Hari Hujan
Oleh: Jogag Busang
Disclaimer: Another by Yukito Ayatsuji
Penulis tidak mengambil keuntungan materil dari fanfiksi ini
Special for: Chameda
.
.
Misalnya aku datang ke rumahmu sekarang, apakah kamu akan ada di rumah? Apakah aku akan kauingat selalu? Bayanganku pada cerminmu? Aku berharap semoga kamu juga tidak lupa masa-masa itu. Kau pernah melempariku dengan kaleng kosong, bukan? Jangan bilang kamu amnesia. Aku mengingatmu. Selalu. Terlalu. Kita memang pernah bertemu, di suatu kehidupan dulu. Saat kutukan masih mengikat.
Ayahku pernah berkata kepadaku untuk berhenti saja saat hujan turun. Kita tidak boleh kehujanan, nanti kita bisa sakit demam. Tetapi aku tidak pernah tahu, demamku apakah juga demammu? Aku akhirnya nekat. Sambil membawa payung, kumeniti jembatan kecil. Aku basah. Rambutku. Pipiku.
Tanah merah. Yang seharusnya diingat semua orang adalah kebaikan, semasa mereka pernah hidup. Waktu dulu.
Aku sendiri enggan membawa bunga saat ke rumahmu. Aku takut jika kamu menganggap bunga itu sebagai tanda cinta dariku, padahal sejatinya tidak. Kita adalah teman, bukan? Sampai sekarang. Waktu pertama kali kau berjabat tangan denganku, aku tahu, kita akhirnya memang bisa berteman. Dan ketika jantungmu tak lagi berdetak, kita masih saja terhubung atas nama pertemanan.
Aku pun tiba di depan rumahmu. Kuketuk pelan. Tiada jawaban. Kuketuk lagi, masih tak ada sahutan. Lalu, aku tersadar. Barangkali memang benar. Barangkali kata-kata Misaki memang benar, bahwa tidak ada gunanya lagi menangisi kematian, bahkan jika itu adalah orang yang paling dekat.
Aku telah kehilangan banyak orang berharga. Ibuku, Reiko-san (atau Mikami Sensei?), teman-teman sekelas pada waktu kejadian itu, dan kau juga…
Aku basah. Lagi. Rambutku. Pipiku. Sekarang ditambah dengan punggungku.
Ternyata, hari benar-benar hujan. Agak menyedihkan memang, tapi aku tahu. Hal terbaik yang dapat kulakukan adalah terus berjalan. Meski tidak ada lagi rasa hangat saat bejabat tangan denganmu, saat akhirnya kita berkenalan dan menyadari masa lalu.
Tapi terima kasih, Akazawa-san. Aku bahagia pernah menjadi temanmu. Tidak ada sedikit pun yang kusesali. Karena hidup memang seperti ini alurnya, jalan ceritanya.
Dan mendadak kusadari jika aku tak lagi basah. Rambutku. Pipiku. Bahkan punggungku. Ada yang mengusap pundakku. Tangan halus yang memungut payung, kini meneduhiku pula. Senyumannya yang seolah berkata, "Semua akan baik-baik saja, Sakakibara-kun. Benar, kan?"
Aku akhirnya mengangguk.
"Semuanya baik-baik saja, Misaki. Sekarang, ayo kita pulang."
.
GAME OVER
