Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: Typos, Ooc, Gaje, Yaoi, dan kecacatan lainya.
Note: Jika kalian lihat penampakan Typos yang bergentayangan. Mohon membaca do'a dan terus berjalan lurus.
Happy Reading Minna
.
.
.
Deidara POV
Aku Deidara dan aku benci hujan. Langit begitu cengeng akhir-akhir ini. Dengan mudahnya langit menagis secara tiba-tiba tanpa kuduga sebelumnya. Aku sendiri tak mengerti mengapa ini terjadi. Entah sejak kapan dan apa sebabnya aku mulai membenci hujan. Mereka bilang aku ini aneh. Terserah aku tak peduli pada semua omongan mereka.
Bukankah hujan terdapat berjuta manfaat? Ya, bahkan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Itu pun kata orang-orang. Jangan Tanya padaku! Aku mana begitu peduli urusan tidak penting seperti itu. Kau tahu, itu membuang-buang waktu berharga miliku.
"Aku berangkat," Teriaku dari luar rumah.
Sembari memegangi payung biru muda miliku yang berjasa melindungiku dari guyuran hujan. Aku mulai melangkah selusuri Jalan Raya yang becek. Air mulai menggenangi lubang-lubang pada Jalan. Baru saja aku membicarakanya kini sepatuku telah berendam di genangan air itu. Damn! Sepatuku dibuat kotor bagus, kesialanku yang pertama pada hari ini.
Kalau aku melihat gulungan awan hitam di Langit rasanya perasaanku ikut muram saja. Setiap hujan turun selalu saja ada hal-hal sial menimpaku hari itu. Kesanku pada hujan selalu buruk. Belum pernah ku jumpai hal baik saat hujan turun mengguyur Bumi ini. Terserah kalian mau percaya atau tidak. Tapi aku sungguh-sungguh saat mengatakanya. Dengar akan ku beritahu sesuatu.
Waktu aku baru masuk SMA aku pernah disangka anak perempuan. Aku hampir mati tercekik karena duri ikan tersangkut di kerongkonganku. Lalu aku mendapat nilai merah pas ujian Bahasa Inggris. tunggu dulu, aku memang bodoh pada pelajaran itu. Baiklah yang tadi mari kita coret dalam daftar. Next saat aku mendapat surat cintaku yang pertama kalinya dari seorang anak laki-laki. Hei! Aku ini masih waras. Dan parahnya lagi, sepulang Sekolah dia menyatakan perasaanya padaku. Aku memang tak pernah beruntung kala hujan tiba. Mungkin karena itu alasanya aku jadi membenci hujan.
"Oi!"
Aku tergejolak kaget. Sasori tiba-tiba saja sudah berada di belakangku. Tepukan tanganya membuat pundaku sakit. Aku meringis kesakitan sembari memegangi pundaku. Ku lihat wajahnya biasa saja, datar. Tak ada kata maaf atau pun semacamnya. Seperti tak memiliki salah apapun padaku.
"Ada apa, un?" Jawabku sesabar mungkin.
"Tidak ada." Ujarnya santai.
Aku memasukan kunci ke lubang di lokerku. Aku berusaha membukanya. Macet, alot ketika memutarnya dan sulit dibuka. Tak semudah yang kubanyangkan. Ku pikir kesialan ku sampai tadi saja. Kini loker miliku tak dapat diajak kerja sama. Ku ulangi beberapa kali beharap ini tidak memakan waktu banyak.
Lokerku memang selalu seperti ini. Mungkin karena memang usianya sudah lumayan tua. Sekolah seharusnya mengganti semua loker dengan yang lebih baru dan canggih. Uhh, sudalah protesku takan terwujudkan. Sekolah seakan tutup mata serta telinga mereka dengan ocehan-ocehan murid yang berkicau setiap hari.
"Biar ku bantu." Sasori mengambil alih.
Aku mundur beberapa langkah memberi ruang bagi Sasori.
CREK
Rasanya mudah sekali Sasori membuka pintu lokerku. Aku sampai tak berkedip melihatnya. Aku saja harus mengeluarkan tenaga lebih hanya untuk membuka pintu loker sialan itu. Hmm.. tangan ajaib pikirku.
Sasori mulai memandang remeh ke arahku.
"Mudah'kan?" Nada bicara serta tatapanya semakin berusaha merendahkan derajatku sebagai seorang laki-laki.
Aku membuang muka. "Kau hanya beruntung, un."
Aku berusaha mengelak kenyataan bahwa aku memang cenderung mirip anak perempuan. Rambut kubiarkan panjang karena aku menyukainya. Aku juga tidak suka olahraga layaknya anak laki-laki pada umumnya. Menurutku itu membosankan, aku lebih tertarik membuat karya seni dari tanah liat. Aku juga lebih senang warna-warna lembut seperti biru muda, ungu, dan merah muda mungkin.
Katanya aku cerewet seperti anak perempuan. Itu pun pernyataan dari orang-orang disekelilingku. Kenyataan-kenyataan itu membuatku semakin terpojokan dengan fakta aku ini anak perempuan. Sebal rasanya karena semua itu benar adanya.
Aku lihat Sasori tengah memungut kertas merah muda terjatuh dari lokerku. Ohh tidak! Itu surat cinta.
