Of Romance and Proposal,

By Xia Heaven.

Kim Jongin. Oh Sehun.

Romance.

Aktor yang dipinjam author sama sekali tidak dimiliki author.

Warning: Fluffy-ish?/Cheesy/Boys Love.

Summary: Kau akan mengira bahwa ketika kau sudah berpacaran selama tiga tahun lebih bersama seseorang maka meminta mereka untuk menjadi pasanganmu selamanya akan menjadi mudah. Bohong. Jangan jatuh untuk bisikan palsu itu karena untuk Kim Jongin, dia lebih mememilih membaca buku bertema romantis yang ditulis oleh anak umur 12 tahun daripada melalui kesulitan meminta tangan Sehun untuk menjadi suaminya. Proposal! AU. KaiHun/SeKai.

.

Persiapannya dimulai dari memilih cincin.

Jika kalian, para lelaki atau perempuan –Jongin tidak mau mengambil asumsi yang menstreotype- yang sedang ingin melamar kekasih kalian berpikir bahwa memilih cincin untuk menjadi simbol persembahan cinta kalian –atau itu yang dikatakan oleh Krystal- itu mudah, jangan. Ya, itu usul Jongin. Jangan pernah berpikir bahwa memilih cincin itu mudah karena dia sudah berkeliling di distrik Gangnam tiga kali selama empat jam terakhir, memasuki kurang lebih lima belas toko perhiasan dan setiap kali dia memilih cincin yang menurutnya sudah cukup baik, Tao –yang menemaninya- memukulnya keras.

"HYUNG!" Teriaknya ketika Tao memukulnya untuk kesekian kalinya hari itu. Jongin benar-benar merasa bahwa dia kehilangan beberapa sel dari otaknya namun Tao hanya mengerutkan dahinya dan menatapnya tajam.

"Jongin, ini bukan hanya sebuah cincin! Ini sebuah lambang janji untuk Sehun dari kamu!" Jongin sudah berhenti menghitung berapa kali Tao mengucapkan hal itu kepadanya. "Kamu tidak bisa hanya masuk ke dalam sebuah toko lalu memilih apa yang terlihat bagus, kau harus memperhatikan lebih rinci, pastikan bahwa setiap detail, setiap bentuk, ada makna di belakangnya!" Pemilik surai hitam itu kembali mengoceh dan Jongin menutup matanya sebentar seiring mengambil nafas.

"Hyung…" Mulainya pelan. Jongin bisa merasa pelayan yang melayani mereka sedang menahan tawanya. Baguslah, Jongin bersyukur bahwa kesensaraannya adalah kebahagian orang lain. Satu poin untuk Jongin yang sarkastik, Yay. "Itu sebuah cincin dan aku sebenarnya hanya membelinya untuk formalitas kepada Sehun dan Hyung tau Sehun seperti apa bukan? Dia tidak peduli tentang semua detail itu–"

"Sehun mungkin terlihat tidak peduli, hell, aku tidak terlihat peduli untuk detail hal-hal seperti itu," Jongin mengangkat alisnya ketika mendengar ini karena Tao yang hidup dalam fashion tidak peduli dengan cincin pertunangannya? Yang benar saja."coba saja kau tanyakan pendapat ke Kris, dia pasti bilang aku tidak peduli." Jongin melirik ke arah Tao yang menghela nafas kecil seiring memainkan cincin perak dengan garis yang terputus di tengah, membentu lingkaran di akhir dan tersambung dengan perak kecil yang bersinar. Jongin tau ketika kau memperhatikan lebih dekat, di garis cincin itu terdapat ukiran nama Kris dengan karakter Hanzi. "Namun hanya karena pasanganmu tidak mempeduli bukan berarti kau ikutan tidak peduli." Iris hitam Tao tiba-tiba menatapnya tepat di mata, tembus, seakan Tao tidak hanya melihat mata Jongin namun juga melihat jiwanya. "Pilih jangan karena kau pikir cinicin itu cukup bagus, ketika aku bilang kau harus memilih cincin dengan detail yang mengandung makna yang kumaksud adalah kau memilih cincin yang menurutmu pas untuk karakternya, cincin yang bisa kau bayangkan berada di tangan Sehun."

