Naruto © Masashi Kishimoto.
Story (c) Raawrrr.
Warning! Standard applied.
Genre: Drama/Romance.
Saya tak mendapatkan keutungan material apapun terkait pembuatan fiksi ini.
~ Happy Reading ~
PROLOG.
.
.
Gadis itu tak henti menangis, tangan kanannya menggenggam sebuah testpack yang menunjukkan bahwa dirinya positif hamil. Sesekali ia mengacak-acak surai pirang panjangnya frustrasi. Tak peduli jika nantinya rambut kesayangan itu akan kusut.
"Hiks... sialan! Lelaki sialan!" Ia memaki, matanya memerah dan bengkak karena terus-terusan menangis. Peluh juga membasahi wajahnya.
Ia tidak terima. Sungguh tidak terima jika ia telah hamil sebelum menikah.
Ia tak mau. Ia tak mau hamil di luar nikah.
Bagaimana tanggapan keluarganya nanti? Kecewa kah? Marah kah?
"Arggh!" Ia berteriak, melempar semua barang yang ada di kamarnya. Bantal, guling, buku mata kuliahnya dulu dan apapun itu.
Keadaan rumah yang sepi membuatnya leluasa bertingkah layaknya orang gila. Dan ia tak mau tahu akan jadi apa kamar nantinya jika ia terus mengacak-acak seperti ini. Hanya ini yang bisa ia lakukan sekarang, melampiaskan semua emosinya pada barang-barang yang tak bersalah.
Kalau saja... kalau saja ia tidak terpesona oleh bujuk rayuan pemuda bermata kelam itu... kalau saja ia dapat menahan diri... kalau saja ia mendengar larangan yang berkata bahwa ia tak boleh pergi, maka semua hal ini tidak akan terjadi.
Namun sayang, hal ini sudah benar-benar terjadi dan kata 'kalau' tidak akan berguna lagi.
Ia menyesal. Sangat menyesal.
BRAK!
Pintu kamarnya terbuka dengan kasar, disusul dengan masuknya pemuda berambut raven bermata kelam.
"M-mau apa kau." Ino berbicara terbata dengan suara serak khas orang menangis, tubuhnya meringkuk mundur saat pemuda itu semakin melangkah maju dan mendekatinya.
"J-jangan mendekat! Pergi... KUBILANG PERGI!"
"Ino..." Pemuda itu bergumam lirih, menatap sendu sosok Ino yang begitu kacau. "Maaf." Direngkuhnya tubuh mungil Ino dalam pelukannya. Meskipun gadis itu meronta agar dilepaskan.
"Lepaskan Sasuke! LEPAS! Hiks..."
"Tidak akan, Ino." Sasuke tetap bersikukuh, mengeratkan pelukannya pada Ino. "Maaf. Aku akan bertanggung jawab."
"Tidak perlu..." Ino berucap lirih, kepalanya ia biarkan terkulai lemas bersandar pada dada bidang milik Sasuke."Tidak perlu bertanggung jawab..." Air mata masih setia mengalir melalui mata biru lautnya.
"Akan aku gugurkan saja..."
Kedua mata Sasuke melotot tak percaya. Ia mencengkram kedua bahu Ino dan menatap Ino tajam.
"Kau gila! Kau ingin membunuh bayi yang tidak bersalah?!"
"IYA! IYA AKU GILA! KAU PUAS, HAH?!" Ino membentak Sasuke, "Kau tidak mengerti. KAU TIDAK MENGERTI BAGAIMANA RASANYA BERADA DI POSISIKU!"
Tatapan Sasuke melembut. Ia tahu ini sangat berat bagi Ino. Ia tahu harusnya tadi ia tak boleh terbawa emosi seperti tadi.
"Maaf... jangan digugurkan. Sudah kubilang aku akan bertanggung jawab. Kita akan menghadapinya bersama." Dielusnya surai pirang Ino yang kini kusut tak karuan. "Kau tak sendiri, Ino."
"A-aku... a-aku tidak siap... A-aku tidak mau melihat bagaimana kecewanya orang tuaku, Sasuke..."
Sekali lagi, Sasuke memeluk Ino erat. Seakan tubuh Ino akan hilang entah kemana jika ia melepaskan pelukannya. Membisikkan kata-kata yang sekiranya dapat menenangkan hati Ino.
Ino menenggelamkan kepalanya pada dada bidang Sasuke, kembali menangis sepuasnya di sana.
"K-kenapa—hiks— kenapa kau lakukan ini, Sasuke? P-padahal—"
"Sssh." Sasuke memotong perkataan Ino, "Biarkan aku yang bertanggung jawab. Juga rahasiakan kebenaran tentang hal ini pada siapapun sampai waktunya, Ino."
'Kenapa? Kenapa harus kau, Sasuke?'
.
.
TBC
.
/
a/n: Iya ini memang pendek kok. Sengaja, 'kan masih prolog. /ngeles/
Review?
V
