Aomine Daiki tengah gelisah saat ini. Ia harus meninggalkan istri tercintanya, Aomine (Kise) Ryouta yang tengah hamil 7 bulan seorang diri mengurus putranya yang berusia 4 tahun, Satoru.
Kasus pembunuhan beruntun nan sadis di Osaka menuntut dirinya sebagai detektif handal untuk turut serta menyelidiki kasus tersebut. Awalnya Daiki menolak pergi, mengingat kondisi Ryouta yang tengah hamil besar. Namun Ryouta dengan keras kepalanya menyuruh dirinya pergi membantu penyelesaian kasus ini. Daiki pun kalah.
Saat ini jam menunjukkan pukul 9 malam. Daiki masih terjebak di kantor membaca berkas-berkas para korban. Jujur, ia sudah lelah. Ia hanya ingin tidur memeluk Ryouta, atau menidurkan Satoru. Mencium pipi lembut dan membelai rambut biru kehitaman putranya.
Daiki hanya ingin keluarganya sekarang.
Saat Daiki berniat mengisi kembali kopinya, ponselnya berdering. Wajah tersenyum Ryouta sambil memeluk bayi Satoru muncul di layar ponselnya. Kegelisahan Daiki naik sepuluh kali lipat.
Dengan sigap ia berlari mengambil ponselnya.
"Ryouta, ada apa?!"
"Papa..?"
Suara Satoru terdengar menggemaskan di ponselnya. Senyum langsung terhias di wajah Daiki
"Hai jagoan Papa. Kok belum tidur? Mama dimana?"
"Mama lagi di dapur. Papa dimana? kok gak pulang-pulang? Satoru mau diceritain kura-kura dan kancil lagi."
Oh betapa hati Daiki serasa diremas mendengar pernyataan putranya. Rona sedih menggantikan senyumnya.
"Papa sedang di Osaka, Satoru. Papa akan segera pulang, sayang."
Jawaban Daiki hanya dibalas hening. Ia pun khawatir Satoru menangis.
"Satoru?"
"Iya Papa.."
"Satoru kangen Papa?"
"Satoru kangen Papa"
Daiki kali ini benar-benar ingin menangis.
"Satoru sayang Papa. Papa cepat pulang."
Double punch untuk Daiki. Tak peduli jika dilihat banyak rekannya, tapi matanya mulai berkaca-kaca. Ia terharu sekaligus sedih mendengar pernyataan sayang Satoru.
"Papa juga sayang Satoru. Satoru bantu Papa jaga Mama ya. Bisa kan?"
"Iya, Satoru akan jaga mama. Satoru kan kuat seperti Hulk!"
Daiki hanya terkekeh mendengar putranya mengoceh soal Hulk dan kekuatannya. Samar-samar ia bisa mendengar suara Ryouta memanggil Satoru dari ponselnya.
"Satoru, kamu sedang apa, Nak? jangan main-main dengan krim wajah Mama ya."
Daiki tertawa mendengar Ryouta. Ia ingat wajah kaget Ryouta melihat Satoru yang masih berusia 2 tahun mengoleskan krim wajah miliknya ke seluruh rambutnya. Ryouta harus membersihkan Satoru sambil menangis.
"Satoru, kamu sedang bicara dengan siapa?"
"Papa!" jawab Satoru dengan riang.
"Dai?" kata Ryouta sambil meraih ponselnya dari tangan Satoru.
"Ryouta, kau baik-baik saja?"
Ryouta tersenyum lebar mendengar suara suaminya.
"Iya aku baik-baik saja, Dai. Bagaimana denganmu? jaga kesehatan, jangan memaksakan diri ya."
"Iya..."
Mendengar suara lesu suaminya, Ryouta mulai khawatir.
"Dai? kau baik-baik saja kan?"
"Aku kangen kalian. Aku butuh recharge Ryouta dan Satoru."
"Kami juga kangen, Dai. Oh iya, tadi ibumu datang untuk menemaniku disini dan baru saja pulang. Besok Momocchi, Kagamicchi, dan Kurokocchi yang kesini."
Mendengar ibu dan teman-temannya datang berkunjung, membuat Aomine sedikit lega. Setidaknya, Ryouta tidak sendiri.
"Syukurlah kalau ada yang menemanimu. Baiklah, aku harus bekerja lagi. Jaga diri kalian baik-baik. Kalau ada masalah, segera hubungi aku ya."
"Iyaaa!" jawab Ryouta dan Satoru serempak
"Dada Papa. Bye bye!" tambah Satoru.
Aomine Daiki kini masih gelisah. Namun, motivasi untuk bertemu keluarga secepatnya kini datang bertubi-tubi. Selamat bekerja papa Aomine Daiki.
Hi! i'm a new guy here. Cerita ini ditulis selama aku di stasiun dan didalam KRL (penting banget haha). Btw, please enjoy it. I'm looking forward for any comments :)