*Nomor di dalam kurung untuk menandai kata asing yang dipakai, dan pengertiannya ada di foot note
:::
Terinspirasi dari salah satu VCR di Catch Me Tour in Seoul 2012
:::
Tugas seorang samurai adalah melindungi tuannya walau harus mempertaruhkan nyawa. Yunho, yang telah lama menyembunyikan identitasnya sebagai seorang samurai kini harus mengayunkan pedangnya kembali. Bersama Changmin, putranya, ia datang ke Jepang untuk menyelamatkan tuannya yang berada dalam bahaya.
:::
OFUTARI NO JIEI (THE TWO BODYGUARDS)
Chapter 1: Men! Kote! (prolog)
A TVXQ FANFICTION
DISCLAIMER: THE CHARACTERS BELONGS TO GOD AND THEMSELVES
YUNJAE/HOMIN/JAEMIN
MPREG/FAMILY/ACTION/DRAMA
OOC, FULL OF TYPO(s), CERITA SUKA-SUKA, DIKSI NGACO
DON'T LIKE DON'T READ!
:::
Changmin tidak mengerti mengapa Yunho tak pernah puas dengan segala usahanya selama ini. Ia bagai dipandang sebelah mata oleh ayahnya itu. Latihan keras yang ia jalani, berbagai turnamen bela diri yang ia menangkan, juga prestasi akademik yang ia raih tak cukup membuat Yunho mengakuinya. Terkadang dalam hati, Changmin mempertanyakan apa yang menjadi alasan perlakuan dingin Yunho padanya. Tapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya.
Sore itu, Changmin mengayuh sepedanya dengan tergesa. Ia terlambat pulang ke rumah karena acara showcase klub musik sekolah yang diikutinya. Meskipun lahir dan besar di lingkungan bela diri yang keras, ia masih memiliki sense of art, khususnya pada musik. Sejak tahun pertamanya di SMU, Changmin sudah mengikuti klub musik dan menjadi salah satu anggota andalan klub untuk tampil di showcase, meskipun hal itu ia lakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak diketahui oleh ayahnya.
Changmin melompat turun dari sepeda setelah ia berhenti tepat di pintu masuk rumahnya.
Dari kejauhan, sudah terlihat anak-anak seumurannya yang mengenakan hakama tengah bersiap-siap untuk memulai latihan. Rumah sekaligus dojo itu memang dibuka untuk mereka yang berminat belajar kendou, seni bela diri asal Jepang. Sensei di dojo itu adalah ayah Changmin sendiri.
Dan sepertinya Changmin akan disemprot oleh Yunho karena sedikit terlambat untuk mengikuti latihan kali ini.
Melihat sensei-nya datang, anak-anak itu segera berdiri dan berbaris rapi. Yunho berdiri dengan melipat tangannya ketika melihat Changmin yang baru pulang dan masih mengenakan seragam sekolah.
"Dari mana saja kau?" tanya Yunho.
"Okurechatta, gomennasai, Appa. Boku, tomodachi to gakkou de guruupu no shukudai wo yaranakya kara." (Maaf aku terlambat, Appa. Aku dan teman-temanku harus mengerjakan tugas kelompok di sekolah) bohong Changmin. Ia menyembunyikan wajah dustanya dengan membungkuk dalam di depan ayahnya.
Yunho membuang napasnya lalu mengambil sebuah shinai(1). Changmin sudah ketakutan karena mungkin saja Yunho akan memukulnya dengan benda berbahan bambu keras itu.
SET
Shinai itu teracung dan ujungnya tepat berada di depan wajah Changmin. Ia terkesiap.
"Cepat ganti bajumu atau kau tidak perlu mengikuti latihan hari ini."
Perintah Yunho langsung dilaksanakan oleh namja bersurai karamel itu. Setelah sekali lagi meminta maaf pada ayahnya, Changmin buru-buru pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian. Terbiasa dengan disiplin waktu yang diterapkan di dojo, Changmin tidak butuh waktu lama untuk sekedar mengenakan hakama dan segala tamengnya. Tak lupa ia menenteng pelindung kepalanya untuk ia pakai nanti. Terakhir, ia menyambar shinai miliknya yang tergeletak di atas ranjang sebelum ia berlari kembali menuju dojo.
