By: Xylia Park
.
Sial!
Aku terlambat lagi hari ini. Ini sudah yang ketiga kalinya. Setelah memaki-maki bahkan menendangi gerbang sekolah tak bersalah itu, aku memutuskan untuk kembali ke rumah saja. Namun saat aku berbalik dan hendak berjalan pulang, aku sadar jika aku tidak terlambat seorang diri.
"Oh! Are you late too?"
.
O!RUL8, 2?
.
"Are you late too?"
Anak laki-laki yang sedang berdiri sambil memegangi dan menempelkan wajahnya pada celah gerbang sekolah itu menoleh dengan wajah malas.
"menurutmu?", tanyanya.
Namjoon menaikkan kedua alisnya saat melihat ada luka goresan pada hidung anak itu.
"Hei, kau terluka"
Namjoon mendekat sambil merogoh saku celananya. Seingatnya kemarin dia menyimpan plester luka di sana.
Dia menarik keluar plester luka yang dia cari lalu membuka bungkusnya.
"coba, sini aku lihat", kata Namjoon.
Dia menarik wajah namja itu mendekat lalu menempelkan plester luka itu dengan hati-hati. Dan setelanya dia harus berusaha mati-matian untuk menahan tawanya. Anak itu nampak lucu sekali.
"apa?" tanya anak itu datar.
Namjoon menggeleng-"Tidak ada"-meskipun sebenarnya dia masih berusaha menahan tawanya.
Anak itu mendengus lucu dan memalingkan wajahnya dari Namjoon. Dia menatap sendu pada sekolah mereka.
"Percuma saja kita disini. Mereka tidak akan membiarkan kita masuk. Lebih baik kita pulang saja. Ayo!" kata Namjoon.
Namjoon meraih tangannya lalu berjalan sambil menggandeng tangan anak laki-laki itu. Namun anak itu menahan langkahnya.
"mau kemana?", tanyanya.
"Pulang. Kita pulang bersama saja" jawab Namjoon sambil menunjuk arah jalan pulang.
"Hei! Rumahku ke arah sana!" kata anak itu sambil menunjuk arah yang sebaliknya.
Alis Namjoon terangkat. "oh? Benarkah?" katanya.
Dia berusaha menahan tawanya lagi saat melihat wajah kesal anak laki-laki itu, terutama dengan adanya plester luka yang menempel di hidungnya.
Namjoon melirik tag name yang ada di seragam sekolahnya.
Min Yoongi.
Oh, jadi namanya Yoongi. Nama yang manis. Semanis pemiliknya, kekeke~
"Ya sudah. Kalau begitu ayo jalan kesana", lanjut Namjoon.
Namjoon menarik tangan Yoongi lagi. Kali ini kearah yang Yoongi inginkan. Dia tidak tahu kalau rumah Yoongi ke arah yang berlawanan dengan arah rumahnya. Behubung dia malas pulang karena kemungkinan dia akan kena marah ibunya karena terlambat masuk sekolah lagi. Maka Namjoon akan mengantar Yoongi pulang dengan selamat sampai tujuan.
"Oh iya. Kita belum berkenalan". Namjoon menghentikan langkahnya. "Aku Kim Namjoon" katanya. Dia mengulurkan tangan kananya pada Yoongi.
"Min Yoongi", jawab anak itu cuek sambil menjabat tangan Namjoon. Namjoon lagi-lagi ingin tertawa saat melihat hidung Yoongi yang ada plester lukanya.
"Apa?", tanya Yoongi saat melihat ekspresi Namjoon yang seperti sedang mentertawainya.
"Tidak ada", ucap Namjoon sambil menutup mulutnya yang sedang menahan tawa.
Yoongi mendengus lalu mendahului Namjoon berjalan. Dia berjalan sambil memegangi kedua tali ranselnya. Tingkahnya itu entah kenapa membuat Namjoon gemas. Seperti anak kecil saja.
Namjoon berjalan cepat menyusul Yoongi, lalu mulai berjalan disampingnya.
"dimana rumahmu?", Namjoon berbasa-basi.
"tidak jauh. Hanya tiga menit dari sekolah" jawab Yoongi.
Namjoon hanya mengangguk-angguk mengerti.
Saat menatap kearah lain, matanya tidak sengaja melihat ada toserba tak jauh dari tempat mereka berada.
Dia memegang perutnya. Dia ingat, dia belum sarapan karena terlambat bangun tadi.
Namjoon menatap Yoongi lagi.
"apa?", tanya Yoongi, sadar jika Namjoon menatapnya.
"aku lapar" kata Namjoon. "kita mampir ke sana sebentar" katanya lagi sambil menarik tangan Yoongi menuju toserba itu.
"H-Hei! Stop!" Yoongi menghentikan langkahnya. Membuat Namjoon menatap bingung padanya. "Kalau kau lapar, kau beli saja sendiri. Aku mau pulang", katanya kesal.
"Apa? Kenapa begitu? Bukannya kita pulang bersama?" tanya Namjoon. "Sudahlah. Ayo!", Namjoon tetap menarik tangan Yoongi. Dia tidak terima penolakan.
"Hei!" Yoongi menghentikan langkahnya lagi. Dia menatap kesal pada Namjoon. Dan hal itu sukses membuat Namjoon hampir meledak tertawa saat melihat plester luka itu lagi.