"Itu benar." Jongin dan Tao meilirk ke arah pelayan mereka, perempuan diumur dua puluh lima, mungkin, dengan senyuman manis dan wajah yang menarik yang dikelilingi oleh surai merah marun yang cocok untuk kulitnya. "Sebuah cincin dengan lima belas permata tidak ada bandingnya dengan cincin sederhana dengan hanya perak namun mengingatkanmu kepada pasanganmu."

Ketika mendengar hal itu, Jongin hanya bisa mengangguk pelan sebelum berdiri dan sekali lagi mengelilingi toko perhiasan itu. Jongin sebenarnya cukup suka dengan design –apa tadi nama toko ini? Ah- Golden Bane. Ya, Jongin menyukai Golden Bane. Beberapa design toko perhiasan sebelumnya terlihat terlalu mewah dan menjerit kelas atas tapi Golden Bane terlihat modis dan modern dengan dinding hitam putih dari batu-batu berbentuk persegi lima, lantai dari kayu coklat keemasan yang mewah dan bersih lalu beberapa rak dan display untuk cincin-cincin.

Dari ujung matanya, Jongin bisa melihat Tao dan pelayan tadi berbincang-bincang sering tertawa bersama. 'Jika tau begini susahnya memilih cincin, aku biarkan Sehun yang mengambil langkah pertama.' Jongin meringis sunyi memikirkan semua komplikasi dari pemilihan cincin.

Kaki panjang Jongin terus berjalan mengelilingi Golden Bane dan berhenti di display kecil dekat dengan jendela pameran toko. Mata kelamnya menangkap sebuah cincin perak berwarna emas yang lembut, hampir keperakan, lingkaran cincin-nya terbelit-belit seperti tangkai bunga anggrek dengan daun di beberapa sisi lalu sebuah berlian kecil di tengah yang mengibaratkan bunga. Jongin melangkah ke dekat display dengan pelan dan mata kelam itu tidak pernah meninggalkan cincin itu.

"Melihat sesuatu yang kau sukai?" Jongin mengangkat wajahnya dan bertemu dengan pria berumur sekitar dua puluh tujuh dengan mata yang meingingatkan Jongin dengan mata kucing dan rambut ditata ke atas, eyeshadow berwarna dan eyeliner membuat mata hijau dengan campuran keemasan itu terlihat lebih mencolok. Dia memakai kemaja hitam panjang yang memeluk tubuhnya dan skinny jeans gelap yang cocok untuk kakinya yang panjang. 'And a lot of glitter too, dia mengingatkanku kepada Adam Lambert.'

"Ah, bisaku liat cincin yang itu?" Pria di depannya itu melirik ke tunjukan tangan Jongin dan tersenyum sebelum mengambil cincin yang ditunjuk Jongin. Magnus, itu yang kartu nama yang tertempel di saku dada kemeja hitam pria di depannya.

"Kau punya mata yang bagus." Jongin mengambil cincin itu dari tangan Magnus dan menginspeksi cincin emas muda tersebut. Jongin coba membayangkan Sehun dan tangan Sehun, Sehun yang akan terkejut melihat cincin ini, Sehun yang akan tersenyum lalu bilang iya dan Sehun yang tangannya akan memakai cincin ini sebagai simbol bahwa Jongin sudah berjanji kepadanya. Senyuman muncul di wajah Jongin. Dia tidak tau dari mana tapi Jongin yakin cincin ini adalah cincin yang sejak tadi diocehkan oleh Tao. "Kau mau mengambil yang itu?"

"Ya, bisa kau bungkuskan?" Jongin tersenyum lebar ke arah Magnus yang membalas senyumannya dengan mata hijau keemasan yang bersinar bersinar seperti Magnus puas dengan pilihannya.

"Tentu saja."

Bisa dibilang ketika Tao melihat cincin emas bertema bunga itu, bukan hanya Magnus yang puas dengan cincin pilihan Jongin.

.

