General Warnings: AU, canon divergence, language, violence, Naruto-centric, Emotionless Naruto, Root Naruto. And of course, OOC Mc.
Summary: Tiba di dimensi yang lain akibat kesalahan jutsu Obito, Uzumaki Naruto , anggota ROOT, mencoba untuk mencari jalan pulang kembali ke tempatnya ia berasal. Segala cara akan ia gunakan agar dapat kembali dengan selamat ke dunianya.
Author note: Blame Kristoper21(Teman). Karena dia saya tertarik juga untuk nulis cerita ini. Ide berasal dari folder idenya yang tidak terpakai karena alasan cerita sudah banyak. Jadi daripada menjadi sampah, lebih baik saya gunakan sebaik-baiknya dan tada! Dalam waktu 3 hari selesai chapter satunya.
P.S: Saya sudah membuat polling mengenai pairing. Jika kalian bersedia, silahkan buka profil saya dan pilih menurut apa yang kalian suka. Karena dengan itu, saya berharap dapat dibantu dalam menyelesaikan masalah ini.
Chapter 1. Arrived
Terjatuh. Merasakan angin yang bergegas melalui rambutmu. Angin dingin yang merumput melalui kulit. Kepanikan yang kau rasakan ketika menyadari bahwa dirimu terjatuh, dan mungkin akan mati karena terjatuh dari setinggi tempat itu. Kesadaran yang berada di dalam diri berteriak kepada dirinya bahwa saat ini ia terjatuh dan mungkin akan mati. Efeknya terkadang membawa rasa horor tersendiri. Pikiran bawah sadar yang mengetahui bahwa tubuhnya akan menjadi pasta sesaat menghantam permukaan daratan. Jantung yang berdetak dengan sangat cepat hingga terkadang orang yang terjatuh dari ketinggian itu mati terlebih dahulu sebelum bisa berbenturan.
Tapi bukan itu yang dirasakan oleh Uzumaki Naruto saat menyelam dari langit. Ketakutan, itu bukanlah sesuatu yang pernah berada di dalam dirinya, meskipun permukaan tanah semakin dekat di pandangan mata, namun rasa itu tidak ada. Hanya rasa kosong yang memikirkan apa yang harus dilakukan. Ingatan kecil terpintas sesaat di mata, seluruh dari ia masih kecil. Naruto masih mengingat saat ia menerima tawaran dari Pria tua itu.
Saat ia masih seorang bocah kecil yang tidak memiliki orangtua dan tidak ada yang pernah mau berteman dengan dirinya.
Saat ia menangis, dan seorang Pria tua datang membawanya.
Saat Pria itu berkata apa kegunaannya dan tujuan hidupnya.
Saat latihan ekstrem yang melelelhkan seluruh tenaga dan emosi.
Saat ia harus membunuh satu teman selnya demi bertahan hidup.
Saat emosi miliknya hancur digantikan dengan mesin pembunuh yang hanya bisa menerima misi.
Saat semuanya dimulai.
Mungkin semuanya tidak akan pernah terjadi seperti ini, jika saat itu ia menolak tawaran Pria tua itu. Mungkin saat ini dirinya akan hidup bahagia dan mengetahui apa itu emosi. Apa itu teman. Apa itu bahagia. Sekarang, yang ada hanyalah boneka kosong yang tidak mengerti harus berbuat apa. Hanya ada satu yang bisa ia lakukan. Dan mungkin, ia bisa menyelamatkan Danzo-sama dari pengkhianat Uchiha dan Madara bertopeng. Misiku gagal...
Rambut yang berkibar ke atas langit mengikuti gravitasi, dan mata terbuka dengan cepat menunjukkan warna biru kusam yang tidak memancarkan apa-apa. Kedua tangan bergerak dengan cepat membentuk beberapa segel tangan. Chakra terkendali dari pusat tubuh, menjalar bagaikan akar hingga ke ujung akhir. Energi biru terlihat oleh telanjang mata, menyelimuti seluruh permukaan tubuh. Naruto masih mengingat pelajaran itu,
"Naruto, kau harus tahu satu hal dalam penggunaan chakra. Chakra merupakan energi yang kita gunakan untuk melakukan semua kegiatan kita...tidak terkecuali. Dengan chakra, kita bisa melakukan apapun yang kita mau asalkan diri kita memiliki kemauan dan tekad. Jika dirimu mengumpulkan chakra di ujung kepalan tanganmu, maka pukulan yang akan kau lakukan akan menghancurkan tubuh manusia biasa, jika kakimu kau alirkan chakra dengan tebal dan terkonsentrasi, maka hal yang sama pun bisa terjadi. Tekanan gravitasi dan benturan dari tempat yang tinggi bisa kau kurangi dengan jumlah chakra yang benar. Semakin tebal timbunan chakra yang kau konsentrasikan ke kedua kakimu, semakin besar juga benturan yang berkurang. Itu pelajaran keduamu."
Dan permukaan bumi sudah berada di depan mata. Badan berputar di udara tidak sampai satu detik, dengan kaki yang berada di bawah. Selanjutnya hanyalah suara benturan keras dari tempat mendaratnya. Kubangan besar tercipta di zona pendaratan Naruto, rerumputan kecil dari tempat mendaratnya robek melebar seiring dengan tekanan pendaratan yang ia lakukan. Beradaptasi dengan lingkungan barunya, sang Shinobi kemudian melihat sekeliling dari celah topeng bercorak yang ia pakai.
Dan puluhan orang dengan jenis seragam yang sama berada di depannya, dengan benda aneh yang mengarah ke tempatnya. Di mana ini? Satu pertanyaan yang berada di pikiran pemuda berambut kuning tersebut. Merasakan aura bermusuhan yang dipancarkan oleh orang-orang di depannya.
"Kaki berlutut! angkat tanganmu ke atas!"
Perintah kasar yang ia dengar membuatnya melirikan mata ke arah tersebut. Seorang Pria dengan seragam yang sama, namun sepertinya memiliki pangkat yang lebih tinggi dari orang disekitarnya. "Kumo? ...Kiri?...Iwa?...Oto?...Suna?" Naruto tidak perlu mendengar jawaban dari orang-orang di depannya, dari raut wajah dan tatapan mata yang ditunjukkan sudah terlihat mereka tidak tahu apa yang ia katakan. Militer.. Cuma satu pernyataan itu yang berada di otaknya saat ini. Dilihat dari ekspresi mereka, sepertinya dirinya sudah terdeteksi saat memasuki wilayah yang ia tempat saat ini.
"Hm.."
"TANGAN KE ATAS!"
"Hu-"
"KAKI BERLUTUT!"
"Ee-"
Puluhan senjata dari berbagai jenis kini tertodong dari jauh arah, siap menembak. Sang Shinobi yang berusaha mencari jalan tengah dan mencoba menjelaskan kedatangannya yang tidak disengajakan hanya bisa terdiam, atau lebih tepatnya tidak bisa berbicara. "Aku mencoba untuk menjelaskannya baik-baik, tapi saat ini kalian tidak mau mencoba mendengarkan. Maaf, tapi saat ini aku sedang buru-buru, ada Nuke-Nin yang harus aku kejar." Dengan perkataan itu, Naruto membawa keluar Tanto(Pedang pendek) yang berada di punggungnya.
"Ini peringatan terakhir! Jatuhkan senjatamu dan angkat tanganmu ke atas! Kami tidak tahu bagaimana kau bisa masuk ke radar udara negara ini, tapi kami tidak akan tinggal diam!"
Radar udara? Apa itu sistem perlindungan yang sama dimiliki Konoha saat mendeteksi jika ada penyusup yang lewat dari udara? Pertanyaan demi pertanyaan memasuki pikiran pemuda setelah bepikir cukup lama, Naruto menyingkirkan pertanyaan itu dari otaknya. Karena apa yang terjadi pada saat ini lebih penting. "Maaf. Aku tidak bisa melakukannya." Mata Naruto kini hanya terbuka setengah, namun hanya dari itu, para Prajurit itu bisa merasakan perasaan aneh yang secara perlahan membasuh mereka, membuat bulu kuduk serasa naik.
"Tembak!"
Naruto bergerak dengan cepat, berlari dan kemudian memutar tubuhnya di udara, membiarkan ratusan peluru yang melewati dari celah tubuhnya dan hal itu terus dilakukan beberapa kali hanya untuk menghindari tembakan beruntun. Para prajurit tersebut terlihat kesulitan untuk mengunci target mereka akibat kecepatan tidak manusiawi yang digunakan oleh penyusup tersebut. Dengan teriakkan tersendiri, mereka kemudian berusaha untuk menyudutkan penyusup dengan pakaian aneh tersebut. Namun, sepertinya hal itu tidak bisa berlangusng lama.
