© Masashi Kishimoto

Summary :

jalan kehidupan itu sama seperti buku. Pasti ada suatu hal yang menjadi pembuka dan tentu akan diakhiri oleh sebuah penutup. Tapi,bagaimana jika pembuka dari buku itu juga diawali sejak ia membuka lembaran buku? Akankah akhir dari cerita itu juga akan tertutup di lembar terakhir buku itu? penasaran? Silahkan mampir../summary ancur, oke!

pair : Nejiten

Warn : Fanon! Headcanon! tak mungkin luput dari Typo(s), gaje, ancur, judul sama isi gk nyambung dll XD X3 :'V. Mohon sarannya di kotak review..:)

Namaku Tenten. dua hari lagi suamiku berulang tahun. Aku memiliki seorang suami yang sangat menyayangiku dan seorang putri yang amat cantik bernama Mizu. Ah, aku bahkan tak bisa memikirkan hal apa yang lebih membahagiakan selain ini.

Akan kuceritakan sedikit mengenai salah satu kisah mengesankan diantara begitu banyak kisah mengesankan yang terjadi dalam hidupku. Sebuah kisah yang tanpa kusadari adalah halaman pertama dari buku tebal yang akan berisi kisah-kisah lainnya dan kelak akan kututup. Kisah manis yang juga berawal sejak aku membuka buku... Hari itu—

"Ukhh.. hu..huaa! huee,,,!"

"Kaa-chan disini, sayang... cup..cup.. anak pintar."

Jam menunjukkan angka 2 dini hari saat ini.

"... Kau bisa tidur sekarang, Tenten. kali ini giliranku,"

Seseorang meraih pinggangku dan mengecup dahiku. Suamiku. Aku tersenyum lembut padanya, dan menyerahkan Mizu yang berada dalam gendonganku padanya, dengan hati-hati.

"Aku akan membuatkan susu, tolong jaga dia sebentar, anata,"

Sebuah tangan menahan tubuhku.

"Aku yang akan membuatnya, kau istirahat saja, sayang"

"... arigatou," aku mengecup pipinya sekilas, "aku mencintaimu.."

"hn, aku juga mencintaimu."

Yaah, ini memang tak mudah. Tapi aku yakin, masih ada ratusan bahkan ribuan kebahagiaan di dunia ini, dalam kegelapan sekalipun. Nee..?

.

.

.

.

-8 tahun lalu-

NORMAL P.O.V

Seorang gadis tampak tersenyum sumringah seraya menyapa beberapa pejalan kaki yang ia lewati. Gadis yang begitu ramah, pikir orang-orang. Satu-satunya alasan yang membuat gadis bersurai auburn yang selalu di kepang satu itu tampak begitu bahagia hanya satu hal... perpustakaan.

"Aahh... Yattaaa..! akhirnya aku memiliki waktu luang untuk mengunjungi tempat itu! hampir seminggu absen dari perpustakaan, rasanya seperti seumur hidup aku tak pernah kesana lagi.." gerutunya di sepanjang jalan menuju salah satu perpustakaan besar di Tokyo itu.

Sesampainya disana, matanya di sajikan pemandangan yang serasa bak di surga baginya. Pandangannya semakin berbinar-binar tatkala netranya bertubrukan dengan petugas perpustakaan yang tampak mengganti buku-buku lama.

'kyaa... buku baru..buku baru!' batinnya girang. Ia langsung bergegas mendekati rak buku tersebut. Karena pandangannya terkunci pada rak buku itu, ia tak menyadari ada seseorang yang berjalan tergesa-gesa dari arah bersebrangan. Orang tersebut juga sepertinya sama-sama tak memandang ke depan. Sehingga,

Bruk..!

"iitai.." rintih keduanya. Seseorang yang baru menubruknya ternyata laki-laki. Ia segera membungkuk beberapa kali padanya.

"Su-sumimasen.. aku berjalan sambil melamun tadi, jadi tak melihatmu, sumimasen desu-ta.." pemuda itu sedikit mendongak menatap gadis dihadapannya.

"Iee.. aku lah yang seharusnya meminta maaf karena aku berjalan tergesa-gesa tadi dan tanpa memandang ke arah depan. Sekali lagi aku minta maaf." Pemuda itu membungkuk sopan pada gadis di hadapannya dan berlalu begitu saja. Sedangkan sang Gadis terpaku beberapa saat setelah melihat wajah pemuda itu.

Plakk..!

