=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=
7 [Sin] x 7 [Mystery]
Story © Necro Antharez / Nekuro Yamikawa
Vocaloid © YAMAHA, Crypton Future Media & joined companies
Genre : Supranatural / (Undetermined yet)
Rate : T
=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=
Scene : The Lost "Pride"
"Kagamine San", the Wailing Ghost that Haunting our Library's Opposite Mirror.
.
.
.
=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=
Yamaha Gakuen
Sebuah sekolah tua yang berdiri di sebuah bukit di ujung perbatasan kota. Mengalami banyak renovasi karena termakan usia dan bencana gempa yang pernah terjadi sepuluh tahun silam. Beragam cerita hantu bermunculan seiring kondisi bangunan dan letak geologisnya yang masih dikelilingi hutan lebat. Tragedi dan sejarah gelap tanah di mana bangunan ini berada turut melengkapi kesan angker yang tercipta seiring bergulirnya jaman.
;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;
Len Kagamine. Pelajar SMA tahun ajaran pertama di Yamaha Gakuen. Bocah lelaki bertampang pemalas ini adalah pindahan dari sebuah SMA di kota besar ─yang rumornya cukup favorit. Berambut pirang cerah, kunciran kecil tepat di atas pangkal lehernya dan mata menyipit akibat begadang semalaman menyelesaikan sebuah game ─Project Diva jika kau bertanya─, dia adalah tipikal bocah lelaki yang acuh pada masa depannya sendiri di mata sebagian banyak siswa yang menempatkan posisi pendidikan mereka di peringkat pertama. Terserah cibiran dan gunjingan macam apa bakal dia terima, cukup satu tarikan nafas panjang dan bertingkah seolah mereka tidak pernah ada, maka semua akan berjalan baik-baik saja.
Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Yah, sepertinya bocah itu memang harus menerapkan arti dari peribahasa tersebut selama menjalani kehidupan tiga tahun di sekolah barunya ini. Tak perlu membuang tenaga hanya untuk meladeni sekawanan beo, toh jika bosan mereka akan berhenti dengan sendirinya. Bukannya dia pecundang atau apa, tetapi dia tidak ingin berakhir di ruang bimbingan dan konseling akibat terlibat aksi kekerasan di dalam lingkungan sekolah. Itu hanya akan merepotkan wali yang harus bertanggung jawab atas segala kelakuan bocah ini selama bersekolah, bukan?
"Jadi dia 'Kagamine San' yang sering dibicarakan itu?" Bisik balik seorang anak perempuan pada teman di sampingnya ketika bocah ini berjalan acuh melewati mereka sembari menyanggul tali tas di pundak. Seorang dari mereka berkalung sebuah kamera digital, sedangkan yang lain mendekap sebuah buku binder setelah menggunakan benda itu untuk menutupi informasi yang barusan dia sampaikan ─sikap yang tak penting sebenarnya, namun telah menjadi kebiasaan hampir semua orang di penjuru belahan dunia.
Anak perempuan berambut sewarna zaitun, orang yang sama yang mengalungkan kamera digital di lehernya, melirik teman di sampingnya. Dia mengernyitkan alis. Sejenak menghindari tatapan mata bulat yang meminta keputusan dan ditujukan padanya. Berpikir menimbang-nimbang. Lalu mengangguk setelah mengigit bibir dan melayangkan pandangannya pada punggung Len yang semakin mengecil di telan jarak.
"Kau juga percaya cerita omong kosong itu, Matcha?" teman di sampingnya kembali bertanya, sedikit memiringkan kepala. Gadis itu, Matcha Kobayashi, berjengit. Ekspresi pucat sempat merayapi wajahnya, tetapi hilang dengan segera dan berganti bibir manyun karena sikap si teman yang dianggap termasuk usil. "Kau takut?" sambung orang yang sama, dia tertawa kecil menahan rasa geli diperutnya.
"Ti-Tidak." Kilah Matcha membela diri. Dia melipat kedua tangan dan memasang sikap angkuh untuk membuktikan kata-katanya. Tetapi suara yang bergetar lebih dari cukup untuk membuatnya mendapat gurauan tambahan.