*CLANG!* *CLANG!* *CLANG!* *CLANG!* *CLANG!* *CLANG!* *CLANG!* *CLANG!* *CLANG!*
Waktu serasa terhenti sesaat, Prajurit Militer sistem pertahanan Jepang hanya bisa melebarkan matanya dengan ketakutan bercampur kagum akan sosok yang bisa menangkis dan mementalkan peluru-peluru tersebut. "A-Apa dia...?"
Sang komandan yang melihat kejadian itu hanya bisa mengerutkan dahinya melihat apa yang disaksikan oleh mata kepalanya sendiri. Dia tidak pernah melihat manusia yang bisa mementalkan peluru yang memiliki kecepatan 400 meter perdetik. Apa dia? Manusia hasil eksperimen, siapa yang mengirimnya? Amerika?
Naruto kemudian bergerak menggunakan kelincahan yang ia dapatkan dari latihan bertahun-tahun. Semua peluru yang menuju ke arahnya tidak secepat apa yang dipikirkan oleh mereka. Dalam pandangan Naruto, kecepatan peluru itu tidak seberapa, hanya bagaikan gerakan lambat yang tidak berarti. Sebuah Kunai jika dilempar dengan benar, memiliki kecepatan yang lebih tinggi daripada timah-timah kecil yang menuju dirinya.
Dengan lekas, Pemuda itu kemudian membuat jalan kaburnya, melesat dengan kecepatan yang membuat mata kesulitan untuk mengikuti pergerakan dari Ninja tersebut. Tembakan demi tembakan yang dilancarkan hanya tembus melewati udara atau tiang-tiang tempat Naruto melompat. Meskipun ada beberapa tembakan yang menuju ke arah yang tepat, Ninja itu hanya menggerakan Tantonya dengan kecepatan yang lebih tinggi dan mementalkan peluru itu balik ke arah yang tidak teratur tanpa melihat ke belakang. Belasan orang yang menghalangnya ia singkirkan dengan cepat menggunakan tanto ataupun tubuhnya, sekaligus mengurangi serangan fatal yang mungkin membuat lawannya mati. Jika ia bisa jujur, mereka bukanlah tandingannya, dan juga tidak layak untuk mengalami nasib menyedihkan karena hanya melakukan tugasnya. Beda lagi kalau itu misi.
Menggunakan kecepatan Ninja yang ia dapatkan dari latihan keras selama hidupnya, Pemuda itu kemudian melesat dengan kecepatan tinggi. Memilih melewati hutan kecil yang entah ke mana arah tujuannya, lagipula hal itu lebih bagus daripada berlari di jalan raya atau semacamnya. Dirinya tidak ingin menarik perhatian berlebihan yang mungkin akan mengakibatkan hal yang tidak diinginkan. Lampu sorot besar yang bergerak jauh di sekitarnya seperti mencari sesuatu; pandangan sesaat ke atas, dan Naruto hanya bisa menatap dengan sedikit bingung terhadap benda besar yang sepertinya terbang di macam apa ini?
Naruto tidak bisa berpikir lebih lama lagi, ketika harus melompat menghindari tembakan beruntun yang sepertinya berasal dari benda asing yang terbang tersebut. Pepohonan Merasakan serangan dari atasnya, Ninja itu kemudian mengeluarkan tantonya dan langsung membelah dua peluru yang lebih besar tersebut. Meskipun begitu, Naruto harus tergeser ke belakang beberapa meter, karena tekanan yang diberikan dari serangan beruntun itu. Retakan kecil juga sudah terlihat di Tanto miliknya. Sesuatu yang tidak bagus tentunya. Dengan menarik nafas dalam, pemuda itu kemudian mengirimkan chakra ke tantonya, memfokuskan elemen angin yang berada di urat nadi dan menekan semua chakra agar terfokus setipis mungkin. Menaikkan tantonya ke arah Helikopter yang berada puluhan meter jauh di atas. Dan elemen angin tidak terlihat terbentuk seiring Ninja itu mengayunkan pedang pendeknya, angin kasat mata yang berbentuk bagaikan sabit bulan yang menuju mangsanya.
*KABOOOMM!*
..
..
Ninja itu kemudian membalikkan badannya dan melanjutkan lari cepatnya, tidak melihat kehancuran dan ledakan yang telah ia buat.
Gedung besar di sepanjang mata memandang membuatnya menahan langkahnya, 'Amegakure?...bukan. Tempat ini tidak seperti Ame, struktrur gedung mereka terlalu berbeda jauh. Jadi di mana ini...?'-Memutuskan untuk mencari terlebih dahulu di mana dirinya, Ninja itu kemudian melihat pejalan kaki yang tidak jauh dari pandangannya. Dalam sekedip, Ninja itu menghilang dari tempatnya dan muncul di belakang pejalan kaki itu. Dan langsung memukul belakang leher Pemuda tersebut menggunakan sisi tangannya. Yakin bahwa korbannya sudah pingsan. Naruto kemudian membawanya ke area yang sepi dan menyandarkan pemuda itu di pohon. Membuat segel tangan yang hanya diketahui oleh Klan Yamanaka, Naruto kemudian membawa tangannya ke kepala Pemuda tersebut, mempersiapkan otak dan mental yang akan terbawa ke dalam pikiran korbannya.
Informasi demi informasi perlahan masuk ke dalam otak Naruto, tentang tempat terdamparnya saat ini. Tidak ada Ninja, tidak ada Desa. Informasi tidak penting digeserkan olehnya, namun informasi tentang hal tidak penting lebih banyak daripada informasi yang berharga. 'Oppai...Oppai...Oppai...Porno?-apa-apaan ini!?' Rasa frustasi mulai muncul ketika melihat ingatan korbannya, ingatan tidak penting yang hanya menjurus kepada hal yang berbau pembuatan manusia baru. Sesuatu yang tidak penting dipikiran Ninja tersebut. Tapi hal itu tidak lama berlangsung sesaat dirinya menerima ingatan baru mengenai dunia sekarang. Dunia yang tidak pernah ia ketahui sama sekali. 'Iblis, Malaikat, Malaikat jatuh, apa ini?' pertanyaan demi pertanyaan muncul di batin Ninja yang sedang bingung tersebut.
Namun tidak ada yang bisa terjawab dengan logika. Memutuskan memperdalam jurusnya, Naruto kemudian memasuki ingatan baru, dan mengambil semua pengetahuan akan tempatnya saat ini dari pemuda tersebut. Merasakan sudah mencapai batas kemampuan, Naruto mempersiapkan mengeluarkan dirinya dari pikiran korbannya dan bersiap melepas teknik...
[Siapa kau? Bagaimana bisa kau muncul di sini?]
Suara berat bergema di telinga Ninja tersebut. Dengan cepat ia kemudian menoleh ke arah suara tersebut. Tidak tahu harus berbuat apa ketika melihat badan raksasa yang sepertinya seekor Naga besar berwarna merah. Mata berwarna hijau menatap dengan netral terhadap sosok baru yang muncul di dalam pikirannya. Sedangkan Naruto hanya menatap dengan tatapan kosong terhadap makhluk besar yang berada di depannya. "Bijuu?" melihat ekspresi dan mata Naga besar itu, Naruto sudah mendapatkan jawabannya.
"Aku tidak punya nama. Tuanku memanggilku dengan nama sandiku, Taka. Tapi aku masih ingat nama kelahiranku..Uzumaki Naruto." Jawab Ninja itu dengan datar.
Naga merah itu tampak terdiam sesaat, menatap Naruto dari mata ke mata, serasa mencari sesuatu. Tidak menemukan apa yang ia cari, Naga itu kemudian membuka rahangnya yang besar. [Aku Kaisar Naga Merah, Ddraig. Naga surgawi.] Ucap Ddraig dengan bangga atau lebih tepatnya sedikit angkuh. Seperti merasa dirinya lebih tinggi daripada yang lain. [Apa tujuanmu datang ke pikiran pemilik tubuh ini, Manusia? Tidak mungkin tuan Iblisnya yang menyuruhmu datang ke sini untuk berbincang-bincang, bukan?]
