"Selamat pagi, semuanya. Tanpa kita sadari libur musim dingin sudah berakhir dan sekarang sudah masuk semester baru. Bagaimana liburan kalian? Alangkah senangnya bila liburan kalian menyenangkan. Sebelum itu, saya ingin memperkenalkan diri. Salam kenal, nama saya Arthur Kirkland. Mulai hari ini saya akan bekerja sebagai guru kesehatan dan bahasa Inggris. Mohon bimbingan kalian untuk ke depannya."
-xXx-
Aasaa no Harem
Hetalia Fanfiction
Hetalia (c) Hidekazu Himaruya
Story (c) Yami Youichii
Rate : T
Genre : Romance/General
Warn : each girl has different genre/AU/gakuen life/most of characters are female except Arthur/Harem (don't like, don't read)/etc
Enjoy Reading~
-xXx-
Upacara pembukaan semester usai setelah 30 menit berlangsung. Para siswi pun berangsur-angsur kembali ke kelas mereka masing-masing, sedangkan para guru berkumpul di ruang guru untuk menyambut kedatangan guru baru yang menggantikan guru sebelumnya yang pensiun. Mereka pesta kecil-kecilan sebentar disana dan dilanjutkan dengan rapat kurikulum.
Akademi ini adalah akademi khusus putri yang terbaik di kota ini, yang bernama 'W Academy'. Akademi ini berisi siswi perwakilan tiap negara di dunia, sehingga kurikulumnya sangat beragam dan berada pada taraf International.
Karena nama-nama mereka dari beragam bahasa dan tiap-tiap mereka kesulitan menyebutkan nama satu sama lain, mereka memutuskan untuk memanggil satu sama lain dengan nama negara masing-masing. Awalnya memang aneh, tapi lama kelamaan mereka semua menjadi terbiasa.
Seusai rapat, Arthur menatap pada taman tengah dari jendela yang ada di belakang mejanya. Ia menatap gadis-gadis yang sedang berbincang, bercanda, makan, membaca, atau bermain. Hati kecilnya berbisik :
"Disini, aku akan berjuang."
.
.
.
Setelah membereskan buku-bukunya, Arthur membuka jurnal kecil yang ada di saku jasnya. Pada jam pertama dan kedua ia tidak ada jam mengajar, sehingga ia memutuskan untuk pergi ke ruang kesehatan. Sebelumnya ia diberikan sebuah jas dokter sebagai tanda bahwa ia adalah guru kesehatan, tapi jas itu masih belum ia kenakan karena masih merasa sedikit malu.
Dengan kertas kecil bergambar denah kampus di tangannya, Arthur mencoba menghapal setiap sudut bangunan sambil berjalan menuju ruang kesehatan. Tapi saat tiba di lorong, ia bertubrukan dengan seorang gadis berambut ikal coklat yang diikat ponytail dengan sebuah kriwil di samping poni kanannya. Gadis itu berlari dengan cepat hingga mereka berdua jatuh terduduk, buku dan dokumen yang dibawa Arthur pun jatuh berantakan.
"Veeeee... Sakiiitt..." keluh gadis itu sambil mengelus pantatnya yang terbentur lantai.
"Hei! Bukankah ada peraturan untuk tidak lari di lorong?" sahut Arthur jengkel.
"Veh! Ma... Maaf!" gadis itu terkejut dan segera bergeser kepojokan sambil melindungi kepalanya seolah merasa akan dipukul.
"OI! Italyyy! Jangan coba-coba kabur! Pelajaran sudah hampir dimulai!" terdengar suara sahutan dari ujung lorong tempat gadis itu muncul.
"Veh! Germany! Maaf sensei! Aku harus segera pergi!" ujar gadis itu panik.
Tanpa mempedulikan Arthur yang keheranan, gadis yang dipanggil Italy itu berjalan cepat meninggalkannya. Melihat Italy pergi, Arthur medumel pelan, dan saat ia ingin berdiri, sebuah tangan terulur padanya.
"Sensei baik-baik saja?" tanyanya khawatir.
Kali ini seorang gadis berambut pirang pendek, matanya biru, dan terlihat sedikit otot di lengan, paha dan betisnya. Sepertinya dia gadis yang dipanggil Italy tadi dengan sebutan Germany.