"Apa?!", bentak Yoongi kesal saat melihat Namjoon yang selalu saja mentertawainya.
Namjoon menahan keinginannya untuk tertawa. "Sudah. Temani aku sebentar saja. Nanti aku belikan es krim, bagaimana?" katanya.
Wajah kesal Yoongi menghilang. Dia membulatkan mata sipitnya penuh harap pada Namjoon. Membuat Namjoon hampir keceplosan tertawa. Wajahnya itu benar-benar lucu sekali.
"Oke?", ulang Namjoon.
Yoongi mengangguk. Kali ini Namjoon tidak tertawa. Dia terpaku melihat tatapan Yoongi. Tatapannya itu seperti anak kecil yang sedang diiming-imingi es krim. Berbinar-binar. Lucu sekali.
Dan itu membuat jantungnya berdebar-debar.
"K-kalau begitu, ayo" ajaknya. Dia kembali menarik tangan Yoongi masuk ke dalam mini market itu.
"Kau pilih saja es krimnya. Aku mau ke sebelah sana", kata Namjoon sambil menunjuk ke sembarang arah. Dia pergi setelah Yoongi meng'iya'kan.
Dia berjalan cepat menuju ke arah yang dia tunjuk tadi. Disana dia sibuk mengambil nafas sambil memegangi dadanya.
Dia tidak tahu apa yang sedang dia rasakan. Wajah Yoongi saat menatapnya tadi membuat Namjoon... "Oh my god~", gumamnya.
Dia mengintip Yoongi dari bilik tempat dia berdiri. Dia melihat Yoongi yang sepertinya sedang kebingungan memilih es krimnya. Yoongi menatapi freezer es krim dengan mata berbinar-binar. Membuat pipi Namjoon memanas.
"Ada apa denganku?", gumamnya. Namjoon berjongkok di tempatnya. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Kenapa Yoongi nampak begitu bersinar di matanya? Aish! Kenapa juga dia harus berkeringat?
"Hei, sedang apa kau ditempat perlengkapan bayi?"
Namjoon membuka kedua tangan yang menutupi wajahnya dan mendongak. Ternyata Yoongi sudah berdiri di depannya. Dia melihat ke sekitar lalu merutuki dirinya sendiri. Dia tidak tahu jika ternyata dia sedang berada di tempat peralatan bayi.
"A-aku hanya-", Namjoon berdiri dan menggaruk belakang kepalanya. Dia bingung harus menjawab apa. "-Oh? Apa kau sudah selesai memilih?" tanya Namjoon. Mengalihkan pembicaraan.
Yoongi menatap dua es krim di tangannya. "Lebih baik yang mana, Strawberry atau Vannila?", tanyanya sambil menunjukkan dua es krim itu bergantian.
Namjoon diam menatapi wajah Yoongi yang nampak seperti anak kucing yang butuh saran. Duh! Membuat gugup saja.
"A-ambil saja dua-duanya" kata Namjoon.
"Benar?", tanya Yoongi dengan nada senang dan tidak percaya. Namjoon mengangguk. "Wah! Terima kasih~ Kau baik sekali~" ucapnya sambil menempelkan kedua es krim itu ke pipi Namjoon.
.
Mereka keluar dari toserba dengan sebuah kantung belanjaan di tangan Yoongi. Tadi Namjoon tidak jadi membeli sesuatu untuk perutnya. Entah kenapa dia sudah tidak lapar lagi. Jadi dia hanya membeli dua es krim untuk Yoongi.
Yoongi membuka bungkus salah satu es krimnya yang rasa Vannila. Dan saat akan memakannya dia melirik pada Namjoon.
"Ini untukmu" katanya sambil menyodorkan es krim ditangannya pada Namjoon.
"Eh? Bukannya kau mau yang ini?" tanya Namjoon sambil menerima es krim itu.
"Memang. Tapi sepertinya aku ingin makan yang strawberry saja", katanya sambil mulai membuka bungkus es krim yang Strawberry. Dia langsung menggigit ujung es krim strawberrynya. "Mau coba?", katanya sambil menyodorkan es krimnya pada Namjoon.
Namjoon membulatkan matanya. Dia menatap bekas gigitan Yoongi di es krim stik berwarna pink susu itu. Dia menelan ludahnya. Kalau dia menggigitnya, itu berarti mereka akan...
"ti-tidak. Aku tidak suka strawberry", alasannya. Sebenarnya sih dia mau sekali. Tapi, rasanya kurang mantap jika hanya ciuman tidak langsung. Hahaha...
Namjoon mulai memakan es krim Vanilanya. "Aku tidak pernah melihatmu sebelum ini", katanya. Dia menatap Yoongi yang sedang sibuk dengan es krimnya. "Kau murid baru ya?", tanyanya.
Dua tahun dia bersekolah di SMA Bangtan tapi dia sama sekali tidak pernah bertemu dengan Yoongi. "Kau murid kelas satu ya?", tanyanya lagi.
Yoongi menatap malas padanya. "Asal tahu saja ya. Aku sudah hapir tiga tahun belajar di Bangtan", katanya. "Dan ini pertama kalinya aku terlambat", tambahnya sebelum dia kembali memakan es krimnya.