"Aku hanya ingin mengambil informasi mengenai dunia ini. Karena alasan tertentu yang tidak bisa kukatakan, aku terdampar di tempat ini. Tempat yang jauh berbeda dari tanah kelahiranku." Naruto memutuskan untuk menjawab dengan pelan, meskipun menyembunyikan sebagian informasi penting yang tidak mungkin ia bagi kepada orang lain yang baru ia temui. "Hanya itu. Aku tidak bermaksud apa-apa kepada pemilik tubuh yang engkau katakan. Jika aku sudah mendapat informasi Dunia ini, aku akan meninggalkannya."
[Kau dari dimensi lain?] Naga itu tertawa ketika apa yang ia pikirkan benar. [Melompat dimensi merupakan sesuatu yang sangat sulit sekali, mengingat celah dimensi yang sangat berbahaya untuk makhluk seperti kalian. Dan di sini, aku menemukan orang yang berhasil melewatinya tanpa musnah terlebih dahulu. Hebat sekali.] Ddraig kemudian menurunkan suaranya, [Katakan, Manusia kecil, apa kau bertemu dengan naga raksasa yang melintasimu dengan kecepatan tinggi?]
"...Benar," Naruto menjawab.
[Bagaimana bisa? Hm...aku tidak pernah mengira ada manusia yang bisa selamat melewati celah tersebut; dan hidup untuk menceritakannya. Oh...] Ddraig menaikkan pandangannya, melihat wujud yang perlahan membentuk di belakang manusia kecil yang masuk ke dalam pikiran tuan rumahnya. Makhluk berbulu dengan ekspresi membunuh dengan taring yang siap mancabik apapun. Mata merah yang bagaikan memberikan seluruh kebencian yang tertahan kepada Ddraig. Sembilan ekor yang berkibar dengan majestisnya di belakang Makhluk tersebut. Suara geraman yang keluar dari celah gigi tajam itu membuat Ddraig menaikkan alis mata. Jika dia punya.
[Hm...Kyuubi?—tidak. Kau bukan Yokai itu. Kau terlihat jauh lebih kuat daripada Yokai tersebut. Atau kau sudah bertambah kuat? Hmm...aku tidak tahu.]
*Grrr...Kau banyak bicara, burung kecil. Siapapun yang engkau katakan itu tidak ada bandingannya denganku, jangan samakan makhluk rendahan seperti Yokai kejajaran jenisku. Mereka hanya lalat dibandingkan dengan kekuatanku. Hmm...Kau terlihat lezat sekali burung kecil, Aku tidak sabar untuk mencabik-cabik dan memakan dagingmu saat ini..*Makhluk besar dengan sembilan ekor itu menjilat bibirnya, memandang Ddraig dengan tatapan predator.
"Sudah cukup, Kurama. Kita tidak datang untuk mencari masalah dengan siapapun, tugas kita saat ini untuk mencari jalan pulang." Ninja itu menaikkan tangannya, mencoba menahan Kurama yang hendak melakukan apa yang instingnya katakan.
*Diam kau, cebol! Monyet sepertimu harusnya mengetahui derajatmu. Biarkan aku yang mengurus burung kecil ini!* Kurama melebarkan rahangnya, energi hitam kecil bercampur merah berkumpul terkonsentrasi dengan tujuan Ddraig.
..
"...Kurama. Aku sudah mengatakan...sudah cukup." Dengan suara jentikkan jari. Rantai-rantai bermunculan dari belakang tubuh Ninja tersebut dan kemudian mengikat mulut Makhluk raksasa itu dengan erat. "Sekarang, kembali." dan wujud Kurama perlahan menghilang dari pandangan mata, namun sebelum menghilang ia memberikan Naruto tatapan yang menjanjikan rasa sakit.
Naruto menatap Naga di seberangnya, "Maafkan kata-kata kasarnya. Dia hanya bosan karena tidak memiliki lawan bicara selain aku."
[Jika tubuh asliku masih ada, aku akan senang hati mencoba kekuatanku dengan Makhluk yang kau sebut dengan Kurama tersebut.]
"Aku akan mengingatnya." Naruto menganggukan kepalanya. "-Dan terimakasih untuk mendengar alasan yang aku katakan. Seperti apa yang kuucapkan tadi, aku tidak mempunyai maksud tertentu untuk memasuki pikiran orang ini. Yang ingin kucari hanyalah mengenai informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi di sekitarku, sebelum aku mengambil keputusan."
[Itu bukan masalah, Manusia. Lagipula aku sudah cukup lama tidak memiliki kawan bicara.] Balas balik Ddraig dengan nada ringan, seakan tidak peduli akan ancaman yang tadinya dibuat oleh Makhluk buat sebelumnya.[Kau mencari informasi mengenai dunia ini, kan? Kalau begitu aku sarankan kau untuk mencarinya ke orang yang lebih mengerti, seberapa kuat dan lamanya aku di Dunia ini, sepertinya beberapa ingatanku ada yang buram. Atau aku tidak peduli sama sekali. Yang jelas, aku tidak bisa menjelaskanya lebih rinci. Sudah keluar sana.]
Ninja itu menundukkan kepalanya dengan hormat, dan kemudian melepaskan tekniknya dari jiwa pemuda yang ia pingsankan. Membuat segel tangan dengan cepat untuk membalikkan jurus yang ia gunakan pada saat ini.
Naga Surgawi itu menunggu manusia itu keluar dari pikirannya dan terdiam sesaat, melihat energi merah bercampur emas yang tersisa di udara, berkedip-kedip kemudian menghilang secara bersamaan, tidak salah lagi energi yang digunakan oleh manusia tersebut. [Menarik.]
Naruto perlahan melepas tangannya dari kepala Iblis-kalau tidak salah—itu, dan membuka kelopak mata dengan waktu yang bersamaan. Menarik nafas dan melepasnya, mencoba menenangkan rasa lelah yang muncul.
"Hei, apa sih yang kau lakukan? Dari tadi aku memperhatikanmu, berdiam dan hanya memegang kepala anak itu."
Suara baru yang terdengar itu membuat Ninja itu tegang, dan langsung mengeluarkan tantonya dan menghunusnya ke arah suara tersebut. Namun, mata Naruto terhenti sesaat melihat ujung pedang pendeknya di tahan begitu saja dengan jari telunjuk. Sesuatu yang seharusnya tidak mungkin bisa dilakukan oleh siapapun. Tidak ingin mengambil resiko apa yang akan dilakukan calon musuhnya, pemuda itu kemudian menyayat secarara vertikal dan melompat ke belakang. "Siapa kau!?" Mata Naruto menatap sosok di seberangnya dengan mata penuh terbuka, masih dengan pijakan yang siap menyerang balik.
Seorang Pria yang sepertinya sudah cukup tua, postur tubuh yang tegak tidak memberikan celah kosong. Senyum percaya diri yang terpampang meskipun potensial musuh. Pakaian yang digunakan merupakan pakaian tradisional Yukata. Tapi yang paling menarik perhatiannya adalah rambut Pria tersebut, yang terbagi dua warna, antara poni yang berwarna pirang dan sisanya selain itu berwarna hitam. Aura yang dipancarkan pria itu pun terasa berat, meskipun seperti ditutupi dan ditekan, namun hal itu tidak bisa dihilangkan.
"Tenanglah, Nak. Aku tidak bermaksud jahat kok. Aku hanya ingin tahu apa yang kau lakukan tadi, sepertinya menarik. Jika terlihat dari ekspresi dan tujuan yang kau gunakan tadi, sepertinya engkau membaca pikiran anak yang tertidur itu atau memasuki pikirannya. Hm... sepertinya berbeda dengan sihir yang pernah aku lihat." Pria itu memegang dagunya seraya berbicara. Pandangan tetap terhadap Naruto yang siaga.
"Itu bukan urusanmu." jawab Naruto tanpa pikir panjang. Tentu saja ia tidak akan membocorkan informasi begitu saja jika seseorang bertanya kepadanya.
"Tidak perlu sedingin itu,lagipula aku sudah mengerti apa yang sedang kau lakukan pada saat ini. Aku merasakan energi kuat beberapa jam yang lalu, biasanya aku membiarkan hal itu karena bukan urusanku, tapi entah mengapa energi yang terpancar itu berbeda dari lainnya." Pria itu mengambil waktu jeda sesaat, memperhatikan ekspresi pemuda yang berada di depannya. 'Kontrol emosi yang bagus.'Mencatat informasi terbaru itu, Azazel kemudian melanjutkan. "-Dan, bayangkan saat aku melihat lubang kecil hitam tercipta di langit, dan seseorang jatuh dari ketinggian ratusan meter. Yaitu...Kau."