"Aku benar-benar tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu jadi–" Jongin berhenti ketika melihat Jongdae dan Luhan meringis sementara Minseok merapatkan kedua bibirnya seiring menggelengkan kepala. Hela nafas panjang keluar dari paru-paru Jongin. "Aku tidak mengerti, kupikir itu sudah cukup bagus! Menurutku pidato singkat tadi menyentuhkan."

"Jika berasal dari film bertema comedi romantis Hollywood maka ya, itu menyentuhkan." Luhan menghela nafas panjang. "Tapi itu bukan cara kau melamar seseorang secara realistis, Jongin. Apalagi jika orang itu kau dan Sehun."

"Aku setuju, terlalu… lebay?" Jongin menatap tajam ke arah Jongdae yang langsung bersembunyi di belakang Luhan sedangkan dari ujung mata-nya Minseok hanya tersenyum lemah ke arahnya sebelum beranjak dari sofa dan duduk di dekatnya.

"Dengar, Jongin." Ujar pemuda dengan mata sipit layak kucing itu. "Aku tau kau ingin membuat momen di mana kau dan Sehun bertunangan itu romantis tapi romantis tidak selalu harus penuh dengan kata-kata atau janji manis, apalagi jika janji itu tidak lebih dari pemanis." Jongin menatap ke arah Minseok dengan lesu.

"Jadi apa yang harus kulakukan?"

"Ucapkan apa yang ingin kau ucapkan kepada Sehun," Ujar Luhan yang membuat Jongin dan Minseok menoleh ke arahnya. Luhan tersenyum manis ke arah Jongin. "Kamu dan Sehun itu bukan tipe-tipe orang yang berpacaran romantis bukan? Jangan paksakan dirimu jika memang kau tidak nyaman, ucapkan apa yang ingin kau ucapkan kepada Sehun dengan caramu."

Jongin menatapnya seiring merapatkan kedua bibirnya sebelum mengambil nafas. Mengingat pertama kali dia mengetahui nama Sehun di Oxford sebagai saingannya dalam murid beasiswa Korea, petemuannya dan Sehun yang diawali oleh mereka berdua bertengkar tentang teori atom dan radiasi gamma lalu mereka berdua yang dipaksa berkerja sama oleh Profesor mereka. Jongin mengingat semua pertengkaran konyol mereka yang selalu dikatakan oleh Kris dan Chanyeol sebagai 'pertengkaran sepasang kekasih'.

Senyuman kecil menghampiri bibir Jongin ketika Ia mengingat kencan pertama mereka yang tidak resmi lalu dirinya yang terbakar amarah cemburu ketika Krystal mendekati Sehun dan ciuman pertama mereka.

"Jika dipikirkan, sejarah asmara kita itu seklise film Hollywood yang diperani oleh aktor-aktor Disney atau mungkin lebih konyol dari mereka karena setidaknya mereka mempunyai momen romantis sedangkan momen romantis kita yang paling lama, rekornya hanya satu menit, aku menghitung." Ketiga orang yang bersama dengan Jongin di ruangan itu saling melirik sebelum tersenyum ke arah Jongin. "Kita mulai dari musuh, rival sebelum menjadi teman, sahabat lalu kekasih," Jongin tertawa kecil mengingat perkataannya mengenai wajah Sehun yang sama sekali tidak menarik ketika bertemu dengan Sehun pertama kali. Konyol karena sekarang hal yang dipikirkannya setiap kali Ia melihat Sehun adalah– "You're the most beautiful person I've ever seen dan aku tidak berbohong, walaupun mungkin aku jarang berkata –baiklah, aku tidak pernah berkata seperti itu, tidak di depanmu." Jongin merapatkan bibirnya. "Aku juga sering, tanpa sepengetahuanmu, berterima kasih kepada Tuhan setiap harinya karena Dia membiarkanku melihat bertapa indahnya dirimu, personalitasmu, kecerdasanmu, tubuhmu, wajahmu…" Jongin tersenyum. " dan tentu saja, kecintaanmu untuk Benedict Cumberbatch, Tom Hiddleson, Misha Collins dan teh rasa coklat berisi bubble itu."

"Lalu?" Luhan menahan senyumannya yang ingin melebar ketika mendengar kata-kata Jongin.

