Chapter 1: First.

Hai :)

So, here we are in the first chapter. Moga aja ceritanya not bad ya :D heheh

Fic ini terinspirasi dari novel metropo karya Mbak Karla M Nashar, Love, Hate and Hocus Pocus

So, let's read!

FEELING UNDER SPELL?

Naruto © MASASHI KISHIMOTO

LOVE, HATE & HOCUS POCUS © Karla M Nashar

Warnings : Typos, OOCs, Not-so-good plot, ala kadarnya.

Beware, because once you realized your mistake there is no turning back.

[edited by 08.11.2015]


First

.

.

.

Kali ini Sasuke benar-benar kesal. Guru tukang pemalas yang mesum tingkat dewa ini benar-benar memancing emosinya.

Damn.

Benar-benar seenak jidatnya saja mengambil keputusan sepihak tanpa memberitahunya lebih dulu.

Tap tap tap.

Dia melangkahkan kaki jenjangnya cepat-cepat. Koridor kantor sekolahnya yang sepi menggema seiring dengan derap langkahnya. Tangannya terkepal didalam saku menahan emosi. Meskipun raut wajahnya tenang, dari matanya yang sedalam malam itu dapat dilihat api kemarahan yang berkobar.

Kepada siapa? Lihat saja tempat dia menuju sekarang ini.

Dalam satu gebrakan dia membuka pintu dihadapannya dengan kilat, wajahnya tak mengibarkan sehelai emosi.

Cue Lady Gaga's Poker Face.

Udara sejuk langsung menerpa dikarenakan AC yang terpasang didalamnya. Interior minimalis yang mewarnai ruangan ini menjadi terkesan begitu minimalis dengan barang-barang yang dibilang cukup sedikit dikatakan untuk seorang guru. Tak ada tumpukan buku-buku di meja. Tak ada jejak tentang seorng guru yang menikmati pekerjaannya.

Dalam ruangan seluas empat kali lima meter ini terlihat meja kerja lumayan besar yang diatasnya terlihat kosong melompong. Yang ada hanya tempat penampung alat tulis yang terisi dan selembar map diatas meja itu. Hanya itu dan brankas sedang di pojokan ruangan. Ah, dan juga papan nama yang terpasang manis diatasnya.

Hatake Kakashi

Kepala Deputi Kesiswaan

Pria berambut perak berusia 30-an yang dimaksudkan kini tengah berdiri bersandar di jendela yang menghadap ke arah lapangan sepak bola yang terhampar sepi dua lantai di bawah ruangan ini. Matanya yang semula serius terpaku pada buku oranye di genggamannya kini beralih pada sosok yang tengah berdiri dengan wajah kesal di depan meja kerjanya.

Menarik napas pelan, Kakashi melangkahkan kakinya dan duduk dengan santai di kursi hitam miliknya. Dan kemudian, menimpakan paha kirinya diatas paha kanannya.

Dia menebak semua ini sudah pasti akan terjadi.

Kemudian, bibir Kakashi membentuk senyuman hingga kedua matanya menyipit.

"Ah, Sasuke! Kau akhirnya datang. Bahkan lebih cepat dari yang ku duga. Ayo, silahkan duduk!" serunya mempersilahkan Sasuke untuk duduk di kursi tepat di seberang meja.

"No. I just want you to explain about this stupid papers. Clearly. Quickly." ucap Sasuke dingin dengan seraya memperlambat pengucapannya pada dua kata terakhir.

Dia meletakkan map hitam yang sedari tadi ingin dirobeknya ke atas meja Kakashi.

"Oh, tentang acara ini? Kenapa harus aku jelaskan lagi? Semua penjelasannya kan sudah tertulis disini, Sasuke. Tck, tck tck.. Kupikir kau ini pintar," Kakashi terkekeh pelan berusaha bercanda namun hanya dibalas dengan tatapan dingin dari lawan bicaranya.

Wah, aku dicuekin. Batin Kakashi mengeluh.

Lama Sasuke tak merespon candaan-baca:hinaan-dari Kakashi, kini gurunya hanya menghela napas pasrah.

"Baiklah. Tapi sebaiknya kau duduk dulu."

Sasuke pun menuruti perintah gurunya dengan duduk di kursi yang sudah disediakan.

Keduanya saling bertatapan untuk sepersekian detik sebelum Kakashi memulai pembicaraannya.