Naruto memilih diam, mengambil waktu untuk memeriksa pria aneh yang di depannya. Sekarang ada dua pilihan yang bisa ia pilih. Yang pertama, hiraukan pria itu dan pergi ke tempat yang lebih aman, dan mencari informasi yang kemungkinan akan memakan waktu yang sangat lama, tidak termasuk cara pulang. Kedua adalah mendengarkan pria di depannya, yag kemungkinan memiliki maksud lain, tapi memiliki informasi yang mungkin mempercepat waktu dan kemungkinan lagi memiliki petunjuk dengan celah dimensi yang dimaksudkan dan cara masuk atau menyebranginya. Membulatkan tekad, Ninja tersebut kemudian menurunkan senjatanya, dan menatap Pria tersebut.
"Apa kau memiliki informasi lengkap mengenai dunia ini?"
"Hm, kau meremehkanku, Nak. Aku memiliki semua informasi yang kau cari itu."
"Celah dimensi?"
"Ya, aku juga tahu itu dan siapa yang bertempat di situ."
"Aku mendengarkan."
Azazel tersenyum kecil, "Kalau begitu jadilah tamuku."
Azazel dengan tangan bersila kemudian melihat pemuda yang berada di depannya, masih dalam ekspresi datar tanpa emosi. Dengan kedua tangan berada di atas paha, mendengarkan dengan sopan. Meskipun begitu, Azazel bisa melihat pemuda itu tidak santai sedikit pun, seperti prajurit veteran yang tidak bisa menurunkan panca indranya dari kemungkinan serangan. Meskipun kemungkinannya tidak ada. Dirinya sudah menjelaskan informasi umum dan dasar informasi dunia supranatural kepada pemuda dengan pakaian Ninja tersebut. Informasi yang dicerna sepertinya tidak membawakan perubahan ekspresi dari pemuda dengan rambut pirang itu. Sesuatu yang membuatnya sedikit frustasi, jujur saja Azazel ingin melihat tatapan terkejut dari manusia di depannya mengenai dunia baru yang baru ia datangi. Tapi ada satu hal yang membuat dirinya bertanya-tanya bagaimana bisa Naruto ini bisa selamat dari celah dimensi. Yang merupakan tempat paling berbahaya bagi siapa saja kecuali yang terkuat.
"Ada satu pertanyaan yang ingin kuutarakan. Mengingat aku sudah menjawab semua pertanyaanmu, sekarang giliranku, bukan begitu?" Melihat anggukan dari pemuda itu, Azazel kemudian menatap anak itu di mata. "Bagaimana bisa kau melewati celah dimensi dan tetap hidup?"
Naruto terdiam sesaat, mendengar pertanyaan itu. "Ada yang melindungiku. Aku menggunakan kekuatannya untuk membentuk lapisan-lapisan energi yang mengelilingi tubuhku demi menahan semua efek negatif yang berada di celah dimensi itu. Entah kebetulan atau tidak, tapi sebuah lubang kecil tercipta dan aku seperti didorong."
"Jawabanmu tidak jelas." Azazel menghela nafas lelah. Jawaban yang ia terima memang menuju ke sesuatu yang berguna, tapi cara bicara dan perkataan yang seperti tidak membawakan bukti jelas membuatnya meragukan jawaban tersebut.
"..."
"Huh? Tidak mau menjelaskan, ya? Kalau begitu bisakah kau menunjukkan sedikit kekuatan yang kau maksudkan tersebut?" Azazel menyandarkan punggungnya ke sofa empuk miliknya.
"Aku mengerti."
Azazel menaikkan alis mata ketika melihat Naruto mengangkat tangannya sedikit, untuk memberikan gambaran jelas. Terlihat samar-samar, namun akhirnya menunjukkan warnanya. Energi kuning yang menyelimuti ujung jemari sampai bahu terlihat dengan jelas, bagaikan api yang membara lengkap dengan lidah-lidah api berwarna oranye yang terkadang keluar dari lapisan energi tersebut.
"Itu.."
"Chakra."
"Chakra, hm... jadi itu ya sumber kekuatanmu. Sudah lama aku tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri." Utarakan Azazel, tidak lupa mengambil catatan di dalam hati mengenai betapa potentnya energi tersebut dari apa yang pernah ia rasakan dan lihat. Malaikat jatuh itu kemudian melihat sekali lagi Ninja yang duduk tanpa bergerak di depannya, seperti layaknya elang memperhatikan calon mangsanya. "Ada satu hal lagi yang kutanyakan.." Melihat tidak ada penolakan, Azazel melanjutkan,"Kenapa kau tidak terkejut mendengar Malaikat, Iblis atau Malaikat jatuh? Kukira manusia sepertimu akan memberikan ekspresi tertentu sesaat mendengat dunia supranatural."
"Tidak. Aku tidak pernah mengenal akan ketiga aspek yang menjurus dunia akhirat tersebut." Naruto membalas dengan datar, "Dari kecil yang hanya kuketahui adalah berlatih, bertarung dan cara menyelesaikan misi dengan persentase tingkat keberhasilan yang paling tinggi. Selain itu bukan masalah yang harus kuperhatikan."
Azazel mengangguk, sudah menyusun pecahan-pecahan informasi yang diberikan oleh Ninja di depannya. Seorang Shinobi yang menggunakan energi Chakra, yang berasal dari dunia yang terbagi atas 5 negara besar. Memiliki sistem militer tersendiri dengan pemimpin yang dipilih menurut kekuatan atau yang berhubungan dengan lainnya. Dan sepertinya Naruto berasal dari cabang Militer tersebut. Namun kondisi emosi yang ia lihat, menandakan bahwa Naruto berasal dari cabang yang berbeda. Azazel tidak tahu pelatihan macam apa yang bisa membuat seseorang seperti di depannya; tanpa emosi, hanya mengetahui cara membunuh. Manusia yang terkadang sudah mencapai usia tertentu tentu akan sangat susah untuk dirubah atau dilatih seperti Naruto. Dibutuhkan waktu yang sangat lama agar seseorang menjadi prajurit seutuhnya. Beda lagi jika Naruto dilatih sebelum bisa mengerti kehidupan sosial. Dengan kata lain, Anak ini sudah dilatih dari ia masih kecil.
"Jadi, setelah mengetahui dunia macam apa yang kau datangi...Apa yang akan kau lakukan?"
Naruto terdiam sesaat mendengar pertanyaan itu, ia memikirkan apa yang harus ia lakukan. Mencari jalan pulang? Bagaimana?—jika yang dikatakan oleh Azazel benar mengenai celah dimensi. Maka untuk mencari jalan masuknya saja susah, dan kemudian mengenai Dimensi pararel. Tidak akan mungkin dimensi tersebut hanya terbagi antara dua dimenis, namun terdiri dari ribuan bahkan lebih lubang dimensi yang lain. Tentunya memiliki jalan keluar yang berbeda-beda. Jika memang ada makhluk terkuat yang bersarang di sana, maka kemungkinan bertemu pasti akan tinggi.
"Aku sedang memikirkannya. Dan akan menyebrangi jembatan itu jika waktunya tiba. Saat ini aku akan menjadi prajurit upahan untuk bertahan hidup hingga aku bisa menemukan cara jalan pulang yang aman." Ya, begitu lebih baik untuk saat ini. jika benar apa yang dikatakan Azazel, maka dirinya pasti akan bertemu dengan seseorang yang mengetahui sesuatu. Meskipun mungkin akan memakan waktu yang cukup lama, tapi tugas yang diberikan kepada dirinya belum selesai.
Suatu ide yang sudah tercipta beberapa waktu yang lalu kini berada di kepala Azazel. Dirinya sungguh tertarik dengan Ninja di depannya-Dan tidak, bukan dalam arti romantis—tapi karena kekuatan yang ditunjukkan oleh Ninja di depannya. Seorang manusia yang terlihat dan ia rasakan memiliki aura cukup kuat atau sangat kuat untuk seorang manusia. Dirinya ingin tahu akan hal itu, seberapa kuat manusia dan seberapa jauh batasan yang bisa dicapai oleh Naruto. Katakanlah dirinya seorang pencari ilmu yang selalu ingin tahu akan hal yang baru atau belum terpecahkan. Dan kesempatan muncul di depan mata.
.
"Azazel, siapa dia?"
