"Namamu Do Kyungsoo. Aku adalah Kim Jongin yang telah berani mengambilmu dari keluargamu, karna aku sangat mencintaimu."
"Namamu Kim Jongin. Aku adalah Do Kyungsoo yang telah kau ambil jiwaku bersamamu, tapi aku tetap mencintaimu."
SIDERS GO AWAY FROM MY OWN FICTION
RnR Please!
DON'T COPAS
.
.
.
.
.
Sorry for TYPO
and
Happy reading!
.
.
.
.
_9493 STORY_
.
.
.
Baby gie Present
.
.
SAVE ME, PLEASE
Kau pantas mati.
Lebih baik kau mati saja.
Pergi kau, anak sialan.
Seharusnya aku tak pernah melahirkanmu ke dunia ini.
Melihatmu disini hanya membuatku mati-matian menahan nafsu untuk tidak membunuhmu.
Dia ternyata hanya seorang anak pungut.
BLAM!
Hantaman kasar pada sebuah pintu yang sudah tampak reot ternyata masih bisa membangunkan seorang mahasiswa semester enam yang berada di pojok belakang kelas, tepat di samping jendela, seorang pria bermata bulat sedang mengangkat kepalanya perlahan, mata bulatnya menatap sosok yang tadi menghantam pintu kelasnya dan secara tidak langsung membangunkan ia dari tidur-dan mimpi buruknya
"Kau masih ingin tidur Do Kyungsoo? Keluar saja. Aku tidak suka ada yang tidur pada saat aku sedang memaparkan materi."
Glup.
Pria itu bernama Do Kyungsoo.
Pria itu menelan ludahnya saat sosok yang ternyata dikenal sebagai dosen prose analysis menegurnya.
"Maaf, saya mengerti dan saya tidak berniat untuk melanjutkan tidur lagi. Silahkan anda lanjutkan penjelasan materinya, dosen Kim."
Do Kyungsoo berdiri kemudian ia membungkuk sekilas pada dosen itu dan setelahnya ia duduk kembali dengan tenang.
Hingga bisik-bisik dua orang gadis masih bisa terdengar jelas oleh indera pendengaran Kyungsoo.
"Kau tahu rumor tentangnya?"
"Siapa? ah pria mata bulat itu?"
"Ya, tentu saja, siapa lagi disini anak kepala yayasan kecuali dia."
Kyungsoo biasanya tidak terlalu tertarik pada hal-hal yang berada disekitarnya. Tapi untuk yang pertama kalinya ia tertarik pada apa yang tengah dibicarakan oleh dua gadis itu. Mengenai yayasan tempat ia melanjutkan pendidikannya, Kyungsoo merasa sedikit kesal ketika mereka semua tahu bahwa ia adalah anak pemilik yayasan universitas tersebut. Namun apa yang bisa ia lakukan selain mempertahankan nilai dan afektif baiknya demi menjaga nama baik ayahnya dan juga ibunya yang sekarang menggantikan sang ayah menjadi kepala yayasan di universitas ternama itu.
"Dia ternyata hanya anak pungut"
Kyungsoo benci.
Terlalu kejam.
Tak tahukah mereka bahwa Kyungsoo mendengarnya? atau mereka memang sudah tahu dan sengaja agar Kyungsoo memarahi mereka dan voila, secara tidak langsung Kyungsoo membeberkan rahasia identitas dirinya yang sebenernya di depan mereka.
Batin Kyungsoo tersiksa mendengar hal itu, seperti ia tengah bermimpi buruk ia ingin segera bangun agar mimpi buruk itu hilang.
Tapi ini bukanlah sebuah mimpi buruk.
Ini adalah kenyataan pahit yang harus dijalani oleh seorang Do Kyungsoo.
Lebih baik ia tidak mendengar sejak awal lebih baik ia tidak tahu apa-apa, Kyungsoo menyesal.
.
"Aku pulang"
Seperti sudah terbiasa pulang tanpa ada yang menyambutnya dengan suka cita, Do Kyungsoo melangkah masuk kedalam rumah besar nan mewah,
"Tuan muda, sudah pulang."
