The Story of Konohaloid

Disclaimer :

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Vocaloid Songs belongs to Yamaha Coorporation

.

.

.

Part One : Paradichlorobenzene with Anti-Chlorobenzene

Main Chara : Sasuke Uchiha with Sakura Haruno

.

.

.

Konoha, August 09 XXX8

Kembali. Konoha diliputi duka dengan kehilangan banyak aparat kepolisian pilihan. Pemimpin mereka, Sakura Haruno, masih diliputi bimbang di atas kursi empuknya. Ia memandang jendela berkali-kali, yang berkali-kali pula dinodai abu.

Ia menggeram kesal. Tangannya ia kepal, lalu kini ia gebrak meja di hadapannya. Folder-folder yang belum selesai ia tanda tangan kini berserakan kemana-mana. Untung di dalam ruangan itu hanya tinggal ia sendiri.

"Dasar… Si Uchiha itu, selalu saja seenaknya!" Ia menggebrak meja sekali lagi, lalu kini menjambak rambutnya sendiri dengan gerakan cepat. Ia benar-benar sedang kebingungan dan ketakutan sekarang.

"Ayah… Apa yang harus kulakukan sekarang?" Ia memegangi dua sisi kepalanya. "Dasar tidak berguna!"

"Sakura…" Sakura kecil, yang sudah melihat aksi pembunuhan di depan matanya, kini menangis di hadapan ayahnya yang sekarat. "Tolong, jaga keadilan di Konoha baik-baik…"

"A-Ayah!" Ia menangis lagi. "A-Apa maksudnya?"

"Jaga Konoha dari pembunuh Ayah tadi…" Sakura semakin menangis. "Ayolah, Sakura-chan. Mau, kan?" Dan lengan yang kurus ceking itu kini terkulai lemah, membuat Sakura kecil menangis menjadi-jadi.

Para aparat kepolisian baru berdatangan, dan mereka berusaha menghibur Sakura. Sakura yang terguncang emosinya langsung memegang salah satu katana yang ditancapkan di dada ayahnya, lalu mengacungkannya di udara.

"AYAH! AKU AKAN BALAS DENDAM KEPADA ORANG YANG MEMBUNUHMU!"

oOo

Sasuke Uchiha tersenyum miring. Ia berhasil menguasai bagian selatan Konoha dengan pasukan Anti-Pemerintahnya. Ia memang pribadi yang bebas, tak mau menaati peraturan hingga menentang pemimpin Konoha, Sakura Haruno.

Badannya yang penuh luka lecet kini diobati oleh salah satu petugas kesehatan di organisasinya, Ino Yamanaka. Ia duduk selonjor sambil memikirkan cara lain untuk melawan pemerintah.

Kota Konoha semakin semrawut dengan adanya perbedaan perseptif besar-besaran ini. Kelompok pro-pemerintah di utara dan bagian barat sampai timur Konoha, melawan kelompok anti-pemerintah yang telah menguasai bagian selatan Konoha.

"Sasuke-kun." Ino berdiri. "Istirahatlah." Sasuke mengangguk, lalu Ino tersenyum padanya dan meninggalkannya duduk di atas jalanan penuh abu dan darah. Masih ia pegang batu besar di tangannya, batu yang belum sempat ia lemparkan ke satu tempat yang paling ia tuju.

Jendela besar gedung pemimpin Konoha, ruangan Sakura Haruno berada.

"Sasuke." Sasuke kecil sedang bermain ayunan di taman belakang rumahnya. Ayahnya tampak kelelahan sehabis berlari. "Nak, ayah ingin berlari."

"Aku ikut!" seru Sasuke. "Aku ingin ikut ayah!"

"Sudah! Biar Itachi saja yang ikut ayah. Kau jaga ibu." Sasuke merengut. Terdengar suara sirine polisi di pagar depan rumahnya. "Ah! Celaka! Sudah, ya, Sasuke. Bantu ibumu."

"Ta-Tapi Ayah!"

"Tidak ada waktu lagi!"

BRAKK!

"MENYERAHLAH, FUGAKU UCHIHA!"

"Mau minum?" Sasuke mendongak, mendapati salah satu teman antisnya, Sasori Akasuna, sedang memberikan air minum kepada semua orang. Ia mengangguk, lalu mengambil sebotol air minum yang disodorkan Sasori untuknya, menengguknya sampai habis, lalu membuangnya begitu saja. "Capek?"

