Hajimemashite, Minna…

Watashiwa ~ Ruki ~ desu

Disclaimer : Taito Kubo

Warning : OOC, AU, Typo(s)

Pairing : IchiRuki

Rate : T


LIFE IS LIKE A CINDERELLA

== Ruki ==

Chapter 1


Masih dalam suasana berduka, gadis itu, masih merenung dan menyendiri. Sudah 3 hari lamanya, dirinya divonis menjadi gadis sebatang kara di dunia ini. Sebut saja Rukia Kuchiki.

Di pinggir sebuah pantai pada senja hari, gadis dengan rambut hitam legam itu masih saja tak habis pikir. Ia benar-benar sendiri di pulau terpencil ini. Menjalani hidup sendiri tanpa sang kakak, keluarga satu-satunya.

Air mata kembali menetes untuk kesekian kalinya. Dibenamkannya kepala miliknya, ia sandarkan pada kedua lutut yang ia tekuk hingga merapat pada dadanya.

Tak ada lagi tawa, bahkan senyumnya telah memudar semenjak hari itu, hari dimana ia harus menerima kenyataan, kakaknya, Hisana, tak mampu lagi bertahan hidup untuknya.

"Kenapa kakak meninggalkanku? Apa yang harus kulakukan sekarang?" gadis tersebut bergumam untuk dirinya sendiri.

Kembali diingatnya… perkataan sang kakak kembali melintas dalam otaknya,

"Bila saatnya tiba, bukalah peti di ujung ruangan itu. Buatlah hidupmu lebih baik. Kembalilah pada kehidupan kita. Hanya cukup membawa kalung itu saja. Semoga beruntung, Adikku..."

Dengan segera, disekanya air mata yang mengalir membasahi pipinya. Diangkatnya tegar kepala yang tertunduk itu. Dirabanya tenang kalung pemberian kakaknya beberapa hari yang lalu.

Sebuah kalung dengan rantai kalung perak yang dililiti rentetan simbol-simbol aneh yang berderet, menyusuri hingga ujung rantai kalung. Bandul berupa cincin yang polos melingkar dengan salib memenuhi rongga tengahnya.

Sebuah ornamen makhota indah, dengan ganggang mahkota yang mengelilingi secara membujur lingkaran cincin tersebut tepat di poros tengah. Berkilauan dengan pantulan langit senja saat itu, sangat indah.

"Kenapa kakak memiliki benda seperti ini?" tanya Rukia pada dirinya sendiri.

Namun perlahan dilepaskannya genggaman lembut tersebut pada kalung yang kini telah menjadi miliknya itu. Ditatapnya langit jingga di depan matanya. Ia sungguh menyukai langit senja dengan warna jingga yang begitu cantik dan anggun menurutnya.

Gadis tersebut tersenyum datar. Ia harus bisa menerima kenyataan. Ia yakin, suatu hari nanti, ia pasti bisa hidup bahagia. Melebihi siapa pun, "Aku yakin," katanya memberi semangat pada dirinya sendiri sampai…

Dengan mata menyipit, gadis itu, Rukia, kini tengah memperhatikan sebuah peti berukuran sedang tengah mengapung pasrah tak jauh dari tepi pantai. Semakin mendekat menuju ke arahnya.

Rukia yang merasa penasaran pun dengan segera melompat ke dalam air dan berenang menuju ke arah benda tersebut. Begitu tergapai segera didorongnya menuju ke tepi pantai.

"Benda apa ini?" tanya Rukia heran, memandang peti yang bisa dikatakan tua tersebut. Tak begitu besar, "Apakah mungkin berisi harta karun?" begitulah pikir Rukia saat ini.

Dengan perasaan was-was gadis tersebut segera membuka peti yang terkesan ganjil tersebut. Gembok yang terasa kasar dan berkarat tersebut tiba-tiba berubah menjadi lapisan emas murni yang berkilau setelah di sentuh oleh Rukia.

