Beneath Big Apple Sky

Chapter 1 of ?

Rated: T

Disclaimer: These chara is totally belongs to Theirself, but this fic is officially mine. Inspired from Sunshine Becomes You by Ilana Tan

Warning!: Bahasa gajelas, alur lompat-lompat, setting gajelas, OOC tingkat dewa, Bisa menyebabkan mual muntah dsb

Ini nggak diedit samsek, maapkan taipo de el el

SoonHoon slight Other Pair

Read it with ur own risk (:

Chapter 1 (Prologue)

Daun-daun sudah terlihat menguning…

Frekuensi hembusan angin yang menusuk tulang pun semakin bertambah.

Ah tentu saja, sudah memasuki musim gugur. Ditengah cuaca yang dingin, terlihat sesosok laki-laki berambut legam tengah berjalan menyusuri jalanan kawasan pemukiman Riverside. Laki-laki itu, mata hitam pekatnya terlihat terkunci pada jalanan kota New York yang padat seperti biasanya. Kedua tangannya ia selipkan didalam kantung mantel coklatnya yang terlihat nyaman dan cukup hangat ditengah cuaca berangin seperti ini. Langkah kaki panjangnya membawa laki-laki itu kesebuah komplek apartemen yang terletak agak jauh dari keramaian kota New York. Dilihat dari bangunannya yang klasik dan berarsitektur tinggi semua orangpun tahu bahwa apartemen-apartemen ini ditujukan untuk para kaum jetset.

Laki-laki itu akhirnya berhenti disebuah beranda apartemen bertingkat tiga yang terlihat lebih sederhana dibanding gedung apartemen yang berada disekitarnya. Laki-laki itu mundur selangkah ketika mendapati seorang wanita paruh baya bersama seorang anak perempuan berjalan menuju pintu apartemen, bisa terlihat si ibu sedikit kesulitan dengan tasnya yang besar.

"Bisakah kau menyangga pintunya selama aku lewat, Gwen."

"Mom! Aku sedang sibuk." Laki-laki bermata gelap itu memutuskan untuk mengulurkan tangannya dan menyangga pintu apartemen, membiarkan si ibu beserta anak gadisnya yang jutek itu lewat. Omong-omong, sosok gadis kecil itu mengingatkannya pada seseorang, seseorang yang juga memiliki sifat jutek bin keras kepala. "Terimakasih anak muda." Ujar sang ibu yang langsung menggamit tangan anaknya.

"Tentu saja, semoga pagi anda menyenangkan." Sahutnya berbasa-basi. Setelah memastikan si ibu dan anak itu pergi, si laki-laki bermata gelap itu segera membuka lebar pintu apartemen yang sedari tadi ia tahan dengan tangannya. Setelah berhasil masuk, laki-laki itu segera berjalan menuju lift dan masuk kedalamnya. Laki-laki itu tersenyum samar, tak kuasa menahan gejolak bahagia yang membuncah dihatinya. TING!

Suara dentingan lift membuat laki-laki itu sedikit terlonjak, tanpa membuang waktu lelaki itu segera keluar dari lift begitu pintu lift terbuka.

Nomor 213, laki-laki itu berhenti tepat didepan pintu berwarna merah dengan nomor yang terbuat dari kuningan. Senyum di wajahnya semakin melebar ketika ia menekan bel pintu sebanyak dua kali, setelah itu terdengar langkah kaki dari dalam sana yang sepertinya melangkah menuju pintu. Dan tak lama kemudian pintu pun terbuka. Bisa terlihat dengan jelas si pemilik apartemen sedikit kaget, meskipun ia berusaha menyembunyikan ekspresi kagetnya, sementara si tamu hanya bisa tersenyum.

"Ada apa menemuiku?" Tanya si pemilik apartemen dengan suara yang dingin dan nada yang menusuk, seolah tidak memperdulikan pertanyaan sinis si pemilik apartemen, si tamu malah tersenyum sambil mengibaskan tangan kanannya diudara.

"Ya Tuhan, kenapa kau harus sejutek itu dengan kakakmu sendiri, Kwon Soonyoung?"

xXx

"Jadi ada apa kau menemuiku, hyung?" Tanya Soonyoung begitu sang kakak menghempaskan tubuhnya diatas sofa hitamnya.

"Ya Kwon Soonyoung. Tidak baik memperlakukan tamu dengan tidak sopan, setidaknya kau menawarkanku minuman terlebih dahulu sebelum bertanya." Ujar Seungcheol yang sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam sang adik yang berdiri dihadapannya. Sudah delapan belas tahun Seungcheol menerima tatapan menusuk itu, jadi baginya tatapan itu bukanlah hal yang harus ditakutkan, justru tak jarang Seungcheol menganggapnya mengemaskan.

"Come on, Coups. Aku tidak punya banyak waktu untuk omong kosong seperti ini." Ujar Soonyoung tanpa mengubah ekspresinya yang sedikit –ehem- menakutkan. Bukannya menjawab pertanyaan adiknya, Seungcheol malah menyentuh dagunya seraya menggeleng-geleng kecil ketika matanya menyusuri apartemen adiknya yang terkesan minimalis dan… berantakan.

"Tempat ini terlihat seperti kandang sapi, bagaimana kau bisa tidur ditempat yang penuh dengan kertas seperti ini? Eomma dan Appa pasti marah besar, terlebih Eomma, ia selalu disiplin soal kebersihan bukan." Soonyoung menghela nafas frustasi, ia tahu dengan bertanya to the point plus nada sinis nan dingin tidak akan membantu, kakaknya tidak akan menjawab pertanyaannya, malah mungkin membuat Soonyoung tambah pusing. Laki-laki berambut legam itu memijit batang hidungnya yang mancung dengan dua jari.

