Blakangan ini banyak baca fic yang mengandung unsur dongeng, jadi pengen bikin juga. En terjadilah fic inih.
Baiklah, mungkin rada nanya kenapa Sleeping Beauty kok genrenya nggak roman, silakan dibaca untuk mengetahuinyah^^
The Prince
Di tengah keremangan sebuah kamar, pemuda berambut coklat panjang duduk di sisi tempat tidur sambil menggenggam tangan seorang gadis berambut kebiruan panjang yang tengah berbaring. Matanya yang berwarna keperakan hanya menatap sosok di hadapannya dengan sedih.
"Hinata! Kau akan melewatkan musim semi tahun ini kalau terus-terusan di tempat tidur," ucapnya sambil tersenyum lemah. Gadis yang diajaknya bicara hanya tersenyum menatap pemuda itu.
"Neji-nii sama. Ada jendela di kamarku. Aku masih bisa melihat keluar," canda gadis itu mencoba tidak menghiraukan tatapan sedih Neji. Neji hanya menghela nafasnya dan tersenyum kemudian mengangkat tangan Hinata yang dipegangnya dan mengecupnya dengan ringan sebelum mengusapnya dan meletakkannya kembali di sisi pemiliknya.
"Neji-sama," seorang wanita berambut merah panjang berdiri di pintu kamar dan menundukkan kepalanya. Neji hanya melirik wanita itu melalui pundaknya dari tempatnya duduk.
"Karin. Sudah waktunya perawatan?" sahut Neji mengembalikan tatapannya kembali pada Hinata yang tersenyum dan mengangkat tangannya seolah mengusir Neji pergi dari ruangan itu.
"Benar, Neji-sama," jawab wanita tadi.
"Aku akan kembali lagi nanti,"
"Ya. Kutunggu Nii-sama" jawab Hinata masih dengan senyumannya. Neji menghela nafas kemudian berdiri dan mengecup dahi Hinata lalu berjalan keluar meninggalkan Karin bersama Hinata di dalam kamarnya. Setelah berdiri sebentar di depan pintu dan sekali lagi menghela nafas, Neji melanjutkan perjalanannya keluar ke koridor terbuka yang selalu dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna biru dan lavender kesukaan Hinata. Meskipun musim semi belum dimulai, entah kenapa bunga-bunga itu terus saja mekar, seolah mereka selalu ingin dilihat oleh pemiliknya. Neji kembali mengalihkan pandangannya kembali ke koridor saat mendengar suara yang memanggilnya.
"Neji-sama!" seorang laki-laki berambut abu-abu dan kulit pucat menundukkan kepalanya.
"Hidan!" sambut Neji menatapnya dengan alis berkerut. Salah satu penjaga ayahnya menemuinya pasti ada yang ayahnya inginkan darinya.
"Tuanku Baginda memanggil Anda. Mohon ikuti saya!" lanjut pria itu kemudian berjalan ke samping membiarkan Neji berjalan di depannya. Hidan mengantar Neji sampai di sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan dengan lukisan besar Neji dan Hinata beserta seorang pria dan wanita yang mirip dengan mereka. Jendela besar membelakangi sebuah meja dan kursi, kemudian sebuah rak buku di salah satu sisi dinding dan di tengah ruangan terdapat sofa dimana wanita bersama pria di dalam lukisan tadi duduk di sana. Bukan hanya mereka berdua, tetapi ada lagi seorang wanita cantik berambut pirang panjang yang juga berdiri di tengah ruangan itu.
"Ayahanda, Ibunda," sambut Neji saat memasuki ruangan. Wanita berambut pirang tadi menunduk pada Neji.
"Pangeran," sapa wanita itu sopan. Neji hanya mengangguk padanya kemudian mengalihkan pandangannya pada kedua orang tuanya.
"Kau belum pernah bertemu dengan Nona Tsunade, Neji?" tanya wanita yang disebut ibu itu pada Neji dengan senyuman di bibirnya. Neji hanya menatap Tsunade sepintas. Tiba-tiba sebuah informasi menghinggapi kepalanya, "Kandidat calon permaisuri-ku lagi?" pikir Neji. Wanita ini memang cantik, tetapi setidaknya dia pasti sepuluh tahun lebih tua darinya.
"Nona Tsunade adalah orang yang selama ini mengurus kesehatan Hinata," tambah pria dengan mata keperakan yang sama persis dengan milik Neji datar. Neji kembali menatap Tsunade yang menurutnya tampak terlalu muda untuk menjadi orang yang dipercaya mengurus Hinata yang sakit parah, dan pertanyaan yang selama ini berada di kepalanya terlontar juga.