"Apa?". Jadi Yoongi adalah senior Namjoon di sekolah? Tidak bisa dipercaya. Wajahnya saja tidak mendukung sebagai anak kelas tiga SMA. Dia lebih mirip anak TK.
"Kenapa? Kau tidak terima jika aku ini Sunbae-mu?" tanya Yoongi.
"Bukan begitu. Hanya saja, kau...", Namjoon menahan kata 'imut' yang hampir loncat keluar dari mulutnya. "Hei, Kita duduk disana dulu. Tidak baik makan sambil berjalan", kata Namjoon, sambil menunjuk sebuah bangku yang ada di trotoar. Lagi-lagi Yoongi menurut dan menganggukkan kepalanya. Padahal Namjoon cuma asal bicara. Membuat gemas saja.
Mereka berdua duduk dan tidak bicara. Yoongi sibuk makan es krim. Sedangkan Namjoon sibuk memperhatikan Yoongi dan tidak peduli pada es krimnya sendiri yang mulai leleh di tangannya. "Apa yang terjadi padaku?", gumam Namjoon sambil menggeleng tidak mengerti. Wajah Yoongi yang lucu dan sikapnya yang cuek membuat Namjoon meleleh seperti es krimnya.
"Kau bilang apa?", Yoongi menoleh pada Namjoon dengan wajah lucu.
Namjoon menghela nafas gugup.
"Aku bilang, apa yang terjadi dengan hidungmu?", tanya Namjoon. Padahal bukan itu yang dia katakan tadi. Dasar!
"oh, ini", dia menggosok-gosok hidungnya yang sakit. "Terjadi kecelakaan kecil saat aku berangkat sekolah. Tadi, blablablablabla", Yoongi mulai bercerita. Sedangkan Namjoon tidak mendengarkannya. Dia sibuk sendiri dengan lelehan es krim yang membasahi tangannya.
Dia kebingungan bagaimana cara membersihkan tangannya yang lengket. Dengan terpaksa dia melahap semua es krimnya yang tersisa dan dia harus menahan rasa dingin yang menusuk hingga kepalanya pening.
Dia berusaha secepat kilat membersihkan tangannya dengan tissue basah yang entah sejak kapan ada didalam tasnya. Dan setelah itu dia buru-buru membuang semua barang bukti ke sembarang tempat, lalu dia berpose seolah dia sedang mendengarkan.
"Begitu. Tapi ini tidak terlalu sakit kok", kata Yoongi mengakhiri ceritanya. Dia tersenyum lalu kembali memakan es krimnya.
.
Mereka kembali melanjutkan perjalan pulang setelah Yoongi benar-benar menghabiskan es krimnya.
Saat ini mereka sedang melewati sebuah taman kecil. Namjoon heran. Yoongi bilang rumahnya hanya tiga menit dari sekolah. Tapi mereka sudah berjalan jauh dan belum juga sampai. Kalau dikira-kira, ini sudah hampir sepuluh menit mereka berjalan.
"Hei... Kau bilang rumahmu hanya tiga menit dari sekolah. Kenapa kita tidak sampai-sampai? Ini sudah jauh sekali", keluh Namjoon.
"Memang. Tiga menit kalau naik bus. Kalau jalan kaki mungkin sekitar lima belas menit", kata Yoongi.
"Apa? I-itu jauh sekali. Kenapa kau tidak bilang sejak awal?!", ucap Namjoon.
"Kau tidak tanya", jawab Yoongi santai.
Namjoon merasa kesal. Untung saja yang membuatnya kesal adalah Yoongi. Kalau bukan, sudah bisa dipastikan Namjoon akan memberi orang itu pelajaran.
"Kau marah?", tanya Yoongi.
Namjoon melirik dingin pada namja itu. Namun sedetik kemudian dia luluh karena wajah Yoongi-Hey! Ada apa dengan wajahnya? Kenapa imut sekali!?
Yoongi menghela nafas dan mengubah ekspresi kesalnya menjadi tenang. Dia menggeleng dan berkata 'tidak'. Mana mungkin dia marah kalau disuguhi wajah manis seperti itu.
"Permisi"
Namjoon dan Yoongi menoleh pada sumber suara.
Seorang wanita yang tengah menggandeng tangan anaknya sedang berdiri didepan mereka. "Maaf. Bisa tolong jaga anakku sebentar? Aku mau ke toilet sebentar", kata wanita itu.
Namjoon dan Yoongi menatap seorang namja kecil yang tangannya sedang digandeng ibunya itu. Dia nampak manis. Lalu mereka saling bertukar pandang.
"B-baiklah kalau begitu", ucap Yoongi. Wanita itu berterima kasih sebelum berlari pergi. Namjoon menatap anak kecil berambut hitam itu. Dia mendengus. Jujur saja ya, dia tidak suka anak kecil.
"Hai, teman. Siapa namamu?", ucapan Yoongi lembut, membuat Namjoon kesal. Kenapa dia bertanya sambil mengusap rambut anak itu?! Huh! Menyebalkan!
"Aku Jungkook. Kau siapa?", tanya namja kecil itu sambil menangkup pipi Yoongi. Membuat Namjoon ingin menjitak kepalanya.