"Hn." Ia menggumam. Sasori berdecak. "Tentu saja."

"Bagaimana ini, Sasuke-" Sasuke menoleh. "-kita kehabisan pasukan. Banyak yang sudah diringkus aparat keparat itu." Giliran Sasuke yang berdecak.

"Sudah, Sasori. Yang penting mereka semangat." Sasori menunduk lesu.

"Itulah masalahnya. Semangat mereka surut, Sasuke." Sasuke kini menggeram marah. Ia bangkit dengan cepat. "Oi! Mau kemana?"

"Tenang. Aku yang akan membakar semangat mereka."

oOo

Sakura Haruno berdiri di depan jendela besar ruangannya saat salah satu anggota kepolisian yang luka-luka masuk ke dalam ruangannya.

"Haruno-sama." Ia membungkuk patah-patah. "Ki-Kita banyak kehilangan nyawa."

Sakura mendelik tajam ke arahnya. "Aku tak mau tahu!" Ia membanting jas putihnya ke sembarang arah. "Biar aku yang bicara pada mereka."

Keegoisan, kecemburuan dan semangat balas dendam telah merenggut sosok asli Sakura Haruno, yang kini berujar dengan penuh semangat menyemangati bonekanya. Ia menyeru-nyerukan keadilan, keputus asaan kelompok antis, kekuatan persatuan dan kekuatan hati.

Namun, semuanya palsu.

Sakura hanya memanfaatkan mereka untuk membalaskan dendamnya terhadap satu-satunya keturunan terakhir Fugaku Uchiha, seseorang yang telah membunuh ayahnya.

"KITA BUAT MEREKA SADAR, BAHWA PEMERINTAHLAH YANG MENGATUR NEGARA! PERATURAN DIBUAT UNTUK MENSEJAHTERAKAN KEHIDUPAN KITA!"

Dengan semangat menggebu, Sakura membuat mereka terpengaruh. Ia tersenyum senang dalam hati.

Misinya hari ini berhasil, dan kini ia harus bersiap memikirkan rencana melawan Sasuke Uchiha yang kini telah menyiapkan pidatonya juga.

oOo

"KITA TUNJUKKAN PADA PEMERINTAH BAHWA KITA INGIN KEADILAN! KITA INGIN MEREKA SADAR BAHWA MEREKA TAK BERHAK MEMBATASI HAK KITA!"

Sasuke berteriak dengan sepenuh gebuan semangat. Keringat membasahi dahinya. Para bonekanya tersenyum lalu bersorak atas pidato palsunya, lalu ia turun dan duduk selonjor di atas jalanan abu.

Ia senang masyarakat itu juga anti-pemerintah, sama sepertinya. Kini ia memikirkan rencana lagi untuk menghancurkan pemerintah Konoha. Mata obsidiannya menatap nanar dedebuan yang masih berterbangan di hadapannya.

Sebenarnya, apa yang ia cari?

Ah, ia cemburu dengan kehidupan kakaknya dari masa lalu. Ia ingin membalas perbuatan pemerintah yang membunuh seluruh anggota keluarganya.

Apa yang akan ia lakukan setelah ini?

Menjajakan… kemerdekaan?

Ia meremas kepalanya sendiri, berusaha menahan beban dari kecilnya. Matanya terkatup erat. Ia mengerang-erang saat ia merasakan berbagai macam pisau imajiner menancap tepat di ulu hatinya.

"Kubunuh kau, Haruno!"

oOo

"Sakura, kau yakin?" Naruto berusaha meyakinkan Sakura yang kini tersenyum licik, bukan ciri khasnya. Ia tahu Sakura memiliki masa lalu kelam dan bersifat tertutup semenjak itu, namun kali ini ia melihat dark Sakura yang sesungguhnya. "Kau tidak akan menyesal?"

"Untuk apa, Naruto?" tanya Sakura dengan nada meremehkan. "Toh, kalau aku berhasil membalaskan dendam ayah, berarti aku bisa langsung menyusulnya." Dengan revolver yang ia main-mainkan di tangannya, Sakura berujar ringan. Membuat Naruto merinding dan kini melempar revolver Sakura ke sembarang arah.

