwarna zamrud menatap pusaran moccachino pada mug putih yang ia aduk dengan sendok kecil, hatinya pun serasa ikut teraduk, pemuda mungil itu tengah mengisi aplikasi untuk permohonan visanya. Ia akan pergi, mungkin baru tiga atau empat tahun lagi ia kembali, batin Midorima.

"Kau serius ingin belajar patiserrie di Paris, Kuroko? di sini sekolah seperti itu ada banyak, bahkan beberapa telah bersertifikat internasional." Suaranya berat.

"Ya Midorima-kun, aku ingin sekali belajar di sana." senyum tipis terukir, ia menatap pria bermata hazel itu teduh lalu kembali pada aplikasi yang tengah diisinya.

Lengan besar mengusap sayang surai biru lembut, lalu dikecupnya puncak kepala beraroma vanilla itu. Tanpa disadari keduanya, sepasang mata tengah mengawasi mereka dari luar jendela apartemen Kuroko Tetsuya, yang berkaca lebar.

.

.

Bandara Internasional Haneda

Keberangkatan Kuroko Tetsuya akhirnya tiba, para kisedai mengantarkan kepergian sang bayangan keenam kesayangan mereka, kelima lelaki tampan itu berdiri membentuk setengah lingkaran kecil berbentuk cekungan, mengelilingi kuroko yang hendak melewati pintu kaca berbilah dua di depan mereka.

"Kurokocchi jangan pergi, kumohon-ssu!" Kise Ryouta masih mencoba menahan, sambil memeluk tubuh kecil itu erat. Biasanya kuroko akan menolak namun pengecualian kali ini, dia menerima pelukan lelaki tampan itu, bahkan membalasnya dengan mengelus lembut punggung tingginya.

"Kise-kun bisa mampir di tempatku jika ke Perancis." hiburnya sambil melepaskan diri pelan dari pelukan lelaki itu, dengan berat hati Kise melepas pelukan, kepalanya terlihat mengangguk pelan.

"Janji yah, aku boleh mampir." ucapnya sembari memegang kedua pundak kecil Kuroko.

"Hmmm." gumam bibir tipis itu sambil tersenyum.

"Huwaa Kurokocchi…" melihat senyum dan binar mata yang sangat disukainya, Kise jadi heboh sendiri dan memeluk kembali tubuh kecil itu, namun belum sempat ia mendaratkan lengannya pada tubuh kecil itu, dengan sigap Aomine menarik kerah bajunya hingga menjauh.

"Baka! Kau bisa menyakiti Tetsu." protes Aomine sambil menatap tajam pada sosok model yang sedang meronta akibat kerah bajunya tak juga dilepaskan.

"Tetsu jaga kesehatanmu disana, jika ada yang menganggu atau kau butuh bantuan telepon saja aku" ucap pria berkulit dim itu santai, menghiraukan Kise yang masih meronta karena tangannya masih memegang kuat kerah baju model tampan itu.

"Ha'i, terimakasih Aomine-kun, aku akan meneleponmu begitu sampai". Tubuhnya sedikit merunduk saat mengucapkan kata-kata itu, meski Aomine temannya, Kuroko tetaplah seorang yang menjunjung kesopanan, terlebih pada orang yang sukarela menawarkan bantuan padanya, ia tak akan sungkan merendahkan sedikit badannya sebagai bentuk penghormatan.

Aomine melepas kerah baju kise lalu memeluk hangat mantan bayangannya dulu, namun tak seperti Kise, ia lebih tegar dan melepas pelukan terlebih dahulu meski jauh dalam hatinya ia pun ingin tetap bersama-sama dengan Kuroko, seperti halnya yang lain.

"Kuro-chin bawa ini." sebatang coklat cukup besar disodorkan teman ungunya yang paling tinggi - Murasakibara Atsusi. Murasakibara biasanya tak akan membagi makanannya, namun berbeda jika itu pada Kuroko, dia akan sangat senang melakukannya karena ia menyukai Kuroko yang manis seperti ia menyukai kudapan-kudapannya.

Seperti halnya Kise dan Aomine, Murasakibara pun memberikan pelukan hangat sebagai tanda perpisahan.

"Terimakasih Murasakibara-kun." tangan kecil itu meraih bungkusan coklat tanpa sungkan, senyum tipis ia hadiahkan pada titan ungu yang selama ini telah banyak mengajarinya membuat berbagai macam kue.

"Tetsuya-" tenggorokannya seakan tercekat mengucapkan nama itu, jelas terlihat ketidakrelaan pada wajah tampannya. Ia menarik tangan putih mulus itu hingga tubuh Kuroko jatuh dalam pelukannya, merengkuhnya begitu lama tanpa ada niat untuk melepaskan. Bahkan kepalanya sampai terjatuh pada pundak lelaki mungil itu, Kuroko mengelus punggung tegap mantan kaptennya untuk menguatkan, Akashi pernah menduduki posisi tertinggi di hatinya, meski jalan takdir tak menyatukan keduanya. Kuroko tak menyesal sedikitpun, tak juga ia menyimpan benci akibat rasa sakit yang ditorehkan lelaki merah itu.