Gadis tersebut memundurkan dirinya dengan reflek. Sedikit menakutkan untuk ukuran Rukia yang tak mengerti apa pun. Dan dalam waktu sekejab, peti tersebut berubah menjadi lebih baik bahkan terlihat baru.

Ctak!

Gembok tersebut dengan sendirinya terbuka. Keheningan menyelimuti atmosfer di sekitarnya. Dengan takut-takut Rukia kembali mendekat dan mencoba untuk membukanya.

"Sebuah… botol?" desis Rukia heran melihat isi dari peti mewah tersebut. Dan isinya hanya sebuah botol bening dengan gulungan kertas di dalamnya.

Dengan hati-hati Rukia meraih botol berukuran sedang tersebut. Di bagian penutupnya tergambar sebuah lambang aneh, seperti simbol suatu kerajaan.

Dibukanya dengan susah payah penutup botol tersebut. Dan setelahnya, Rukia mengeluarkan sebuah gulungan di dalamnya, yaitu dengan cara membalik botol itu hingga gulungan tersebut keluar.

Dibukanya dengan tergesa-gesa oleh Rukia, tangannya sampai bergetar karena gugup. Dan begitu terbuka,

Kau gadis dalam ramalan, datanglah menuju istana, gunakan cincinmu sebagai penunjuk jalan. Kami menunggu kehadiran sang putri.

"Cincin? Cincin apa?"

Kedua alis Rukia berkerut menandakan ia tak mengerti maksud dari surat tersebut. Dengan cepat Rukia berpikir dan saat ia kembali memperhatikan sebuah simbol pada tutup botol itu,

"Apa mungkin sama dengan kalung ini?" tanya Rukia sambil membandingkan bandul yang tergantung pada kalungnya dengan simbol pada penutup botol yang ia genggam saat ini.

"Sedikit… berbeda?" heran Rukia menemui bentuk keduanya yang berbeda.

Kembali diperhatikannya simbol tersebut dengan lebih seksama dan...

"Ah, aku tahu!" teriak Rukia saat menyadari sesuatu.

Dengan cepat gadis tersebut berlari meninggalkan pantai, menuju gubuk tempat tinggalnya. Ia memang hanya sendiri, menjadi penghuni satu-satunya di pulau terpencil tersebut, dan Rukia pun tak mengerti mengapa ia dan kakaknya bisa tinggal di tempat seperti ini.

*(n_n)*

"Hah… hah… hah…" Rukia mengambil napas panjangnya beberapa saat.

Kaki mungilnya berjalan perlahan menuju peti di ujung gubuk tempat tinggalnya, ia buka perlahan dan dilihat oleh dirinya saat ini.

Sebuah gaun cantik berwarna putih bersih dan masih begitu berkilauan. Terlipat rapi dengan sebuah figora foto berukuran sedang di sampingya. Dengan ragu Rukia mengambil dan mulai memperhatikannya.

Di dalam foto tersebut nampak kakaknya yang terlihat segar bugar tengah tersenyum dengan menggandeng seorang gadis mungil yang begitu mirip dengannya. Dan Rukia berani menjamin itu adalah benar-benar dirinya.

Seorang wanita paruh baya dengan rambut jingga lembut berdiri tepat di samping Hisana, dengan menggendong seorang bocah berambut jingga terang.

Sebuah bangunan tinggi, bahkan mirip sebuah castle berdiri kokoh menjadi background dalam foto tersebut. Kini Rukia semakin dibuat bingung dengan semua yang ia temukan hari ini.

Diletakkannya kembali figora tersebut dengan hati-hati, dan saat itu juga, sepasang mata violetnya menangkap suatu hal yang menarik.

"Cincin?" bisik Rukia dengan sebelah tangan yang kini meraih ragu cincin berbentuk aneh tersebut.

