Disclaimers: Naruto © Kishimoto Masashi
Genre: Romance/Drama
Rating: T
Pairing: Naruto x Sasuke (Bisa SasuNaru maupun NaruSasu)
Warning: Semi-canon, Shonen-Ai, Yaoi hints, OOC, OOC, OOC, typo(s), pengulangan kata, alur lompat-lompat dari masa kini ke masa lalu. Don't like don't read! Feel free to leave this page if you don't feel easy to read it. I've warned you already.
A/N: Kyou tau harusnya selesein fanfic yg masih belom selesei dulu. Tapi, Kyou bener-bener pengen ng-upload fanfic ini! Kyou nggak nelantarin fanfic lain kok, cuma lama aja update-nya! *digetok*
Full italic: masa lalu
-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-
Entah kapan, aku mengerti bahwa keadaan akan menjadi seperti ini. Entah bagaimana, aku menyadari bahwa hanya dirimulah yang kumiliki. Hanya dirimu…
-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-
Broken Seal of Promise
© Kionkitchee
1st Promise: Not a Monster
-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-
"Aku ingin bertemu dengan Naruto." Suara berat menggema dalam sebuah ruangan yang masih mendapatkan cukup cahaya. Sang pemilik suara memang tidak berbicara dengan keras, namun suara yang mencerminkan kedewasaannya itu cukup untuk membuatnya terlihat besar dan menakutkan. Sayangnya, yang berhadapan dengannya sekarang adalah salah satu ANBU terbaik yang tidak takut apapun, yang ditugaskan Hokage kelima untuk mengawasi sesosok yang lebih atau bahkan sangat mengerikan:
Kyuubi. Seekor siluman; monster rubah berekor sembilan yang pernah menyerang Konoha 17 tahun yang lalu. Sesosok iblis yang sangat ganas dan memiliki daya penghancur sangat hebat.
"Surat izin Hokage?" tanya sang ANBU datar, tidak peduli dengan status sang pemuda yang merupakan komandan utamanya. Mau siapa pun yang mengunjungi Kyuubi, orang tersebut harus memiliki surat izin dari Hokage, dan hal itu adalah mutlak.
Sang pemuda berambut raven mengeluarkan sesuatu dari balik kimono biru gelapnya kemudian menyerahkannya pada pemuda bertopeng elang itu. Ia juga menunjukkan sebuah tanda yang berada di punggung tangan kirinya; simbol wajik hijau, penangkal dan penetral chakra iblis yang sewaktu-waktu dapat merasukinya. Dua hal itulah yang mutlak ada jika ingin mengunjungi sang rubah.
"Silakan ikut Makoto(1)," ucap sang elang, menunjuk salah satu ANBU bertopeng kupu-kupu yang berada di belakangnya. Sang Makoto pun bergerak membuka gerbang besi yang dijaganya dengan suatu segel pelepas lalu menganggukkan kepala agar sang pengunjung mengikutinya.
Sang pemuda yang mulai melangkah itu hanya menampakkan wajah stoic-nya seperti biasa sebelum kembali mendengar suara sang elang.
"Saya harap Anda berhati-hati, Sasuke-sama."
Tidak ada balasan dari pemuda yang dipanggil 'Sasuke-sama' itu. Yang terdengar hanyalah langkah pelan menuju tempat yang tergelap di ruang bawah tanah Konoha itu.
-.-.-flashback-.-.-
"Pulanglah… Sasuke… Tidak ada gunanya lagi kau melakukan ini…" Hembusan napas berat yang terengah-engah terdengar membisikkan sesuatu pada satu sosok di depannya.
"Mengapa… Mengapa…! MENGAPA KAU PEDULI PADAKU? AKU TIDAK MENGERTI!" Sosok itu berseru dengan teriakannya yang seakan membelah cakrawala merah yang kini menyelimuti mereka. Tubuhnya yang bersimbah darah bergerak bangkit untuk mendekati sosok oranye-hitam yang terkulai di hadapannya. Setelah berjarak beberapa senti saja, Sasuke jatuh berlutut seperti kehilangan seluruh tenaganya. Bibirnya yang masih mengeluarkan darah kembali berucap lirih,
"Kenapa… Naruto?"