"Aku berterima kasih setiap harinya, tanpa sepengetahuanmu, karena Tuhan telah memberiku kesempatan untuk mengetahuimu, merasakan cintamu dan aku tau bahwa jalan yang berada di depan kita tidak semulus jalan di provinsi bagian Omaha yang sewaktu itu kita kunjungi untuk menjenguk Percy, kita mungkin akan bertengkar, heboh, mengingat kita berdua keras kepala, apalagi tentang Sebastian Verlac dari Mortal Instrument," Ujar Jongin seiring kembali tertawa sebelum melihat ke satu sisi di ruangan itu dengan tatapan yang jauh. "tapi aku lebih memilih bertengkar denganmu tentang episode baru Doctor Who atau SHERLOCK, tentang Draco Malfoy dan di mana dia berdiri antara sisi kegelapan dan sisi cahaya, tentang siapa yang akan mencuci piring ketika makan malam selesai, tentang siapa yang harus merapihkan tempat tidur ketika kita bangun, siapa yang harus menyiapkan sarapan atau makan malam, film apa yang harus kita tonton untuk movie night,"

Jongin mengambil nafas sebelum tersenyum kecut, "Aku lebih memilih semua itu daripada harus bahkan membayangkan sebuah masa depan tanpamu."

"…"

Sunyi mengambil ahli ruangan ketika Jongin menyelesaikan pidato singkatnya, pemuda dengan surai coklat gelap itu menahan nafasnya. "Bagaimana?" Ujarnya pelan.

"Kau mengucapkan semua itu kepada orang yang salah." Balas Jongdae dengan senyuman bangga dan Luhan yang di sampingnya mengangguk pelan.

"Cari Sehun, katakan itu kepada dirinya."

.

Jongin rasanya harus berterima kasih kepada Junmyeon yang telah meminjamkan ruangan VIP dari restoran Prancis mahal kelas satunya untuk Jongin dan Sehun sehingga Jongin bisa melamar Sehun dengan latar yang romantis tapi berada di meja persegi dengan taplak putih bersih dari sutra kelas atas, tiga batang lilin lengkap dengan tempatnya seperti di film-film romantis itu, sebuah gelas tinggi berisi wine merah, silverware dan piring kramik yang Jongin yakin lebih mahal dari Iphone-nya, bunga mawar lalu suara musik klasik, entah kenapa malah membuat Jongin terasa sesak. Seakan dia harus memikirkan dengan rinci apa yang harus dia katakan selanjutnya dan perkataan itu harus terdengar sekeren perkataan seorang peran utama.

Tapi ini Jongin, Kim Jongin, the nerd and geek yang suka Star Wars dan Assassin Creed, yang tau detail tentang dunia sihir di Harry Potter, yang hafal nilai dan berat atom dari radiasi untuk unsur-unsur elemen Gamma, yang bisa memberikan kalian list dari lagu-lagu Mozart –lengkap!- dan yang mengerti karya-karya Shakespeare –dalam bahasa Inggris!

Dia bukan peran utama dari apapun kecuali ceritanya hidupnya sendiri dan Jongin tidak yakin hidupnya itu pantas didokumentasikan kecuali cerita cintanya dengan Sehun dan bahkan cerita cinta itu masih konyol dan tidak romantis seperti The Notebook karya Nicholas Sparks.

Pemuda dengan surai coklat gelap itu melonggarkan dasinya sebelum mengambil segelas wine dan meneguk satu tegukan seiring melirik ke arah Sehun yang masih melihat makanan yang berada di menu dengan kerutan dahi. Jongin, menyadari Sehun akan mengambil beberapa menit untuk memutuskan, akhirnya menyuruh pelayan yang berada di samping mereka untuk kembali beberapa menit lagi.

Mata kelamnya melirik ke arah Sehun yang mengambil gelas wine-nya sebelum meletakan menu di depannya dan menatap ke arah Jongin dengan tatapan menyerah dan bingung seiring menghela nafas.

"Kenapa? Tidak ada yang kamu suka?" Ujarnya. Mungkin Jongin bisa menyuruh pelayan tadi memberitaukan koki utama untuk memasakan Alambre, daging steak dan dangin asap ala Mexico, kesukaan Sehun dan Jongin, sebagai teman dekat Junmyeon mungkin mereka tidak akan masalah.