"Wajahmu lucu kalau seperti itu, mirip ikan fugu." Dan wajah si ikan fugu itu kini menoleh dengan mata berair.
"Kau jahat sekali, Azuki." Gadis berambut zaitun merengek kemudian. Di kepalanya sekarang tergambar karikatur seorang siswi berpakaian seifuku berwarna putih dengan wajah ikan fugu yang menggembung penuh duri.
Azuki. Atau nama lengkapnya Azuki Masaoka. Dia adalah murid kelas 2B di Yamaha Gakuen. Gadis berambut sewarna rubi dan selalu mendandaninya dengan seikat kuncir di balik kepala dan jepit rambut berbentuk bunga teratai tersebut adalah salah satu anggota klub wacana berita. Begitu juga dengan Matcha. Mereka adalah teman akrab satu kelas.
Sejak kabar murid angkatan kelas satu bermarga "Kagamine" tersebar luas, keduanya segera bergerak mengumpulkan bermacam informasi yang bisa didapatkan mengenai kohai baru mereka tersebut. Hal itu disebabkan karena marga ─atau lebih tepatnya nama─ tersebut telah lama memiliki hubungan erat dengan keberadaan Yamaha Gakuen ini.
Salah satu dari tujuh cerita misteri.
Hantu yang hanya menampakkan wujudnya di pantulan kaca ketika malam menaungi sekolah dan menenggelamkannya dalam kegelapan yang hampa. Rumor mengatakan bahwa hantu tersebut akan memanggil-manggil namamu dari balik pantulan bayangan tempatnya bersemayam. Sebelum dia menarik tubuhnya keluar untuk mengejar dan menyeretmu ke dalam dunianya.
Kagamine San.
"Eh, ayo kita kejar dia sebelum jauh dan kelas dimulai!" seru Azuki seraya menghentak kaki-kakinya mengejar anak berambut pirang madu yang setengah jalan menuju persimpangan lorong selanjutnya yang berada tak jauh di depannya. Matcha yang secara tiba-tiba diacuhkan begitu saja ditengah percakapan mereka, kini mengekor di belakang. Sambil menggerutu tentunya.
"Azuki! Tunggu!"
"Kagamine Kun!"
Memang, alasan lain di balik sikap tak mengenakkan yang didapat bocah ini juga berkaitan dengan kisah horror barusan. Tetapi bagi Len, semua itu tidak akan terlalu memberi pengaruh. Pada dasarnya dia memang bocah yang lebih suka menikmati waktu sendirian saja. Jadi, tidak sepenuhnya predikat "Kagamine San" yang sekarang dia sandang memberikan kerugian baginya.
Sementara itu, kini anak laki-laki tahun ajaran pertama tersebut menghentikan langkah kakinya di tengah koridor menuju ruang kelasnya. Dia memutar tubuh malas, menyambut dua siluet anak perempuan berseragam sailor yang memanggil namanya dengan sebutan '-kun'. Sebutan umum bagi para senpai untuk adik-adik kelas mereka.
"?" Anak laki-laki itu kini mengangkat sebelah alisnya. Seorang gadis sekarang berada di depannya. Menopang badan dengan kedua tangan bertumpu di kedua lutut. Napas tersenggal karena memaksakan diri untuk menyusul dirinya dari jarak yang lumayan jauh.
"Ah, Kagamine Kun dari kelas 1A, benar?" Tanya gadis itu kemudian setelah menegakkan punggungnya begitu udara telah kembali keluar masuk paru-parunya secara teratur. Di sebelahnya pun sudah berdiri si gadis berambut zaitun yang sedikit menggerutui sikap si teman yang gemar sekali meninggalkannya sendirian di belakang.
Len mengernyit mengamati wajah asing yang sekarang telah bertambah satu orang lagi. "Ya, benar. Itu aku." Jawabnya. Mengalihkan pandangan dari Azuki yang terlihat antusias ke arah Matcha yang anehnya terlihat sedikit gugup dan gemetar.
