Menatap simbol pada pergelangan tangan kiri bagian dalam, membuat Hinata menghela napas berkali- kali. Sudah sangat lama simbol ini bertengger manis di tangannya. Sejak ia bisa mengingat, simbol ini sudah ada. Kata ayahnya, simbol ini akan membawa Hinata pada kebahagiaan yang abadi. Kebahagiaan? Hinata bahkan risih sendiri dengan simbol ini. Simbol kipas dengan gagang berwarna putih dan ujung berwarna merah.
Sudaj beberapa kali Hinata mencoba menghilangkan simbol aneh ditangannya itu. Dan semua cara itu gagal. Simbol itu melekat erat pada kulit putih Hinata. Semacam tanda lahir.
Tubuh Hinata menegang. Kepalanya mendadak pusing. Napasnya mulai putus-putus. Keringat keluar deras dari pori-pori kepala dan lehernya. Hinata ambruk dikasur. Sebelum menutup mata. Kedua manik lavendernya menangkap sosok lelaki asing di kamarnya.
"Milikku."
Kata itu yang terdengar ditelinga Hinata. Lalu, tangan kirinya terasa perih. Dan, semuanya gelap.
.
a SasuHina fanfiction
Standart warning applied | Misteri abal etc
Naruto by Masashi Kishimoto
Mine by Juli Alio
Happy Reading...
.
Ingatan Hinata tidak buruk. Kamar ini bukanlah kamarnya. Seingatnya, tadi sebelum pingsan Hinata berada dikamarnya sendiri. Tapi, sekarang ia berada dikamar yang asing. Warnanya didominasi dengn warna hitam dan biru dongker. Kamar ini juga luas. Sapuan matanya berhenti pada sosok lelaki yang duduk disofa sembari menyilangkan kaki. Tangan kanannya ditekuk ke dalam untuk menyangga dagu. Sepertinya pemandangam diluar tampak menarik.
"Kau sudah bangun," lelaki itu bersuara tanpa mengalihkan pandangannya.
Hinata tidak menjawab. Tidak boleh berbicara dengan orang asing.
Hinata baru saja mengedipkan matanya dan lelaki yang diduk disofa itu sudah menghilang. Tentu membuat Hinata kaget. Tangan mungilnya meremat selimut. Waspada.
"Kau manis."
Menolehkan kepala ke kiri secepat yang ia bisa. Lavender Hinata membulat, mendapati lelaki itu sudah duduk meluruskan kaki dan bersandar pada kepala ranjang dengan kedua tangan bersiekap. Bagaimana bisa?
"Kau siapa?"
Pada akhirnya, Hinata bersuara juga pada lelaki itu.
"Orang yang memberimu tanda kepemilikan."
Lelaki itu menegakkan tubuhnya. Dan, menarik tangan kiri Hinata, kemudian mencium tepat pada simbol yang dimiliki Hinata.
"Kenapa?"
"Untuk membuatmu terikat padaku selamanya, Hinata."
Untuk sesaat, lavender Hinata membola. "Bagaimana kau tahu namaku?"
"Ayahmu yang memberitahu."
Ayah? Ayahnya? Untuk apa?
"Na-"
"Uchiha Sasuke."
Lagi. Bibir Sasuke mencium simbol ditangan Hinata. Yang berbeda, hanya waktu yang digunakan untuk mencium simbol itu. Ini terlalu lama.
Rasa perih menyerang tangan Hinata. Tepat pada simbol yang sedang Sasuke cium.
"Sakit," erang Hinata.
Sasuke menjauhkan bibirnya dan menatap lekat Hinata. "Apa kau yang ingin kau ketahui?"
"Semuanya."
Sasuke ber-oh sembari mengelus simbol kipas dengan sayang. "Ini adalah lambang klan Uchiha."
"Uchiha?"
"Penguasa tanah keramat Konoha."
Hinata tidak tahu bahwa ada tanah keramat di Konoha. Sunguh, ia sama sekali tidak tahu. Selama ini, selama tujuhbelas tahun hidupnya, ia berada di rumah. Lebih tepatnya, di dalam kamarnya. Bahkan, kamarnya sama sekali tidak ada jendela. Hanya ada ventilasi kecil diatas pintu masuk ke kamarnya. Ayah dan ibunya, melarang keras dirinya untuk melanngkahkan kaki keluar dari kamarnya.
"Apa kau ingin tahu kenapa orangtuamu mengurungmu?"
Ya.
Hinata sangat ingin tahu.
Bibir Sasuke mengecup pelan bibir ranum Hinata. Tidak ada protesan atau apapun. Sasuke menyeringai kecil. Menjauhkan wajahnya, onyx Sasuke mendapati tatapan kosonh dari lavender Hinata. Sempurna.
"Kau milikku."
Sasuke merebahkan dengan sangat hati-hati tubuh Hinata diranjang.
THE END
.
.
.
Pojokan Juli :
Hai~ saya kembali dengan fic absurd pake banget.
Udah gitu ajah XD
Juli Alio
