Disclaimer ; Masashi Kishimoto
.
.
.
.
.
.
Teriakan-teriakan memekakkan telinga itu seketika membahana saat seorang pemuda bersurai raven berjalan dengan santainya menyusuri koridor menuju perpustakaan. Mereka yang berteriak adalah kaum-kaum hawa yang mengaku fans sejati dari pemuda bernama Uchiha Sasuke. Siapa yang tak kenal Uchiha Sasuke. Pemuda tampan, dingin, jenius, mempesona dan juga salah satu pewaris dari perusahaan terbesar di Jepang. Dia merupakan pewaris kedua dari Uchiha Corporation setelah kakaknya Uchiha Itachi. Semua orang tentu sudah mengenal siapa itu Uchiha, mereka adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata, bahkan kedua pewarisnya sudah turun tangan dalam bisnis keluarga saat mereka berusia 15 tahun.
Sasuke yang terlalu sering mendengar teriakan itu hanya bisa mendengus jengkel, ia sama sekali tak suka dengan reaksi berlebihan orang-orang pada dirinya. Tangan kanannya bergerak masuk kedalam saku celana untuk mengambil sepasang headset dan menyumpal kedua telingannya dengan benda itu. Sasuke mempercepat langkahnya, ia benar-benar ingin secepatnya sampai di perpustakaan karena hanya ditempat itulah ia mendapatkan ketenangan. Saat sampai di perpustakaan pemuda berusia 17 tahun itu langsung mencari sebuah buku yang diinginkannya dan setelah mendapatkannya ia langsung menuju sudut ruangan untuk membaca.
"Sssttt...sssttt."
Sasuke mengeryitkan dahinya saat mendengar suara berbisik itu, namun ia memilih untuk mengacuhkannya.
"Sssttt sssttt sssttt."
Sekali lagi suara itu terdengar, meski dengan tempo lebih cepat dari sebelumnya. Ia mengalihkan pandangannya kesegala arah, namun ia tak menemukan siapapun disana. Sasuke pun kembali memfokuskan diri pada bacaannya.
"Ssssssttttttt... Aku disini. Dibawah meja, menunduklah."
Sasuke segera berdiri dari kursinya dan mendekati meja panjang yang berada dibelakangnya. Ia kemudian berjongkok dan menyibak kain hitam yang menutup sampai kaki meja.
"Hai."
Tubuh Sasuke sedikit mundur kebelakang karena cukup kaget melihat makhluk pink yang tersenyum lebar padanya. Bukan karena gadis itu hantu. Ya, makhluk itu adalah seorang gadis. Gadis dengan seragam yang sama dengannya namun dengan wajah yang sulit untuk dikatakan. Rambut pink nya memutih karena sesuatu seperti tepung, lalu coretan lipstick yang melingkar di bagian mata dan mulutnya, dan tak lupa mulutnya yang mengunyah butir-butir coklat.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Aku? Ah, aku sedang bersembunyi."
Sasuke mengeryitkan dahinya saat melihat gadis itu kembali memakan coklat-coklatnya.
"Hn?"
"Penyihir berambut pirang sedang mencariku untuk menjadikanku santap malamnya, jadi aku bersembunyi." gadis itu menampakkan ekspresi seperti ia tengah ketakutan.
"Konyol!"
"Begitukah menurutmu?! Hahahahah aku hanya bercanda."
Sasuke sangat heran dengan gadis itu, sesaat yang lalu ia terlihat marah saat dirinya mengatakan bahwa gadis itu konyol, tetapi berikutnya gadis itu malah tertawa.
"Kau mau coklat? Ini enak."
Gadis itu menyodorkan sebutir coklat pada Sasuke, namun secepat kilat ia kembali menarik coklat itu.
"Tidak jadi saja," ucap gadis itu cepat.
"Kenapa?" tanya Sasuke.
"Coklat ini terlalu enak untuk dibagi, tapi jika kau mau membantuku, aku akan mempertimbangkan untuk memberikan sebutir untukmu. Tapi ingat, hanya sebutir ya." gadis yang entah siapa namanya itu tersenyum kembali pada Sasuke.
"Kenapa aku harus membantumu?"
Sasuke dapat melihat gadis itu memutar matanya keatas seolah ia tengah berpikir dan tak lupa gadis itu juga mengigit bibirnya dan bagi Sasuke itu sangat menggemaskan, apalagi sesekali emerald gadis itu berkedip dengan lucunya. Sasuke buru-buru mengalihkan perhatiannya dari wajah gadis itu, saat menyadari pemikiran konyolnya.