"Yah... Aku baik-baik saja." Arthur menerima uluran tangan gadis itu dan berdiri, kemudian gadis itu meringkuk memungut buku dan kertas Arthur yang terjatuh ke lantai.
"Maaf ya, sensei. Anak itu, Italy, bila pelajaran yang tidak ia suka dimulai, ia akan kabur dari kelas dan larinya saat kabur itu cepat sekali." jelas Germany meminta maaf mewakili temannya.
"Ah, tidak apa. Terima kasih sudah mau memungutkan barang-barangku. Dan maaf aku tidak bisa menahannya."
"Tak apa. Aku sudah terbiasa mengejarnya yang mendadak lari. Kalau begitu, saya permisi dulu."
Germany merundukkan kepalanya, dan kembali mengejar Italy dengan berjalan cepat. Arthur menatap gadis itu sampai ia belok ke lorong yang lain dan menghilang. Ia mengalihkan pandangannya pada tangannya, mengingat bahwa barusan adalah pertama kalinya ia bergandengan dengan seorang gadis. Hatinya sedikit... Senang.
.
.
.
Begitu tiba di depan pintu ruang kesehatan, Arthur menarik napas dan membuangnya perlahan. Kemudian membuka pintu kayu coklat yang menghalanginya memasuki ruang kesehatan. Saat ia memasuki ruangan, yang pertama kali ditangkap oleh matanya adalah rambut silver panjang yang tergerai lembut diterpa angin.
"Oh." menyadari dirinya tidak lagi sendiri di ruangan itu, gadis itu membalikkan tubuhnya menghadap Arthur. Mata dengan iris violetnya menatap lembut ke mata emerald Arthur, kemudian bertanya dengan suara yang halus, "Kamu siapa, da?".
"Eh? Aku Arthur Kirkland, guru baru. Apa kamu tidak memperhatikan upacara pembukaan tadi?"
"Upacara?" gadis itu memiringkan kepalanya, kebingungan dengan ucapan Arthur seolah tidak tahu apa-apa.
"Kamu tidak mengikuti upacara...?" ucapan Arthur terhenti begitu mengetahui bahwa gadis itu memang tidak tahu apa-apa. "... Aku tidak akan menanyakan alasan kenapa kamu tidak mengikuti upacara. Tapi, tolong hadiri upacara-upacara berikutnya, hal itu melatih kedisiplinanmu." wajah gadis itu masih sedikit bingung, tapi dia memanggutkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kamu kembali ke kelas." perintah Arthur pelan sambil meletakkan barang-barangnya di atas meja.
Gadis itu terkejut, ia mengunci pandangannya pada Arthur yang sedang mengatur barang-barangnya. Tiba-tiba tangan Arthur berkeringat tanpa sebab, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Nalurinya berkata bila ia membalikkan badannya ia akan mati, sehingga ia memutuskan untuk tetap menghadap meja sambil mengharapkan keselamatannya. Ia tersentak begitu punggungnya disentuh oleh seseorang. Tangan yang menyentuh punggungnya terasa dingin seolah langsung menyentuh kulit, padahal punggungnya dilapisi oleh jas dan kemeja. Kemudian suara lembut berbisik di telinganya, membuat sistem sarafnya terkejang sesaat.
"Sensei guru baru ya? Syukurlah. Bila tidak, entah apa yang akan terjadi pada sensei."
Suara itu membuat seluruh tubuhnya bergetar. Kemudian ia memberanikan diri membalikkan badannya, dan tidak ada siapa-siapa disana selain gema suara langkah kaki di lorong dan dendangan lagu kelinci lullaby.
.
.
.
Waktu seolah terhenti saat itu. Begitu suara gema langkah kakinya menghilang, Arthur baru bisa menelan ludahnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk membuyarkan rasa tercekamnya kemudian kembali membereskan barang-barangnya, berusaha untuk tidak memikirkan gadis tadi.
Setelah membereskan barang-barangnya dan sedikit menata ulang ruang kesehatan, terdengar suara ketukan dari balik pintu. Arthur meletakkan botol obat yang sedang ia hapalkan efek-efeknya dan berjalan membukakan pintu. Dan saat ia membuka pintu, yang pertama kali ia lihat bukanlah manusia, tapi 3 kardus putih yang menutupi pandangannya.