"Begini, Sasuke. Kau harus mengerti. Hanya kau yang bisa kuandalkan demi kelangsungan acara penting seperti ini. Hanya kau dan Sakura yang menurutku... Memenuhi syarat sebagai pimpinan pengurus dari salah satu event terbesar yang sekolah kita pernah adakan. Kau mampu, bahkan kau lebih daripada itu. Jika kalian berdua bekerja sama, semuanya pasti akan sempurna." ujar Kakashi memandang lurus lawan bicara dihadapannya yang kini tengah memandangnya dengan tatapan tanpa ekspresi.

"Ini bukan acara ulang tahun seperti yang lalu-lalu, Sasuke. Ini jauh lebih grand dibanding yang lainnya. Ini ulang tahun sekolah kita yang ke-30 sekaligus perayaan kerjasama antara sekolah ini dengan berbagai perusahaan terbaik di negeri ini. Dengan kerja sama ini, kita bisa mendapatkan lebih dari apa yang telah kita capai hingga detik ini. Ini juga demi kelangsungan kita bersama di sekolah ini. Kita semua mau yang terbaik dengan lembaga ini, termasuk kau."

Dan tentunya aku akan mendapat berbagai pujian sebagai koordinator acara ini, tambahnya dalam hati.

"Lebihnya lagi, kau tentu paham. Sekarang ini sekolah bukan hanya sekolah. Segala bidang di negeri ini tak ada bedanya lapangan bisnis. Terlebih lagi dipikir dengan sekolah kita ini menjadi rumah dari berbagai siswa yang berasal dari orang-orang penting. Tentu saja mereka ingin yang terbaik demi kalian semua. Karena itu, kita harus tunjukkan sejauh mana lembaga ini berani memamerkan dirinya. Mulai dari grand anniversary ini."

"Kau mengerti, kan?"

Sasuke mendengus pelan mendengar penjelasan orang di hadapannya.

"Banyak siswa yang pandai di sekolah ini. Kau bisa memilih siapapun diantara mereka, tapi jangan aku. I tell you, I don't give a shit for this."

Diam-diam Kakashi merutuki anak muridnya yang tergolong cerdas ini dalam hati. Tetap saja, pria bermasker ini tetap berusaha menampilkan wajah memohonnya. Kakashi tahu Sasuke akan menolak. Meskipun cerdas, Sasuke bukan tipe orang yang suka direpotkan oleh hal yang tak bermanfaat langsung padanya. Beda dengan Sakura yang sudah pasti dengan senang hati mau terlibat dalam kepengurusan event terbesar dari sekolah terbaik di Jepang saat ini. Semua masyarakat Jepang hingga luar negeri tahu sekolah ini. Sekolah menengah atas yang penuh dengan segala modernitas zaman. Arsitektur sekolah yang selalu diperbaharui secara berkala menimbulkan kesan bahwa sekolah ini selalu terkesan baru, padahal nyatanya sudah hampir 30 tahun sekolah ini beroperasi. Ada beberapa kelas program internasional yang di tiap-tiap kelasnya pasti adaguest student dari berbagai negara, terutam aAmerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman dan negara lainnya yang sudah menjalin scholarship program dengan Konoha Gakuen. Begitupun dengan tenaga pengajar yang banyak didatangkan dari luar negeri.

Alasan Kakashi memilih Sasuke dan Sakura juga ada kaitannya terhadap ini. Kedua muridnya yang tergolong cerdas ini masuk dalam kelas internasional yang mana sudah menjamin bahwa mereka memang mampu dalam bidang seperti ini. Sakura adalah seorang gadis yang cerdas dan lugas dalam berbicara, sedangkan Sasuke adalah pemuda yang meskipun kelihatannya dingin, tapi begitu cerdas dan sangat cocok dalam memimpin karena kelihaiannya dalam mengambil keputusan bahkan disaat terdesak sekalipun. Perpaduan yang sempurna bila disatukan. Begitulah pemikiran Kakashi.

Sekali lagi, seorang Uchiha Sasuke belum tentu mau begitu saja direpotkan oleh hal seperti ini.

Namun, jangan panggil dia Kakashi kalau dia tak tahu bagaimana caranya meluluhkan hati seorang Uchiha Sasuke.

.

"Anggap saja ini sebagai pembicaraan sesama pria sejati. Kau tahu, seorang pria sejati takkan pernah menolak permohonan dari pria sejati lainnya yang hampir tua didepannya. Apalagi demi kepentingan bersama semua orang."

Alis Sasuke mengernyit. Dia sangat sensitif dengan topik seperti ini. Seolah-olah guru mesum di hadapannya ini meragukan kredibilitasnya as a real gentleman. Tentu saja, Uchiha Sasuke adalah seorang pria sejati.