"Aku Yoongi Hyung. Dan ini Namjoon Hyung", kata Yoongi sambil menunjuk Namjoon. Namun sepertinya namja kecil bernama Jungkook itu tidak peduli. "Berapa usiamu?", tanya Yoongi lagi.
"Aku delapan tahun", jawab Jungkook sambil tersenyum lebar. Dan mereka mulai bicara berdua tanpa mempedulikan Namjoon.
Sebenarnya Yoongi sudah mengikut sertakan Namjoon dalam obrolan mereka. Namun sepertinya Jungkook tidak peduli. Dia masih asyik bicara dengan hyung yang menurutnya baik hati itu. Yoongi.
"Hyung. Apa kau sudah punya pacar?", tanya Jungkook. Namjoon mengangkat kedua alisnya saat mendengarkan pertanyaan konyol itu.
"A-apa?", tanya Yoongi tidak mengerti.
"Jadilah pacarku, Hyung. Aku ini anak orang kaya. Aku akan memberikan apapun yang kau mau, Hyung", kata Jongguk. Yoongi menutup mulutnya dengan tangan. Dia terkejut dengan perkataan anak kecil itu.
"Y-Yah! Anak kecil! Jangan bicara sembarangan! M-mana boleh bicara seperti itu!", ucap Namjoon. Dia kesal sekali dengan bocah satu itu. Seenaknya saja dia meminta Yoongi jadi pacarnya!
Jungkook mendengus. "Memangnya kau ini siapanya Yoongi Hyung?", tanyanya sinis.
Namjoon terdiam. Benar juga. Memang dia siapanya Yoongi? Mereka saja baru berkenalan hari ini. Dia hanya bisa menggaruk kepalanya saja.
"Eh? Es Krim!", seru Jungkook. Dia menarik-narik tangan Yoongi sambil menunjuk mobil penjual es krim yang baru saja datang. "Aku mau es krim", ucapnya.
Namjoon menatap Yoongi yang sedang menatapnya. Lalu dia menghela nafas saat melihat ekspresi Yoongi yang seperti memohon padanya.
.
Namjoon mengawasi dua orang namja di hadapannya yang sedang makan es krim yang dia belikan. Yoongi makan es krim lagi. Bukan kemauannya. Tapi dia dipaksa oleh bocah satu itu. Seenaknya saja dia. Nanti kalau Yoongi sakit karena terlalu banyak makan es krim bagaimana?
"Kau tidak suka, kami makan es krim?", tanya Jungkook pada Namjoon.
"Biasa saja", jawab Namjoon sambil menatap kearah lain.
"Lalu kenapa kau menatap seperti itu pada kami?", ucapnya. "Apa karena kau yang membayar es krim ini?", tanyanya Jungkook lagi.
Namjoon menatap kesal pada anak kecil itu. "Lalu dimana Ibumu?! Ini sudah hampir satu jam. Kami juga punya hal lain yang harus kami kerjakan", ucapnya.
"Ibuku sedang belanja", jawab Jungkook tidak peduli. Dia kembali memakan es krimnya.
"MWO?!", pekik Namjoon dan Yoongi.
"Apa maksudmu, Jungkookie?", tanya Yoongi. Dia menyuruh Namjoon yang siap meledak marah untuk diam dan membiarkannya untuk mengambil alih. Kalau Namjoon yang bertanya, bisa dipastikan mereka akan kembali bertengkar.
"Ibuku belanja disana", kata Jongguk sambil menunjuk pasar swalayan di dekat taman itu. "Aku tidak mau ikut. Disana penuh dengan ibu-ibu dan disana juga berisik", katanya.
Yoongi menatap Namjoon sekilas. "Lalu, kapan ibumu selesai belanjanya?", tanya Yoongi lagi.
"Biasanya ibu bisa belanja sampai dua jam"
"MWO?!"
.
.
Namjoon merasa dirinya semakin diasingkan, diabaikan dan dicampakkan. Kenapa anak kecil ini selalu menempel pada Yoongi? Dia juga menjauhkan Yoongi darinya dan dia juga tidak mengijinkan Yoongi bicara dengannya.
Tahu begini lebih baik dia langsung pulang saja ke rumahnya sejak tadi pagi.
Eh? Tidak!
Tahu begini lebih baik dia menolak permintaan ibu Jungkook untuk menjaga bocah ingusan itu. Dia merasa Yoongi telah direbut darinya.
Namjoon berdiri dari duduknya. "Aku pulang duluan", katanya dengan nada sebal sebelum berjalan meninggalkan dua namja itu. Tanpa mempedulikan Yoongi yang memanggil-manggil namanya.
Aneh juga. Namjoon kesal pada anak kecil. Dan alasannya karena anak kecil itu merebut perhatian Yoongi.
"Memangnya kau siapanya Yoongi hyung?".
Dia jadi teringat dengan ucapan anak kecil itu. Dan dia mengerang kesal. Karena ucapan anak kecil itu ada benarnya.
Lalu Namjoon menghentikan langkahnya dan menatap kesekitar. Dia tidak tahu mau pergi kemana. Dia berjalan bukan ke arah rumahnya. Dia menghela nafas. "Sial", gumamnya.
"Yah!"
Namjoon merasa pundaknya ditepuk seseorang. Dia menoleh dan mendapati Yoongi di sampingnya sedang tersenyum.