'TAAAA!'
'DOOO!'
'KOTEE!'
Suara-suara shinai yang beradu dan teriakan anak-anak yang sedang berlatih terdengar sampai ke luar dojo. Sebelum masuk, Changmin segera mengenakan men(2) untuk melindungi kepalanya.
"Kyuhyun-ah kau lawan Changmin!" tunjuk Yunho pada seorang anak.
Padahal baru saja Changmin menginjakkan kakinya di mulut pintu dojo namun sang ayah sudah menyadari keberadaannya dan menyuruh salah satu dari sekian banyak muridnya untuk menjadi lawan Changmin.
"Nde, sensei!" teriak Kyuhyun.
Changmin bersiap di posisi bertahan dengan shinai-nya begitu pun Kyuhyun. Ia sudah biasa dipasangkan dengan teman satu sekolahnya itu setiap latihan.
"Ne, Changmin-ah! Kau masih ikut klub yang membosankan itu?" tanya Kyuhyun dengan teriakannya. Suasana ribut dalam dojo itu mengharuskan ia mengeluarkan suara ekstra.
"PSSSSTTTTTT!" Changmin menaruh telunjuknya di depan men yang ia kenakan. Yunho tidak boleh tahu kegiatan rahasia Changmin karena ulah Kyuhyun. "Diamlah! Itu bukan urusanmu!"
"Tapi kau 'kan –"
"YAH! AKU TIDAK MENYURUH KALIAN MENGOBROL!"
Dua anak itu sontak kaget mendengar teguran Yunho.
SHIAATT
PRAKKK
Mereka pun memulai latihannya setelah terdiam beberapa saat.
'MEENN!'
'KOTEEE!'
:::
OFUTARI NO JIEI
:::
Selesai latihan, anak-anak di dojo itu duduk-duduk sambil beristirahat. Ada yang tengah melepaskan tamengnya, ada yang sedang membereskan tasnya, ada pula yang sedang minum untuk menghilangkan dahaga.
"Kyu, aku mau minum." pinta Changmin pada Kyuhyun yang tengah meneguk air lemon dari botol minumnya.
"Shireo! Ini 'kan rumahmu, ambil saja air dari kulkasmu sendiri!"
"Aissh, kau masih marah padaku, ya? Aku 'kan sudah minta maaf!"
Kyuhyun jadi sedikit tak ramah pada Changmin karena insiden saat latihan tadi. Changmin tak sengaja memukul bahu Kyuhyun dengan shinai-nya saat mereka latih tanding satu lawan satu. Hasilnya Changmin kena pelanggaran dan giliran mereka selesai dengan kemenangan Kyuhyun, padahal sebelumnya Changmin yang mendapat poin lebih besar. Namja berambut ikal itu minum dengan cuek sementara Changmin mencebilkan bibirnya kesal.
"Ne, Chwang."
"Mwo?"
"Kenapa kau merahasiakan kegiatanmu di klub dari appa-mu?"
"…Ng…"
Pandangan dua namja yang duduk di pelataran dojo itu teralihkan pada seekor kucing abu-abu yang lewat di depan mereka.
"Mengatakannya pun tidak akan berarti apa-apa."
"Kalau aku jadi kau, aku akan menceritakan apapun yang kulakukan pada appa-ku. Aku selalu seperti itu pada Siwon-appa."
"Kalau appa-mu tidak tanya, kau tetap cerita?"
"Keureom."
"Hah… itu namanya kau cerewet. Dasar cerewet." Changmin mencibir.
"Heh! Enak saja kau mengataiku!"
"Hei kalian! Ayo masuk!" panggil seorang anak lain dari dalam dojo.
Changmin dan Kyuhyun lalu segera beranjak dari tempat mereka dan masuk ke dalam mengikuti anak-anak lain. Mereka duduk rapi untuk menunggu sensei-nya menutup kelas kendou petang itu.
"Terima kasih untuk kalian semua yang telah datang di latihan hari ini. Bagi yang ingin mendaftar untuk pertandingan kendou tingkat kota di bulan Mei, tolong segera konfirmasi dengan mengumpulkan persyaratan yang diminta. Kita akan bertemu lagi di kelas kendou minggu depan. Ja, koko made de owari desu." (Yak, kita akhiri sampai di sini.)