"Baiklah, hyung aku benar-benar sedang stress jadi jangan buat aku tambah stress dan harus dilarikan kerumah sakit jiwa." Ujar Soonyoung dengan sedikit nada 'mengiba' di kalimatnya. Mendengar suara adiknya yang berubah drastis, membuat Seungcheol menoleh, menatap sosok adiknya yang berdiri tak jauh darinya.

"Let me guess, lagu baru mu stuck ditengah jalan? Lalu persediaan apelmu habis sementara toko grosir di ujung blok kehabisan stock apel ditambah kau belum menikmati kopi pagimu bukan, Soonyoung?" Mendengar pertanyaan yang lebih terdengar seperti 'pernyataan' itu membuat Soonyoung mengangkat wajahnya dan menatap kakak laki-lakinya.

"Kenapa kau bisa tahu?"

"Kertas-kertas di sekitar pianomu bicara banyak padaku saat aku menginjakan kaki disini, soal apel dan kopi… kau pikir berapa lama aku mengenalmu? Satu tahun? Dua tahun, of course more than that." Ujar Seungcheol santai. Soonyoung kembali menghela nafas panjang, ya kakaknya pasti tahu semua tentang dirinya, mulai dari kebiasaannya, hal yang ia suka sampai hal yang membuat moodnya hancur seperti sekarang? Lihat bukan bagaimana perlakuannya terhadap kakak laki-lakinya?

"Baik, kau sudah tahu semua itu, lalu apa tujuanmu datang kemari?" Seungcheol beranjak dari sofa dan menghampiri Soonyoung, laki-laki itu berdiri dihadapan Soonyoung. "Tak ada salahnya kan mengunjungi adik kesayanganku?"

"Bagaimana kau tahu kalau aku ada di sini?" Seungcheol mengangkat kedua bahunya. "Managermu mengabariku ketika kalian kembali dari Madrid."

"Seungkwan." Gerutu Soonyoung. "Jadi dugaanku tepat?" Tanya Seungcheol sambil melirik kearah piano berwarna merah maroon yang terletak disamping rak buku. Disekitar piano klasik itu terlihat puluhan kertas berisi not balok berserakan dimana-mana. Soonyoung mengikuti pandangan kakaknya dan menghela nafas (lagi). "Yeah."

"Kau harus keluar sekali-kali, berada didalam rumah terlalu sering tidak baik untuk otak dan melihat dari kondisi apartemenmu, aku yakin kau sudah mengurung diri selama lebih dari tiga hari." Ujar Seungcheol sambil kembali menyusuri apartemen adiknya dengan kedua mata pekatnya.

"Aku terlalu sibuk, aku harus menyelesaikan lagu baruku untuk recital besar di London bulan depan." Ujar Soonyoung. Itu benar, Soonyoung harus menyiapkan tiga lagu baru untuk di sodorkan di recital besar yang akan dihadiri oleh para pianis terkemuka didunia, jadi ia harus memastikan bahwa lagu-lagunya benar-benar sempurna, kalau bisa sangat sempurna, lebih dari beberapa lagu yang ia mainkan di recital nya di Madrid beberapa hari yang lalu.

"Tapi kau tidak bisa menyelesaikannya bukan?" Mendengar pertanyaan kakaknya membuat Soonyoung tersentak kaget, di kamus hidupnya tidak ada kata tidak bisa. Soonyoung selalu ingin bisa melakukan apapun. Hampir seluruh alat musik ia kuasai, tapi alat musik yang paling ia gemari adalah piano. Menurutnya alunan melodi piano bagaikan obat penenangnya. Tak hanya dibidang musik, Soonyoung juga selalu menonjol dibidang akademik dan olahraga ketika ia masih duduk dibangku SMA, tidak ada yang tidak bisa ia lakukan. Tapi kali ini ia mengakui bahwa dirinya tidak bisa, melanjutkan lagunya. Pikirannya stuck, inspirasi yang ia dapatkan jauh-jauh hari kini lenyap tanpa bekas, membuat Soonyoung uring-uringan selama beberapa hari ini. Belum lagi persediaan apelnya yang sudah habis dan mesin kopinya yang rusak. Lengkap sudah penderitaannya hari ini.

"Sudahlah jangan memaksakan dirimu, sekali-kali kau harus keluar rumah. Mungkin dengan begitu kau bisa mendapatkan inspirasi." Ujar Seungcheol sambil menyentuh pundak adiknya. Soonyoung memejamkan kepalanya, meski enggan tapi ia setuju dengan pendapat kakaknya.

"Yeah kau benar, mungkin aku harus keluar rumah sekali-kali." Melihat adiknya yang tumben-tumbennya menurut, membuat Seungcheol tersenyum samar.

"Bagaimana kalau kau datang ke café ku? Kau selalu bilang ingin mampir kesana, tapi tidak pernah membuktikannya." Ujar Seungcheol. Yap, setelah café nya resmi dibuka beberapa bulan yang lalu, Soonyoung selalu berjanji akan datang ke café nya, tapi sampai saat ini, nihil, Soonyoung tidak pernah datang. Seungcheol tahu adiknya pastilah sangat sibuk dengan jadwal recitalnya di berbagai Negara, karena itulah ia tidak pernah memaksa Soonyoung untuk datang.

"Apa café mu menyediakan kopi?" mendengar pertanyaan adiknya, Seungcheol terkekeh. "Tentu saja."

"Baik, ayo kita ke café mu."

.

.

.

TBC OR END?

.

.

.

Haloooooo... saya 4syth.. author baru di ffn! mohon krisarnya sunbaenimdeul...

Oh ya disini maaf banget, soalnya AU jadi maklum OOC

mind to review?