Diperhatikannya dengan seksama bentuk cincin itu. Mata cincinnya membentuk sebuah pola dengan simbol yang begitu mirip dengan…

"Mirip! Mirip dengan yang tadi," kata Rukia bahkan nyaris berteriak.

Dengan ragu-ragu Rukia memasangkan cincin tersebut tepat di jari manisnya. Dan tiba-tiba cincin tersebut bersinar dan cahaya putih perlahan menenggelamkan sosoknya.

Rukia masih terdiam, ia terlalu terkejut dan dipejamkannya sepasang mata violetnya erat-erat. Begitu terasa hangat dan gelap. Begitulah yang Rukia rasakan saat ia terdiam dalam posisi masih menutup mata.

Sriiing!

Sosok Rukia menghilang. Menyisakan ruangan yang kembali hening dan kosong.

*(n_n)*

De Vialidad Inverval

Rukia hanya melongo membaca tulisan di depan matanya. Suara bising, bangunan kokoh pencakar langit yang menjulang tinggi, suasana ramai, manusia berlalu lalang. Sungguh membuat Rukia bingung sekarang.

"Musim dingin?" tanya Rukia pada dirinya sendiri.

Dipandanginya runtuhan es-es kecil di sekitarnya. Malam yang larut dan dingin, lengkap sudah penderitaan Rukia hari ini. Dan juga dengan baju yang ia kenakan, tanpa lengan dan terbuka.

"Tunggu, baju apa ini?" tanya Rukia terkejut saat mendapati perubahan pada dirinya.

Gaun indah dan manis berwarna cream keemasan terhenti tepat di pertengahan pahanya, sangat pendek. Terdiri dari tumpukan ujung rok berenda dan pernak-pernik manis.

Pita besar dengan juntaian hingga betisnya tergerai indah menghiasi bagian dada gaun unik tersebut. Membuat tekstur gaun yang dikenakannya bak seorang putri.

Dirabanya wajah dan rambutnya. Rambut hitam legamnya terjepit ke atas dengan sangat manis dan menyisakan anak rambut yang membingkai sempurna wajahnya.

Anting-antingan dengan bandul bola besar berwana senada dengan gaunnya menambah pesona anggun pada diri Rukia. Ditambah lagi jepitan manis yang berkilauan membentuk pola seperti bandana, membuat penampilannya nampak sempurna.

"Dimana aku?" pekik Rukia menatap keramaian di depan matanya.

*(n_n)*

Gadis dengan penampilan 'wah' itu kini berjalan menyusuri jalan setapak di pinggir jalan. Terdenar alunan Musik Mozart di sepanjang café yang berjajar di samping kanannya.

Sepatu kaca berwarna cream bening dengan mode high heels-nya, semakin membuat Rukia kelelahan dengan tumitnya yang terasa amat sakit sekarang. Ini kali pertama baginya mengenakan sepatu berhak tinggi seperti itu.

"Fiuh… aku lelah, kemana aku harus pergi? Dan… tempat apa ini?" keluh Rukia saat 30 menit yang lalu ia terus berjalan tanpa tujuan.

Diraihnya kalung cantik yang melingkar manis di lehernya. Sungguh, ia rindu pada kakaknya saat ini, "Kakak, tolong aku…" air mata kembali mengalir membasahi pipinya. Ia putus asa.

"Hei, kau cantik sekali hari ini, Nel. Meskipun tanpa bayaran, aku tak keberatan... khusus hari ini saja, hahaha…" sebuah suara berat tertangkap oleh pendengran Rukia.

Didongakkannya kepala miliknya setelah sekian lama tertunduk memandang jalan setapak yang ia lewati sedari tadi. Pandangannya beralih pada sesosok pria tinggi dengan tubuh tegapnya.

Tubuh sempurna milknya, wajah tampannya… sungguh membuat Rukia terpaku, bahkan satu hal lagi yang membuatnya terpesona.