"Ayo jalan. Rumahku ke arah sana", kata Yoongi sambil menunjuk arah rumahnya. Namjoon tidak menjawab dan hanya diam di tempat.
"Kenapa kau meninggalkanku?", tanya Yoongi. Namjoon tidak menjawab lagi. Dan tidak juga melangkahkan kakinya saat Yoongi menarik lengannya.
"Jungkook bilang kau cemburu padanya", kata Yoongi setengah tertawa sambil menatap wajah Namjoon dari samping.
Namjoon tidak menjawab. Tapi dia malah berjalan mendahului Yoongi. "Kau meninggalkannya sendiri?", tanya Namjoon. Dia tahu Yoongi mengikuti di belakangnya.
"Tidak. Ibunya datang tepat saat kau pergi" kata Yoongi.
"Sudah kuduga", gumam Namjoon. Tapi Yoongi masih bisa mendengarnya.
"Apa maksudmu?", tanya Yoongi.
"Kau tidak mungkin mengejarku kalau dia masih bersamamu", kata Namjoon sambil menatap kearah lain.
Yoongi tertawa tanpa suara. Dia berjalan mendahului Namjoon lalu berhenti di hadapannya. Dia mendongak dan menatapi wajah Namjoon yang lebih tinggi darinya sambil memegangi ranselnya.
"Apa?" tanya Namjoon heran. Dia menyentuh wajahnya. Siapa tahu ada sesuatu di wajahnua.
"Apa?", ulangnya kesal. Karena dia mulai merasa Yoongi sedang mempermainkannya.
"Tidak ada apa-apa", kata Yoongi sambil memberikan cengirannya. "Ayo. Rumahku sudah dekat", katanya lagi. Dia berjalan mendahului Namjoon.
"Sudah dekat?", gumam Namjoon. Lalu kenapa dia merasa agak sedih jika rumah Yoongi sudah dekat?
Namjoon berdecak lalu mengikuti Yoongi yang sudah berbelok lebih dulu.
Kalau rumah Yoongi sudah dekat, itu berarti dia akan segera berpisah dengan Yoongi. Lalu kenapa dia merasa tidak rela? Ah, Sudahlah. Kan mereka masih bisa bertemu lagi dengan Yoongi di sekolah. Itu pun kalau dia tidak terlambat sekolah besok.
Namjoon berbelok di tempat Yoongi berbelok tadi. Dan dia bisa melihat Yoongi sedang berdiri di depan tulisan 'sedang ada perbaikan jalan'.
Yoongi datang menghampiri Namjoon dengan wajah malu. "Hehe.. Aku lupa kalau disini sedang ada perbaikan jalan", katanya.
Namjoon memasang tampang seolah ingin menghajar Yoongi. Padahal dalam hatinya dia sedang bersorak senang. Karena dia masih bisa bersama dengan Yoongi.
Tunggu!
Apa yang dia pikirkan?
"Lalu?", tanya Namjoon.
"Sepertinya, kita harus ambil jalan memutar. Hehe..", jawab Yoongi. "Tidak apa-apa kan, Namjoon?", tanyanya buru-buru saat Namjoon hanya diam saja. Dan dia menyebut nama Namjoon dengan nada yang lucu. Membuat perut Namjoon tergelitik.
Namjoon tidak menjawabnya dan malah jalan mendahului Yoongi lagi. Tapi saat berbalik Namjoon memasang senyuman senang.
Yes!
.
.
"HAAHHH! Ini jauh sekali!", keluh Yoongi.
Namjoo terkekeh. "Kau ini bagaimana. Bukankah kau sering lewat jalan ini?", kata Namjoon.
"Tidak juga sih", kata Yoongi. "Aku saja bingung, kita ini sedanh ada dimana?!", katanya frustasi.
"Kita duduk dulu", katanya sambil mencari di sekitar, apakah ada tempat yang bisa mereka duduki atau tidak. "Tapi dimana?", tanyanya pada Namjoon.
Namjoon hanya mengedikkan bahunya tidak peduli. "Haaaa~ Aku capek!", rengek Yoongi. Dia berjongkok di depan Namjoon sambil menundukkan kepalanya.
Namjoon menatapinya. Sebuah ide gila melintas di otaknya.
"Ayo", Namjoon mengulurkan tangannya saat Yoongi mendongak padanya. "Ayo, naik ke punggungku", ajaknya.
Yoongi menerima uluran tangan Namjoon lalu berdiri. Dia mengusap tengkuknya. "T-tidak perlu lah", katanya malu-malu.
Mereka terdiam beberapa saat. Kemudian Namjoon meledak tertawa. Itu karena dia melihat plester luka di hidung Yoongi ditambah lagi dengan wajah lucu Yoongi.
"Apa? Apa?!" tanya Yoongi. "Dari tadi kau terus-terusan mentertawaiku", ucapnya.
"Itu tidak benar", elak Namjoon. "Sudah ayo kita jalan lagi". Dia menarik tangan Yoongi dan mulai berjalan.
"Namjoon-ah", panggil Yoongi.
Namjoon hanya bergumam saja sambil terus berjalan. "Apa kau selalu seperti ini pada orang yang baru kau kenal?", pertanyaan Yoongi membuat Namjoon bingung.
"Apa maksudnya?"