"Apa yang kau lakukan, bodoh?" tanya Sakura dingin. Naruto melotot tajam.

"Kau mau bunuh diri, Sakura?" tanya Naruto. Sakura diam. "Kau ingin membuang para warga yang membantumu melawan para anti-pemerintah itu, ha! Pengecut, kau tahu itu! Kukira kau membacakan pidato dengan semangat berapi-api selama ini adalah cerminan dirimu sendiri."

"Jangan bicara seenaknya, sialan!" Sakura kini menatapnya lebih tajam. "Aku melakukan itu demi rakyatku!"

Dan itu bohong.

"Apa maksudmu berkata seperti tadi, Sakura! Sadar! Mereka semua berkorban untuk semangat balas dendammu yang menggebu itu!" Naruto kini beranjak marah. "Ternyata salah aku menghormatimu selama ini!"

"Apa maksudmu?" Naruto menyentuh bahu Sakura, lalu membisikkan suatu kata-kata yang membuat Sakura tercekat. Sakura terduduk di lantai, membuat Naruto tersenyum kecil sebelum menghilang dibalik pintu.

Sasuke Uchiha is your aisu-ouji in the past.

oOo

Jalanan kembali penuh. Sasuke menatap penuh kebencian seluruh aparat kepolisian dan jajaran masyarakat di hadapannya. Ia memicing melihat ruangan khusus Sakura tertutup rapat oleh tirai.

"Tch. Ia takut." Ia meludah sembarang tempat, lalu bersiap memulai perang. "SERANG!"

Dan pertumpahan darah itu kembali terjadi. Mereka berimbang, membuat Sasuke cukup kewalahan. Ia berusaha mencari celah untuk melempar sekali saja batu besar di tangannya ke kepala Sakura.

Dan kepala itu muncul, muncul di hadapannya dengan tatapan dingin.

"Ah, ini dia pemimpin pengecut kita." Sakura tersenyum sinis. "Berikanlah seluruh Konoha pada kami, Haruno."

"Dalam mimpimu, Uchiha." Ia mendesis. "Kali ini, apa maumu setelah mendapatkan seluruh Konoha?"

Latar bentrok sedikit membuat suara Sakura tertelan, dan membuat Sasuke harus memikirkan lamat-lamat jawabannya.

"Tidak ada. Aku sudah puas." Sakura tersenyum lagi mendengarnya. "Kau mau membunuhku, Haruno?"

"Tidak," ia menjawab ringan, "hanya membalaskan dendam kesumatku pada keturunanmu."

Mereka berdua diam. Bentrok semakin menjadi-jadi saat api berkobaran dimana-mana.

"Kau puas akan semua ini, Haruno?" tanya Sasuke dengan nada dingin. "Seluruh pasukanmu dan pasukanku, bertempur, menghabiskan nyawa dan kita menyemangatinya."

"Kau seakan-akan mau membuatku sama sepertimu, memanfaatkan mereka." Sakura berdecak kesal. "Kali ini, kau yang akan kehilangan nyawa itu Uchiha."

"Sebelum itu, kau harus dengar." Sasuke memandang Sakura lurus. "Aku, pemimpin anti-pemerintah yang hampir mati di tangan pemimpin kota Konoha, ingin setelah kami dapat menduduki Konoha lebih luas lagi, kami akan membuat peraturan kami sendiri."

"Peraturan seperti apa, hm? Peraturan membunuh satu sama lain?" ejek Sakura. Sasuke mendengus menahan tawa.

"Bukannya pemerintah sendiri yang kini telah melanggar peraturan untuk tidak saling membunuh satu sama lain itu?" Sasuke memojokkan Sakura. "Lihat. Kalian telah membunuh saudara kalian sendiri di Konoha."

"Kau jangan munafik, Uchiha." Bahu Sakura berguncang. "Paling juga kau yang memanfaatkan mereka."

"Hei, kalau saja kau tak membunuh seluruh keluargaku, tak mungkin aku begitu." Sakura tersenyum miring.

"Sadarkah kalau orang tuamu membunuh ayahku?" Sasuke diam. "Apa kau iri denganku, Uchiha?" Ia tetap diam. "Aku yang memerintah kalian, dan kau ingin kedudukan itu, bukan begitu?"