Suara baru membuat pria yang disebutkan itu menoleh ke asalnya. Melihat sosok yang berbicara dengan nada yang sedikit arogan itu, "Hanya tamu. Kau tidak perlu merepotkan diri datang ke sini, Vali. Cari kerjaan lain sana, apa kau tidak lihat?-dan bagaimana menurutmu dengan Sekiryuutei yang kau perhatikan itu. "
"Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan saat ini. Sekiryuutei yang kau bilang itu tidak ada apa-apanya, dia lemah sekali. Bahkan aku tidak merasakan energi Iblisnya sama sekali. Jika tidak karena Albion, aku pasti mengira dia manusia biasa. Cih...di saat aku berharap pertarungan yang membuat darahku mendidih, ternyata lawan abadiku hanya seorang radang-hormon yang lemah. Katakan, mengapa kau tidak membiarkanku membunuhnya saja dan selesai dengan itu. Generasi Sekiryuutei yang saat ini tidak akan berkembang mencapai levelku jika terus begini saja."
Naruto melihat Azazel yang menghela nafasnya, serasa sudah terbiasa menghadapi suasana dan pembicaraan yang sama dengan pemuda berambut silver tersebut.
"Sabar saja. Sekali kubilang seseorang mempunyai potensial, maka aku tidak pernah salah, kau tahu?-jangan remehkan pemegang Boosted Gear saat ini. Memang dia belum apa-apa pada saat ini, mengingat dia baru membangunkannya, bebeda dengamu. Dia masih dalam pertumbuhannya, dan jika perhitunganku benar, maka kekuatannya akan berkembang secara drastis dalam beberapa tahun ini."
"Kau dan perhitunganmu itu," Sosok yang bernama Vali itu menyandarkan punggungnya ke dinding, dengan kedua tangan bersila. Matanya berpindah dari Azazel menuju ke Naruto, dan bertatapan mata. Tidak ada yang berkedip sama sekali, melihat dari jendela jiwa akan sesuatu yang tak pernah dirinya rasakan...kekuatan. kekuatan yang terpancar namun ditekan ke level terendah. Rasa takut yang tidak dia rasakan sama sekali, serasa menantang satu sama lain. Ekspresi datar, kosong, tanpa emosi yang seperti tidak tertarik akan apa yang terjadi. "Lawan aku."
"Hei hei, aku sudah bilang belajar sopan-santun. Vali, kau tidak bisa meminta orang yang baru kau temui untuk bertarung melawanmu."
"Atau kau terlalu takut dihadapanku? Pantas saja." Mengingat kekuatan yang dimilikinya, Vali tahu sosok berambut kuning itu merasakan kekuatan yang ia pancarkan, tentu saja orang biasa, baik itu Iblis atau Malaikat jatuh kelas bawah akan langsung membeku. Vali sekali lagi menatap Naruto, dan hanya bisa mengerutkan dahinya ketika tidak melihat ekspresi yang baru dari wajah sosok itu.
Azazel merasakan keheningan sesaat, melihat kedua pemuda yang berada dari dua tempat. Membawa jemarinya ke dagunya seraya berpikir, suatu ide yang cepat datang membuatnya menyeringai kecil. Dilihatnya Naruto yang tetap dalam ekspresi kosongnya, namun mata tertuju pada Vali bagaikan elang. Sepertinya dirinya mengerti mengapa Naruto mendapatkan nama aliasnya. Tatapan tersebut seperti mengikuti setiap pergerakan orang yang ia lihat, dari gerakan tubuh hingga hal yang tidak penting lainnya. Sedangkan Vali, tampaknya mulai kesal dengan tatapan tanpa emosi Naruto. Seperti dibayangkan, Vali tidak suka seseorang mengacuhkan dirinya begitu saja tanpa memberikan ekspresi yan ia cari.
"Bagaimana, Naruto, Apa kau mau mencoba merasakan kekuatan, Vali?"
"Untuk pertama, jangan panggil namaku seperti kau sudah mengenalku. Yang kedua, mengapa aku harus menghabiskan tenagaku untuk melayani orang arogan yang tidak tahu sopan santun itu?" Naruto melirikkan matanya sesaat ke Azazel kemudian ke Vali. "Pertarungan yang tak ada gunanya hanya karena ingin mengetest kekuatan satu sama lain merupakan sesuatu yang hanya dilakukan orang bodoh."
"Apa kau bilang?" Vali membalas dan melototkan matanya ke arah Naruto, "Jangan terlalu yakin siapa yang pintar dan siapa yang bodoh, jika kau berhadapan denganku aku yakin wajahmu akan mendarat di permukaan tanah dalam 30 detik."
"Omong yang besar dari mulut kotor sepertimu." Kini giliran Naruto yang balas bicara, masih tetap dalam ekpresi datarnya, "Sudah kukatakan dari tadi, untuk apa aku bertarung denganmu? Kita bukan binatang liar tanpa otak yang bertarung satu sama lain hanya untuk memenangkan daerah kekuasan-ah, kecuali jika kamu memang termasuk dari kategori binatang yang menyelesaikan semuanya dengan kekerasan...dari ekspresimu kurasa aku benar."
Pemuda berambut perak gelap itu mengepalkan tangan kanannya, melotot setajam mungkin ke arah mata biru yang suram itu. Badan gemetar serasa tidak bisa menahan kemarahan akan hinaan yang diucapkan itu. "Tarik kata-katamu tadi, atau aku akan menghabisimu di sini."
"Huh, kau terlalu percaya diri akan kata-kata yang kau keluarkan. Sikap aroganmu tidak akan membawamu ke mana-mana dalam pembicaraan ini." Naruto menoleh kembali ke Azazel yang terhibur sendiri mendengar perbincangan tadi, senyum tipis berada di wajahnya yang kasar. "-Dan katakan, apa gunanya aku bertarung dengan anak ingusan ini?"
Azazel terkikik mendengar pertanyaan itu dan kemudian berubah menjadi tawa besar. "Heh, baiklah. Jika kau mau melayani nafsu bertarung Vali, aku akan memenuhi permintaanmu," Azazel melihat wajah Naruto dan tahu ia sudah mendapatkannya, "Kau mencari pekerjaan, bukan?-aku akan memberikannya kepadamu, bayaran yang sesuai, dan juga tempat untuk istrahat selama kau mencari jalan pulangmu. Bagaimana?" Azazel menunggu jawaban Naruto. Wajah pemuda itu kini menatap arah lain, serasa memikirkan apa yang harus ia lakukan. Sedangkan Vali sudah mengeluarkan Sacred gear miliknya dengan wajah tersenyum lebar.
"Pekerjaannya?"
"Hanya memata-matai beberapa Iblis muda yang menarik perhatianku. Gampang, bukan?"
"Aku memegang janjimu, Azazel. Aku tidak suka menghabiskan tenagaku untuk sesuatu yang tidak penting seperti melawan anak ingusan ini." Naruto berdiri dari sofanya, dan kemudian mengambil gulungan dari kantong seragam dinas Ninjanya. Membukanya secara cepat, dan asap kecil timbul dari hal itu. Dan kini sebuah senjata sudah berada di tangannya.
Azazel hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Naruto, jika dilihat lebih dekat Naruto itu lebih muda daripada Vali.
"Baiklah, kalau begitu aku akan membawamu ke dimensi di mana kalian bisa bertarung sesuka kalian. Kebetulan dimensi ini baru saja kubuat, dan butuh test percobaan seberapa besar tekanan sihir atau kekuatan yang bisa ditahan."
Naruto menaikkan alis matanya mendengarkan itu. Dimensi buatan? Dirinya tidak pernah mendengar ada orang yang bisa membuat dimensi di mana makhluk hidup bernafas. Yang ia tahu hanyalah kantong dimensi kecil yang diterapkan fuinjutsu terhadap gulungan perkamen. Itupun kegunaanya hanya untuk menyimpan persedian atau peralatan ninja, dan juga untuk menyimpan mayat buronan. Tidak pernah ia mendengar ada orang yang membuat dimensi seperti di mana orang bisa hidup di dalamnya. Sepertinya banyak lagi yang belum ia ketahui mengenai perkembangan teknik dunia ini. Apalagi Azazel mengatakannya serasa hal itu sudah biasa dan bukan sesuatu yang luar biasa.
Dengan satu tangan di saku celana kiri, Vali menunggu kedatangan orang yang dimaksudkan. Dirinya sudah tidak sabar untuk melihat sejauh berapa Naruto ini bisa bertahan melawan dirinya.
[Vali, jangan terlalu percaya diri.]
"Hm, Kenapa albion? Jangan katakan kau takut dengan orang itu." Vali memutar matanya mendengar kurangnya kepercayaan yang ditumpukan oleh penghuni Sacred gear miliknya. "Lagipula kenapa kau baru membawanya sekarang? tadi saja kau hanya diam tidak mengutarakan satu kata apapun saat aku bicara dengan pecundang itu."