Yes! Aku tahu dia tak akan berkutik dengan kata-kataku barusan. Kakashi bersorak dalam hati.

Seringainya terpampang jelas diwajahnya menanggapi respon tampang kesal dari Sasuke.

Dia tak akan menolak, Kakashi yakin dalam hatinya.

Detik kemudian, Sasuke merubah wajah kesalnya.

Salah satu ujung bibirnya terangkat membentuk seringai arogan.

"Sebenarnya aku keberatan, tapi tak apa demi kepentingan semua orang."

Apa ku bilang? Kakashi bersorak lega dalam hati.

.

.

.

Entah sudah keberapa kalinya dalam satu jam terakhir ini Sasuke selalu mendecih. Dia menaikkan jari tangannya yang putih pucat ke pelipis. Memijitnya perlahan. Dia benar-benar heran dengan perempuan dihadapannya ini.

Dia ini bodoh atau seleranya yang memang benar-benar payah?

Berulang kali juga Sasuke mengulang pertanyaan ini dalam hati karena gagasan yang sedari tadi dilontarkan oleh lawan bicaranya ini. Benar-benar gagasan yang kampungan dan tak sejalan dengan zaman, pikir Sasuke sedari tadi.

"Hei, kalau kau tak setuju dengan pendapat-pendapatku barusan katakan saja. Tak usah memasang wajah jelek seperti itu. Tapi setidaknya tunggu dulu sampai giliranku berbicara selesai." ujar Sakura kesal dengan rekan setimnya yang sedari tadi selalu memasang tampang are-you-serious setiap kali dia mengutarakan berbagai ide brilian yang sudah tersusun rapi di kepalanya.

Sasuke berjengit mendengar dua kata yang tadi dilontarkan Sakura padanya.

"What did you just say? Ugly face?" Sasuke menatapnya sinis.

"Iya. Kenapa memangnya?"

Sasuke mengalihkan wajahnya sebelum kembali menatap wajah Sakura dengan tampang datar. "Sepertinya seluruh lapisan Konoha akan disagree dengan pendapat sepihakmu itu."

"Kecuali aku. Dan tolong, kita ini di Jepang. Aku yakin kau bisa bahasa Jepang. Jadi, jangan terlalu sok kebarat-baratan." Bibir tipis Sakura membentuk senyuman sinis.

Sasuke yang tak ingin kalah balas malah balas memandang dengan tatapan yang tak kalah meremehkan dari Sakura. Salah satu ujung bibirnya terangkat membentuk seringaian yang begitu mengintimidasi siapapun lawan bicaranya.

Ada yang salah dengan perempuan ini.

Dan Sakura menurut Sasuke adalah orang abnormal.

Mata mereka saling berbicara dalam diam. Pikiran mereka bergulat satu sama lain

She's totally annoying, pikir Sasuke

Orang Jepang yang sok kebarat-baratan. Seperti orang krisis identitas, pikir Sakura.

Dan masih banyak lagi makian dan hinaan dilontarkan melalui pertandingan saling menatap ini. Dan tampaknya adegan tatap-menatap ini akan berlangsung jadi adegan bunuh-membunuh kalau saja tak ada yang menginterupsi.

Cklek...

Terdengar gagang pintu ditarik.

"Permisi! Sasuke-san dan Sakura-san, kalian dipanggil oleh Kaka-" pembicaraan pemuda berambut cokelat ini terhenti ketika dia melihat adegan sepasang muda-mudi yang menurutnya tengah bertatapan mesra. Mata kedua muda-mudi dihadapannya seolah terkunci dan tenggelam satu sama lain. Kedua hidung mereka hampir bersentuhan karena jarak mereka yang terbilang cukup dekat. Dan sepertinya sedikit lagi mereka akan-

Oh, andai saja kau tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"-Shi-sensei.." suaranya terdengar seperti tikus terjepit pintu lemari.

Dia berdehem pelan membersihkan tenggorokannya. Kemudian mengulangi perkataannya lagi supaya dua orang yang duduk dihadapannya dapat menyadari kedatangannya.

"Ehem! Maaf mengganggu Sasuke-san dan Sakura-san sebelumnya. Tapi, Kakashi-sensei memintaku untuk memanggil kalian berdua keruangannya."

Hening sesaat.

Sasuke dan Sakura mengalihkan pandangannya bersamaan ke arah sosok yang tengah berdiri kaku di pintu.