"Ma... Maaf, boleh minta tolong?" sebuah suara lembut keluar dari balik kardus tersebut, meminta tolong bahwa si pemilik suara tersebut sudah tidak kuat mengangkat kardus-kardus tersebut.
"Oh! Ba... Baiklah." Arthur menggenggam kardus yang paling bawah dan mengangkatnya pelan-pelan, kemudian meletakkannya sementara di atas meja.
Gadis itu menghelakan napasnya melepas lelah. Kali ini Arthur dapat melihat gadis itu, ia adalah seorang gadis asia, rambutnya bob hitam dengan jepitan bunga sakura di rambutnya. Tubuhnya kecil, tidak lebih dari 150 cm, dan mata coklat brownies sayunya tampak manis.
"Kenapa kamu yang membawakan kiriman obat ini? Bukankah kiriman ini akan diantarkan sampai kesini?" tanya Arthur sambil memberikan gadis itu segelas air.
"Oh, terima kasih." gadis itu menerima gelas tersebut, "Memang benar paket ini akan diantar sampai kesini, tapi orang yang mengirim paket ini sudah tua, aku tidak bisa tinggal diam melihatnya membawa paket-paket ini naik ke tangga." jelas gadis itu tersenyum.
"Kampus ini tidak menyiapkan troli barang?" lanjut Arthur sambil menandatangani surat terima dan menyerahkan surat tersebut pada gadis tersebut.
"Ada, tapi mungkin sedang digunakan oleh guru lain. Ini sensei, terima kasih minumannya." gadis itu menerima surat terima dari Arthur dan mengembalikan gelas kosong padanya.
Gadis itu berbalik keluar dari ruangan untuk menyerahkan surat terima, tetapi sebelum pergi, Arthur memanggilnya seraya ia lupa mengatakan hal penting.
"Terima kasih!"
Gadis itu terkejut sedikit, kemudian ia tersenyum. "Teman-teman memanggilku, Japan. Salam kenal, Kirkland-sensei!"
Kali ini gadis itu benar-benar pergi, ia menyebutkan namanya sebelum pergi, membuat namanya bergema di telinga Arthur. 'Cantik...' pikirnya dalam hati.
"Siapa yang cantik-aru?" terdengar suara sinis dari belakang.
terkejut karena kata hatinya terucap oleh suara selain dia, Arthur berbalik dengan melompat. Di belakangnya berdiri seorang gadis asia. Tubuhnya kecil, hampir sama dengan tubuh Japan. Rambutnya coklat kemerahan dan diikat konde seperti Chun Lee. Ia menatap Arthur dengan tatapan sinis.
"Jawab-aru! Apakah yang kau bilang cantik tadi itu Japan? Jangan-jangan kamu menyukainya-aru? Jangan-jangan kamu ingin melakukan macam-macam dengannya-aru!? Jangan-jangan sekarang kamu sedang memikirkan macam-macam tentangnya-aru!" nada suaranya berlahan meninggi hingga akhir dari ucapannya, sambil menyudutkan Arthur ke tembok.
"Tu... Tunggu dulu! Aku tidak berpikir macam-macam tentangnya!" sahut Arthur panik. "Lagipula, bagaimana kamu masuk ke dalam sini!? Aku tidak melihatmu masuk kesini!"
"Bagaimana? Lewat jendela-aru." gadis itu menjawab pertanyaan Arthur dengan santai sambil menunjuk jendela yang ada di belakangnya dengan ibu jarinya.
Arthur terkejut sampai tidak bisa berkata apa-apa. Baginya, seorang gadis haruslah bersikap seperti seorang gadis. Sopan. Baik. Santun. Tanpa sadar, jari Arthur sudah menjepit telinga gadis itu dan menariknya ke atas.
"Adudududuh! Sakit-aru!" gadis itu meronta-ronta kesakitan. Kemudian ia melihat sasaran empuk, yaitu perut Arthur. Ia menopang tubuhnya dengan satu kaki dan menendang sasarannya sekuat yang ia bisa.