"Berisik." Ia menggenggam erat handgun di saku kanannya yang penuh goresan. "Kau yang memanfaatkan mereka untuk balas dendam."

"Apa kau ingin berkelit, Uchiha?" ejek Sakura. Perang semakin melunjak. "Hei, Uchiha, bagaimana kalau kita tentukan siapa yang lebih pantas?"

"Aku tak mau membuang nyawa." Sakura tersenyum senang mendengarnya, meski tampak menyeramkan kali ini.

"Jadi, kau takut padaku, hm? Bilang saja, Uchiha." Sakura mendekatinya dengan katana siap di tangan kanan yang ia sisipkan di belakang. "Ayolah, ini perang."

"Dan kau harusnya sadar, Haruno." Sasuke mendekat juga. "Kau yang memulai." Senyum licik terlukis di wajah keduanya.

Meski berbeda latar belakang, mereka sama-sama balas dendam dan memanfaatkan semua orang di sekitarnya. Mereka sama-sama terjalin dalam benang kusut yang dibuat oleh orang tua mereka. Namun, mereka tidak saling menghadap satu sama lain.

Mereka saling bertolak belakang dengan benang yang terkait erat.

"Okei. Perang telah terjadi."

Pertumpahan darah.

Jeritan kesakitan.

Pukulan dan memar.

Bebatuan terlempar.

Abu dan asap bertebaran.

Kota Konoha sudah bagaikan sebuah kota mafia yang sedang bentrok. Sakura melirik sekelilingnya, dan matanya mulai menanar saat ia merasakan detak jantungnya semakin lemah. Ia menangis tanpa suara dan kini tubuhnya jatuh ke aspal dingin. Sasuke memandangnya dengan pandangan remeh.

"Menyerah, Haruno?" tanya Sasuke mengejek.

"Ugh!" Bercak darah keluar dari mulutnya. Sasuke mulai merasa puas. Sakura menangis lagi. Ia melihat bayangan kehancuran kota yang semakin membuatnya melemah.

Selama ini, Sakura berlindung dibalik keadilan. Ia ingin kota ini menjadi lebih baik, namun mengapa ia memulai perang dengan saudaranya sendiri?

"Sialan…" desis Sakura. Ia berusaha bangkit dan kini membungkukkan badannya, membuat Sasuke menyeringai puas. "Uhuk! Kotaku… Kembalikan kotaku, brengsek!"

"Kota yang seperti apa?"

"Seperti dulu. Bersih."

"Kau yang mengotorinya."

"Uhuk! Aku tak mau tau-UKH!"

"Kau pemimpinnya."

Sakura merasakan sesak napas karena terlalu banyak menghirup asap. Banyak masyarakat yang kini tewas di hadapannya. Limpahan darah tak terelakkan, begitu pula dengan hujan abu dan batu. Sasuke mendongak, dan sebuah abu berwarna merah darah mendarat di atas hidungnya.

Ia mengambilnya, lalu meremasnya. Apakah rasa cemburu Sasuke selama ini terbalaskan dengan abu ini?

Ia merunduk, lalu ikut jatuh terduduk. Darah keluar sendiri dari seluruh luka yang membusuk di sekujur tubuhnya. Ia jatuh di sebelah Sakura yang sekarat.

"Ssh, Haruno." Tak ada jawaban. "Kota ini… apa artinya?"

"Ru-Rumahku, Uchiha. Ini rumahku uhuk!" Sakura terbatuk lagi. "Uchiha. Aku menyerah."

Mata Sasuke terbelalak, sedangkan mata Sakura menyipit sendu. Ia mengaku kalah di hadapan Sasuke, musuh bebuyutannya yang menguras seluruh nyawa kotanya untuk melawannya selama 3 tahun ini.

"Lalu… Apa lagi?" Sakura tertawa getir.

"Aku… ingin kau memimpin… kota ini uhuk!" Sasuke semakin terkejut. "Aku… tahu kau anti-pemerintah… tapi setidaknya tolong uhuk! Jaga mereka, uhuk uhuk!" Sakura menangis lagi.

Langit Konoha yang selalu cerah, kini semakin gelap dan memerah. Sasuke mendongak, melihat abu-abu itu berjatuhan bagai salju.