"Aku tidak tau."

Jongin mengerutkan dahinya. "Maksudmu?"

Sehun menatapnya dengan senyuman lemah dan helaan nafas. "Jongin, kakakku mungkin salah satu editor terkenal untuk majalah Cosmopolitan Prancis tapi bukan berarti adiknya sama jagonya dalam bahasa Prancis." Pemuda dengan surai pirang itu memutar buku menu agar Jongin bisa ikut membaca. "I mean, what is this? How do you even spell it!" Jongin mengikuti jari Sehun yang menunjukan sebuah masakan di mangkuk oval berisi kentang dan krim. "Gartin di pomes ala dau– du–" Sehun mengerutkan dahinya dan memincingkan matanya ke arah tulisan di bawah tadi. Jongin tertawa kecil.

"Gratin de pommes a la dauphinoise." Ujar Jongin, mengoreksi cara melafatkan nama masakan Prancis tadi. "Itu kentang mentah yang dipotong-potong tipis, dicampur dengan krim dan di masak dengan mentega bertabur bawang putih."

"See, ini keahlianmu, aku bahkan tidak tau bagaimana menyebut nama-namanya! Apalagi yang ini," Jongin sekali lagi mengikuti jemari tangan Sehun yang menunjuk ke masakan dalam piring dengan roti bawang putih bakar dan saus hitam. "Ofus in maurete, apa itu!?" Ujar kekasihnya seiring memicingkan mata coklatnya dan Jongin kembali tertawa.

"Oeufs en meurette, masakan tradisional dari provinsi Burgundian berisi garlic bread, telur rebus dan saos meurette atau bourguignon dari wine merah dan bawang bombay."

Sehun menghela nafas dan menyerahkan menunya ke arah Jongin, seakan menyerah mencoba mengerti isi dari buku menu itu. "Aku bahkan tidak tau bagaimana kau tau semua itu."

"Kyungsoo-hyung dan kelas masaknya, aku dan Baekhyun selalu menjadi pencicip dari percobaannya," Jongin merapatkan bibrnya sebelum melihat aneh ke arah Sehun. "Kamu yang kakaknya tinggal dan berkerja di Prancis, bukannya kamu yang seharusnya lebih tau?"

Sehun mengangkat alisnya dan mengangkat bahunya sebelum kembali meyirup wine-nya. "Tidak ada satu pun aktor atau akrist kesukaanku yang berasal dari Prancis." Jongin mengangguk pelan seiring tersenyum kecil, mengerti. Semua hal yang Sehun sukai berasal dari kerajaan Inggris dan Sehun tidak pernah begitu tertarik kepada budaya Prancis, tidak seperti Jongin.

"Jadi bagaimana? Kamu mau aku merekomendasikan satu masakan atau membuat koki utama di sini memasakan makanan kesukaanmu? Atau… bagaimana? Semuanya terserahmu." Balas Jongin pelan, Sehun merapatkan bibirnya dan menaruh sikunya di meja sebelum meletakan dagunya di kedua tangannya.

"Bagaimana kalau kita keluar dari restoran yang terlalu menjerit kelas atas ini dan pergi ke McDonal atau kita pesan Chinese take out? Lebih terdengar seperti sebuah rencana." Jongin mengangkat alisnya dan melihat ke arah Sehun dengan bingung, Sehun tidak mengerti, Jongin harus melamarnya di sini– "Maksudku, apa yang kita lakukan di sini, Jongin? Lengkap dengan jas hitam dan," Sehun melirik ke arah lilin putih elegan di depannya. "setting makan malam romantis ala Hollywood yang paling klise yang aku tau! What are you planning? Aku tau ini bukan anniversary kita yang ke empat atau hari Valentine." Sehun tersenyum geli ke arah Jongin. "Dan jangan berbohong ketika aku bilang bahwa kamu tidak nyaman berada di restoran ini."

"…" Jongin membungkamkan mulutnya sebelum menyeringai lemah. "This is rather suffocating isn't it?"