'Sadar Tenten, sadar! Apa yang baru kau lakukan tadi, huh? Itu memalukan, dasar bodohh!' gerutunya dalam hati, 'Baiklah Tenten, lupakan sekarang juga! Apa tujuanmu kemari, huh? Mencari pemuda tampan? Tentu saja bukan! makanya sekarang segera cari buku yang pas dan duduk di meja yang masih kosong!' terjadi pertengkaran batin dalam diri gadis yang diketahui bernama Tenten tersebut.

Bermenit-menit berlalu, kini gadis itu tampak sibuk memutari rak buku berisikan novel-novel translate dan juga novel sastra. Dari tadi belum ada satupun buku yang menarik perhatiannya. Aneh sekali.

Tiba-tiba sebuah sampul novel klasik berhasil menarik perhatiannya. Ditariknya buku yang berada di antara novel sastra dan terjemahan lainnya. Alisnya saling bertaut sesaat. Tiba-tiba sebuah senyum tipis menghias bibir tipisnya.

"Romeo and Juliet, ya? Aku pernah melihat filmnya, tapi.. belum pernah menyentuh buku nya. Sepertinya menarik. Aku juga sangat jarang membaca novel klasik seperti ini." gumam Tenten seraya membolak-balikan halaman buku itu.

Beruntung masih ada satu bangku kosong di perpustakaan ini. tidak biasanya perpustakaan ramai pengunjung seperti hari ini. Tenten mendudukkan dirinya di kursi kosong dekat jendela yang langsung mengarah ke jalanan. Ia mulai membaca halaman awal dari buku tersebut. Namun,

Sreek...! sebuah kertas kecil terjatuh dari dalam buku novel itu. alis Tenten berkerut samar dan memungut kertas yang jatuh dalam pangkuannya itu.

"Are? Kartu pelajar? Suna High School? Sepertinya aku pernah mendengarnya," gumamnya, "Eeto.. ini milik sia—" matanya membelalak lebar saat melihat foto dalam kartu pelajar tersebut.

"...I-ini?! ti-tidak mungkin!" ucapnya tanpa sadar.

Foto dalam kartu pelajar itu adalah pemuda yang menabraknya tadi! Pemuda yang membuatnya terpaku beberapa saat tadi! Ya, tak salah lagi!

"Namanya.. Hyuuga Neji?" dia kelas XII/A.. hmm.. dia pasti murid berprestasi." Ucapnya.

Ia menyimpan kartu pelajar itu dalam saku jaketnya dan melanjutkan acara membacanya. Meskipun ia tak sepenuhnya fokus pada buku yang ia baca, lantaran entah kenapa ada sesuatu yang berdesir dalam hatinya. Sesuatu yang membuatnya tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya.

'Apa ini berarti aku bisa bertemu dengannya lagi?'

Hari sudah mulai sore, Tenten masih belum menyelesaikan novel klasik itu sementara petugas sudah bersiap menutup perpustakaan ini. ia menghembuskan nafas berat.

"Haah~ baiklah, aku akan meminjamnya." sahut Tenten.

Ia menghampiri petugas yang masih bertugas. Dan berkata akan meminjam buku ini. Petugas itu tersenyum ramah pada Tenten seraya mengatakan bahwa ia harus mengembalikannya seminggu lagi. Tenten mengangguk seadanya.

Setelah itu Tenten bergegas pulang menuju rumahnya.

Dilain tempat..

"Sial, dimana kuletakkan benda itu!" gumam seorang pemuda.

"Maaf, tapi bagi penumpang yang tak bisa memberikan tanda pengenalnya tak diizinkan untuk naik ke kereta.." ujar petugas stasiun.

"Ah..baiklah, maafkan saya.."

Neji segera keluar dari barisan antrean. Ia pergi ke pintu masuk stasiun, tetap mempertahankan wajah stoicnya. Meskipun dalam hatinya, ia kesal bukan main.

"Kuso! Sebenarnya kuletakan dimana kartu pelajarku?" runtuk nya.

Padahal ini baru hari kedua ia dibebaskan dari sopir pribadinya. Setelah usaha mati-matian membujuk kedua orang tuanya yang amat overprotectiv padanya. bayangkan saja, disaat teman-temannya yang lain sudah tinggal di apartemen masing-masing dia bahkan baru kemarin diijinkan untuk menaiki kereta sendirian. Kami-sama! umurnya sudah mengijak 18 tahun! 18 tahun!.