"Aku tidak mau." Sakura merengut. "Kau sudah tahu aku ini anti-pemerintah."

"Dan kau pemimpinnya, aku tahu itu." Sasuke diam. "Tolonglah, Sasuke uhuk! Setidaknya itu caramu… berterima kasih pada musuh bebuyutanmu ini! Ugh!"

Seluruh akses kota telah diblokir, membuat ambulans maupun bala bantuan tak kunjung datang. Sasuke memegangi dadanya yang berdenyut kencang. Ia memandang tubuh Sakura yang membelakanginya, berusaha menggapainya namun ia menahannya. Ia kembali menengadahkan kepalanya.

Apakah ia… menang?

"Bagaimana, hm, Uchiha?" tanya Sakura dengan nada getir yang semakin melemah. "Aku… sudah mengaku kalah, bukan? Uhuk! Asapnya banyak sekali, sih!"

Sasuke tetap diam, namun saat ia ingin buka suara batuk Sakura menginterupsinya. "Lanjutkan, Uchiha. Aku berusaha menahannya, kau tahu."

"Kau saja yang jadi pemimpin mereka, Haruno." Jawaban singkat. "Aku tidak mau." Sakura mendengus.

"Oh ayolah, apa yang bisa kau harapkan… dari pemimpin yang memanfaatkan rakyatnya sendiri?" Air mata turun dari mata hijaunya yang meredup. "Ayolah… Biar aku mati dengan tenang."

"Kenapa tidak suruh temanmu saja, bodoh." Sakura tertawa kecil mendengarnya. "Si Naruto."

"Ia tentu saja mau." Sakura kini tersenyum getir. "Tapi, aku tidak tahu nyawanya masih ada atau tidak. Sudahlah… terima saja, bodoh!"

Lama mereka berdiam diri, lalu Sakura berusaha memutar posisi tubuhnya. Ia dan Sasuke kini saling berhadapan dengan suasana bentrok yang meredup perlahan-lahan.

Sasuke menghela napas berat. "Baiklah." Sakura tersenyum lembut mendengarnya. "Aku akan memimpinnya."

"Terima… kasih." Sakura menangis terharu. "Akhirnya… kota ini akan menjadi bersih kembali… Ugh!"

Sasuke mendengus mendengar Sakura yang terus merintih kesakitan. "Asalkan kau berjanji kau akan sembuh untuk melihat acara penobatanku." Sakura terkejut mendengarnya, lalu melihat lurus ke mata gelap Sasuke. Terlihat kesungguhan di dalamnya, membuat Sakura sedikit tersentuh dan kini tersenyum kecil.

"Tentu saja, Uchiha."

Perang berhenti, dengan dua pemimpin perang yang sekarat dan saling berhadapan. Langit mulai kembali cerah, membuat air mata Sakura tak terbendung lagi. Senyumnya yang tulus telah keluar kembali. Sasuke merasakan sengat matahari di wajahnya, membuatnya menyipit dan menghalangi sinar matahri itu namun tetap saja.

"Nah, Uchiha. Bantu aku berdiri."

Cahaya itu tetap dapat menembus kegelapan.

oOo

Konoha, December 10 XXX9

Sakura Haruno menatap lurus pemandangan luar jendelanya. Ia mengusap-usap kepalanya sesekali, membuat urakan halus di rambut merah mudanya. Ia tersenyum kecil melihat pemandangan indah yang telah lama tak ia rasakan dibalik jendela kaca ruangan kepemimpinan Konoha.

Senyum yang merekah.

Bebungaan yang menyebarkan kebahagiaan.

Rerumputan yang menghijau.

Semuanya membuat Sakura terenyuh. Sesal merasuki hatinya dalam-dalam untuk perang bodoh yang ia lakukan empat tahun lalu. Harusnya ia tahu, tujuan hidupnya adalah menghidupkan kembali kota ini sebagai perwujudan pengharapan ayahnya.

CKREK!

"Ketuk dulu pintunya, bodoh!" cerca Sakura. Ia menoleh ke belakang, dan menemui sosok yang kini berdiri malas sambil menutup pintu. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali menatap pemandangan indah dari jendela ruang kepemimpinan Konoha.

"Ini ruanganku." Sosok itu mendekatinya. "Aku yang harusnya tanya, mau apa kesini?" Sakura mendengus.