"Banget." Jongin tertawa sebelum berdiri dari kursinya dan Sehun tersenyum lalu mengikuti jejak kekasihnya keluar dari restoran itu seiring mengandengkan lengannya dengan lengan Jongin. "Jadi McD?" Ujarnya ketika mereka berada di lapangan parkir restoran. Jongin memasang pose berpikir sebentar sebelum tersenyum jahil.

"Bagaimana kalau warung Ramen di dekat apertemen?"

"Dengan jas hitam?"

"Tidak lebih aneh dari kita ke McD dengan jas hitam," Balas Jongin sebelum melirik ke kekasihnya dengan pandangan mengkalkulasi yang playful. "Apa kau takut?" Sehun mengangkat alisnya dan melihat tidak percaya yang main-main.

"I'll accept that as a challenge!" Ucap Sehun dengan aksen British palsu.

"Well, then be prepared young lad, this won't be an easy one." Mereka berdua tertawa sebelum Sehun masuk ke dalam mobil dan Jongin meraih kotak merah kecil yang ada di sakunya. 'Apa yang aku pikirkan? Melamar Sehun di restoran bintang lima ketika kita berdua tidak pernah nyaman dengan kemewahan dan semua jazz itu? Kim Jongin, lakukan dengan caramu, lakukan dengan caranya, bukan dengan film romantis dari tahun sembilan puluhan itu.'

.

"Jadi, kamu tidak jadi melamarnya di restoranku? Setelah aku memberikan kalian ruangan VIP?!" Junmyeon menatapnya dengan tatapan tidak percaya dan Minseok hanya mengutarkan matanya melihat ekspresi Junmyeon yang kadang terlalu berlebihan. Jongin yang menjadi alasan kenapa Junmyeon berekspresi berlebihan itu hanya mengangkat bahunya .

"I don't know, maksudku, ini aku dan Sehun, Hyung." Jongin menggaruk belakang lehernya pelan. "Latar belakang di restoran bintang lima punya Hyung tidak membuat suasana romantis, malah membuat aku dan Sehun terasa sesak dan tidak nyaman."

"Kita sudah menyiapkan bunga mawar yang bertebaran, musik klasik Spanyol dan lilin putih dengan wangi melati!"

"Dan kau masih bertanya kenapa mereka tidak nyaman?" Semua menoleh ke arah Kris yang memicingkan matanya ke arah Junmyeon,"Aku benar-benar tidak mengerti ide romantismu, Junmyeon-ah." Ujarnya seiring menggelengkan kepalanya pelan sebelum melirik ke arah Jongin. "Dengar, aku tidak punya masalah dengan semua romantis jazz yang menjadi simbol Junmyeon atau Yixing dan Tao yang memang pemimpi dari hal-hal romantis dari abad delapan belas tapi kita tinggal di abad dua puluh satu dan Jongin dan Sehun bukan anak dari zaman chivalry sembilan puluhan, mereka anak dari zaman ketika salah satu dari mereka bertindak bodoh dan yang lain menganggapnya manis atau bahkan mengikutinya, itu yang romantis."

"Maksudmu apa?" Luhan dan Yixing melirik ke satu sama lain sebelum menoleh lagi ke arah Kris yang duduk di kursi sofa berwarna putih.

"Maksudku, romantis yang direncanakan bukan untuk zaman Jongin dan Sehun, Jongin dan Sehun tidak cocok dengan sebuah candle light dinner atau ciuman di atas menara Eiffle karena ini abad dua puluh satu and people are too lazy for that kinda shitty unrealistic surprise romantic gift." Kris menoleh ke arah Jongin yang mencoba mencerna perkataan Kris. "Kau tau apa yang romantis di abad dua puluh satu? Realistis dan kesederhanaan." Jongin tersenyum, mengerti sepenuhnya apa yang Kris coba katakan karena dia memang tidak bisa membayangkan Sehum dan dirinya menjadi terlalu romantis. "Screw candle light dinner or throwing rock at his window or serenading at him, lakuin apa yang biasa kamu lakuin, lakuin apa yang kamu tau itu hal kesukannya! Malam ini, order Chinese take out kesukaan Sehun, tonton film favorite comedy romantis atau Disney klasik kesukaan kalian, lamar dia, selesai."