"Bibi Ahn, kau darimana saja? aku baru melihatmu sejak seminggu yang lalu"
"Maaf tuan muda, saya pulang ke rumah untuk mengurusi anak bungsu saya yang sedang sakit di Jeonju, saya terburu-buru sekali waktu itu jadi hanya sempat mengabari nyonya besar"
"Ah yasudah kalau begitu aku pergi ke kamarku dulu ya Bibi Ahn,"
Kyungsoo merebahkan badannya di kasur sesaat ia telah berada di kamarnya.
Ia lelah.
Bukan hanya fisiknya tapi hatinya juga lelah.
Kepalanya sedikit berdenyut.
Kyungsoo meringis kesakitan.
Suara angin begitu kencang dari balik tirai tebal yang menutupi jendela besar kamarnya.
Kyungsoo teringat bahwa ia lupa menutup pintu jendelanya tadi pagi.
Dengan badannya yang sedikit terhuyung ia berjalan kearah jendela besar itu.
Namun gerakan tangan Kyungsoo terhenti saat manik matanya menatap tepat pada manik mata yang lain.
Sosok itu lagi.
Sosok yang berdiri dengan tegap di halaman belakang rumahnya tepat di bawah jendela kamar Kyungsoo setiap malam.
Hampir satu bulan ini sosok itu terus berdiri tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Apa Kyungsoo mengenal sosok itu?
Tidak. Kyungsoo tidak mengenal sosok itu, ia juga tidak bertanya pada sosok itu karena semua percuma saja. Sosok itu tidak akan menjawab pertanyaan Kyungsoo, Kyungsoo sudah membuktikannya selama dua minggu belakangan ini dan tidak ada jawaban, sampai akhirnya Kyungsoo lelah sendiri, dan sosok itu juga tetap tak berucap sepatah kata bahkan sehuruf pun ia tidak pernah mengucapkannya hingga saat ini. Kyungsoo tentu saja membiarkannya toh sosok itu juga tak menyebabkan masalah padanya. Justru anehnya sosok itu membuat Kyungsoo tenang.
Senyum itu...
Senyuman terindah yang pernah Kyungsoo lihat selama ia hidup di dunia ini.
Tak pernah terlintas di pikiran Kyungsoo perihal apakah sosok yang dilihatnya setiap malam itu adalah manusia ataukah hantu ataukah alien ataukah jelmaan serigala seperti yang ada di film favorit teman sekampusnya −yang bernama Baekhyun− itu yang sangat menyukai hal yang berbau mistis.
Namun tidak berlaku pada Kyungsoo. Ia tidak terlalu menyukai hal seperti itu, cukup dengan logikanya ia pasti bisa tetap hidup. Kyungsoo tipe pria yang sangat logis asal kalian tahu.
Sekali lagi pandangan mata Kyungsoo bertemu dengan mata teduh milik sosok itu, sosok itu melihat Kyungsoo tanpa berkedip sedikitpun, begitupula dengan Kyungsoo.
Tiba-tiba pintu kamar Kyungsoo terbuka dan ternyata Bibi Ahn masuk sambil membawa segelas susu putih dan makan malam untuk Kyungsoo.
Kyungsoo masih terpaku pada pemandangan dibawah kamarnya. Sosok itu masih tersenyum padanya.
"Tuan muda, makan malamnya sudah datang,"
Kyungsoo tersentak. ia segera menoleh ke arah wanita paruh baya itu
"Bibi Ahn?"
Namun saat itu juga Kyungsoo juga menoleh kearah jendela, tapi yang dilihatnya hanyalah pohon cemara di halaman belakangnya.
Ya. Sosok itu telah menghilang. Selalu menghilang begitu Kyungsoo mengalihkan pandangannya.
Kyungsoo melengkungkan bibirnya kebawah.
Ia sedih sosok itu menghilang lagi.
"Sejak kapan kau masuk kekamarku, Bibi Ahn?"
"Maaf tuan jika saya lancang, tapi sudah berkali-kali saya mengetuk pintu kamar tuan muda tapi tetap tidak ada jawaban jadi saya berinisiatif untuk masuk, saya takut sesuatu terjadi pada tuan muda. Sekali lagi saya mohon maaf tuan"
Sesuatu memang terjadi pada Kyungsoo bahkan hampir setiap malam.