Lalu sekarang? lucu sekali jika ia langsung menelepon orang tuanya dan meminta untuk dijemput. Neji mendengus. Tapi, apa ada pilihan lain selain itu saat ini? ia menghela nafas pasrah. Perlahan ia menelepon ibunya.

Ia meyakinkan dirinya bahwa ini adalah kejadian yang paling memalukan seumur hidupnya.

# # #

Tenten berjalan mendekati meja belajarnya dan mulai membuka buku-buku pelajarannya.

"Astaga, Tenten! fokuslah! Besok kau harus mengerjakan ulangan 'kan?!"

gerutu Tenten saat menyadari dirinya sama sekali tak bisa fokus pada buku yang dibacanya. Pikirannya melayang pada kejadian tadi siang, saat dirinya menabrak seorang pemuda lalu berlanjut dengan ditemukannya kartu pela—

"Ah! Kartu pelajarnya!" pekik Tenten.

Dengan gerakan tergesa ia membongkar seluruh isi tasnya. Mencari sebuah benda mungil yang membuat dirinya kehilangan fokus sejak iris hazel miliknya bersiborok dengan amethyst pemuda itu. Setelah menemukannya, Tenten kembali ke tempat duduknya semula. Entah sejak menit keberapa setelah benda kecil itu ditemukan, yang jelas saat ini ia sudah terlarut dalam pikirannya sendiri sembari menatap intens kartu pelajar itu. Degup jantungnya bekerja dua kali lipat dari biasanya, jujur saja itu menyiksa, tapi entah kenapa Tenten menikmatinya. Ia juga merasakan aliran darah yang merambat cepat memenuhi seluruh wajahnya hingga pipinya terlihat bersemu merah.

"Neji Hyuuga... itu namamu, ya? Aku ingin bertemu lagi denganmu.. Eh?! Eetto.. maksudnya mengembalikan kartu milikmu ini.. demo, Suna High school itu berada di kota sebelah, cukup jauh dari sini.." gumamnya.

Sebenarnya, bukan hal yang sulit baginya pergi kesana, ia sudah terbiasa pergi ke luar kota sendirian karena orang tuanya terlalu sibuk untuk mengantarnya pergi. Tapi, dirinya tak memiliki cukup waktu luang untuk pergi ke luar kota saat ini, terlebih bunkasai sebentar lagi digelar, tugasnya sebagai ketua organisasi di Konoha High School akan semakin banyak dan menyita waktunya.

Mungkin kesempatan yang dimilikinya saat ini hanya kembali bertemu dengan pemuda itu di perpustakaan.. ya, hanya itu. Sebuah senyum tipis tersungging di wajah manisnya. Ia menyimpan kartu itu di laci nakasnya.

"Yosh..! waktunya belajar, ganbatte nee, Tenten!" serunya pada dirinya sendiri.

# # #

Sepanjang perjalanan, Neji tak kunjung berhenti menggerutu dalam hatinya betapa sialnya dia hari ini, bagaimana tidak? Ia harus menelan rasa malunya bulat-bulat saat berbicara dengan kedua orang tuanya tadi belum lagi kartu pelajarnya yang hilang entah kemana. Sementara untuk membuat kembali kartu pelajar itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, apa ia harus diantar jemput lagi selama kartu pelajar itu dibuat?

HELL NO! Itu sama saja dengan menelan ucapannya sendiri.

"haah~" ia menghembuskan nafas lelah.

"ada apa tuan muda?" tanya Tanaka, supir pribadi keluarga Hyuuga.

"bukan apa-apa"

Pikir Neji, pikir, dimana terakhir kali kau melihat kartu itu. Ia yakin masih melihatnya sebelum pergi ke perpustakaan tadi. Lalu, ia membaca novel kla—

"ah! Novel itu!" pekik Neji. Tanaka sempat terlonjak kaget mendengar pekikan tuan nya di kursi penumpang.

"apa kau baik-baik saja, tuan muda?"

"a.. ya, aku baik-baik saja" ujar Neji kalem.

'Ya.. pasti ada di novel itu, mungkin terselip atau semacamnya. Novel Romeo and Juliet,' pikirnya.

Ia sudah putuskan, sesudah pulang sekolah ia akan pergi ke perpustakaan itu. Jadi ia tak perlu meminta Tanaka-jii san untuk menjemputnya lagi.

.

.

"Apa? Dipinjam?"

"Ya, baru kemarin ada seseorang yang meminjamnya,"

"Tapi, bagaimana mungkin aku tidak tahu? Kemarin aku juga kemari, baa-san!"