Terdengar derit suara kursi sebelum Sasuke melangkah meninggalkan Sakura dan sang penginterupsi di belakangnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Sakura pun langsung membereskan meja dan mendongakkan kepalanya menatap lurus-lurus orang yang berdiri tepat di ambang pintu.

"Terima kasih sudah memberitahu kami, Takashi-kun" Ujar Sakura tersenyum yang anehnya di anggap menyeramkan oleh Takashi seraya melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan tadi.

Takashi yang mendengarnya hanya mengangguk pelan secara kikuk.

Kurasa mereka akan membunuhku karena mengganggu mereka tadi, pikir Takashi ngeri dan kemudian mengambil langkah seribu dari tempatnya berdiri tadi.

.

.

"Tapi, sensei! Aku tetap tak setuju dengan idenya yang terlalu western. Kita ini sekolah terbaik di Jepang, sudah sepantasnya pula kita memperkenalkan budaya kita yang kaya terhadap dunia luar." protes Sakura seraya memandang rekan setimnya dengan ujung mata

"Oh, please... We're not in Nobunaga era, sweetheart. Kau hanya berusaha menantang globalisasi," ujar Sasuke tanpa menatap gadis berambut merah muda yang kini tengah menatapnya sangsi.

"Justru globalisasi itu harus dilawan. Jangan seenaknya saja diambil budaya luar. Justru ide-idemu itulah yang dapat membuat sekolah kita turun pamor karena sok kebarat-baratan seperti pencetus idenya."

Sasuke mendengus mendengar perkataaan Sakura yang menyebut-nyebut dirinya barusan.

Sakura yang mengetahui kalau Sasuke sebal dengan perkataannya hanya memasang wajah sinis dan kembali menegakkan punggungnya penuh percya diri.

"Then, what do you expect with this ideas, eh? Kalau dengan ide-ide seperti itu, acara yang digadang-gadang sebagai event terbesar di sekolah kita hanya akan sama dengan festival jalanan yang tiap tahunnya diadakan di Jepang. Apa istimewanya?"

Checkmate, Sakura. Checkmate.

Sakura menggeram di tempat duduknya. Pikirannya sudah dipenuhi ribuan cara untuk menjambak rambut bokong ayam Sasuke yang para gadis-gadis dianggap seksi itu.

"Sensei, kumohon pertimbangkan lagi gagasanku barusan. Kita ini sekolah terbaik di Jepang, bukan sekolah terbaik di Amerika." kali ini Sakura melembutkan suaranya sembari merapikan anak rambutnya yang sedari tadi menjuntai keluar dari ikatan rambutnya.

Well, sekarang dia malah menggunakan sisi femininenya untuk merayu Kakashi.

"Tujuan kita adalah menjadi yang terbaik di dunia, bukan hanya di Jepang. Untuk itu, kita harus berpikiran global, jangan sebaliknya. Berpikiran selayaknya a crazy Japanese freak." desis Sasuke sembari memandang Sakura dengan ekor mata. Seolah-olah mengatakan bahwa gadis disampingnya ini adalah a crazy Japanese freak yang dia maksudkan tadi.

"Apa kau bilang? Kau menyebutku freak?!" Sakura kini membalikkan seluruh badannya yang bertumpu di kursi berputar ke arah Sasuke yang memandangnya tanpa ekspresi.

"Did I mention your name just now?" Kini Sasuke memampang seringaivmengejek terhadapnya.

"Tapi jelas-jelas kau memandangku saat mengatakan kata-kata itu. Iya, kan?"

"No. Jangan terlalu percaya diri, Haruno. Dunia ini tak berputar hanya di sekelilingmu."

Mulut Sakura menganga mendengar Sasuke yang menganggapnya terlalu percaya diri barusan.

Cukup.

"Hei! Kalau kau tak suka dengan ideku, cukup protes pada ideku saja, jangan terhadapku. Benar-benar tak profesional."

"Siapa bilang? Memang tak salah aku menganggapmu terlalu percaya diri. "

"H-hei! Tarik kembali ucapanmu!"

"Never."

"Kubilang tarik!"

"In your dreams."

"Arrghh... Sasu-"

"SASUKE! SAKURA! Bisakah kalian menghargai kehadiranku yang tepat berada didepan kalian sedari setengah jam yang lalu?"

