Kuroko's Days
Kuroko No Basket by Fujimaki Tadatoshi
Story by Racelew
Dibuat untuk kesenangan semata dan tidak mengambil keuntungan apapun
-Drama, Friendship, Romance, Rating T-
-warn : Fem!Kuroko, Rakuzan!GOM, OOC, Typo(s), gaje, dan banyak lagi-
Hari minggu adalah hari dimana banyak orang menikmati waktu senggangnya dengan bermalasan di kamar, termasuk Kuroko Tetsuna, gadis bersurai biru muda sebahu berumur 17 tahun yang sekarang duduk di semester awal kelas 2 SMA.
Kehidupannya begitu tenang selama bersekolah di SMA yang bernama Seirin. Mempunyai teman yang sangat pengertian dengannya, tak ada pembullyan, dan yang terpenting ia menjabat jadi manager di klub kesukaannya,basket. Di klub itu, ia bertemu dengan pelatih yang bernama Aida Riko dan pemain-pemain yang sangat ia sayangi.
Ia selalu berdoa sebelum tidur agar kehidupannya tetap adem ayem seperti ini.
Tapi, ia merasakan feeling yang tidak enak ketika ia bangun di hari minggunya kali ini.
Harusnya hari ini dia bisa bergelut manja dengan tempat tidurnya lalu main basket bareng teman-teman seklub nya.
Tapi rencana yang sudah ia hapal luar kepala dengan sangat terpaksa harus dilupakan, ketika ia keluar dari kamarnya dan...
"Tetsu-chan yang manis, anak yang ibu sayangi, ada yang mau kami bicarakan denganmu." Sang ibu memulai pembicaraan dan sang ayah hanya mengangguk sembari tersenyum dengan kebapakannya.
Siapapun pasti merasa khawatir mendengar kata 'Ada yang mau dibicarakan denganmu'. Perasaannya semakin tak enak saja.
"Bicarakan apa, kaa-san? Tou-san?" Kuroko bertanya masih dengan wajah yang sedatar triplek disamping rumahnya. Sekarang mereka bertiga, yaitu Kuroko, ibu, dan ayahnya sedang duduk mengelilingi meja makan kecil dalam ruang makan yang sempit.
"Masih ingat dengan bibi Ayuki yang dulu sering datang main kesini?" Ibu mulai berbicara dengan intonasi yang lembut.
Kuroko mulai mengingat-ingat. Bibi Ayuki itu... oh dia masih mengingatnya. Bibi yang harus merasakan kesendirian hati ketika ia berumur 25 tahun. Suaminya pergi, entah kemana. Katanya ada urusan bisnis di negeri panda, tapi tak balik-balik sampai sekarang. Sekarang sudah berumur 45 tahun. Terakhir datang kesini saat Kuroko kelas 1 SMA awal. Berdomisili di Kyoto.
"Ya, aku tau. Kenapa?" Kuroko mulai berpikir jauh. Buat apa ibunya membawa topik 'Bibi Ayuki' dalam pembicaraan enam mata di meja makan ini?
"Tetsu-chan tak keberatan kan kalau kamu pindah ke tempatnya bibi Ayuki? Dia sudah banyak menolong kita. Kaa-san tak tega juga melihat ia sendirian. Lagian, kamu dulunya mau sekolah di Kyoto,kan?" sang ibu menjawab Kuroko dan sang ayah hanya mengangguk sembari tersenyum. Aura kebapakannya menguar-nguar.
Wajahnya yang sedari datar tetap saja datar, tapi hatinya langsung nge step with shocking soda ketika kalimat itu dilontarkan ibunya. Ia tentunya tidak rela meninggalkan kedamaian yang susah payah ia dapatkan selama bersekolah di SMA Seirin beserta isi-isinya yang begitu ia sayangi.
Mencoba tetap tenang, Kuroko menjawab, "Kaa-san..aku sudah nyaman disini. Lagian itu kan dulu, sekarang aku mau menetap disini saja sampai lulus."
Sang ayah yang sedari tadi hanya tersenyum dengan aura kebapakan membuka suaranya untuk pertama kali di pagi hari ini, "Tetsuna, tidak ada yang bisa kita dapatkan kalau kita selalu dalam zona nyaman.". Tak sia-sia ia tadi menscroll timeline dari salah satu sosmed di handphonenya dan menemukan qoute yang cocok.
Berpikir keras di hari minggu pagi bukan tipikal Kuroko Tetsuna. Tapi, kalau keadaannya mendesak seperti ini, ia rela memaksa otaknya bekerja keras untuk mencari alasan jitu agar rencana kedua orangtuanya batal.