"Emhh, kenapa butuh alasan untuk membantu seseorang? Panda-kun selalu bilang membantu orang itu hal baik, jadi tidak perlu alasan." mata gadis itu kembali mengedip-ngedip polos.
"Kau berteman dengan seekor panda?"
Sasuke lagi-lagi mengerutkan dahinya saat mendengar kata-kata gadis itu. Apa panda mulai bisa berbicara? Atau gadis ini mengerti bahasa hewan?
"Panda-kun bukan seekor tapi seorang. Dia laki-laki yang cukup tampan dengan tato Ai di keningnya dan lingkar hitam dimatanya yang mirip dengan panda. Karena itu aku memanggilnya Panda-kun."
"Hn."
"Aku sudah dua kali mendengar 'Hn' itu darimu, apa artinya?."
"Tidak ada."
"Aa. Oh ya, kau mau membantuku, kan?"
"Kau harus punya alasan kenapa aku harus membantumu."
"Hari ini ulang tahunku, apa alasan itu cukup?"
Ah, Sasuke mengerti sekarang. Jadi gadis ini melarikan diri dan bersembunyi dari teman-temannya yang akan menjahilinya. Pantas saja penampilannya seperti ini. Tapi, tidakkah ini terlalu kekanakan untuk seseorang yang sudah berusia 17 tahun?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sasuke dengan amat terpaksa membawa gadis yang baru saja ditemuinya di kolong meja perpustakaan itu kerumahnya. Alasan pertama, gadis itu tak mau membersihkan dirinya ditoilet sekolah karena takut tertangkap teman pirangnya yang sebelumnya disebutnya sebagai penyihir. Kedua, dia menolak diantar pulang kerumah karena ibunya pasti akan mengomelinya dengan pulang dalam kondisi seperti itu. Ketiga, kebodohan Sasuke sendiri yang berjanji menolong gadis itu hanya karena melihat emerald itu berkaca-kaca. Dia mungkin pribadi yang dingin, namun bukan berarti tak peduli. Dan akhirnya disinilah mereka, di depan sebuah pintu yang terdapat lambang kipas khas Uchiha diatasnya. Sasuke menekan bel yang berada disamping pintu, dan tak perlu menunggu lama seorang wanita bersurai hitam dengan wajah yang mirip dengannya namun lebih cantik, membukakan pintu dan tersenyum lembut padanya.
"Sasu-chan sudah pulang?" tanya wanita itu dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.
"Ibu," Sasuke memandang ibunya memohon. Ia benar-benar risih dipanggil seperti itu.
"Baiklah baiklah, maafkan ibu." Mikoto, sang nyonya Uchiha sudah akan maju dan memeluk putra bungsunya, namun semua itu tak jadi ia lakukan saat onyx nya menemukan pemandangan lain disamping putranya.
"Ehhh?" kagetnya saat melihat sosok disamping putranya.
"Ah, selamat siang bibi," Sapa sosok itu pada nyonya rumah.
"Siang," sapa Mikoto balik, "Kau membawa teman, Sasuke?" Mikoto memandang putranya.
"Dia bukan temanku, dan kami baru bertemu hari ini. Aku hanya menolongnya," jawab Sasuke.
"Ah, manisnya putra ibu." Mikoto mencubit pipi Sasuke gemas dan membuat seseorang yang menjadi topik pembicaraan terkikik melihatnya. Keduanya pun langsung menoleh pada sumber suara. Jika Mikoto hanya tersenyum melihatnya, maka Sasuke menatap tajam sosok itu.
"Bisakah aku mencubit pipimu juga?" emerald itu memandang Sasuke penuh harap.
"Tidak!" saat Sasuke menyatakan penolakannya dengan tegas, wajah itu berubah murung.
"Ah, sudahlah. Nah, siapa namamu nak?" tanya Mikoto.
"Aku Sakura, bibi," jawabnya dengan wajah yang mulai tersenyum.
"Nama yang cantik. Nah, Sakura. Kau harus membersihkan dirimu sekarang juga, kau bahkan terlihat lebih tua dari bibi dengan rambut berubanmu itu, ayo masuk dan bibi akan mengantarmu untuk membersihkan diri."
Mikoto menarik lengan Sakura dengan lembut. Ia membawa Sakura kekamar tamu dilantai dua untuk membersihkan diri.
.
.
.
.
Setelah 20 menit berada di kamar mandi, akhirnya Sakura bersih kembali. Sebelum keluar, Ia memunculkan sedikit kepala pinknya dari balik pintu kamar mandi dan ia mendapati ibu dari orang yang menolongnya tengah meletakkan sebuah baju diatas tempat tidur.