Tapi tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada tuan mudanya ini.
"Tidak bibi Ahn, bukan begitu maksudku. Aku hanya tidak menyadari kehadiranmu, kau tidak perlu meminta maaf begitu, tidak ada yang salah bibi Ahn. Aku justru ingin berterima kasih padamu"
Ucap Kyungsoo sambil menghampiri Bibi Ahn dan mengambil alih nampan yang berisi makan malamnya itu.
Kalian pasti bertanya mengapa Kyungsoo menghabiskan makan malamnya sendirian didalam kamar, bahkan itu sudah terjadi selama tujuh tahun lamanya, sejak Kyungsoo berumur 15 tahun ia sudah menjalani kehidupan seperti ini.
Apa artinya kau tinggal dirumah yang super megah lengkap dengan segala fasilitas yang ada tapi kau hanya boleh berada dikamarmu.
Makan pagi dan makan malam bersama di meja makan keluarga, Kyungsoo tidak pernah merasakannya lagi sejak tujuh tahun yang lalu, sejak kepergian ayahnya tujuh tahun yang lalu Kyungsoo sudah tidak pernah merasakan memiliki seorang saudara atau bahkan memanggil sebutan Hyung, atau Noona, ia tidak pernah.
Kyungsoo juga tidak melupakan bahwa ia masih mempunyai seorang ibu. Ibunya yang seorang kepala yayasan disebuah universitas ternama di Seoul, dimana universitas itu adalah tempat ia melanjutkan sekolah tingginya sekarang. Bertemu ibunya saja Kyungsoo sangat jarang bahkan bisa dihitung sejak kepergian ayahnya, mungkin hari pemakaman adalah hari terakhir ia melihat ibunya, apalagi bisa memanggil ibunya, sudah tidak pernah.
"Kehidupan yang kau lalui sangat berat, Kyungsoo-ya" Kyungsoo berbicara pada dirinya sendiri.
Kyungsoo masih merasa lapar. Tapi sekarang tidak memungkinkan Kyungsoo turun dari kamarnya demi rasa laparnya yang tertahan dan menampakkan wajah yang dianggap pembawa sial bagi hyungdan noona nya itu, ia tidak mau bertengkar lagi untuk yang kedua kalinya.
"Masa bodoh, aku lapar. aku ingin makan. Tapi jika hyung melihatku, aku pasti dapat pukulan darinya"
Kyungsoo berjalan kesana kemari di dalam kamarnya, memutuskan apakah ia harus turun dari kamarnya dan melenggang ke dapur atau menahan laparnya untuk malam ini.
Dan Kyungsoo memutuskan untuk turun dari kamarnya.
Suara derap langkah Kyungsoo terdengar menakutkan bagi siapa saja yang mendengarnya namun bagi Kyungsoo suara derapnya itu paling menakutkan dirinya sendiri.
Kyungsoo takut bertemu hyungnya.
Tangga terakhir sudah sampai.
Ia bergegas ke dapur untuk memeriksa apakah ada sesuatu yang layak dimakan.
"KAU.."
suara berat itu, dan Kyungsoo mengenalnya, Oh sungguh kesialan bagi Kyungsoo bertemu hyungnya malam ini.
"Hyu.. ah maaf. Jaehyun-ssi"
"Siapa yang menyuruhmu keluar dari kamar"
"Makanan yang dibawakan bibi Ahn terlalu sedikit dan aku masih lapar, aku hanya mencari sedikit makanan"
"Kau bocah tak tahu diri, lebih baik kau mati kelaparan saja."
Sakit.
Kata-kata hyung nya terlalu menusuk tajam kedalam relung hati Kyungsoo yang paling dalam.
"Apa alasanmu membenciku?"
"Kau pura-pura bodoh? kau itu hanya anak pungut disini, seharusnya kau sudah pergi dari sini, dan kalau bukan karnamu ayahku tidak akan pergi meninggalkan kami"
"Aku mengerti, Hyung. Tapi aku tidak bisa meninggalkan semuanya begitu saja, aku masih harus melakukan sesuatu sesuai dengan permintaan ayah disaat terakhirnya ia meminta kepadaku."