"Apa kau selalu menggandeng tangan orang yang baru kau kenal?", tanya Yoongi. Sontak Namjoon melepaskan genggaman tangannya pada Yoongi.
"Maaf", katanya.
Menggandeng tangan orang yang baru dikenal memang bukan kebiasaan Namjoon. Dia saja tidak tahu kenapa dia menggandeng tangan Yoongi. Dia jadi malu sekarang.
"Eh? Lihat itu", Yoongi menunjuk sesuatu di depannya. Tapi Namjoon tidak mengerti apa yang Yoongi maksud.
Yoongi berlari kecil menjauhi Namjoon lalu berjongkok disana. Sepertinya memungut sesuatu. Karena penasaran, Namjoon pun ikut mendekatinya.
"Ada apa?", tanya Namjoon.
Yoongi mendongak dan menunjukkan sebuah benda di tangannya. Sebuah dompet wanita-karena bentuk dan warna yang mendukung. "Sepertinya milik bibi yang baru saja lewat", kata Yoongi.
Wah! Matanya tajam sekali. Namjoon saja tidak melihat ada orang yang lewat di jalan ini sedari tadi. Atau dia tidak terlalu memperhatikan sekitar ya?
"Ah! Aku tahu alamat ini. Ayo kita kembalikan", ajak Yoongi sambil menatap dompet yang terbuka itu. Dia berlari mendahului Namjoon.
"Y-yah! Yoongi! Tunggu!"
.
"Ini dimana?"
Namjoon menatapi Yoongi yang sedang menggaruk kepalanya. Yoongi sedang menatapi sekitar dengan wajah kebingungan.
Namjoon menepuk keningnya. "Sebenarnya kau tahu alamatnya, tidak?" tanya Namjoon. Sudah bermenit-menit mereka berkeliling mencari rumah pemilik dompet itu. Tapi sampai sekarang belum juga ketemu. Hari juga sudah semakin siang. Namjoon jadi semakin lapar.
"Seharusnya sih di sekitar sini", kata Yoongi. "Ah! Molla!", rengek Yoongi sambil menyerahkan dompet itu pada Namjoon.
Namjoon menatapi Yoongi yang sedang membelakanginya. Lalu dia beralih pada dompet yang dia pegang.
Dia membuka dompet itu dan menarik keluar kartu penduduk dari dompet itu. Dia membaca alamatnya lalu mencocokkannnya dengan rumah-rumah di sekitarnya.
Matanya berhenti pada rumah yang berada di belakang mereka. Dia menghela nafas. Itu dia rumahnya. Alamatnya cocok dengan yang tercantum di kartu penduduk.
Sepertinya Yoongi mulai merasa lelah.
"Ayo", Namjoon menarik tangan Yoongi dan membawanya ke sana. Mereka berdua berhenti tepat di depan rumah itu.
Namjoon mengisyaratkan pada Yoongi bahwa dia sudah menemukan rumah itu, dengan kedikan kepala. Dia menyerahkan dompet itu pada Yoongi, bermaksud menyuruh Yoongi mengembalikan dompet itu. Bukankah dia yang menemukan?
Yoongi mulai memencet bel yang ada di tembok pagar rumah itu. Setelah melakukan beberapa tanya jawab dengan pemilik rumah melalui alat otomatis itu. Akhirnya si pemilik rumah membuka pintu rumahnya untuk mereka.
"Ada apa?", tanya wanita pemilik rumah saat melihat ada dua orang namja berseragam sekolah di depan rumahnya.
"Kami hanya ingin mengembalikan ini", kata Yoongi sambil menyerahkan dompet yang ada di tangannya.
"Dompetku? Astaga! Dimana kau menemukannya?", tanya wanita itu.
"Kami menemukannya di jalan", kata Yoongi. Dia melirik Namjoon yang sedari tadi hanya diam saja. Namjoon memang tidak ingin bicara. Dia menyerahkan semuanya pada Yoongi. Dia juga tidak ingin tahu apa yang sedang Yoongi dan wanita itu bicarakan sekarang.
"Temanmu?", tanya wanita itu pada Yoongi sambil menatap Namjoon.
"ne", jawab Yoongi sopan. Dia menginjak kaki Namjoon dan mengisyaratkannya agar Namjoon memberi salam.
"A-Annyeonghaseyo. Namaku Kim Namjoon", kata Namjoon memperkenalkan diri.
"Ah, Tunggu dulu", wanita itu tersenyum sambil menatapi mereka berdua. "Jangan bilang kalian ini sepasang kekasih", kata wanita itu sambil tersenyum gemas. "Bukankah sekarang sedang trend Boys Love.".
"Oh ya?", tanya Yoongi. Dia memeluk lengan Namjoon sambil tersenyum. "Apakah kami terlihat serasi?", tanyanya lagi sambil menyandarkan kepalanya di bahu Namjoon.
Wanita itu nampak senang dengan tingkah Yoongi sedangkan Namjoon tersedak mendengar percakapan mereka. Namjoon yakin pasti wajahnya sudah memerah sekali sekarang. Apalagi ditambah Yoongi yang sedang memeluk lengannya seperti itu membuatnya semakin kepanasan.
"Kalian serasi", kata wanita itu.