"Senja… warna jingga itu…" bisik Rukia masih tetap menatap lelaki tersebut. Rambut jingga lelaki itu berhasil merenggut perhatian Rukia.

Lelaki itu kini tengah mengenakan sebuah kaos polos berwarna putih dengan tali selebar 3 jari tergantung sempurna mengikuti lekuk bahu lelaki itu yang tegap. Dada bidang tercetak sempurna oleh kaos ketat tersebut.

Sebuah jaket bermodel jas berwarna hitam ditentengnya santai di bahu sebelah kirinya. Memasang tampang angkuh dengan gadis manis berambut hijau segar yang tersenyum begitu manja di hadapannya.

Dan tanpa disadari Rukia, lelaki dengan rambut jingga terang tersebut kini menatap ke arah dirinya. Kedua alisnya mengkerut, menandakan suatu keheranan,

"Kenapa ia melihatku seperti itu?" tanya sang lelaki di dalam hatinya.

Begitu tersadar, Rukia langsung menepuk pipinya. Rona merah menghiasi wajahnya. Dengan segera dilanjutkannya sepasang kaki mungil miliknya untuk kembali berjalan melintasi jalan setapak yang sempat terhenti.

"Tak dapat kupercaya, aku berdebar," kata Rukia gelisah dengan nada cemas dan sebelah tangan yang ia letakkan tepat di atas dadanya, merasakan debaran dadakan itu.

Terus berjalan hingga terdengar suara seorang lelaki meneriaki seseorang yang mungkin adalah Rukia sendiri, "Hei, Nona!" teriaknya.

Rukia yang merasa penasaran pun menolehkan kepalanya ke belakang dan dilihatnya saat ini, "Apa? Jingga itu mengejarku?" pekik Rukia tertahan.

Dengan segera dilarikannya sepasang kaki mungilnya, merasa dirinya terancam, padahal sama sekali tidak. Lelaki tersebut berhenti sejenak, kemudian menatap heran gadis yang kini melarikan diri darinya.

"Kenapa ia malah berlari? Apa tampangku begitu menyeramkan?" kata lelaki dengan rambut jingga itu heran, namun dengan cepat ia segera menyusul gadis tersebut.

Rukia terus berlari, tapi tentu saja, kecepatannya kalah gesit bila dibandingkan dengan lelaki itu. Dan dalam waktu singkat saja, lelaki tersebut berhasil menangkapnya dengan cara sebelah tangan kekarnya memeluk renggang leher Rukia dari belakang.

Deg!

"Le-lepaskan aku!" pekik Rukia dengan suara yang begitu lirih. Ia berdebar hebat sekarang.

Gang yang begitu gelap, sunyi dan tenang. Hanya terdengar suara dari helaan napas masing-masing. Lelaki tersebut sama sekali tak dapat memandang penuh sosok yang kini membelakanginya. Namun dengan perlahan Ichigo menyusuri leher gadis yang berada dalam pelukannya tersebut.

Ia telusuri hingga menemukan sebuah bandul kalung yang memang tak asing lagi baginya. Lelaki itu tersenyum sejenak kemudian tubuhnya merendah dan berbisik, "Boleh kutahu siapa namamu, Putri?" tanya Ichigo tenang.

Rukia hanya bisa meneguk ludahnya dengan susah payah, dipeluk lelaki setampan dia adalah salah satu mimpi terburuknya, ia gugup.

"Namaku…" kata Rukia lirih.

"Ya?" respon lelaki jingga itu tak sabar.

Bug!

Dengan gerak sempurna Rukia berhasil menyikut keras tulang kering lelaki tersebut. Dan secepat kilat ia berlari dan bersembunyi pada salah satu gang di sekitarnya.

"Ouch! Sial," rintih lelaki bertubuh tinggi itu sambil memegangi bagian tubuh yang baru saja berhasil dianiyaya seorang gadis yang tak dikenalnya sama sekali.