"Ya, mana kutahu!" ujar petugas perpustakaan itu terlihat tak acuh saat ditanya Neji.

"Baa-san tolong beritahu aku siapa yang meminjamnya." desak Neji.

"Ck! Kau ini berisik sekali, sudah kubilang, aku tidak tahu!"

"Tapi baa-san bisa mengecek nya di buku peminjaman kan?" Neji tetap bersikeras, namun,

"Hei! Menyingkirlah, kau membuat antrean semakin panjang!" pekik salah seorang paman di belakang Neji.

Neji berusaha sekuat tenaga menahan emosinya untuk tidak langsung meninju wajah paman dibelakangnya atau melayangkan umpatan-umpatan pada petugas perpustakaan yang saat ini dengan santainya menyilangkan kedua tangannya dan menatapnya acuh. Dengan langkah berat, Neji meninggalkan meja petugas tersebut.

SIAL! SIAL! SIAL!

Sekarang apa yang harus kulakukan?! Meminta Tanaka untuk menjemputku lagi?! Ck, mana mungkin! pikir Neji frustasi.

"Haah.. sepertinya aku harus pergi sekarang, jalan kaki sampai ke rumah membutuhkan waktu yang tidak sebentar." ucapnya pasrah.

# # #

Bel pulang sudah berbunyi dari tadi, tapi seorang gadis masih setia berada di dalam kelasnya. Tenten tampak tenang membaca bukunya, sampai ia teringat satu hal..

"—Ah! Hari ini batas waktu pengembalian buku ini!"

Ia melirik ke arah jam tangannya. Pukul 12.00 tepat. Beruntung hari ini ada rapat guru, sehingga sekolah memulangkan muridnya lebih awal dari biasanya. Ia segera mengemas semua peralatan tulisnya yang berserakan di meja.

"Fyuuh~ untung perpustakaan tutup pukul 7 malam. Aku memiliki banyak waktu di sana..." ia tersenyum sumringah dan bergegas keluar kelasnya.

.

.

Sesampainya di Perpustakaan.

Tenten masuk ke dalam begitu sampai disana. Angin yang berasal dari mesin pendingin udara langsung menerpa wajahnya begitu ia berada di dalam, ia sempat merinding sesaat. Maklum saja, Tenten bukan orang yang terlalu tahan dingin.

Tenten menghampiri meja penjaga perpustakaan itu. Seorang ibu paruh baya bertubuh sedikit gempal dan berwajar menyeramkan. Tenten sempat bergidik ngeri.

"S-Sumimasen.. aku ingin mengembalikan buku novel ini," Penjaga perpustakaan itu menoleh ke arahnya.

"Hm.. telat berapa hari?"

"A..anoo, aku.."

"Denda per-hari nya 500 Yen..!" ujarnya datar.

"D-Demo, aku me—"

"Dua hari berarti 1000 Yen!" ia terus memotong ucapan Tenten. Lama-lama Tenten merasa jengah juga karena ucapannya terputus terus.

"Aku mengembalikannya tepat waktu, baa-san!" ucap Tenten seraya menarik buku peminjaman dari hadapan ibu penjaga itu. Ia langsung menandatangani buku itu dan segera berlalu dari sana dengan wajah kesal. Meninggalkan penjaga perpustakaan yang masih shock setelah dibentak oleh pengunjungnya begitu.

Tenten menghentakan kakinya kesal sepanjang lorong perpustakaan, bibirnya terus mendumel tak jelas, sementara tangan kirinya menggenggam buku novel yang sepertinya akan hancur sebentar lagi.

"Apa-apaan orang tua itu?! apa sebelumnya ia tak pernah dididik tata krama?! aku memang lebih muda darinya, tapi tetap saja tamu adalah raja 'kan?! Apa jadinya perpustakaan ini bila dijaga oleh orang sepertinya?! Mungkin itu sebabnya perpustakaan ini sepi pengunjung! Huh! Dasar menyebalkan! 1000 yen katanya?! Hah! dia pasti bergurau!"

Ia terus seperti itu hingga ia sampai pada tujuannya. Lorong buku-buku novel klasik, ia sedikit berjongkok untuk menyelipkan buku itu pada rak baris kedua. Tenten sama sekali tak memperhatikan sekelilingnya, termasuk seseorang yang mulai berjalan mendekatinya, sampai tangan orang itu terjulur untuk menggapai buku novel tadi.

"AH..!" Tenten terlonjak dan segera menoleh ke arah kirinya.