'HAIIIIII!'
Dengan itu kelas pun dibubarkan. Anak-anak yang telah mengikuti latihan kendou berduyun-duyun meninggalkan dojo.
"Chwang, aku pulang ya." pamit Kyuhyun pada Changmin.
"Nde."
"Salam pada appa-mu. Heechul-umma bilang appa-mu keren." tukas Kyuhyun iseng yang sukses membuat Changmin tertawa.
Dojo yang tadinya ramai kini telah sepi. Changmin melihat ayahnya memanggil bibi asisten rumah tangga untuk membersihkan dojo itu.
Setelah Yunho pergi, Changmin menghampiri bibi yang biasa ia panggil Lee-ahjumma itu dan menawarkan bantuan padanya. Bagaimana pun, ia tidak bisa melihat seorang wanita yang sudah cukup berumur itu untuk membersihkan dojo sendirian. Bibi itu tentulah tidak menolak tawaran Changmin, ia sangat senang jika ada yang membantu pekerjaannya.
"Untuk makan malam nanti kau mau makan apa, tuan?"
"Aku mau ayam goreng saja, ahjumma." jawab Changmin yang sudah menganggap bibi Lee seperti bibinya sendiri.
Di rumah itu memang tidak ada lagi yang tinggal selain Changmin dan Yunho, juga bibi asisten rumah tangga mereka. Ibunya meninggal saat Changmin masih bayi, begitu yang dikatakan Yunho. Tapi apa penyebab kematiannya, dan seperti apa rupa dari sang ibu Changmin tidak tahu karena Yunho seperti menutup rapat mulutnya untuk hal itu.
"Hei aku baru saja mengepel bagian itu kenapa kau injaaak!" marah Changmin pada kucing di hadapannya. Kucing abu-abu itu hanya menatapnya dengan tatapan polos tak bedosa.
"Sudahlah tuan, nanti biar bibi yang bersihkan bagian itu…"
Kucing itu selalu datang ke rumah Changmin setiap hari, padahal ia tidak memeliharanya. Itu kucing liar. Hanya saja Yunho sering kedapatan memberi kucing itu makan. Mungkin karena itu si kucing abu-abu yang nakal tak bosan untuk mengunjungi rumahnya.
Lantai dojo telah selesai dipel. Segala peralatan latihan telah ditaruh di tempatnya semula. Pekerjaan Changmin sudah selesai. Ia tinggal menunggu waktu makan malam.
Ia merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang bau dan berkeringat. Kalau diingat-ingat, ia bahkan tidak sempat bertemu air sejak pulang sekolah tadi. Sepertinya ia harus mandi.
Changmin melangkahkan kakinya ke kamar. Dari dojo, ia melewati koridor yang berhadapan langsung dengan taman bonsai. Rumahnya memang bukan rumah biasa. Rumah itu dibangun dengan gaya Jepang klasik. Entah apa hubungan rumah bergaya Jepangnya dengan pekerjaan sampingan ayahnya sebagai guru kendou, juga dengan bahasa Jepang yang sudah fasih ia dan Yunho gunakan sehari-hari. Mungkin mereka sudah terikat dengan negeri matahari terbit itu sejak nenek moyang. Itu yang kadang ia simpulkan sendiri.
Masuk ke kamar, Changmin mematut dirinya di depan cermin.
Rambutnya berantakan plus wajahnya yang tidak karuan karena lelah berlatih jadi pemandangan yang disuguhkan kaca refleksi itu.
"Yah, apa yang kau lakukan Changmin-ah! Perhatikan kuda-kudamu!" ucap Changmin meniru kata-kata dan ekspresi ayahnya ketika menegurnya di latihan tadi.
Ia memicingkan matanya dan membuat ekspresi serius. Ya, seperti itulah wajah Yunho kalau sedang memarahinya. Ayahnya itu memiliki mata yang sipit hingga kadang hanya menyerupai segaris tipis saja.