"Maaf, ada perlu apa?" dengan nada datar, kali ini anak itu balik bertanya pada mereka berdua. Garis pandang masih belum beralih dari si gadis berambut zaitun, memberi kesan seolah dia menunggu jawaban yang harus dia dapat darinya. Dia tak menyadari bahwa hal itu telah membuat kegugupan si gadis sedikit bertambah.
"A-ano…" Matcha melirik Azuki meminta pertolongan. Keringat dingin sedikit terkumpul di kening yang terhalang helai-helai anak rambutnya. Azuki mendesah kecil. Menurunkan pundak dan meratakan alis ketika melirik balik sahabatnya seolah berkata 'ya ampun' lewat isyarat tubuh tersebut.
"Begini, kami adalah anggota klub Wacana Berita Yamaha Gakuen." Ucap Azuki kemudian untuk memulai perkenalan, sekaligus mengalihkan perhatian Len dari Matcha dan melepaskan gadis itu dari kondisi yang tidak menguntungkan baginya. "Namaku Masaoka Azuki dan ini adalah Kobayashi Matcha."
Mendengar nama klub yang disebutkan oleh Azuki, buku binder yang didekapnya, serta kamera digital di leher Matcha, Len menarik kesimpulan bahwa dia sekarang ini telah menjadi subjek yang sedang mereka kerjakan. Mengingat akhir-akhir ini siswa dan siswi sering terdengar membisik-bisikkan marga yang dia miliki di balik punggungnya, klub semacam itu pasti tidak akan melewatkan semua itu begitu saja. Hal yang mudah ditebak di dalam kehidupan SMA.
"Kami dari kelas 2B." Anak laki-laki ini mengangguk pelan. Ekspresi malasnya tetap tidak berubah meski gadis di depannya masih memberi senyum ceria. "Kami kemari ingin membicarakan mengenai salah satu kisah horror yang kebetulan disangkut-pautkan denganmu karena kemiripan nama yang kamu miliki, Kagamine Kun." Azuki menoleh pada Matcha sekilas, "Sekaligus meliputmu."
"Oh." Len bergumam kecil. Dia sisingkan lengan gakuran sebatas pergelangan tangan untuk mengecek pukul berapa sekarang ini.
"Tak perlu terburu-buru." Sela Azuki sebelum anak itu sempat menentukan waktu yang ditunjuk oleh angka dan jarum jam arloji yang dia kenakan. "Cukup datang di ruang klub kami sepulang sekolah. Bisa, kan?" Len mendesah pelan. Dia amati wajah kedua senpai di depannya. Azuki terlihat memohon dengan alis yang naik turun, sedangkan Matcha yang sejak tadi menempel di belakang pundak anak perempuan berambut rubi itu masih diam dan sesekali mencuri pandang padanya.
"Akan aku pertimbangkan, Kobayashi senpai." Jawab anak laki-laki itu kemudian. Mata Azuki kembali berbinar dan dia secara tiba-tiba merentangkan kedua tangannya dan dalam sekejab,
"Kya!" memeluk erat teman akrabnya yang lengah dengan seruan "Yea!". Spontan saja gadis berambut zaitun itu menggeliat-geliat mencoba melepaskan diri, sebelum mendesah dalam-dalam dan pasrah menerima perlakuan Azuki yang memang suka seenaknya.
Jujur, dia terkadang sedikit risih jika harus berkontak fisik seperti itu. Salahkan beberapa manga bertema shoujo-ai yang pernah tanpa sengaja dia baca karena mengira tema yang diangkat adalah persahabatan, ─diperparah dengan adanya konten yang menjurus ke hal-hal tak lazim lainnya antar anak perempuan di antara lembar halamannya.
"Terima kasih, Kagamine Kun. Mohon kerja samanya." Gadis itu membungkuk sebagai salam penutup percakapan kecil mereka bertiga. Len membalasnya dengan sikap yang sama. Dan mereka bertiga pun akhirnya kembali menuju kelas masing-masing begitu angka yang ditunjukkan oleh ponsel maupun arloji yang mereka gunakan secara kompak menampilkan bahwa jam pelajaran pertama akan dimulai sepuluh menit lagi.