Kyungsoo mempunyai seorang ayah yang begitu baik padanya tapi ia telah pergi meninggalkan Kyungsoo untuk menemui Tuhan, tapi ayahnya tidak hanya pergi tanpa meninggalkan sesuatu untuknya. Ayah Kyungsoo meninggalkan sebuah fakta terselubung tentang dirinya yang begitu menyakitkan untuk anak berumur lima belas tahun yang tidak begitu mengerti tentang apa itu anak hasil hubungan gelap.
Kyungsoo juga masih mempunyai seorang ibu, walau Kyungsoo tahu bahwa wanita yang ia panggil ibu selama hampir lima belas tahun itu adalah bukan ibu kandungnya tapi Kyungsoo tetap menganggapnya seperti ibu kandungnya sendiri, Kyungsoo menyayanginya walau Kyungsoo tahu ia tidak akan pernah mau melihat wajah Kyungsoo lagi, sejak tujuh tahun yang lalu itu.
Dan ternyata Kyungsoo mempunyai seorang kakak perempuan dan kakak laki-laki yang begitu membencinya sejak kehadirannya dirumah ini, sampai detik ini pun Kyungsoo masih belum mendapat alasan yang jelas perihal apakah yang membuat kedua saudaranya ini sangat membencinya hingga ingin membunuhnya jika ada kesempatan dan kehilangan waras.
"Apa salahku sampai-sampai kalian membenciku?"
"Apa karna statusku sebagai anak hasil hubungan gelap ayah dan wanita jalang itu penyebab kalian membenciku?"
Kyungsoo ingin menangis.
Ia sudah tidak kuat.
Bagaimanapun Kyungsoo sudah lelah, sangat lelah hingga ia ingin pergi dari rumah ini namun ia tidak bisa pergi begitu saja. Ia tidak bisa pergi jika suatu hari wanita itu datang menemuinya. Tidak. Ia tidak akan pergi, Kyungsoo tidak akan pergi sebelum bertemu dengan wanita itu. Wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini, ibu kandungnya.
"Asal kau tahu, Jaehyun-ssi. Ayah memintaku untuk mencari dan menemukan keberadaan ibuku, keberadaan wanita jalang simpanan ayah yang selama ini kau caci maki itu. Mungkin ayah sudah memberikan setengah warisannya pada ibuku."
Sebuah pukulan melayang tepat di wajah Kyungsoo. Sangat perih. Namun rasa perih ini lebih terasa di relung dadanya, Kyungsoo tidak seharusnya mengatakan seperti itu didepan Hyungnya. Dan masalah warisan itu, sejujurnya Kyungsoo tidak tahu apa-apa, ia hanya spontan mengatakannya. Ia hanya sudah muak, Kyungsoo benar-benar muak dan meluapkan segala emosinya pada malam itu yang puncaknya berakhir pada sebuah pukulan di wajahnya.
Kyungsoo memaksakan dirinya untuk berdiri demi menghindari pukulan kedua dari Hyungnya itu, namun sayang sebelum Hyungnya melayangkan pukulan keduanya, Kyungsoo sudah terjatuh lebih dulu. Dan kegelapan menguasai seluruh penglihatannya.
.
Tabir sang surya memaksa masuk kedalam kamar milik Kyungsoo, melalui celah jendela yang tertutupi sebagian tirai putih warna favorit Kyungsoo selain warna hitam, dari sebagian tirai yang terbuka itu pula seberkas cahaya putih terpatri jelas di sebuah iris berwarna coklat hazel milik Kyungsoo.
Kyungsoo mengerjapkan matanya beberapa kali, demi boneka kayu miliknya yang bernama Robert yang terpaku di dekat jendela kamar itu, Kyungsoo terlihat masih berusaha mengumpulkan nyawanya satu persatu.
Pipinya membiru. Tepat disebelah kiri pipinya terdapat luka lebam yang cukup mengerikan, Kyungsoo meringis melihat pemandangan yang sekarang terpantul sangat jelas pada cermin besar dihadapannya kini.
Rambut lepek.