"aa.. gomen, aku tak bermaksud mengejutkanmu, kupikir kau sudah menyadari kedatanganku"

Dan waktu terasa berhenti berputar saat itu juga bagi Tenten. Matanya terpaku pada sosok seseorang yang saat ini berdiri tepat di sebelahnya. Ia bahkan tak bisa mendengar suara kasak-kusuk orang-orang di sekelilingnya seperti biasanya. Tiba-tiba jantungnya berdegup lebih cepat dan mengalirkan darah ke seluruh permukaan wajahnya. Lehernya tercekat, tak ada satu suarapun yang keluar dari bibirnya.

"apa kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu khawatir saat melihat wajah Tenten yang mulai memerah.

"A..aku.." Tenten menunduk guna memutus kontak mata nya dengan pemuda itu, sialnya, saat menunduk ia baru menyadari jika tangannya yang memegang buku novel tadi bersentuhan dengan tangan pemuda itu yang juga menggenggam buku novel miliknya. "aku baik-baik saja!" Tenten segera menarik tangannya begitu juga pemuda itu.

Bodoh! Tentu saja buku itu jadi terjatuh ke bawah. Tenten menunduk untuk memungut buku itu, namun tenyata orang itu juga ikut memungutnya sehingga tangan mereka bersentuhan lagi. Tenten segera meruntuki kebodohannya sendiri.

'baka baka bakaa! Kendalikan dirimu Tenten!' batin Tenten.

NEJI P.O.V

'baka! apa yang kau lakukan! Kau sudah bertemu dengan orang yang meminjam buku itu! cepat tanyakan padanya tentang kartu pelajarmu, bodoh!' batinku. Aku tahu, aku seharusnya langsung menanyakan kartu pelajarku itu padanya, tapi entahlah, anggap saja aku aneh karena sekarang aku terpesona oleh matanya. Iris hazel yang meneduhkan. Aku serasa terbius oleh tatapan matanya. Sekarang aku ingat dengan gadis ini, gadis yang waktu itu bertabrakan denganku. Namun aku tak bisa mengingat wajahnya dengan jelas karena aku tak menatap wajahnya saat itu. Hanya cepol duanya ini saja yang kuingat.

Aku mendengus.

Baiklah, Neji! Sadar! Kau harus segera menanyakan itu padanya! Utamakan prioritasmu sekarang!

"Apa kau yang meminjam buku ini, nona?" tanyaku

"Iya, aku yang meminjamnya. A-apa kau mau meminjamnya juga? Ah, s-silahkan." ia terlihat sedikit canggung.

"Bukan. Aku hanya ingin tahu, apa kau melihat semacam kartu pelajar yang terselip disini?"

"Oh.. itu, tunggu sebentar" ia terlihat sibuk membongkar isi tasnya. Aku ikut berjongkok dan memperhatikannya sejenak, "ah!" ia terlonjak dan langsung menatapku dengan wajah merasa bersalah. Hahh... aku langsung tahu apa yang terjadi, ia pasti..

"Gomenn! Aku lupa membawanyaa!" pekiknya keras. Aku melotot dan segera membekap mulutnya dengan tanganku. Kulihat, ia juga terkejut dengan aksiku.

"Apa kau gila?! Ini di perpustakaan!" bisikku tegas padanya. Setelah ia mengangguk, aku melepas tanganku dari mulutnya.

"Go-gomen"

"Siapa namamu?" aku menghela nafas lelah dan menyenderkan punggungku pada rak di hadapan gadis itu.

"Tenten.." ia menunduk

"Namaku Neji.. Hyuuga Neji."

.

.

.

Itulah pertama kalinya aku berbicara dengannya, seorang pemuda dingin namun berhati lembut. Hyuuga Neji.

.

.

.

TBC..

A/N :

Konbawa-nee Minnaaa~ kali ini Lydia muncul lagi dengan sebuah cerita baru yang seperti biasaa... gaje and ide pasaran TTvTT... tapi gapapa, asal udah ketemu dan peluk cinta dengan laptop tercinta itu adalah mukjizatt! #hoekk. Itung-itung bales dendam setelah seminggu di eksekusi oleh lembaran-lembaran soal UTS yang udahlah gak usah dibahas :"v

Sekian curhatan author jomblo yang ngejomblo di malem halloween yang merangkap malam minggu. MALAM TERHORROR SEPANJANG MASA. Oke, yang terakhir,

SALAM JOMBLO!

eh, salah. Mind to RnR?!