"Anda masih belum menemukan obat untuk adikku, Nona Tsunade?" pertanyaan Neji hanya disambut oleh tatapan Tsunade yang kemudian mengalihkan tatapannya pada Hiashi. Hiashi kemudian mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada Tsunade kalau dia boleh menjawab pertanyaan Neji.
"Pangeran, saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk menolong Putri Hinata,"
"Bagaimana.." Neji memotong informasi Tsunade tetapi langsung dihentikan oleh Hiashi yang mengangkat tangannya memintanya diam.
"Tuanku Raja dan Permaisuri memberikan saya waktu untuk mencari semua cara yang bisa saya lakukan untuk menyembuhkan Putri Hinata. Walau begitu, saya sendiri sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Saya hanya bisa berkata, kita tinggal menunggu waktu saja sampai Putri Hinata meninggalkan kita. Tetapi ada satu cara. Tuanku Raja dan Permaisuri menyerahkan keputusan ini kepada Anda," jelas Tsunade disambut wajah bertanya Neji. Neji menatap kedua orang tuanya bergantian. Mereka bertiga jelas menyayangi Hinata, tetapi kenapa kedua orang tuanya memberikan keputusan itu padanya kalau memang cara itu bisa menolong Hinata?.
"Satu-satunya cara adalah Putri Hinata harus meminum darah Sleeping Beauty," lanjut Tsunade membuat Neji mengerutkan alisnya.
"Apa itu? Apa itu nama sebuah tanaman atau sejenis hewan langka?" tanya Neji tepat seperti yang sudah diperkirakan oleh Tsunade.
"Bukan. Sleeping Beauty adalah seorang wanita yang tidur selama ratusan tahun di sebuah negri di utara," jelas Tsunade membuat Neji semakin heran. Mata Neji yang terbelalak menatap Tsunade tidak juga mengendur walaupun beberapa saat sudah berlalu setelah Tsunade menyelesaikan kalimatnya. Neji hanya menutup matanya dan mendengus.
"Hh.. Mana ada hal seperti itu! Semua orang tahu itu hanya dongeng!" sergah Neji kemudian, jelas-jelas merasa jengkel dengan pernyataan Tsunade yang dianggapnya lelucon yang sama sekali tidak lucu. Mengerikan malah. Bagaimana bisa Tsunade menyarankan agar Hinata meminum darah seorang wanita yang entah sungguhan ada atau tidak itu, kalau memang Hinata membutuhkan darah, kenapa bukan darahnya saja? Dia bersedia memberikan darahnya seberapapun banyaknya, yang penting adiknya bisa sembuh.
"Ini bukan dongeng. Wanita itu sungguhan ada," elak Tsunade membuat Neji semakin menatapnya tidak percaya. Neji melirik kedua orang tuanya yang diam sama sekali tidak membantunya berdebat dan itu menyadarkannya kalau Tsunade sedang berbicara serius tentang fakta dengannya.
"Apa masalahnya? Apa Hinata memerlukan darah? Pakai saja darahku. Kita tidak perlu repot-repot mencari Sleeping Beauty itu. Bukankah biasanya kalian memerlukan darah dari anggota keluarga kan?!" tawar Neji pada Tsunade. Tsunade hanya menghela nafas, jelas itu bukan hal pertama yang didengarnya. Hiashi juga sudah menanyakan hal yang sama padanya.
"Ini bukan hanya sekedar darah. Hanya darah Sleeping Beauty yang bisa menolongnya. Saya tidak menjamin ini akan berhasil seratus persen. Tetapi itu adalah cara terakhir yang bisa saya temukan. Selain itu, saya menyerah," lanjut Tsunade membuat Neji semakin bimbang.
"Di mana aku bisa menemukannya?" tanya Neji terdengar setengah melamun. Tsunade menatap Neji yang tampak pasrah.
"Wanita itu tertidur di sebuah kastil di utara Negeri Api. Hanya itu keterangan yang bisa saya temukan," jawab Tsunade pasrah. Neji menatapnya sebentar kemudian beralih pada kedua orang tuanya dan akhirnya pada gambar Hinata yang berdiri di samping Hiashi di dalam lukisan.
"Aku akan mencarinya," katanya mantap.
TuBiKontinud, tapi tergantung^^
Bagemana nih episot pertamanyah??
Aneh kah?
Creepy kah?
Lalu kenapa yang jadi pangeran si Neji??!! Kok bukan Saskey ajah yang udah berpengalaman maen sbage pangeran??!!
Ufufufu.....
Semua akan terjawab di episode selanjutnya...(kalo authornya masih seger...*??*)
Ayo ripyu! Ripyu!