Ia merasa konyol terus-terusan meniru mata sipit Yunho. Salahkan ukuran matanya yang jauh berbeda dengan mata namja paruh baya itu. Changmin memiliki mata bulat besar. Mungkin saja itu didapatnya dari sang ibu.
"Umma…"
Ia berkhayal bagaimana rupa ibu yang melahirkannya itu.
:::
OFUTARI NO JIEI
:::
Yunho berendam dalam ofuro dengan melempar jauh pikirannya ke masa lalu. ia memandang kosong sisi ofuro di depannya sementara khayalnya jatuh pada sebentuk wajah yang sampai saat ini tidak pernah bisa ia lupakan.
Namanya Jaejoong.
Dulu Yunho pernah mengabdi pada namja itu. Changmin tidak pernah tahu bahwa dulu Yunho adalah seorang samurai yang memiliki tuan. Dan Jaejoong, tuan tempat Yunho mengabdi juga adalah ibu biologis Changmin.
Delapan belas tahun lalu ada sebuah keluarga yang merupakan salah satu raksasa bisnis di Jepang. Grup Kim. Mereka memiliki banyak samurai untuk melindungi masing-masing anggota keluarganya. Salah satunya Yunho yang ditunjuk oleh kepala keluarga Kim untuk jadi pengawal Jaejoong.
Ia bertugas untuk mengawasi dan melindungi Jaejoong dari ancaman musuh-musuh grup Kim. Awalnya Yunho ditolak karena Jaejoong tidak membutuhkan seorang pengawal. Alasannya, Jaejoong merasa bisa melindungi dirinya sendiri. Ia juga cukup mahir memainkan pedang. Kemampuan Jaejoong terbukti ketika ia berhasil melumpuhkan Yunho dan hampir membuatnya tewas –jika saja tebasannya tidak berhenti setelah menggores luka di leher namja itu.
Pekerjaan Yunho tak berjalan mudah karena setiap harinya ada saja masalah yang dihadapi, baik itu serangan dari luar, atau ancaman dari anggota grup Kim sendiri. Semenjak kepala keluarga Kim meninggal, anggota keluarga yang lain mulai berebut aset dan posisi tertinggi hingga masing-masing menghalalkan berbagai cara, termasuk menyingkirkan satu sama lain . Ketamakan akan harta dan tahta bisa membuat satu keluarga memiliki hasrat untuk saling membunuh.
Yunho tahu Jaejoong berada dalam posisi yang sulit. Namja itu berbeda dengan anggota keluarganya yang lain, yang haus akan kekuasaan. Jaejoong bagai terjepit diantara kepentingan keluarganya. Ia hanyalah seorang namja yang berusaha mempertahankan bisnis yang dipegangnya dengan cara yang jujur.
Jaejoong tidak punya tempat untuk bersandar. Tak semua orang yang dikenalnya dapat dipercaya. Bahkan keluarganya sekalipun. Lama-kelamaan perasaan ingin melindungi namja itu tumbuh dalam hati Yunho. Bukan karena kewajibannya sebagai samurai, namun ada perasaan lain yang mendorong Yunho untuk menaruh perhatian lebih padanya.
Bukan kasihan.
Entah apa namanya ketika ia juga merasa sakit ketika Jaejoong menderita. Ia merasa rindu jika sekejap saja tak melihat wajah itu. Dan ia sangat marah ketika Jaejoong berbicara intim dengan kolega-kolega bisnisnya.
Mungkin itu cinta.
Namun Yunho merasa tak pantas mencintai tuannya sendiri.
Ia terus menyimpan perasaannya itu tanpa mengatakan apa-apa pada Jaejoong.
'Bawa aku pergi ke mana pun kau mau. Bawa aku ke tempat di mana keluargaku tidak bisa menemukanku.'
Sampai suatu ketika Jaejoong mengatakan itu. Pernyataan putus asa yang membuat Yunho tercengang. Jaejoong menyerahkan dirinya begitu saja. Bukankah selama ini Jaejoong tak menyukai Yunho?