[Bukan, aku hanya mengambil waktu yang cukup lama untuk memperhatikan sosok itu. Aku bisa merasakannya, Vali. Kekuatannya yang ia simpan. Meskipun ia menutupinya, namun aku bisa merasakan sedikit energinya...yang penuh akan maksud jahat. Kontras dengan wajah pokernya.]
"Bukankah itu bagus? Berarti kita akan mendapatkan lawan yang mungkin layak waktuku." Balas Vali dengan ringannya, seraya meregangkan tubuhnya sesaat. "-Dan dari mana kau tahu istilah wajah poker?"
[Hah, baru pertama kali ini aku mempunyai tuan rumah yang keras kepalanya seperti batu. Terserah apa yang kau lakukan, kalau kau mati itu bukan salahku.] Albion menjawab dengan lelah, serasa sudah mencapai batasnya untuk memperingatkan pemegangnya yang sekarang. [Aku hidup lebih lama darimu, dan lebih sering menyaksikan interaksi pemegang terdahuluku. Tentu saja aku mempelajari beberapa istilah sini dan sana.]
"Apa kau yakin, Naruto? Vali bukanlah lawan yang mudah dikalahkan." Ucap Azazel seraya mengantar Naruto ke dalam Dimensi buatannya.
"Bukankah kau yang menyuruhku melawannya? Kenapa jadi ragu sendiri?" Naruto memeriksa peralatan yang terpasang di tubuhnya. Dari sarung tangan hingga alat pelindung standar Ninja miliknya, kemudian memeriksa satu-satunya senjata yang masih tersisa dalam perkamennya. Yaitu sebuah Kunai bermata tiga.
"Huh, aku hanya memberimu kesempatan untuk mundur. Sepertinya kau juga tidak mau mengambilnya," Azazel menyeringai penuh. "Satu tips untukmu: Jangan pernah tersentuh olehnya, jika sampai tersentuh, maka katakan sampai jumpa deh.."
"...Aku akan mengingatnya." Naruto menghadap ke depan, mata menyipit menatap Vali yang sepertinya sudah mengeluarkan sesuatu dari belakangnya, yang sepertinya merupakan sepasang sayap yang terbuat dari energi. Energi apapun itu, Naruto belum tahu. Chakra? Bukan. Azazel sudah menjelaskan perbedaan penggunaan energi tersebut. Dan katakanlah Naruto sedikit iri.
*Bocah, biarkan aku ikut menghancurkan monyet itu. Kau sudah terlalu lama tidak menggunakan kekuatanku melawan seseorang.*
'Lihat situasi. Lagipula aku memang tidak membutuhkanmu jika melakukan misiku, maaf. Aku tidak ingin mengeluarkan seluruh kekuatanku ataupun kekuatanmu jika situasi tidak meminta. Jika aku bisa menyelesaikan misi dengan sebilah kunai, maka aku mengambil cara itu Daripada memilih cara destruktif yang menghabiskan tenaga namun hasilnya sama saja dengan sebelah kunai. Sekali lagi aku minta maaf.'
*Grrr, maaf! Maaf! Bisamu hanya maaf saja! Kesabaranku mulai habis, Narutooo!*
'Aku tidak mengerti kenapa kau selalu marah. Padahal aku sudah mengatakan maaf. Emosi seperti marah tidak bagus untuk kesehatan, Kurama.'
*Kau dan otak leletmu.*
0o0o0o0o0o0
"Kau lama sekali, aku kira kau sudah kabur." Vali mendengus dengan ekspresi dinginnya. Kaki mengetuk-ngetuk permukaan dimensi dengan tidak sabar.
"Maaf. Hanya saja kucing hitam menghalangi jalanku dan terpaksa harus mencari jalan memutar agar tidak terkena sial." Balas Naruto dengan wajah datar.
"Begitu ya, untuk kali ini aku akan memaafkanmu." Angguk Vali, melahap semua jawaban Naruto dengan serius. "Memang kucing hitam itu membawa sial, termasuk seseorang yang aku kenal."
*Dasar bego.*
'Hush.'
Naruto kemudian menghirup nafas dan menghelanya. Melepaskan seluruh chakranya ke seluruh tubuhnya secara perlahap hingga seimbang antara satu sama lain. Tangan dan kaki ia regangkan satu sama lain agar dapat menerima stress dan tekanan kekuatan yang akan ia pakai. "Aku sudah siap."
"Bagus, dan rasakan!" Vali membawa kedua tangannya ke depan, dari telapak tangannya muncul dua lingkaran sihir dan energi-energi tidak berbentuk menuju ke Naruto dengan kecepatan yang melebihi dari rata-rata.
Naruto hanya menaikkan alis matanya, melihat pertunjukkan kekuatan itu. Tidak ingin mencoba merasakan serangan itu, Naruto mengambil langkah ke arah samping mengindari satu energi ledakan tersebut dan kemudian menggunakan kecepatannya untuk menghindari belasan serangan beruntun sihir tersebut. Permukaan lantai menjadi kubangan-kubangan kecil dengan jumlah yang tidak bisa dihitung.
"Apa kau hanya bisa menghindar!?" Vali menambah kekuatannya terhadap sihirnya, dan tembakan energi itu semakin banyak memenuhi pandangan. Asap mengepul dari permukaan lantai dimensi itu. Sunyi... mata Vali melirik kiri dan kanan, mencoba mencari keberadaan Ninja tersebut. 'Cih, di mana dia? Aku tidak bisa merasakan keberadaanya.' Refleks Vali bekerja dengan cepat, membawa tangannya ke samping dan lingkaran sihir penghalang muncul melindungi dirinya dari tendangan keras. Mata menuju ke arah tendangan dan melihat tatapan penyerangnya. Belum sempat mengatakan beberapa patah kata, Naruto sudah menghilang kembali. Hal itu terus terjadi berulang kali.
Naruto kemudian muncul kembali di atas Vali, dengan kedua tangan menggenggam Tantonya. Vali yang merasakan kehadiran Naruto kemudian membuat kembali sihir penghalang di atas kepalanya, dengan kedua tangan ke atas. "Hanya segini saja? Kau pengecut." Dan benar, ujung mata pedang pendek itu hanya menyangkut di permukaan sihir penghalang.
"Bukan. Aku belum selesai." Naruto menguatkan pegangannya terhadap Tanto, dan kemudian mengirimkan chakra elemen anginnnya melewati pedangnya setajam mungkin. Pedang chakra terlihat dengan jelas dari mata pedang tersebut, menembus penghalang itu bagaikan pisau panas memotong keju. Vali melebarkan matanya, melihat energi berwarna biru itu. Tidak mau mengambil resiko, Vali menendang pijakan Naruto dan kemudian salto beberapa meter ke belakang. Melihat Naruto yang sudah berada di udara, Vali kemudian menyeringai, dengan kecepatan tidak manusiawi yang ia miliki, pemuda berambut perak itu kemudian melesat dengan lekas dan memukul Naruto berulang kali. Namun entah mengapa pukulan yang ketiganya membuat Naruto meledak menjadi asap. Membuatnya bingung untuk sesaat.
Tendangan ke wajah membangunkan pikirannya, terlempar belasan meter, Vali kemudian bangkit lagi dan melihat Naruto dengan kesal. Tangan meraba wajahnya yang masih merasakan sakit, walaupun hanya kecil. [Dia belum menunjukkan kemampun aslinya.] Vali hanya mendengus mendengar itu. Membersihkan debu yang berada di pakaiannya, "Dan begitu juga aku. Lagipula aku hanya perlu menyentuhnya sekali, dan semua itu selesai."
[Fakta: kau belum menyentuhnya sama sekali sampai detik ini.]
"Dan itu akan berubah. Kecepatanku lebih tinggi daripada dia, baik itu dalam kondisi ini ataupun jika aku masuk dalam mode Balance Breaker. Bukan masalah kecepatan yang aku permasalahkan pada saat ini, tapi adalah keberadaannya yang sama sekali tidak bisa kurasakan. Membuatku susah memprediksi gerakan yang akan ia lakukan selanjutnya. Padahal ini lapangan terbuka, tapi aku tidak melihatnya sama sekali. Albion, apa kau tahu sesuatu tentang kemampuan ini?"
[Tidak.]
"Kukira kau mengetahui semuanya."
[Bukan berarti aku Tuhan yang mengetahui segala hal.]