Mendapat hantaman tiba-tiba di perutnya, Arthur bersandar pada tembok sambil memegangi perutnya menahan sakit. "Kau apa yang kau lakukan!" sahut Arthur heran.
"Oh! Kau masih bisa berdiri setelah menerima tendangan dariku-aru? Kau pasti pernah berada di dunia yang keras-aru!" gadis itu tersenyum senang.
Melihat gadis itu tersenyum, Arthur keheranan tapi sekaligus senang. Di telinganya, ucapan gadis itu seolah seperti sebuah pujian. "Na... Ah! Terserah! Kau harus di hukum karena masuk sembarangan kesini! Dan juga karena menendangku."
"Apa!? Kenapa aku harus dihukum-aru!?"
"Karena kau melakukan kekerasan di dalam kampus!"
.
.
.
Setelah mengirim gadis yang dipanggil China tersebut ke ruang kounseling, Arthur kembali ke ruangannya dan kembali melihat agendanya. Setengah jam sebelum mengajar pertama. Tidak mungkin ia tidak berdebar-debar. Arthur berjalan mendekati jendela untuk menghirup udara agar ia merasa sedikit tenang. Tapi saat ia melihat ke bawah, tepat di bawahnya di balik semak-semak, ada seorang gadis yang sedang disudutkan oleh gadis lain.
Gadis yang disudutkan memiliki rambut coklat pendek yang diikat, dan gadis yang menyudutkan memiliki rambut silver panjang yang berantakan. Arthur bermaksud menghentikan penggencetan tersebut, tapi langkahnya terhenti saat ada seorang gadis berambut dirty blonde pendek yang bergelombang dengan kedua sisi poninya dihiasi oleh jepitan bintang datang menghampiri mereka.
Gadis itu menarik gadis berambut silver dan melindungi gadis yang tengah digencet. Mereka mulai berargumentasi, dan lama-lama mereka mulai bertikai. Tapi, gadis berambut silver itu tiba-tiba menarik diri setelah menarik kerah baju gadis yang datang menghentikannya dan berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.
Arthur terdiam melihat kejadian itu. Mata emeraldnya terus menatap rambut silver berantakan gadis yang berlahan meninggalkan taman tengah, seolah melihat dirinya yang dulu.
Begitu sadar dari de ja vu-nya, Arthur menggeleng-gelengkan kepalanya dan meraih buku agendanya dan berjalan keluar ruang kesehatan menuju kelas tempat ia akan mengajar. Di tengah perjalanan menuju kelas, Arthur dikejutkan oleh-
-seorang gadis terjatuh dari tangga.
Reflek melihat gadis itu jatuh, Arthur segera berdiri di tempat kira-kira gadis itu jatuh untuk menangkapnya, dan ia berhasil. Ia segera menidurkan gadis itu di bahunya dan memeriksa kesadaran gadis itu. Ia tidak terluka, tapi ia pingsan. Mungkin gadis itu merasa dirinya jatuh sehingga ia pingsan karena kaget.
Setelah merasa lega bahwa gadis itu baik-baik saja, barulah Arthur bisa melihat dengan jelas wajah gadis tersebut. Gadis itu memiliki kulit yang putih dan lembut. Wajahnya cantik seperti boneka. Dan rambutnya yang dikonde dengan jepit mahkota di kondenya terlihat elegan. Menyentuh gadis cantik seperti ini, Arthur menelan ludahnya sendiri.
Tidak bisa tinggal diam, Arthur menggendong gadis itu dan membawanya ke ruang kesehatan dan menidurkannya disana. Wajah gadis itu tidak menderita, tapi tampaknya ia sulit bernapas. Agar pernapasannya lapang, kancing bajunya harus dilepas beberapa. Wajah Arthur memerah, tapi dia harus melakukannya.
"Holy shit..." gumamnya begitu membuka kancing ke tiga.
To Be Continue
Salam semua!
Maaf kalau tiba-tiba beberapa ceritaku aku hapus. Alasannya karna aku nggak suka ceritanya karna nggak berbobot /gaadaygpedulijgsih. Yah, pokoknya mulai sekarang, pageku akan aku isi dengan cerita yang lebih berbobot.
Thanks for reading~
From, Yami Youichii
With Love.