Menyadari ada yang memperhatikannya, Mikoto segera menoleh kearah pintu kamar mandi, ia melihat kepala pink menyembul dari sana.
"Sakura? Sudah selesai?" kepala pink itu mengangguk.
"Kemarilah! Bibi sudah menyiapkan pakaian untukmu. Karena seragammu kotor, tidak memungkinkan kau memakainya lagi. Jadi, bibi mencarikan baju lama bibi yang cocok untukmu. Apa kau keberatan memakainya?"
Sakura perlahan berjalan mendekat pada Mikoto, Saat ini tubuhnya hanya dibalut selembar handuk putih. Ia memperhatikan sebuah dress polos berwarna coklat pucat dengan pita kecil dibagian dada sebelah kiri. Panjang dress itu kira-kira dibawah lutut, jika Sakura menggunakannya. Mengingat kondisi tubuh Sakura yang tidak tinggi alias mungil.
"Ini bagus, aku suka. Terima kasih, bibi." Sakura mengukir senyum dibibirnya.
"Ah, kau ternyata begitu cantik dan imut setelah semua pengganggu diwajahmu menghilang. Cepat pakai bajunya dan segera turun untuk makan. Bibi akan menunggumu di meja makan." Mikoto mengelus pipi putih itu sebentar.
"Bibi, kurasa aku langsung pulang saja. Orang tuaku pasti sedang cemas sekarang, lagipula aku tak ingin merepotkan bibi lebih banyak lagi."
"Apa yang kau katakan, nak? Sama sekali tidak merepotkan. Soal orang tuamu, bibi akan meminta Sasuke mengantarmu nanti dan membantumu untuk menjelaskan pada orang tuamu. Jadi, ayo makan dulu."
"Baiklah."
Sakura menuruni anak tangga dengan langkah gugup. Bagaimana pun ini adalah rumah orang asing, jadi merasa gugup adalah hal yang wajar. Setelah semua anak tangga telah dilaluinya, ia berjalan menuju keruang makan yang sebenarnya ia sendiri tak tahu dimana letaknya. Rumah ini begitu besar dan dia takut tersesat didalamnya. Ketika melihat seorang pelayan melintas tak jauh darinya, ia segera memanggil pelayan itu.
"Emh, permisi bibi. Bisa beritahu aku di mana letak ruang makannya?" tanya Sakura pada pelayan wanita yang terlihat lebih tua dari ibu Sasuke itu.
"Mari ikut saya nona." Sakura mengikuti kemana pelayan itu membawanya. Selama perjalanan kepala pink itu tak pernah diam karena memperhatikan keseluruhan rumah megah milik Uchiha itu. Sesekali mulutnya akan terbuka lebar karena kagum dengan lukisan-lukisan indah yang terpajang di dinding.
"Nona, disana ruangannya."
Sakura mengalihkan perhatiannya pada pelayan yang telah membantunya, ia tersenyum kecil lalu sedikit membungkukkan badannya sebagai ucapan terima kasih.
"Terima kasih, bibi." suara itu terdengar begitu ceria.
"Nona tidak perlu membungkukkan badan seperti itu pada saya, karena saya disini hanya pelayan saja."
"Kenapa?" Sakura mengerutkan dahinya, "Tidak peduli siapapun orang itu dan apa statusnya, orang tua tetap saja orang tua dan sudah kewajiban yang muda untuk menghormatinya. Itu yang sering ibuku katakan padaku."
"Ah, kalau begitu saya permisi dulu." pelayan itu tersenyum lembut pada Sakura dan segera pergi meninggalkan gadis pink itu.
Sakura dapat melihat kursi di meja makan telah terisi beberapa orang, atau lebih tepatnya tiga orang laki-laki dan seorang perempuan yang pastinya adalah ibu Sasuke. Sasuke pun telah duduk disana, tapi dua laki-laki lainnya terasa tidak asing untuk Sakura. Langkah Sakura perlahan mendekat pada meja makan. Ia memperhatikan dua laki-laki yang tengah menarik perhatiannya, ia menelusuri satu persatu dari wajah keduanya dan matanya langsung berbinar cerah saat mengenali siapa mereka.
"Ah benar, itu Fugaku Ji-san dan Itachi-nii." suara Sakura yang terkesan sedikit berteriak itu membuat semua orang memandang kearahnya. Merasa dijadikan pusat perhatian, Sakura hanya bisa tersenyum kikuk.
"Ah, apa aku terlalu berisik? Maaf." Sakura menggaruk kepala pink nya.