"Ini juga ruanganku, tahu!" Ia menambahkan. "Dulu, sih." Ia tertawa kecil, sedangkan sosok itu kini melingkarkan lengannya di leher Sakura.

"Hm, ini memang ruanganmu, kok." Sakura sedikit merona mendengarnya, namun kini ia memilih untuk melihat pemandangan indah di hadapannya lebih lama lagi.

"Hei, bodoh." Sakura memanggil. "Sudah berapa lama aku menangis hari ini, ya? Rasanya terharu sekali melihat kota ini kembali."

"Hn. Aku tidak melihatmu." Sakura merengut sebal, membuat sosok itu gemas dan kini menarik pipi kanannya. "Setidaknya, menangis karena sedih tak pernah kulihat lagi sekarang. Karena aku."

Sakura berdecih. "Tuan Uchiha kita yang terhormat, lepaskan tanganmu." Ia memutar kedua bola matanya bosan, sedangkan sang Uchiha malah semakin melingkarkan lengannya di leher Sakura. "Lepaskan, bodoh!"

"Hn. Tidak mau." Sakura berdecak kesal lalu memilih untuk mengabaikan keberadaan sang Uchiha. Sang Uchiha semakin menghirup aroma khas Sakura yang menguar dari sekujur tubuhnya. Matanya ia pejamkan lamat-lamat.

"Sasuke!" Sakura menghentakkan kakinya. Sang Uchiha kini mendengus kesal sebelum melepaskan pelukannya. "Seenaknya, deh!"

"Memangnya kenapa?" tanya Sasuke. Sakura sedikit merona, namun kini ia melempar pandangannya lagi keluar jendela.

"Lagi enak lihat luar, tahu!" Sasuke kini duduk di tepi jendela, menghadap ke wajah Sakura. "Hei! Apa yang kau lakukan!"

"Duduk." Ia menjawab singkat. Sakura menggembungkan pipinya kesal. Kebiasaannya saat melihat Sasuke selalu menjawab singkat semua pertanyaan retorisnya. "Kau menggemaskan."

"Aku tahu dan aku bangga." Ia terkekeh kecil. "Hah… Sasuke, bagaimana rasanya jadi pemimpin?"

"Biasa saja. Aku sudah pernah memimpin antis." Sakura menoleh bosan. Sasuke kini menahan kedua sisi wajah Sakura, menyuruhnya menatapnya dalam-dalam. "Dengar, jangan pernah ungkit lagi masalah dulu."

Sakura merunduk pelan. "A-Aku mengerti." Sasuke memang sensitif dengan semua kejadian setahun lalu. "Ma-Maaf, Sasuke."

Sasuke mengernyit heran. "Aku tidak suka." Sakura mendongak. "Panggil aku seperti biasa." Sakura merona lagi, namun ia kini memandang lembut Sasuke.

"Baiklah, Sasuke-kun." Ia tersenyum imut, membuat Sasuke kini memeluknya erat. "Hei! Bodoh! Meski aku ini istrimu, tapi masih baru! Kau tidak boleh seenaknya!" Sasuke memandangnya bosan.

"Aku ini suamimu." Sakura berdebar kencang saat mendenganya. "Jadi aku bebas melakukan apa saja, mau baru atau lama." Ia menjawab ringan, membuat Sakura menepuk dahinya pelan. Apakah Sasuke tidak serius dengan hubungan mereka selama ini?

"Kau serius tidak, ha? Kalau kau mau, kita mulai perang seperti kemarin!"

"Bodoh."

"Jawab, bodoh!"

"Tentu saja aku serius. Untuk apa aku menepati janjiku dulu untuk menikahimu kalau aku tidak serius."

Itu akan menjadi sebuah cerita yang lain lagi.

.

.

.

Part One : END

.

.

.

AN : AAAAAAAAAAA *teriak ala love is war* Ini fic ketambah gaje the euy ._. Ini lagunya agak susah dibikin fic dan syukurlah dapat inspirasi *thanks to –piip- si Author Vocaloid* dan aku buat versi Narutonya. Bukan maksud bashing kedua chara ya #pundung

Silakan request seluruh lagu Vocaloid dengan main chara SasuSaku, dan akan kupenuhi sepenuh hati :D

RnR, da ze?