"Oh ya, ruang klub kami ada di ujung lorong utara lantai dua. Jangan sampai tersesat ya!" seru Azuki di kejauhan. Len memberi isyarat dengan mengangkat tangan kirinya tanpa berbalik.
Melanjutkan kehadirannya yang sempat tertunda di dalam kelas, anak laki-laki itu sedikit mempercepat langkah sementara dua gadis di belakangnya berlarian menuju tangga.
Ah, betapa merepotkannya jika harus menjadi sorotan orang-orang di sekitarnya, pikir Len setelah baru menyadari bahwa ada daya tarik tersendiri di balik marga-nya yang seolah menjadi tembok penghalang sejak memasuki sekolah ini.
Terlepas dari sudut pandang yang selalu fokus pada diri sendiri, dia tak tahu bahwa barusan dia bersimpangan dengan seorang gadis berambut pirang dengan pita putih terikat menjadi bando di kepalanya. Len baru merasakan sedikit keganjilan ketika dia selangkah melewati perempatan lorong yang baru saja dia lalui. Dia mengambil beberapa langkah mundur dan mengamati arah kemana perginya gadis yang sempat dia rasakan keberadaanya itu barusan. Di sana, tali-tali pembatas melintang simpang siur seperti jaring laba-laba di belakang sebuah barikade jalan. Terdapat tulisan "Area Pekerja" di atas tali-tali tersebut yang menghalangi para siswa untuk memasuki wilayah lorong yang tampak rusak dan tak terawat.
Lantainya menghitam karena pasir dan debu. Ubin dan cat tembok terkelupas di balik keremangan lorong yang tak memiliki satupun sumber penerangan karena aliran listriknya diputus. Terlebih lagi, tak ada jejak kaki di lantai yang kotor atau tanda-tanda dari gadis berambut pirang barusan maupun orang lain melintas di sana. Semua tampak tetap berada ditempatnya, tak terjamah sedikitpun.
Len mengernyit curiga. Apakah anak perempuan tadi hanya sekedar ilusinya saja? Sebab dia sama sekali tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya, bahkan wajah anak itu pun Len tidak mengingatnya. Mengenyampingkan hal-hal tersebut, dia pun melanjutkan langkah kakinya. Kali ini dalam tempo yang sedikit dia percepat lagi karena sepuluh menit yang tersedia baginya kini telah terpangkas setengah.
"Ah, sial." Gerutu Len dalam hati.
.
.
.
=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=
Thanks for read.
=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=
A/N :
- Kobayashi Matcha / Masaoka Azuki : Vocaloid di dalam "Project 575". Untuk lebih jelasnya silahkan cek vocawiki.
Ah, Kembali lagi bertemu dengan author. n_na. Maaf jika author satu ini selalu lambat dalam update dan tiba-tiba kembali muncul dengan membawa multi-chap baru. pasti di antara reader sekalian sudah merasakan rasa gatal di jemarinya dan tidak sabar untuk menimpuk author dengan batu batako. Maaf ya, he he he, n_n"a.
Cerita ini dibuat karena akhir-akhir ini author merasa bosan karena tema horror dan supranatural sangat jarang muncul. Bahkan sedikit jumlahnya. Sementara author akhir-akhir ini keranjingan membaca cerita manga berbau demikian.
Beelzebub:"yah, siapa suruh masuk fandom yang isinya kebanyakan cewek yang pasti ga jauh-jauh amat dengan tema percintaan." /digiles roadroller pinjaman/
Maaf bagi yang merasa tersinggung, Beelze memang doyan nyerocos. Kalau anda kurang puas, silahkan siksa dia sesuka hati. Saya sudah rela lahir dan batin.
Beelzebub:"Ente rela, ane kagak gan!"
Oh ya, silahkan reader sekalian meninggalkan saran dan kritik jika berkenan.