"Sakura-chan, kemarilah nak." Sakura segera mendekat dan duduk di kursi samping Mikoto.
"Apa yang kau lakukan disini pinky?" tanya Itachi dengan raut seriusnya dan itu membuat Mikoto dan Sasuke memandangnya heran. Dilihat dari cara Itachi memandang gadis itu, Itachi seolah sudah mengenalnya cukup lama.
"Eh, itu...bagaimana ya?"
"Apa bibi tau kau disini?" tanpa mengubah ekspresi datarnya Itachi kembali bertanya dan Sakura hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Aku permisi sebentar." Itachi bangkit dari duduknya dan menjauh ke pojok ruangan.
"Sakura, bagaimana kabar ayahmu?" kali ini Fugaku lah yang bertanya.
"Ah, ayah tidak dalam keadaan yang baik. Beberapa hari yang lalu ayah mengalami kecelakaan. Jadi, untuk beberapa saat ayah harus istirahat untuk bisa pulih kembali." raut wajah Sakura berubah murung seketika, dibanding pada sang ibu, ia lebih dekat pada ayahnya. Keceriaannya pun sebenarnya tertular dari ayahnya, karena mereka terlalu sering menghabiskan waktu bersama. Karena itulah ia begitu sedih saat mendengar mobil ayahnya mengalami kecelakaan. Ia bahkan tak bisa berhenti menangis sebelum sang ayah meyakinkan dirinya bahwa ayahnya baik-baik saja. Bahkan dengan mengingat kembali kejadian itu, emeraldnya akan mulai berkaca-kaca seperti sekarang ini.
Sasuke yang menyadari perubahan pada raut muka gadis itu, Segera mengalihkan pembicaraan.
"Hei, pinky. Habiskan makananmu dan aku akan mengantarmu pulang," seru Sasuke tiba-tiba.
Fugaku sebenarnya heran dengan yang Sasuke lakukan, tidak biasanya Sasuke memotong pembicaraan saat ayahnya tengah bicara. Tapi, dengan melihat wajah mendung Sakura, Fugaku mengerti bahwa Sasuke melakukan itu untuk mengalihkan perhatian Sakura dari ayahnya.
"Jangan panggil aku pinky, dasar pantat ayam."
"Pantat ayam?"
"Ya, habisnya rambutmu mirip sih dengan pantat ayam." Sakura tersenyum kemudian.
'Mudah sekali suasana hatinya berubah' batin Sasuke.
"Tch," Sasuke berdecak kesal, bagaimana bisa rambut sekeren miliknya disebut mirip pantat ayam.
"Itachi bisa memanggilmu pinky, kenapa aku tidak?" entah sadar atau tidak, dalam nada suara Sasuke menyiratkan ketidaksukaan.
"Itachi-nii itu special dan kau tidak," jawaban Sakura mengakhiri perdebatan mereka.
.
.
.
.
.
.
Sakura kini telah berada di depan pintu rumah keluarga Uchiha. Setelah menyelesaikan makan malam bersama, ia pamit untuk segera pulang. Ia tak ingin membuat orang tuanya cemas karena pergi terlalu lama, apalagi ia sama-sekali tak mengabari kemana ia pergi. Ia kini melangkah menuju sebuah mobil hitam yang sama saat ia datang kemari. Di dalam mobil itu telah ada Sasuke yang duduk di belakang kemudi. Baru saja Sakura akan membuka pintu mobil, tiba-tiba sebuah tangan yang lebih besar darinya meraup tangannya. Sakura menoleh pada pemilik tangan yang ternyata adalah Itachi.
"Sasuke, dia pulang bersamaku," ucap Itachi lalu menggandeng Sakura pergi menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil Sasuke.
Sasuke mengeryit dahi melihat tingkah kakaknya yang terkesan overprotective kepada gadis itu, sebenarnya ia tak ingin memperdulikan hal itu, namun ada denyutan aneh di dadanya, ia merasa tak suka saat tangan Itachi menggenggam tangan mungil itu erat. Ia juga kesal melihat gadis itu mau-mau saja di bawa itachi. Dan Sasuke tak mengerti perasaan apa itu. Lagi pula apa pedulinya pada seorang gadis yang baru pertama kali ditemu[nya itu, setidaknya ia telah memenuhi janjinya untuk menolong gadis itu. Tapi, ada hal yang membuatnya jauh lebih penasaran. Bagaimana ayah dan kakaknya mengenal gadis itu, dan apa hubungan Itachi dengan gadis itu?
.
.
.
.
tbc.
cherryryn96