Tidak. Yunho tidak pernah tahu bahwa sikap buruk yang selalu ditunjukkan Jaejoong padanya hanyalah sebuah kebohongan. Ia bergimik tak mengakui namja itu, padahal sesungguhnya Jaejoong memiliki rasa yang sama dengan apa yang Yunho rasakan. Ia merasa bisa hidup aman dalam perlindungan Yunho. Ia merasa tenang jika Yunho ada di sampingnya. Ia akan marah ketika Yunho hanya mendengarkan ocehannya dengan patuh, atau ketika Yunho babak belur karena sebuah pertarungan, Jaejoong merasa terluka.
Butuh waktu lama hingga akhirnya Jaejoong mengakui hal itu.
Butuh waktu lama hingga akhirnya Jaejoong mengakui bahwa Yunho adalah jiei-nya. Samurai miliknya.
Dan Yunho, merasa tak perlu lagi mengatakan isi hatinya.
Jaejoong mengakui keberadaannya pun itu sudah cukup.
Kemudian Yunho dan Jaejoong bersembunyi di sebuah desa di Hokkaido. Mereka membuat skenario dengan memalsukan kematian mereka, dan berita tersebar bahwa salah satu anggota grup Kim tewas bersama pengawalnya dalam sebuah kecelakaan tunggal. Grup Kim jelas menelusuri kecelakaan itu. Namun Jaejoong sudah membayar beberapa pihak untuk bungkam dengan senilai uang yang begitu besar.
Yunho dan Jaejoong memalsukan identitas mereka agar bisa hidup dengan aman di desa itu. Hidup dalam ancaman memang tidak mudah, namun mereka merasa mampu bertahan dan menjalaninya berdua.
Setelah hampir satu tahun, lahirlah Changmin.
Namun kebahagiaan Yunho dan Jaejoong tidak berlangsung lama. Baru tiga hari setelah kelahiran Changmin, Yunho mendapat kabar bahwa anggota grup Kim sudah mengetahui pemalsuan kematian itu dan mencari mereka sampai ke Hokkaido. Jaringan grup Kim yang luas semakin mempermudah mereka untuk melacak keberadaan Jaejoong. Lagi-lagi nyawa Jaejoong terancam.
Yunho segera mengambil keputusan membawa Jaejoong dan putra mereka untuk pindah ke tempat lain yang lebih aman. Tapi Jaejoong punya rencana lain. Ia meminta Yunho pergi ke tempat yang berbeda dengannya untuk mengecoh musuh-musuhnya.
Dengan membawa serta Changmin.
Situasinya akan jauh lebih berbahaya jika Changmin bersama Jaejoong. Kemungkinan ia terbunuh lebih besar ketimbang Yunho. Grup Kim mencarinya. Ialah buruan para pemangsa itu. Bukan Yunho. Begitu yang dikatakan Jaejoong. Namun keduanya sama-sama jadi incaran grup Kim.
Yunho jelas menolak dengan keras. Meskipun mereka sudah mengabaikan statusnya sebagai samurai dan tuannya, Yunho masih memiliki kewajiban untuk melindungi Jaejoong. Artinya kemana pun ia pergi Jaejoong harus kut dengannya. Begitu pun sebaliknya. Ia tidak bisa meninggalkan namja itu barang sekejap pun. Apalagi Jaejoong masih lemah setelah melahirkan Changmin.
Di tengah situasi yang semakin genting, Jaejoong memberikan perintah terakhirnya sebagai seorang tuan.
Yunho harus pergi tanpanya.
Perintah itu adalah mutlak.
Sebagai seorang samurai yang mengabdi, Yunho tak boleh menolak.
Di malam bersalju itu, dengan berat hati Yunho dan Jaejoong harus berpisah. Mereka sama-sama telah menyiapkan hati dan diri mereka untuk mengayunkan pedang kembali demi bertahan hidup. Bagi mereka ini adalah perpisahan sementara, walau tak ada yang tahu setelah perpisahan itu masing-masing dari mereka masih hidup atau tidak. Tapi yang jelas, mereka telah berjanji untuk berjumpa lagi suatu hari nanti.
Yunho merahasiakan hal ini dari anaknya dengan berbagai alasan. Dunia samurai di mana Yunho pernah hidup di dalamnya adalah dunia yang begitu kejam. Belum saatnya Changmin untuk mengerti. Belum saatnya Changmin untuk tahu.