Muncul secercah cahaya dari otaknya yang diproses menjadi rentetan kata-kata.
Kuroko mengembuskan napas agak keras. Sengaja. "Apa kaa-san dan tou-san tidak merasa kehilangan kalau aku pergi?" menundukkan kepala agar terkesan lebih dramatis, ia melanjutkan "aku khawatir kalau kaa-san kesepian di rumah. Apalagi, tou-san sibuk terus kalau weekdays.".
Dalam hati, ia merapalkan doa dan mantra agar orangtuanya luluh dan hanyut dalam kata-katanya.
Hening sejenak. Ibu dan ayah saling bertukar pandang dalam diam.
Dengan ini, Kuroko yakin kalau kedua orangtuanya menjadi bingung dan 99% mengurungkan niat awal mereka.
Tapi, 1% masih tetap menjadi kemungkinan.
Dan 1% itu bisa menjadi kenyataan.
Sang ibu menatap anak gadisnya lekat-lekat, "Tetsu-chan...kaa-san punya handphone. Jadi kita tetap bisa komunikasi. Jangan khawatirkan kami." Sang bapak hanya tersenyum dan sekarang mengeluarkan aura kebijakan.
Kuroko pongo.
Tak terima dengan jawaban ibunya yang seakan tak peduli dengan kerja keras otaknya mencari alasan, ia melayangkan protesnya, "Aku tetap tidak mau. Lagian, apa yang kudapat kalau aku kesana?"
Sang ayah kembali mengeluarkan suaranya, "Tidak boleh melewatkan kesempatan emas,anakku." Tak sia-sia ia membaca quote of the day dari sosmed tadi pagi. ia membuat catatan mental untuk mem follow akun itu nanti.
"Disana kamu akan disekolahkan sama Bibi Ayuki. Kamu juga tinggal dirumahnya dan segala keperluan kamu pasti terpenuhi. Kaa-san tidak tega kalau kamu kekurangan, apalagi kamu pernah mengeluh karena kaa-san tak bisa membelikanmu buku."
Bukannya terharu, Kuroko malah dongkol. Apa dirinya terlalu negatif atau orangtuanya ingin dia pergi? Dan soal buku, itu terjadi 2 bulan lalu, dimana ibu tak bisa membelikannya buku tulis karena tak ada uang kecil. Sayang mecahin uang besar,katanya.
Gelar berbakti dan anti melawan orangtua sudah disandang Kuroko, dengan arti ia tak bisa melawan orangtuanya. Entah menurutnya itu menjurus ke hal yang baik atau buruk, ia menerimanya dengan lapang dada. Ia percaya pada nasihat neneknya yang bilang kalau mematuhi kata-kata orangtua itu buat manjur.
Seperti sekarang ini.
Anggukan lemah dari Kuroko Tetsuna menjadi jawaban final atas kasus bertopik 'Bibi Ayuki' ini. Orangtuanya memeluk dengan suka cita. Tak lupa dengan quote dari bapaknya yang cukup menimbulkan petak sikut di jidatnya.
Nikmati kegratisan selagi ada.
Hari minggu Kuroko berakhir dengan ia mengepak barang-barangnya untuk pindahan dan bunyi ringtone handphonenya yang macam orang perang. Ribut pisan.
Kenapa handphone Kuroko yang biasanya hanya nge-bell 3 sampai 5 kali sehari mendadak ribut?
Tentu saja dengan satu kalimat yang dikirimnya di Group chat 'Basketnya Seirin'.
Minna, aku pindah sekolah.
Setelah itu, dia tak mempedulikan handphone nya.
Malam pun tiba, dia akhirnya bisa istirahat setelah berkutat dengan barang, kardus, dan selotip. Dirinya yang lelah teringat dengan handphone nya. Mengecek berapa banyak pesan tertuju untuk dia.
Rekor baru buat Kuroko. Ada 411 pesan dari teman-temannya. Murni, tidak ada broadcast message atau promotion chat. Tapi, ada yang menarik lebih perhatiannya.
You have 3 missed call.
Mengacuhkan ratusan pesan dan ia lebih fokus ke notification 3 missed call. Tubuhnya seketika agak kaku ketika ia melihat nama si pemanggil yang gagal menghubunginya.
Kenapa tiba-tiba, pikirnya.
.
.
.
.
Hallo, minna. Ini fanfiction yang pertama kali saya tulis. Kalau isi ceritanya pasaran, gaya bahasa yang gak bagus, atau keanehan lain yang ditemui, mohon dimaklumi ya:') agak mikir-mikir sebelumnya buat ngepublish atau enggak, takut ga ada yang baca:( tapi semoga suka yaaa!