Oh, kini giliran Kakashi yang emosi. Dia merasa tak dihargai rupanya. Bayangkan saja, dia duduk dihadapan mereka berdua dan berusaha mendengar laporan mereka tentang konsep acara ulang tahun sekolah mereka, dan kedua murid ini hanya beradu mulut selama lebih dari setengah jam yang lalu! Kakashi hampir gila dibuatnya. Telinganya berasa penuh dengan adu pendapat tentang modern-tradisional yang selalu berlangsung tanpa ada tanda kapan berakhirnya.

Sakura dengan gagasannya yang menginginkan acara ulang tahun sekolah layaknya fesival tahunan di Jepang yang penuh dengan pernak-pernik tradisional Jepang. Sedangkan Sasuke yang menginginkan acara yang memang kebarat-baratan dengan berbagai pertunjukkan dari seluruh dunia.

Seolah-olah dia tak pernah ada di hadapan mereka.

'Apa gunanya aku jadi guru?' Batin Kakashi mendesah kecewa.

Sasuke dan Sakura terdiam.

"Go-gomen, sensei.." Sakura menundukkan kepalanya sedangkan Sasuke hanya diam menatap guru dihadapannya tanpa ekspresi.

Kakashi menghela napas panjang dan menghembuskannya kembali. Mencoba menahan emosinya sesaat.

"Oke, baiklah. Setidaknya tahan nafsu kalian untuk saling membunuh di saat ini. Ingat, kalian berdua adalah rekan disini. Cobalah untuk bekerjasama sampai acara ini selesai dengan sukses. Aku tak ingin dicap sebagai koordinator yang gagal. Begitupun dengan kalian, bukan? Aku yakin kalian tak ingin reputasi kalian rusak karena acara ini akan berantakan. Apalagi dengan alasan karena kedua ketuanya saling membunuh selagi berdiskusi. Kalian, paham?" kali ini Kakashi benar-benar tak ingin mendengar perdebatan yang lebih lama lagi. Setengah jam tadi dirasa sudah cukup untuknya.

Keduanya mengangguk. Kakashi yang melihatnya menarik napas lega.

"Kalau begitu, ikuti saja saranku. Lima puluh persen dari acara bersifat tradisional, dan sisanya bersifat western. Isilah dengan apa-apa yang telah kalian berdua sampaikan tadi."

"Tapi, sense-"

"Tidak ada komentar. Meeting kita selesai. Kembali ke ruang rapat dan diskusikan dengan anggota panitia kalian. Besok kuterima laporan bersihnya. Dan ingat, tanpa perdebatan." putus Kakashi mengakhiri seluruh pembicaraan yang berlangsung sembari mengangkat kedua tangannya.

Kedua siswa dihadapannya terlihat ingin protes, namun mengurungkan kembali niatnya setelah melihat tampang sensei mereka yang sudah benar-benar tak ingin bernegosiasi lebih jauh.

Mereka hanya terduduk diam di kursi masing-masing, hingga...

"Apa lagi yang kalian tunggu, eh?"

Dengan berat hati Sasuke dan Sakura melangkahkan kaki keluar dari ruangan Kakashi.

Keduanya hendak melangkah ketika menyadari bahwa mereka melangkah bersamaan. Tak terima dengan kenyataan itu, keduanya malah sama-sama memberhentikan langkahnya.

Kini mereka malah saling menatap dengan sengit. Dan percayalah, jika bisa, kau pasti bisa melihat percikan api dari kedua pasang mata mereka.

"Apa kau lihat-lihat, eh?" tanya Sakura sinis.

"Haruno, kau harus sadar bahwa dari tadi kau menghalangi jalanku."

"Ladies first, remember?" Sakura mengejek sambil menirukan aksen Sasuke dikala berbicara bahasa Inggris.

"Silahkan saja. Aku juga tak sudi berjalan berdampingan denganmu." jawab Sasuke dingin sembari memasukkan sebelah tangannya ke saku celana.

Sakura yang mendengar perkataan Sasuke, melangkahkan kakinya dengan cepat-cepat. Seakan tak ingin berada dekat Sasuke lebih lama lagi.

Dasar laki-laki yang menyebalkan! Pikir Sakura kesal sambil membanting-banting kakinya seolah ingin merobohkan bangunan megah sekolahnya hanya dengan kedua kakinya.

Woman. Sasuke melangkahkan kakinya ke ruang rapat panitia.

Benar-benar hari yang melelahkan. Entah apa yang terjadi besok harinya.

.

.

To be continued.

.

.


Fanfic yang ala kadarnya. Menulis itu susah minta ampun. Salut kepada senior-senior di website ini.

Mohon kritik dan saran, teman-teman sekalian.

See you,

Ryuzaki Ryuuga

[Edited by 08-11-2015]