Sasori menyeringai dan beberapa saat kemudian tertawa keras sekali. Wajahku merah padam. Lagi-lagi seperti ini. Selalu saja aku menerima surat cinta setiap paginya. Sasori tak dapat menghentikan tawanya. Sampai memegangi perutnya, mungkin geli ketika membaca surat itu.
"Oh bagus. Tertawalah sepuasnya!" Sewot ku
Mati-matian Sasori menahan tawanya. Ia berusaha membalas ucapanku namun yang terdengar hanyalah tawanya yang semakin keras.
"Ini hal unik dan aneh."
Aku memutar bola mataku. Kalau kalian pikir menerima surat cinta adalah hal yang menyenangkan. Maaf saja, itu tidak berlaku untuku.
Kalau saja si pengirim surat itu dari anak perempuan akan ku terima dengan senang hati. Namun surat cinta keparat yang selalu ku terima ini dari anak laki-laki. Ku ulangi lagi dari anak LAKI-LAKI. Ku perbesar hurufnya agar terkesan lebih dramatis.
"Dari Itachi Uchiha. Ohh… anak kelas 1-2 itu." Sasori menggaruk dagunya seakan ia sedang berfikir. Dan kembali menyeringai padaku.
"Berisik! Kau sendiri sampai sekarang belum punya pacar. Atau kau ini memang tidak laku, un."
"Tapi setidaknya aku tampan."
Cih! Percaya diri sekali orang ini. Aku rasa kepalaku kini mulai berasap. Saat ku ingin membalas ucapanya bel masuk melerai pertengkaran kami. Sial! Sial! Sial!
"Lain kali akan ku balas, un."
Ia terkekeh. Amarahku naik ke ubun-ubun. Aku anak baik dan pemaaf dari pada aku semakin emosi dibuatnya lebih baik aku melangkah menjauh dari setan merah itu.
"Aku simpan ya?" Ia berteriak sembari mengerlingkan matanya genit.
"Makan saja jika kau mau!" Aku melanjutkan langkahku.
Dan saat ku berbalik lagi, ia telah lenyap dalam lalu-lalang murid lainya.
.
.
.
Waktu SD kami juga seperti ini. Bertengkar setiap saat jika kami bertemu. Selalu saja ada hal yang kami ributkan. Seperti tiada hari tanpa bertengkar. Ribut setiap hari dengan Sasori adalah jadwal harianku dan ejekan darinya adalah makanan harianku. Terdengar aneh namun jika kami tidak bertengkar rasanya sunyi sekali.
Waktu SD aku selalu mengejeknya 'Si Kurcaci Kerdil' karena tingginya hanya sebahuku kala itu. Dan Sasori mengejeku dengan sebutan 'Banci Raksasa'. Aku hanya tertawa saja tiap kali ia berbuat jahil padaku. Aku hanya perlu menjitak kepalanya karena mudah ku jangkau.
Waktu SMP, aku masuk Klub Drama dan Sasori masuk Klub Atletik. Kesialan demi kesialan datang bertubi-tubi saat aku pertama kalinya mendapatkan peran perempuan. Mereka bilang aku terlihat cantik berbalut baju anak perempuan melekat ditubuhku. Dan parahnya aku menurut saja.
Perlahan tingginya mulai menyusulku. Sasori tumbuh menjadi lelaki tampan dan menjadi Idola para gadis. Mulai saat itu aku menaruh perhatian lebih pada Sasori.
Aku tak dapat melupakanya. Ketika kami bermain bersama di Lapangan dekat Sungai. Terucap janji konyol antara kita berdua. Dan entah mengapa ada suatu hal yang membuatku semakin tertarik padanya.
"Kau selalu mendapatkan peran anak perempuan. Menurutku itu cocok untukmu."
Aku tahu itu pujian yang buruk dan lebih tepatnya mengejeku.
"Kau sendiri selalu menjadi pemain cadangan." Balasku.
"Benar juga ya! Mengapa aku tak menyadarinya? Sebenarnya kita ini senasib." Kami tertawa keras bersama meruntuki kebodohan kami yang saling mengejek satu sama lain sedangkan nasib diri masing-masing pun penuh kekurangan.
"Saat kau mendapat peran laki-laki. Aku akan menonton pertunjukanmu."
"Benarkah, un?" Entah apa sebabnya aku selalu menantikan saat-saat itu terjadi. Jantung ku berdebar menunggu jawabanya.
"Hn." Sasori mengangguk meyakinkan aku.
"Kalau begitu. Aku akan hadir memberikanmu semangat saat Sasori bertanding nanti, un." Ujarku bersemangat.
Kami kembali tertawa lepas. Dibawah sorotan cahaya senja kami berbaring diatas rerumputan. Menatap awan berarak-arak diatas Langit. Melayang bagai kapas. Pertama kalinya kami akur dan saat itu pula, waktu terasa lebih lambat dari biasanya.
-T.B.C-
.
.
.
A/N: Akhirnya Kei bangun juga dari Hibernasinya. Setelah UN Kei langsung nulis fic ini. Fic ini hadiah untuk sahabat Kei. Hallo #Lambaitangan.
Kritik dan saran diterima dengan tangan terbuka.
RnR Minna?