Namun begitu tersadar, "Kemana perginya gadis itu?" kata Ichigo heran.

Tak lama kemudian terdengar suara derap langkah memburu mendekati lelaki yang tengah kebingungan tersebut.

"Hah… hah… Apa yang kau kejar, Ichigo?" tanya seorang gadis berambut hijau begitu sampai di hadapan lelaki yang ternyata bernama Ichigo tersebut, tepatnya Ichigo Kurosaki.

"Tidak, hanya saja... tadi aku melihat seorang gadis," kata Ichigo menjelaskan.

Gadis itu, Neliel, memasang wajah cemberut seketika, dicubitnya usil pinggang Ichigo, kemudian berkata, "Bukankah hari ini giliranku? Aku sudah mengeluarkan banyak uang untukmu."

"Baiklah, aku mengerti." kata Ichigo santai dan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut dengan Neliel yang mengikuti langkahnya dari belakang.

Setelah memastikan Ichigo pergi, Rukia langsung saja keluar dari tempat persembunyiannya. Rukia tak menduga, ternyata lelaki yang mengejarnya adalah si jingga itu, yang menurut Rukia sangatlah indah.

"Akh! Apa yang terjadi padaku?" teriak Rukia frustasi sambil terus melangkah, melanjutkan perjalanannya yang tertunda.

*(n_n)*

Rukia dengan tampang putus asanya kini tengah duduk menyendiri di sebuah taman umum yang ia ketahui berada di wilayah De Vialidad Inverval. Sungguh malang nasipnya, di tempat ini sangatlah dingin.

"Nama aneh, kota aneh, baju aneh… Akh! Kenapa semua ini terjadi padaku?" teriak Rukia frustasi dengan kepala yang ia tundukkan penuh.

"Memangnya, apa yang terjdi padamu?" seseorang tiba-tiba menjawab pertanyaan Rukia, dan tanpa diduga-duga seorang lelaki tinggi kini telah berdiri tepat di depannya.

Didongakkannya kepala Rukia secara penuh, menatap wajah seorang lelaki yang kini terdiam dihadapannya. Berambut merah tua, serta wajah yang bisa dibilang ramah dan tenang.

"Bajunya juga aneh," kata Rukia ketika menyusuri setiap inci dari wujud lelaki di hadapannya, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambutnya.

Lelaki dengan kostum modis bagai pangeran dalam buku dongeng, tapi kali ini lebih sederhana dan casual. Namun tetap saja terasa asing di mata Rukia yang notabene hanya tinggal di pulau terpencil yang tak berpenghuni sama sekali.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Ada yang salah?" tanya lelaki itu dengan nada datar.

Dengan segera Rukia menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum manis, "Ma-maaf, aku merasa aneh dengan semua yang ada di sini," jujur Rukia lugu.

Lelaki tersebut langsung saja duduk di samping Rukia, "Namaku Ashido Kano, boleh kutahu nama, Nona?" tanyanya dengan senyum manis yang mengembang.

Seketika itu juga rona merah mewarnai pipi Rukia, baru pertama kali ini Rukia disapa lembut oleh seorang lelaki. Setidaknya memang tak ada satu pun lelaki di tempat tinggalnya dulu.

"Na-namaku, Rukia, Rukia Kuchiki." kata gadis tersebut gugup.

Ashido hanya tersenyum sekilas kemudian berkata,

"Nama kota ini De Vialidad Inverval, kota Musim Dingin, kota kelahiranku. Dan kurasa kostummu kali ini sangatlah salah," kata Ashido santai sambil menyampirkan jas hitam yang ia kenakan tepat di atas pundak gadis tersebut.

"Terima kasih, emmm… Ashido," kata Rukia dengan senyum manis yang mampu membuat Ashido terpaku sejenak.

"Penampilanmu sedikit berbeda, kau berasal dari mana? Het Voorjar? Otono Carretera? Verano Carretera? Atau berasal asli dari sini?" tanya Ashido memastikan.