"KRIS!"

"Apa?" Kris sekali lagi menoleh ke arah Junmyeon yang melihat pria dengan rambut pirang tersebut dengan tidak percaya. "Tidak semua dari kita bisa menjadi Jud Nelson, Jun Nelson." Lanjutnya seiring memelesetkan nama Jud Nelson dengan Jun dari Junmyeon. "Beberapa dari kita lebih memilih menjadi Justin Timberlake di film Friend With Benefits."

"Oooh, he does have nice ass," Jongin dan beberapa dari mereka tertawa ketika Baekhyun berkata seperti itu. "In fact, that ass deserve some standing ovation, that ass adalah hal yang selalu membuat aku inget kenapa aku nggak pernah nyesel dari gay," Baekhyun melirik ke arah Chanyeol mengangkat alisnya seakan menantang kekasihnya untuk lebih memilih Justin Timberlake dari Chanyeol dan Jongin kembali tertawa. "Well… Timberlake's ass and Chanyeol's."

Bisa dibilang bahkan Junmyeon tidak bisa menahan tertawanya setelah kalimat itu.

.

"Ugh, aku rindu masa-masa Zac Effron masih di High School Musical." Ujar Sehun seiring menyenderkan kepalanya di bahu Jongin seiring mengunyah popcorn asin yang berada di pangkuannya. "Nothing scream 'turn me on' than Baby Effron when he's singing 'Getcha head in the game' in that basketball short."

"Hm… I don't know, I still fantasize about him when he's playing a Marine in The Lucky One." Mereka berdua tertawa mendengar komen Jongin. "Although, I rather agree with Baek-hyung, Timberlake's ass is still much better."

"Baek-hyung?" Sehun sekarang menoleh ke arahnya dengan alisnya di angkat dan mata coklat itu terlihat bingung.

"Yeah, tadi sore aku sama anak-anak pergi ke apertemen Luhan." Ujarnya sambil mengambil beberapa buah popcorn dan mata tidak lepas dari Gabriella yang menumpahkan makanannya ke baju Sharpay, dang, Ashley Tisdale benar-benar cocok menjadi Sharpay Evans.

"Apa aku harus khawatir?"

"Hm?" Jongin melirik ke arah Sehun yang terlihat sedikit tidak senang dengan penemuannya bahwa Jongin tadi sore mengunjungi apertemen Luhan bersama yang lain. "Kenapa?"

"Kalian sepertinya selalu berkumpul tanpa aku beberapa minggu terakhir ini." Jongin terdiam dan berhenti mengunyah popcornnya, ah, rupanya kekasihnya sadar tentang itu. "Jawab aku, Kim Jongin, apa aku harus khawatir kalian merencanakan sesuatu yang konyol?"

Jongin merapatkan bibirnya.

"Tergantung."

"Tergantung?"

Jongin mengangguk.

"Tergangtung, kita memang merencanakan sesuatu tapi–" Jongin kembali merapatkan bibirnya dan menatap mata coklat milik Sehun yang terlihat bingung. "tapi kita –aku belum tau pasti apa yang kita rencanakan untuk mu itu konyol apa tidak."

"Dan yang kau rencanakan adalah…" Sehun mengangkat alisnya kembali. Jongin kembali mengambil nafas, tangannya meraih kotak merah kecil yang berada di saku jeansnya dan menariknya keluar, mata coklat Sehun mengikuti gerakan tangannya dan mengerutkan dahinya bingung sebelum menarik nafas dan membuka mulutnya namun kata-kata tidak keluar karena kaget ketika Sehun sadar kotak apa yang dipenggang oleh Jongin.

"Yang aku rencanakan adalah," Jongin membuka kotak merah itu dan memperlihatkan isinya ke arah Sehun. "Melamarmu. Konyol atau tidak?"

Sehun membawa tangannya ke mulutnya, gesture yang dia ambil dari Kakaknya ketika dia kaget. Mata coklat itu menatap mata kelam Jongin. "Konyol?" Sehun sekali mengambil nafas. "Kau bertanya apa ini konyol?"