"Kau dan mulut besarmu." Vali kembali memberi perhatiannya ke pertarungan yang ia lakukan. "Jika kau tidak mau muncul, maka lebih baik aku hancurkan tempat ini." Lingkaran sihir muncul di atas langit, dan serangan berbasis sihir padat menghujani permukaan lapangan. Ledakan, kubangan, bahkan asap dari semua itu mengepul tinggi. Menyeringai sendiri, Vali memukul kebelakang dengan kekuatan penuh. Menghantam Naruto di perut hingga Ninja itu terlempar beberapa meter, dengan kedua kaki menahan pergerakan lebih jauh. "Akhirnya kau muncul juga, kau membuatku menghabiskan waktu berharga bertarung dengan pengecut seperti dirimu yang hanya tahu bersembunyi."
"Ini bukan acara festival di mana aku harus menunjukkan seluruh kekuatanku. Seminimal mungkin tenaga yang kugunakan, itu lebih bagus. Berbeda denganmu yang sepertinya menghabiskan energimu hanya untuk mencari keberadaanku." Naruto menjawab dengan datarnya, kondisi masih sempurna tanpa ada tanda-tanda kelelahan maupun rasa sakit dari pukulan Vali.
Vali membiarkan senyum kemenangan ke wajahnya, "Kau tidak perlu khawatir akan hal itu. Aku masih memiliki kekuatan yang masih banyak untuk melanjutkan pertarungan ini hingga bulan ke depan. Lagipula ini sudah waktunya..."
[Divide!]
Naruto jatuh ke permukaan tanah, dengan tangan sebagai penopang tubuh. Dirinya merasa lelah secara tiba-tiba, kekuatan seperti menghilang begitu saja. Padahal ia belum menggunakan jurus yang berlebihan. Dan sekarang, Naruto hanya merasa setengah kekuatannya seperti terbakar sendiri. Dengan nafas yang tersendat, Naruto menatap Vali.
"Kau pasti bingung? Tentu saja. Singkat kata aku membagi setengah kekuatanmu menjadi milikku, dan sekarang kau merasakan efek dari kehilangan kekuatan itu. Dalam sepuluh detik lagi, aku akan melakukan yang sama." Vali kemudian tertawa besar, menyimpan kemenangannya yang mudah. "Apa yang kubilang tadi? Pada akhirnya aku akan menang. Meskipun waktunya tidak 30 detik seperti yang kujanjikan, namun itu karena kau terus bersembunyi. Jadi tetap saja hasilnya sama."
[Vali...]
"Apa?"
[Kekuatan yang kau ambil sudah mencapai maksimum.]
"Bagaimana bisa? Apa kau bercanda!? Tidak mungkin hanya dari sekali Divide aku sudah mencapai kekuatan maksimum!?" Vali melihat sayapnya, dan benar apa kata Albion, sayap itu sedang mengeluarkan tenaga yang berlebih. Pandangan Vali pun berpindah ke Naruto yang menatap dengan tatapan kosong itu. "Apa dia? Kekuatan macam apa yang ia simpan hingga hanya sekali Divide sudah membuat sacred gear-ku penuh?"
0o0o0o0o0
'Kurama..'
*Apa kubilang? Sebaiknya gunakan chakraku dan selesai dengan ini. Tapi kau menolak! dan lihat apa yang terjadi!? Kau meremehkan kekuatan lawan yang sepertinya melawan hukum alam itu. Chakramu pun berkurang drastis hingga hanya separuhnya yang tersisa.* Kurama terdengar marah terbukti dari suaranya, tapi mengingat Kurama yang dari pertama ia bertemu, Naruto tidak terkejut lagi. Memang sifatnya yang selalu marah.
'Aku minta maaf.'
*Diam, bodoh! Apa kau tidak mempunyai kata lain selain maaf!?* Kurama berteriak dengan sekerasnya di dalam batin Naruto. *Aku sudah mengembalikan chakramu ke titik semula. Kali ini jangan main lembut. Hajar dia sampai hampir mati! Aku tidak sudi mempunyai tuan rumah yang dikalahkan begitu saja sama monyet kelas tiga itu.*
'Semua orang kau anggap monyet...termasuk aku. Apa kau tidak mempunyai kata lain?'
*Diam, Monyet! Seharusnya kau berterimakasih karena aku mengkategorikan kau dalam monyet kelas satu. Kau berada di tingkat yang paling atas daripada monyet lainnya yang pernah aku temui.*
'Aku tidak tahu harus merasa tersanjung atau terhina.' Naruto kemudian membiarkan senyum kecil menghias wajahnya, 'Tapi, terimakasih karena mengembalikan Chakraku. Aku akan melakukan seperti apa yang kau minta.'
Tidak mendengar tanggapan dari Kyuubi, Naruto kembali menjadi serius, mengeluarkan kunai spesial yang seharusnya tidak ia gunakan sampai akhir. Namun, semua itu berubah ketika musuh menunjukkan kekuatan yang tidak pernah ia lihat. Menurut deskripsi singkat yang dikatakan oleh Vali, akhirnya Naruto mengerti akan basisnya. Berjanji kepada diri agar kejadian ini tidak terulang kembali, Naruto melemparkan kunai bermata tiga itu ke arah Vali. Jika apa yang dikatakan Vali itu benar, maka cara terbaik yang bisa dilakukan sekarang adalah menyelesaikan pertarunga secepat mungkin sebelum dia bisa menggunakan kekuatannya itu.
Vali yang melihat pisau kecil yang datang ke arahnya hanya mendengus melihat ancaman tidak berarti itu, tanpa panjang pikir, ia mengambil langkah ke samping membiarkan kunai tersebut melewati dirinya. Satu kesalahan yang akan selalu diingat Vali sampai ke kuburannya. Naruto sudah berada di depannya, tanpa bisa ia lihat atau rasakan. Pukulan beruntun mengenai seluruh tubuh Vali, gelombang kejut dari pukulan itu membuat pemuda itu tidak berkutik. Darah keluar dari luka baru dan juga mulut. Ingin meledakkan Ninja itu, namun Naruto sudah menghilang lagi. Tanpa bisa menggerakan tubuhnya, Vali menerima serangan tersebut dengan tubuh terbuka tanpa bisa melakukan apapun. Dirinya bisa merasakan tulangnya retak di bawah tekanan tersebut.
[Vali!]
"Aku tahu!"
"Fuuton: Rasengan!"
"GUAKHH!" dan luka baru terbentuk di dada Vali bagaikan bor yang memaksa masuk. Darah bersimbah ke berbagai arah dari daging yang hilang habis dibor tersebut. Tidak sampai disitu, Vali terlempar puluhan meter bagaikan terseret dipermukaan tanah hingga akhirnya berhenti tidak bergerak.
"Sudah kuduga, kekuatan bertarungmu lebih terarah ke jarak jauh. Sedangkan aku lebih ke jarak dekat. Aku memang kaget ketika kau mempunyai kekuatan yang bisa membagi kekuatan lawan dan menambahkannya ke tubuhmu, tapi meskipun begitu kapasitas Chakraku jauh dari rata-rata. Jikalaupun kau dapat memotong setengahnya, aku bisa saja kembali ke kondisi semula dalam waktu bersamaan. Kurasa diriku yang tertawa pada akhirnya, bukan begitu?" Tidak mendengar jawaban, Naruto membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan menuju Azazel yang cukup jauh. Namun Ninja itu terhenti ketika melihat jari Azazel yang menuju ke atas.
"Kau mau ke mana pecundang!? Kita belum selesai!"
Naruto membalikkan badannya dengan sigap dan menatap Vali yang terbang di udara, "Armor yang bagus. Tapi aku tidak mengira kau bisa bangun dari fuuton: Rasengan milikku. Jumlah orang yang bisa bertahan dari serangan itu bisa kuhitung dengan jari."
"Aku lengah. Hal itu tidak akan terjadi lagi." Vali membalas dengan suara berat akibat berada di armornya. "Namamu Uzumaki Naruto, bukan? Bagus. Aku akan mengingat nama itu. Nama yang membuatku bisa serius seperti ini. Kau orang pertama selain Azazel yang melihat Balance breaker milikku. Kau harus bangga akan hal itu, karena kau tidak akan berjalan hidup-hidup setelah melihat ini!"
[Divide] [Divide] [Divide]
"Kurama!"