"Appa, ahjumma bilang makan malam sudah siap…"
Suara Changmin dari luar kamar mandi memecah lamunan Yunho. Ahh, ia baru sadar kalau ia terlalu lama berendam di ofuro. Airnya sudah mulai dingin.
:::
OFUTARI NO JIEI
:::
"Ahjumma, mou gohan onegai!" (Ahjumma, aku mau tambah nasinya lagi.)
Changmin menyerahkan mangkuk nasinya yang telah kosong pada bibi Lee.
Namja itu melirik Yunho yang duduk di hadapannya. Makanannya tidak disentuh. Hanya sumpitnya saja yang sedari tadi ia pegang. Ia seperti sedang berpikir tentang sesuatu. Changmin ingin bertanya, namun segan.
"Tuan, apa menunya tidak sesuai dengan seleramu?" akhirnya malah bibi Lee yang bertanya.
Yunho melirik bibi Lee sekilas lalu menaruh sumpitnya di meja.
"Tabetakunai." (Aku tidak selera.)
Dia melenggang pergi begitu saja meninggalkan meja makan. Changmin merasa resah, apa yang terjadi pada ayahnya itu?
"Ini nasinya, tuan."
Tapi ketika melihat bibi Lee ia jadi tidak enak hati. Makanan yang sudah disajikan untuk Yunho malah ditinggalkan begitu saja dalam keadaan utuh tanpa tersentuh sedikit pun. Bahkan mangkuk nasinya masih penuh.
"Ahjumma, nanti biar aku yang habiskan makanan Appa. Masakanmu enak, aku jadi ingin tambah terus." akal Changmin membual. Selera makannya tak sebagus biasanya malam itu. Tapi ia tidak mau membuat bibi Lee kecewa. Kasihan bibi itu sudah capek-capek memasak untuk ia dan ayahnya. Sayang jika ada yang tersisa. "Ahjumma, yasunde mo ii yo. Ichi nichi juu hataraite, kitto tsukareta kamo ne?" (Bibi beristirahatlah. Pasti lelah sudah bekerja seharian 'kan?)
"Wakarimashita. Arigatou gozaimashita, Changmin-dono." (Aku mengerti. Terima kasih tuan Changmin.) ucap bibi Lee sambil membungkuk. Sedikit banyak ia belajar bahasa Jepang dari Changmin dan Yunho yang sering mengajaknya bicara dengan bahasa itu. Apalagi ketika pertama kali datang ke rumah itu, bibi Lee merasa seperti bekerja pada orang Jepang asli karena dulu Yunho tidak begitu fasih berbahasa Korea.
"Kenapa aku tidak mengajaknya makan bersamaku saja ya? Ahh, baka." gumam Changmin ketika bibi Lee sudah tak terlihat di ruangan itu. Rasanya sedikit sepi juga makan sendirian.
SYUUUUR
TRAK
Suara air yang mengalir dari bambu memecah keheningan. Yunho duduk di roka(3) dengan memandangi kolam ikan yang airnya beriak.
Andai saja waktu itu Jaejoong ikut bersamanya, mungkin saat ini ia tidak sendirian.
Entah karena keberuntungan atau apa, selama tujuh belas tahun hidup di Korea ia tidak pernah tersentuh oleh orang-orang grup Kim. Kadang ia berpikir bahwa mungkin saja mereka berhenti mengejarnya karena sudah mendapatkan Jaejoong.
Itu berarti Jaejoong sudah mati di tangan grup Kim.
Tidak.
Tidak mungkin.
Baru saja dua hari yang lalu Yunho bertemu dengan Junsu, teman lamanya –yang juga merupakan seorang mantan ninja– dan membicarakan keberadaan Jaejoong. Ia mengatakan bahwa Jaejoong masih hidup dan tinggal di suatu tempat di Jepang. Sayangnya pebisnis yang agak nyentrik itu tidak mau memberitahukan di mana persisnya Jaejoong tinggal. Ia malah menyuruh Yunho untuk mencarinya sendiri.
Yunho memang tidak pernah bisa percaya 100% pada Junsu. Orang itu tidak jelas memihak pada siapa. Selain itu ia sangat sulit untuk ditemui kecuali ia sendiri yang tiba-tiba muncul. Walaupun Yunho memiliki banyak anak buah, tetap saja Junsu seperti pesulap yang dapat menghilang tanpa jejak dan pergi ke mana pun ia mau. Licin dan sulit ditangkap.