Rukia hanya bisa melongo ditanyai dengan beberapa kata asing seperti itu, sungguh membuatnya tambah pusing.

"Begini, sebenarnya aku tersesat, dan cincin ini…" katanya sambil menunjukkan sebuah cincin bersimbol aneh kepada Ashido. "… katanya cincin ini akan menunjukkan jalanku," lanjut Rukia.

Dengan tampang serius Ashido mengamati betul-betul cincin tersebut, dan beberapa saat kemudian Ashido tersenyum dan berkata, "Aku tahu tujuanmu, sekarang juga aku akan mengantarmu, tapi…"

"Tapi apa?" tanya Rukia penasaran.

"Tempat yang kau tuju lumayan jauh dari sini, tepatnya Kota Het Voorjaar, Kota Musim Semi yang berada di sebelah utara negara ini. Kita bisa sampai di sana paling cepat esok pagi," jelas Ashido meyakinkan.

"Ti-tidak apa-apa! Asal aku bisa menemukan tempat tujuanku, itu tak masalah." jawab Rukia penuh dengan semangat, ia lelah bila terus-terusan tersesat.

"Baiklah, ikutlah denganku," kata Ashido santai dan langsung mengambil langkah maju.

Rukia pun reflek mengikuti lelaki tersebut. Dengan jas yang telah di lepaskannya, ia berlari mengikuti langkah panjang Ashido.

Voorjar Kingdom – Pagi hari

Lamborghini Gallardo berwarna merah terang berhenti tepat di depan sebuah gerbang mewah yang menjulang tinggi seakan menggapai langit. Beberapa penjaga bersiaga di depan gerbang mewah tersebut.

"Aku Ashido Kano dari Vialidad, ingin menemui pangeran," jelas Ashido dengan nada angkuh.

"Baik, Ashido-sama." jawab salah satu dari mereka.

Dengan segera salah satu pengawal tersebut menekan suatu tombol yang dapat membuka gerbang secara otomatis. Dan mobil berkelas itu pun langsung melaju santai memasuki halaman luas di dalamnya.

Castle Voorjar

Dengan senyum datar digoyangnya perlahan bahu seorang gadis yang kini tertidur di sampingnya. Dan tentu saja, kepala gadis itu bersandar nyaman di bahu tegap Ashido.

"Eeemmmh… apakah sudah sampai?" tanya Rukia begitu bangun, dengan rambut yang sedikit berantakkan dan kedua tangan yang mengucek kasar kedua matanya.

"Ya, kita sudah sampai, mari ikut denganku," kata Ashido sambil keluar dari dalam mobilnya dengan cara membuka pintu mobil ke atas.

Ashido langsung memutari mobilnya dan membukakan pintu untuk Rukia. Dengan wajah heran dan terkejut sekaligus, dilihatnya saat ini, kerajaan besar nan mewah terpampang jelas di depan matanya. Menakjubkan.

Beberapa pelayan yang berlalu lalang menyapa lembut Ashido, Ashido hanya membalasnya dengan senyum tipis. Sedangkan Rukia hanya tertuduk karena merasa asing dan tak biasa.

"Oi, Ashido!" teriak seorang lelaki berambut hitam keunguan dengan kostum jogging-nya.

Dengan segera Ashido menolehkan pandang kepada lelaki tersebut. Ashido tersenyum dan berlari mendatangi lelaki itu, sedangkan Rukia? Ia hanya berjalan lambat mengikuti Ashido.

"Hei, langsung masuk saja," kata lelaki berambut hitam itu, menepuk sekilas bahu Ashido, sangat bersahabat.

"Aku hanya mengantarkan seseorang, gadis itu... Dia memiliki cincin dari kerajaan ini, kukira dia anggota keluargamu, apa benar?" tanya Ashido berusaha menjelaskan.