*Aku sedang sibuk bodoh!*
Vali terhenti sesaat, melihat musuhnya tidak merasakan apa-apa, energi yang ia curi kini telah keluar dari kedua sayapnya dengan kecepatan tidak terkira. [Vali, jika kau terus membelah kekuatannya, Balance breakernya akan hancur. Sepertinya kapasitas maksimumnya jauh di atasmu, sehingga membuatmu kepenuhan hanya sekali Divide. Aku tidak tahu bagaimana, seharusnya dia sudah mati jika begini, tapi sepertinya kekuatan yang di dalam tubuhnya mengembalikan energinya secara terus menerus tanpa henti. Kita tidak tahu di mana batasannya, tapi jika ini terus kau lanjutkan, aku yakin kita yang akan kalah dengan konyol.]
"Jika begitu, aku akan mengambil cara lama." Vali yang berada di atas langit kemudian membawa tangannya ke atas. Dan energi membentuk lima piringan gergaji besar kini terbawa ke penglihatan. "Ayo kita lihat seberapa cepat kau menghindari ini!" Dengan teriakan perang itu, Vali melempar piringan gergaji yang terbuat Dari kekuatannya ke arah Naruto. Bagaikan namanya, piringan itu menggores permukaan tanah dengan mudahnya, melesat dengan kecepatan tinggi menuju Naruto.
Naruto melihat kunainya yang tersangkut di jauh arah, sedangkan depan pemandangannya sudah dipenuhi dengan teknik Vali. Yang sepertinya jika tidak dihindari akan membawa luka fatal, atau lebih tepatnya terpotong-potong tanpa ada sisa. "Hiraishin!"
*DUAARRR!*
"Cih, kecepatannya itu. Bagaimana bisa dia bisa menghilang begitu saja, padahal jalan keluar sudah aku tutup semua?" Vali bertanya kepada dirinya sendiri ketika melihat Naruto muncul kembali di bawah. "Oh, biarlah...kurasa aku harus membalas pukulan yang tadi." Dengan kecepatan cahaya, Vali muncul di depan Naruto yang kehabisan langkah, dan memukulnya di dagu hingga meroket ke atas. Tidak sampai di situ, Vali juga muncul kembali di atas dan kembali memberikan pukulan beruntun, hingga udara keluar semua dari paru-paru Naruto. "Dan ini, untuk merusak dadaku!" Vali menendang Naruto secara vertikal di bagian dada, kejutan udara yang hebat terjadi dan Naruto jatuh bagaikan meteor ke permukaan tanah. Kepulan asap tercipta meninggi, kubangan terlihat jelas dengan lebar puluhan meter.
"Kuakui kau hebat, Uzumaki Naruto." Vali berbicara setelah melepas helmnya, pujian terdengar jelas dari nada suaranya, "Tapi...kau tidak akan bisa membawaku ke limit yang kucari." Dengan tatapan terakhir ke arah lubang itu, Vali kemudian membalikkan badannya, bergegas untuk terbang dari dimensi yang hampir hancur tersebut.
"Kau mau ke mana?"
Vali melebarkan matanya dan melihat ke arah kubangan tempat Naruto berada. "Bagaimana mungkin!? Aku sudah menaruh seluruh kekuatanku di balik tendangan tadi! Bagaimana dia bisa hidup dari situ!?" Asap yang mengepul menghalangi pemandangan Vali.
Namun di dalam hati ia merasa bahagia, merasa senang, merasa gembira. Pertarungan yang ia nantikan akan terjadi lebih cepat, darah mendidih dengan tidak sabar akan sensasi yang ia tunggu-tunggu. Persetan dengan Sekiryuutei. Ia akan mendapatkan pertarungan abadinya di sini. Tidak mau menunggu lama, Vali membuat sihir baru dengan tingkat kekuatan tertingginya dan melemparkannya ke arah kubangan yang masih berasap tersebut.
Pelindung cahaya emas terbentuk dengan seketika di kubangan itu, menahan serangan dari Vali. Ledakan keras pun terjadi dan hampir membutakan mata dari intensitasnya. Merasa sudah tidak berpengaruh lagi, Vali melihat ke bawah. Dan senyumnya kini hampir membelah wajahnya, "Hebat! Ini akan menjadi pertarungan abadi kita!"
Karena, Naruto kini sudah diselimuti oleh chakra kuning. Menyelimuti semua permukaan kulit putih pucatnya. Tidak sampai disitu, energi tersebut kemudian membentuk bagaikan tersendiri di tubuh Naruto, dan kini tubuh Naruto berkibar mantel chakra yang menyarak bagaikan api itu sendiri lengkap dengan tanda aneh disekujur tubuhnya. "Aku tidak menyangka harus menggunakan ini, tapi...kurasa ini memang waktunya."
"KURAMA!" Garis-garis kuning membentuk di atas dan mengelilingi Naruto, membentuk bagaikan rangka binatang. Terus berlanjut hingga menjadi kepala Rubah dengan tiga tato kumis tebal. Rahang mulut terbuka lebar bersamaan dengan kedua tangan Naruto yang menuju ke arah Vali. Permukaan tanah retak ke mana-mana, langit dimensi serasa hendak runtuh seketika. Bola kecil hitam terbentuk di rahang tersebut, membesar dengan tersendirinya, hingga diri bisa merasakan kehancuran dibalik bola yang berada di rahang kepala Rubah itu.
"BIJUDAMA!"
Hyoudou Issei menaruh kepalanya di meja kelas, menghela nafas panjang mengingat rasa lelah yang ia rasakan. Tapi itu semua tidak ada artinya saat ia berhasil menyelamatkan Biarawati itu dari genggaman mantan pacar yang membunuhnya. Meskipun mendapat hardikkan dari Buchou, tapi semua terbayar. Ya...dirinya berhasil menyelamatkan nyawa orang. Dengan kekuatan baru.
Suara Ibu Guru masuk membuatnya terbangun sesaat dari rencana tidurnya. Mengingat guru tersebut merupakan pengajar yang cukup disiplin, bisa bahaya kalau ketahuan ketiduran. Sepertinya dirinya harus menahan rasa kantuk sejenak. Mungkin saja Buchou, atau Senpai membiarkanku tidur di paha mereka...hehehe~
"Hari ini kita menerima siswa baru dari luar negeri, aku harap kalian bisa memperkenalkan dia dengan sekolah kita dan peraturan di dalamnya."
Dan kelas yang sunyi berubah menjadi keributan yang penuh akan bisikkan membahas siapa murid baru yang akan datang.
'Murid baru!? aku harap dia gadis cantik!' Di dalam hati, Issei melompat-lompat seperti anak-anak mendapat permen. 'Asia-chan akan masuk ke sekolah beberapa hari lagi, jika itu terjadi, Maka dua orang asing cantik akan berada di kelas ini, aku tidak sabar.'
Ternyata sosok yang dimaksud tidak memenuhi harapan Issei. Seorang pemuda dengan rambut pirang yang dipotong pendek tanpa kesan trendy masuk ke kelas tanpa suara. Mata biru yang kusam menatap seluruh kelas. Ekspresi wajah yang sepertinya terukir dari batu membuat Issei sedikit merinding. Apalagi mata tajam yang melihat ke segala arah tersebut.
Sosok itu kemudian membungkuk memberikan salam ke semua penghuni kelas. Tidak ada suara yang tercipta dari tanda sopan tersebut. Sosok tersebut kemudian mengambil alat tulis papan tulis, dan perlahan menulis namanya, yang pertama adalah Hiragana dan kedua adalah Katakana. Setelah menyelesaikannya itu, sosok itu kemudian kembali menghadap ke kelas, dan membungkukkan kepalanya.
"Salam kenal. Nama saya Uzumaki Naruto. Saya harap kita bisa saling kenal satu sama lain dalam waktu dekat ini." dan untuk menyelesaikan semua itu, sosok yang bernama Naruto itu kemudian memberikan senyuman menawan.
Issei memegang sisi mejanya, dan menarik nafas. Menjedokkan kepalanya ke meja berulang kali. Memang benar, seluruh orang tampan sebaiknya mati saja.
Sekian dan terimakasih telah membaca chapter pertama dari Akar. Jadi yang suka hal seperti ini, silahkan datang, dan jika tidak...ya udah. Saya sangat menghargai jika kalian mau untuk meluangkan waktu kalian untuk mereview chapter ini. Dan akan saya balas dengan PM jika ada pertanyaan. kritik kontruksi, kesalahan typo saya terima semua. katakan apa pendapat kalian, jika menemukan kesalahan jangan sungkan untuk memberitahu saya.
Type your review...here.
VVVVVVVV
VVVVVVVV
VVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVV
VVVVVVV
VVVV
V