"Aku pasti akan kembali nanti, Akashi-kun." Kuroko mendorong tubuh Akashi menjauh, menatap wajah tampan itu lembut, tak ada benci ataupun rasa sedih terlihat di wajahnya yang biasa datar. Kuroko sempurna menerima semua kenyataan yang telah terjadi, ia tak ingin menjadi batu kerikil dalam rumah tangga kaptennya. Ya, Kuroko sudah menerimanya, dan kepergiaan ke Perancis memang murni adalah keinginan untuk menggapai mimpinya, belajar menjadi pembuat kue professional.

Biarlah rasa itu menjadi sebuah kenangan yang indah, kenangan yang akan selalu ia simpan baik-baik dalam hati dan pikirannya. Kenangan yang akan ia bagi nanti pada keturunannya. Pernah bersama Akashi adalah sebuah keberuntungan yang tak pernah ia sesali.

Tautan kedua tubuh terlepas, manik saphire itu kini beralih pada sosok jangkung yang berdiri di samping Akashi. Kuroko tahu jika ia pun ingin melakukan hal yang sama dengan teman-temannya yang lain, tapi Midorima tetaplah Midorima, ia terlalu kaku untuk bisa bersikap cair, bahkan Murasakibara yang biasanya tak peduli pun bisa melakukannya.

"Kabari kami begitu kau sampai disana-nodayo." telapak tangannya mengusap lembut surai biru muda, menatap wajah manis itu sejenak lalu menyunggingkan senyum tipis yang jarang sekali ia lakukan.

Tangannya merogoh saku mantel lalu mengeluarkan sebuah rantai kalung perak berbandul sepasang lumba-lumba biru.

"Ini adalah lucky itemmu hari ini, pastikan kau memakainya sebelum masuk ke dalam pesawat." ucapnya sambil meraih tangan kecil Kuroko, menaruh telapak tangan itu di atas tangannya dengan bagian punggung tangan yang menyentuh tepat telapak tangan besarnya, meletakkan benda perak berbandul biru itu pada telapak tangan yang jauh lebih kecil.

"Terimakasih Midorima-kun." Kuroko langsung membawa benda itu pada lingkaran lehernya, menautkan kedua penghubung rantai hingga sempurna melingkar pada leher jenjangnya.

"Ini akan jadi benda keberuntunganku selamanya." senyum Kuroko tulus yang membuat pipi Midorima memanas, ia menaikkan kacamatanya yang tak sedikitpun turun demi menyembunyikan rasa malu akibat pemadangan yang baru saja ia lihat. Midorima Shintaro salah tingkah. Akashi melirik tak suka, meski Midorima tak memberikan pelukan seperti yang lainnya, entah kenapa rasa tidak suka lebih besar tersulut ketika melihat interaksi Kuroko dan Midorima.

"Baiklah semuanya, aku pergi dulu." putus kuroko sebagai bagian dari akhir perpisahan mereka, tubuh kecilnya berbalik sebelum melambaikan tangan pada kelima lelaki yang masih berdiri menatap kepergiannya.

"Aku akan mengabari kalian begitu sampai disana." ia sempat menengok sambil tersenyum sebelum akhirnya ia memasuki pintu kaca berbilah dua itu, tatapannya masih sesekali terlihat pada para kisedai hingga tubuhnya sempurna hilang pada belokan bangunan.

"Permisi!" ucap seseorang dengan terburu-buru, menabrak beberapa penumpang yang terlihat terburu-buru juga. Kuroko sedikit merunduk, menatap tiket yang tengah dipegangnya sesekali lalu tatapannya kembali lurus ke depan, ia sedikit santai karena masih ada 15 menit sebelum pesawatnya lepas landas. Hingga "brukkk!" seseorang menabraknya dari belakang membuat tubuhnya terjatuh, untung saja ia berjalan pada sisi paling tepi sehingga tidak harus terinjak-injak dengan penumpang lain yang terlihat terburu-buru.

"Maafkan aku!" terdengar sebuah suara didepannya disertai dengan uluran tangan berbalut sarung tangan kulit hitam yang menutup seluruh telapak tangannya. Kuroko mendongak, namun entah kenapa ia mencium bau aneh menyeruak di indera penciumannya yang ditutupi saputangan, membuat tubuhnya limbung, perlahan penglihatannya mulai samar hingga ia merasakan tubuhnya melayang seakan tak lagi menapaki lantai.

.

TBC

.


A/N:

Ini adalah fiksi kolaborasi pertama kami – Kizhuo dan Mel… :D

Semoga readers tachi suka….mohon dukungannya ya… XD

Arigatou sudah meluangkan waktu membacanya

Regards,

Kizhuo and Mel