Dipandangnya gadis yang kini berjalan anggun mendekati Ashido dengan wajah tertuduk segan, "Aku tidak mengenalnya, bagaimana kalau kita bawa masuk saja?" lanjut lelaki tersebut.

"Tapi… tunggu sebentar, boleh kutahu siapa namamu, Nona? Aku Kurosaki Kaien," tanya lelaki tersebut kepada Rukia yang masih tertunduk.

Gadis itu, Rukia, dengan ragu mengangkat wajahnya hingga ia dapat melihat wajah lelaki tersebut. Iris violetnya bertemu langsung dengan iris hijau-aqua milik Kaien. Keduanya saling terdiam dan terpaku.

"Senja? Tapi… kenapa berwarna hitam?" tanya Rukia dari dalam hati begitu melihat paras tampan Kaien yang begitu mirip dengan lelaki yang ia temui saat malam itu.

Ashido yang merasa jengah hanya mengibas-kibaskan sebelah tangannya diantara kedua manusia tersebut, tepat diantara pandangan mereka.

"Oh, maaf. Siapa namamu, Nona?" tanya Kaien sekali lagi dengan gugup.

"Rukia Kuchiki, panggil saja Rukia," kata gadis tersebut lembut.

Kaien tersenyum singkat lalu menunjukkan jalan untuk keduannya menuju istana.

Di dalam istana

Kini di dalam ruangan tersebut telah berkumpul, Kaien, Ashido, Rukia, dan seorang lelaki berambut hitam panjang dan seorang kakek tua dengan rambut panjang menjuntai berwarna putih serta kumis sedang di bawah hidungnya, kedua orang tersebut adalah Kurosaki Byakuya dan Kurosaki Ginrei.

"Baiklah, meskipun seluruh pangeran belum berkumpul. Aku akan memutuskan, mulai hari ini, dia, Rukia dari Marga tertua SS yaitu Kuchiki akan mejadi calon istri resmi dari Kurosaki Kaien, ini adalah wasiat terakhir dari Yamato Kuchiki. Kau, Rukia. Akan tinggal bersama dengan…" jelas Ginrei namun terputus oleh suara bising dari arah pintu dalam ruangan tersebut.

Brak!

"Ma-maaf, aku terlambat," teriak seorang lelaki tampan berambut jingga terang. Dengan ngos-gosan, masih tetap berdiri tegap di depan pintu.

Dengan santainya lelaki tinggi tersebut menuju ke arah Kaien kemudian menepuk bahunya sekilas, "Aku tak terlalu terlambat kan, Saudaraku?"

Seluruh orang di dalam ruangan tersebut hanya bisa geleng-geleng kepala. Kecuali Rukia dan Ginrei pastinya.

"Di-dia? Jingga?" kata Rukia dari dalam hati, namun sayang sekali yang keluar dari mulutnya justru, "Jeruk? Emph!" kata Rukia dengan nada kencang karena perasaan terkejutnya.

Dengan cepat dibungkamnya mulut miliknya sendiri, menununduk. Ichigo yang merasa tersinggung pun kini memandang sinis gadis yang berada lumayan jauh di depannya.

Dengan langkah santai Ichigo mendekati gadis tersebut, namun dengan reflek Rukia langsung berlari dan meninggalkan ruangan tersebut. Ichigo hanya sweatdrop melihat tingkah gadis yang baru beberapa menit yang lalu secara terang-terangan telah mengoloknya 'Jeruk'.

"Siapa gadis itu? Sial!" desisnya pelan, "Hei, tunggu, Midget!" teriak Ichigo yang langsung mengejar gadis tersebut dengan kecepatan penuh.

T`B`C`


Ukey, fic terbaru Ruki. Moga readers suka. Tapi kalau jelek gak Ruki terusin, hahaha. Review yah? Thunks.


Arigatou and Mata Ashita "^_^"


R P

E L

V E

I A

E S

W E