Yang jadi pertanyaanya, haruskah ia kembali ke Jepang?
Terus memikirkan hal itu membuatnya frustasi. Kepalanya jadi pening.
Ia lalu merebahkan dirinya di atas lantai kayu.
TRIING
TRIING
TRIING
Suara fuurin(4) yang bergemerincing terusik angin lama kelamaan membuat Yunho jatuh tertidur.
Changmin yang telah selesai makan dan membantu bibi Lee mencuci piring lalu memutuskan untuk mencari angin di luar. Satu kebiasaannya yang tidak bisa ia hentikan sejak kecil adalah memainkan ikan koi peliharaan ayahnya di kolam. Bahkan sampai saat ini, ia masih sering melakukannya walau diam-diam. Jadi sebenarnya ia keluar bukan untuk mencari angin seperti yang ia katakan pada bibi Lee, tapi untuk bersapa dengan ikan-ikan pembawa hoki itu.
"Are!"
Changmin cukup kaget ketika menemukan Yunho sedang merebahkan dirinya di luar. Karena takut ketahuan suka memainkan ikan koi di kolam, Changmin berniat mengambil langkah seribu untuk kabur. Tapi ia penasaran apakah ayahnya itu sedang tidur atau sekedar merebahkan diri. Ia pun mendekati Yunho dengan berjalan pelan dan sedikit berjinjit.
Terdengar suara dengkuran halus dan napas yang teratur. Sepertinya Yunho memang tidur. Changmin berjongkok di dekat ayahnya itu untuk memastikannya.
"Hihihi."
Changmin menahan tawanya. Yunho tidur dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Ahh, sungguh memalukan. Namja paruh baya yang selama ini selalu memasang wajah kakunya itu ternyata punya wajah tidur yang lucu.
TRIIING
TRIIING
TRIIING
Suara fuurin membuat Changmin mendongak ke arah benda itu digantung. Mungkin saja Yunho tertidur karena terlalu larut mendengarkan suara dentingan itu, pikirnya. Ia pun merasa tertarik untuk menikmati bunyi lembut fuurin sambil merebahkan diri di samping ayahnya.
"Ne Appa, Umma wa nihonjin janai no?" (Eh Appa, apa umma-ku itu orang Jepang?)
Jika Yunho tak sedang tidur, Changmin tak pernah berani menanyakan hal-hal tentang sang ibu pada ayahnya itu.
Yunho tak menjawab. Changmin melirik seraut wajah rupawan di sampingnya itu.
"Nghhh…"
Yunho bergumam ketika merubah posisi tidurnya jadi menyamping dan memunggungi Changmin.
Anak itu sedikit menggeser kepalanya untuk bersandar di punggung Yunho. Gemerincing fuurin membuatnya mengantuk. Udara malam yang perlahan mulai dingin membuatnya ingin tidur dengan merapatkan diri pada punggung sang ayah yang hangat.
Changmin tidur dengan memeluk Yunho.
Ia tak tahu kalau sebenarnya sejak tadi Yunho hanya berpura-pura tidur.
Yunho membuka matanya dan membiarkan Changmin tetap tidur dalam posisi seperti itu. Walau pun Yunho selalu bersikap keras pada Changmin, ia sangat menyayanginya.
Dalam lubuk hatinya tentulah ia sangat ingin mempertemukan anak semata wayangnya itu dengan Jaejoong.
Tapi…
:::
OFUTARI NO JIEI
TO BE CONTINUED
:::
Shinai adalah pedang yang terbuat dari kayu atau bambu, dan dipakai hanya untuk latihan menggantikan pedang asli
Men adalah tameng pelindung kepala. Dipakai untuk mengurangi tekanan pukulan dari serangan yang diterima
Roka adalah bagian pinggir rumah yang lantainya berlapiskan kayu
Fuurin adalah genta angin khas Jepang yang terbuat dari kaca tipis dengan lonceng dan kertas yang tergantung di tengahnya
Thanks for read!
Mind to review?