Jongin hanya mengangguk pelan. "Maksudku, aku tau kita berdua tinggal berdua di satu apertemen, tidur di satu kasur dan apa yang punyamu adalah punya aku, walaupun aku rasa prinsip apa yang punya aku adalah punya kamu lebih kuat," Sehun tertawa kecil dan Jongin melanjutkan. "Aku tau kita bertengkar seperti –dan aku mengutip kata-kata Chanyeol-hyung- 'old married couple' dan aku tau we're practically married to each other dan mungkin ini hanya formalitas tapi –I –I don't know, aku mau kita jadi resmi, aku mau –aku mau tunjukin bukti kuat bahwa Oh Sehun itu milik aku dan ketika ada seseorang yang mau merembut kamu dari aku, mereka nggak bisa karena kamu punya aku dan aku punya bukti resmi." Jongin mengangguk dengan tampang serius yang dibuat-buat dan Sehun tertawa sebelum menatapnya sekali lagi.

"That is awfully selfish and possessive of you." Sehun tersenyum manis ke arahnya seiring Jongin menarik tangan Sehun dan memasangkan cincin dengan warna emas muda itu di jari manis Sehun sebelum tersenyum karena cincin pilihannya sempurna untuk tangan Sehun. "Kau bisa masuk neraka karena seegois itu, Kim." Jongin berhenti memainkan dan memperhatikan jari Sehun untuk melirik ke arah Sehun yang sekarang mukanya tidak lebih dari dua centi dari wajah Jongin, Jongin bisa merasakan nafas kekasihnya dan menghirum wangi coklat mint karena sabun Sehun sebelum mengangkat bahunya.

"I'll managed." Ujarnya sebelum menarik Sehun dan mempertemukan bibirnya denga bibir Sehun, Ia menarik Sehun mendekat dan Jongin bisa merasakan lengan Sehun melingkari lehernya dan jemari panjang itu bermain dengan rambutnya. Jongin mendesis ketika sesuatu yang dingin menyentuh lehernya namun diam saja karena dia sadar bahwa itu adalah cincinnya tadi dan entah kenapa, itu membuat Jongin tersenyum ke dalam ciuman mereka. "Kau tau?"

"Hm?" Balas Sehun sebelum kembali menciumnya dan Jongin menariknya lalu menatap mata coklat Sehun dan senyuman jahil.

"Aku sudah menyiapkan pidato singkat untuk melamarmu tadi dan pidato yang tadi aku pakai itu bukan pidato yang aku siapkan." Ujarnya. "Kau harus mendengar pidato yang aku siapkan, Sehun, lebih –hmp!" Kata-katanya terpotong oleh ciuman dari Sehun.

"Aku akan mendengarkannya." Bisik Sehun dengan menggoda dan Jongin dengan sekuat tenaga tidak mendorong Sehun ke kamar mereka dan melakukan hal-hal yang tidak-tidak kepada Sehun. "Aku akan mendengarkannya ketika kau selesai menyiumku dengan benar."

Dan siapa Jongin untuk menolak permintaan itu?

Jongin tidak merubah pendapatannya, tentang susahnya melamar kekasihmu tapi bukan berarti Jongin menyesalinya karena bayaran dari semua kesusahannya itu sepadan, apalagi ketika Sehun menariknya mendekat untuk membiarkan Jongin mencium Sehun lebih dalam, Jongin hanya bisa berpikir. 'Yeah, this is worth it.'

.

Haha….

Hei, so… aku nggak yakin apa kalian semua ada yang nggerti tentang refrences dari semua film, tokoh, aktor di atas…. Maaf.

Anyway, um, fanfic Sekai untuk kesekian kalinya dan yang ini tentang lamaran… Apalagi? Aku bahkan nggak tau harus ngomong apa? Untuk fanfic Call Me Maybe yang juga SeKai *ehemYangCurcolXiaehem* um, ada beberapa yang ngusulin POV dari Jongin dan Xia udah punya ide dan draft tapi dengan UKK dan Festival bahasa terus retikal Seni beberapa minggu ke depan, mungkin akan memakan beberapa waktu tapi Xia usahin bakal Xia selesain! Anyway, that's all!

Trimis buat baca, review dan kritik sangat diapresiasi! :D