Kurus.
Pucat pasi.
Lebam di pipi.
Bagus...ia merasa lebih mirip mayat mati ketimbang dengan mayat hidup.
Namun tiba-tiba handphone nya berdering.
"Halo, dengan Kyungsoo disini. Ah ya Lee-songsaenim, aku memang sedang tidak baik saat ini. Iya, Oh baiklah terima kasih...Saem, maaf aku tidak bisa menghadiri seminar itu."
Kyungsoo baru saja menutup panggilan dari Lee-songsaenim sang dosen sastra korea itu, ia terheran bagaimana dosen itu tahu bahwa ia sedang tidak baik sekarang.
Oh ia lupa fakta bahwa ibunya seorang kepala yayasan.
Tunggu...
Itu berarti tadi malam, ibu Kyungsoo tahu pertengkaran hebat itu. Tapi mengapa Kyungsoo tidak melihatnya semalam,
Kyungsoo berpikir dalam keheningan yang melanda batin.
Saat ini pria bermata bulat itu sedang menelisik setiap sudut kamarnya, tidak ada yang salah dengan kamarnya, bukan, bukan itu tapi..mengapa bisa ia terbangun disini? Well Kyungsoo mengharapkan ia terbangun di sebuah ruangan serba putih bernama rumah sakit atau di sebuah padang rumput yang indah penuh dengan pepohonan yang menghasilkan buah-buah yang segar, sebut saja ia sudah berada di surga. Ya. Ia sedikit berharap pukulan Hyungnya tadi malam itu dapat mengirimnya langsung ke surga...
Pikir Kyungsoo.
"Tuan, tuan muda, apakah tuan muda sudah bangun?"
Suara Bibi Ahn tiba-tiba menyadarkan Kyungsoo pada lamunan di pagi harinya.
Kyungsoo mencoba berjalan dengan pelan menggapai gagang pintu yang terasa nyata seperti akan menggapai gerbang sekolah dasarnya dulu yang berjarak dua meter dari pintu utama masuk kedalam kawasan sekolah elit itu, yang jelas ia masih merasa pusing.
"Ada apa Bibi Ahn?" Suara Kyungsoo sedikit tertahan demi memendam rasa sakit di kepalanya.
"Tuan muda, apa anda baik-baik saja? Begini tuan muda, anda memiliki tamu. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan tuan muda,"
Sedikit terkejut mendengar kata-kata Bibi Ahn, Kyungsoo pun bergegas keluar dari kamarnya, sambil dibantu oleh Bibi Ahn, ia berjalan menuju tangga.
T B C
A/N:Hollaaaa~ saya kembali bersama Kaisoo kekekeke~ ini ff pertama kaisoo buatan saya mungkin akan jadi ff berchapter yang membosankan ._. Ini ff sebenernya sudah lama bangeeeet tertimbun(?) di dokumen hehe tapi baru sekarang sempet ngepost. Dan saya bukanlah author yang jago buat ff sampe puluhan chapter, karna saya lebih suka menulis oneshoot langsung the end, maafkan jika ff saya yang sebelum ini endingnya terkadang sulit di terima dan di mengerti readers huhuhu T_T tapi saya akan terus berusaha menjadi lebih baik lagi dalam menulis dan belajar lagi untuk menulis ff chapter yang terkadang sangat menyulitkan bagi saya.
Hayooo ada yang penasaran nggak siapa yang nemuin Kyungsoo...? Hihihiyyy ceritanya disini Kyungsoo anak mahasiswa semester enam yang cerdas ya, jadi dia bisa nyelesein kuliahnya kurun waktu tiga tahun aja (wihh kak kyungsoo hebat kayak cinta laura /?) dia anak sastra korea gitu ya kalo disini sejenis sastra bahasa indonesia lah._.(ya iyalah)
Dan dimana Kai? Dimana Kim Jongin? Hehehe readers ada yang tau?
Terima kasih kepada reader yang sudah membaca dan memberi review, maaf jika saya tidak pernah membalas review kalian :"( tapi nanti saya pasti akan membalas review kalian jika keadaan memungkinkan *?* hehehehe
See u next time reader
XOXO