Apa-apaan itu? Mereka malah tertawa. Tidak tahukah jika Namjoon sedang shock dengan apa yang mereka bicarakan? Dan Namjoon bahkan tidak tahu ada trend semacam itu. Boys Love.
"Kalau begitu kami pulang dulu", kata Yoongi, menyadarkan Namjoon dari acara shocknya.
"Baiklah kalau begitu", kata wanita itu. Dia membuka dompetnya. "Ini untuk kalian. Tanda terima kasih", katanya sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada Yoongi.
"Ah, tidak perlu. Kami pulang dulu", kata Yoongi tanpa menyentuh uang itu dan langsung menyeret Namjoon pergi dari sana.
.
"Kenapa kau tidak terima uangnya? Kan lumayan untuk beli es krim lagi", kata Namjoon.
"Ibuku selalu bilang agar aku membatu seseorang dengan tulus", kata Yoongi. Namjoon tidak terkejut mendengarnya. Dia sudah sering dengar hal-hal yang seperti itu. Apakah semua ibu di dunia ini selalu mengajari anaknya untuk tulus?
"Aku benar-benar butuh istirahat. Aku lelah", kata Yoongi sambil menghentikan langkahnya.
Namjoon menatapi Yoongi yang sedang membungkuk sambil memagangi lututnya. Wajah Yoongi memang nampak pucat. Namjoon jadi tidak tega. Dia mencari tempat yang bisa mereka pakai untuk istirahat sebentar. Tapi tidak ada.
"Sudahlah. Ayo naik ke punggungku", ajak Namjoon. Dia merendahkan badannya supaya Yoongi bisa naik keatas punggungnya. "Ayo, cepat. Sebelum aku berubah pikiran", katanya lagi.
"Apa tidak apa-apa?", tanya Yoongi. Dia sepertinya ragu-ragu.
"Mau naik atau tidak?", tanya Namjoon. Lebih terdengar seperti paksaan dari pada pertanyaan.
"Baiklah". Setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya Yoongi mau naik ke punggungnya.
.
Ini lucu sekali. Tubuh Yoongi tidak terasa berat di punggungnya. "Kau ini kurus sekali. Kau jarang makan ya?", tanya Namjoon setelah dia jalan beberapa langkah sambil menggendong Yoongi dalam diam.
Yoongi mengeratkan pelukannya pada leher Namjoon untuk beberapa detik. Sangat erat. Sampai Namjoon tercekik. "Enak saja. Aku tidak kurus tahu", katanya. Dia tertawa puas saat Namjoon protes karena Yoongi belum melonggarkan pelukannya.
"Uhuk! Uhuk!", Namjoon terbatuk. "Yah! Kau ingin membunuhku ya?", tanya Namjoon. Dan Yoongi hanya tertawa saja mendengarnya.
Jujur saja, yang barusan itu adalah akting saja. Dia sebenarnya senang saat Yoongi memeluknya dengan erat. Rasanya sangat nyaman dan menyenangkan.
"Eh? Mundur! Mundur!", ucap Yoongi sambil menepuk-nepuk pundak Namjoon. Hhh~ Apa lagi yang dia temukan sekarang? Namjoon menurut dan mulai memundurkan langkahnya.
"Eh, berhenti! Berhenti!", kata Yoongi lagi. Namjoon menghentikan langkahnya tepat di samping sebuah mobil berwarna hitam yang sedang terparkir dipinggir jalan itu.
"Lihat", kata Yoongi sambil menunjuk mobil di samping mereka. Namjoon menurut-kenapa dia menurut sekali pada Yoongi?
Dia bisa lihat bayangan mereka pada mobil itu. Disana Yoongi tersenyum dan Namjoon bisa merasakan Yoongi mengeratkan pelukannya pada lehernya lagi. Tetapi yang ini tidak sampai mencekik lehernya seperti tadi.
"Bagaimana?", tanya Yoongi.
"Apanya?", Namjoon balik bertanya. Dia tidak mengerti apa maksud Yoongi.
"Pemandangannya. Bibi yang tadi bilang kalai kita serasi, bukan?", tanya Yoongi. Dia semakin tersenyum dan juga menempelkan kepalanya pada kepala Namjoon.
Namjoon terdiam. Dia menatapi Yoongi yang sedang melihat bayangan mereka.
Kenapa dia bicara seperti itu? Apa dia ingin membuatku gila?
Namjoon buru-buru melangkahkan kakinya sebelum dia benar-benar gila. Dia tidak peduli pada Yoongi yang protes karena masih ingin berlama-lama disana. Yang jelas dia sedang sesak nafas sekarang. "Dimana rumahmu?", tanya Namjoon dengan nada datar.
"B-belok kiri", Yoongi bicara dengan lirih sambil menunjuk arah rumahnya. Namjoon jadi merasa bersalah, jangan-jangan Yoongi merasa tidak enak hati karena sikapnya barusan.
Mereka berjalan(lebih tepatnya, Namjoon yang berjalan) dalam diam sampai akhirnya Yoongi yang bersuara. "Kau marah ya?", tanyanya.
"Tidak" jawab Namjoon sama datarnya seperti sebelumnya. Dan setelah itu, mereka tidak bicara lagi hingga mereka bertemu persimpangan jalan. "Aku harus belok mana?", tanya Namjoon.
"Ke kanan", jawab Yoongi.
Namjoon berpikir sejenak. Sepertinya benar, Yoongi mengira Namjoon marah padanya.
Namjoon menghela nafasnya. Yoongi benar-benar merepotkan. Ingin marah padanya saja Namjoon susah. Dia terlalu manis.
"Jangan tambah berat badanmu", ucap Namjoon.
"Apa?", tanya Yoongi.
Apa yang kau ucapkan?, rutuk Namjoon dalam hati.
"Kenapa kau melarangku menaikan berat badan?", tanya Yoongi kebingungan.
"Karena...", Namjoon mengambil nafas. "Karena mungkin suatu saat, aku akan menggendongmu lagi seperti ini", ucapnya.
Setelah bicara seperti itu, dia langsung menyebut dirinya 'bodoh!' berkali-kali di dalam hati.
Namjoon bisa merasakan, Yoongi kembali memeluknya dengan erat. "Baiklah kalau begitu", ucap Yoongi. Namjoon tersenyum mendengarnya. Jawaban Yoongi membuatnya lega.
"Itu rumahku", kata Yoongi sambil menunjuk sebuah rumah di ujung jalan. Rumah yang sederhana namun terlihat rapi dari luar.
Namjoon merasa sedih melihat rumah itu. Bukan karena rumah itu tidak sebesar dan sebagus rumahnya. Tapi karena jarak mereka dengan rumah itu semakin dekat saja, itu berarti Yoongi akan segera pulang. Ini menyebalkan sekali. Setelah ini Namjoon akan pulang sendirian.
"Aku mau jujur sesuatu padamu", ucap Namjoon. Dia ingin mengakui sesuatu sebelum Yoongi benar-benar pulang.
"Apa?"
Namjoon menghela nafas. "Sebenarnya...". Dia sengaja menggantung kalimatnya untuk membuat Yoongi penasaran.
"Apa?"
Namjoon menghela nafas lagi. "Sebenarnya, aku menempelkan plester luka berwarna pink di hidungmu. Buahahahahahaha!", ucapnya.
Tapi itu memang benar. Plester luka berwarna pink itulah yang membuatnya menahan tawa sejak tadi.
"MWOO?!". Yoongi memekik sangat keras sampai-sampai telinga Namjoon terasa sakit. Yoongi juga memukul-mukul pundak Namjoon dengan kesal. "Itukah sebabnya kau mentertawaiku sejak tadi! Menyebalkan!", ucapnya.
"Memangnya kau tidak lihat dirimu di jendela mobil tadi?", Namjoon tertawa keras. Namun hal itu malah membuat Yoongi semakin menguatkan pukulannya. "Aw! Aduh! Hentikan!", ucap Namjoon.
"Yang penting kan kau tetap terlihat manis" tambahnya buru-buru.
Seketika perkataan Namjoon membuat Yoongi menghentikan aksinya. Namjoon juga merutuki dirinya lagi.
Mereka kembali terdiam. Hanya tinggal beberapa langkah lagi Namjoon akan mencapai rumah Yoongi. Seharusnya mereka mengucapkan sesuatu. Namun sepertinya Namjoon tidak tahu harus bicara apa. Dia sungguh malu. Masih untung Yoongi tdiak melihat wajahnya yang memerah ini.
"Sudah sampai", gumam Namjoon. Dia berhenti tepat didepan rumah Yoongi. Yoongi segera turun dari punggungnya dan berlari menuju pintu rumahnya tanpa mengucapkan apapun. Namjoon agak kecewa Yoongi meninggalkannya begitu saja.
Namun saat Namjoon hendak berjalan, tiba-tiba Yoongi kembali lagi kepada Namjoon, dan-
CHU~
Dia mencium pipi Namjoon. "Gomawo", katanya dengan senyum manis sebelum dia berlari masuk kerumahnya.
Namjoon membeku dengan perasaan menyenangkan di dalam hatinya. Dia menyentuh pipi kanannya yang habis dicium oleh Yoongi. Mungkin dia tidak akan mencuci pipi kanannya untuk beberapa hari kedepan sampai dia mendapatkan ciuman yang baru lagi dari Yoongi. Haha..
"Yah! Jangan melamun! Cepat pulang!", teriak Yoongi dari jendela kamarnya di atas. "Sampai jumpa di sekolah, besok", katanya dengan riang sebelum dia menutup jendela kamarnya.
Namjoon tersenyum senang, itu berarti Yoongi ingin bertemu lagi dengannya.
"Menggemaskan", gumam Namjoon.
Dia mulai melangkah pulang dan menatap jam tangannya. Pukul dua belas siang. Astaga! Dia mengantar Yoongi pulang hingga lima jam lamanya? Sedangkan satu jam lagi, bel tanda pulang sekolah Bangtan akan segera berbunyi. Ini sih sama saja dengan dia bersekolah hari ini.
Ah~ Tapi tidak apa-apa. Dia senang sekali mengantar Yoongi pulang. Sangat senang. Bertemu dengan namja manis dan lucu seperti Yoongi membuat Namjoon bertekad untuk tidur cepat malam ini. Supaya besok dia tidak bangun terlambat untuk datang ke sekolah dan bertemu dengan Yoongi.
Dan, sepertinya besok dia juga akan minta nomor ponsel Yoongi.
Hehe.
END
Review Juseyo ^^