Sang pemuda berambut pirang—yang nyaris terwarnai seluruhnya oleh 'mawar' merah—tersenyum di sela napasnya yang semakin berat. Perlahan, satu tangannya terangkat untuk menyentuh pemuda yang berada di sampingnya. Ketika jemari kecoklatannya berhasil merasakan hangatnya pipi sang pemuda, Naruto menggerakkan telapak tangannya untuk mengelus dengan lembut.
"Karena aku… menyayangimu…"
Mata oniks sang Uchiha terakhir terbelalak lebar mendengar kalimat itu. Namun, segera mata itu menyipit oleh embun yang mulai menggenangi kelopaknya. Dan ketika mata itu menutup dengan cepat, airmata pun mengalir membasahi jemari milik sang Uzumaki.
"Ayo kita pulang… Sasuke…" lirih Naruto dengan senyum yang tak pudar dari bibirnya. Yang dirasakannya kemudian adalah sebuah beban yang menimpa tubuh lemahnya. Beban hangat yang memberikan jawaban atas permintaannya.
Sebuah balasan; kepastian bahwa Sasuke akan pulang bersamanya.
-.-.-end of flashback-.-.-
Derap langkah menggaung dalam lorong yang semakin kekurangan cahaya. Terus dan terus kekurangan cahaya hingga akhirnya tiba pada kegelapan total yang dibarengi oleh bau amis yang menyengat hidung… juga bisikan lemah yang tak terdengar kejelasannya dari ujung lorong.
Sang Makoto melakukan gerakan tangan dengan cepat sebelum menyentuhkannya pada bilik lorong; memperlihatkan wujud dinding kotor berlumut yang kini bercahaya pada sela retakannya. Kemudian ia beralih pada sang pemuda dan berkata, "Kyuubi ada di ujung tempat ini. Saya hanya bisa mengantar Anda sampai di sini. Permisi." Dengan itu, sang ANBU pun pergi meninggalkan komandannya.
Sang komandan, Uchiha Sasuke, sama sekali tak mempedulikan apakah ANBU itu akan bersamanya untuk mengawasi atau tidak. Yang diinginkannya adalah bertemu dengan sosok sang rubah berekor sembilan. Sesosok monster yang beberapa minggu yang lalu masih berwujud seperti temannya.
Sahabatnya.
Dengan tenang dan pasti, Sasuke berjalan mendekati ujung lorong. Semakin dekat ia dengan tempat itu, semakin terdengar pula bisikan lemah di dalamnya. Hal itu justru membuatnya melangkah semakin cepat hingga sampai pada jeruji besi besar dan mencekam karena aura yang ditimbulkannya.
Bisikan itu kini terdengar jelas meski terputus oleh napas yang tak beraturan. Bisikan yang seperti dikenal Sasuke. Bisikan yang ternyata begitu kerasan dalam hidupnya selama dua tahun belakangan. Bisikan… senandung lembut yang diciptakan oleh sahabatnya sendiri.
"… Naruto,"
-.-.-flashback-.-.-
"Uchiha Sasuke, atas dasar pengkhianatan dan balas dendam, kau menghilang dari Konoha dan menyusahkan penduduk desa dengan keegoisanmu. Label missing nin pun diberikan padamu menyusul dengan kriminal kelas A yang membuat seluruh bangsa memburumu. Sungguh, aku tak tahu harus memberikanmu hukuman apa selain hukuman mati," sang Hokage kelima berkata sambil menghela napas berat.
"Hn." Hanya itu balasan sang Uchiha terakhir. Ia tak peduli dengan hukuman yang akan diterimanya, toh ia sudah tahu bahwa hanya hukuman mati lah yang pantas untuknya. Namun, jauh di sudut hatinya, ia menginginkan sebuah kesempatan untuk memperbaiki segala kesalahannya. Sebuah kesempatan agar dapat menjalani hari bersama dengan sahabatnya.
Tsunade, sang Hokage, kembali menghela napas setelah mendengar tanggapan singkat itu. Ia memijat keningnya yang terasa pusing karena harus berhadapan dengan seorang 'bocah' seperti Sasuke. Sebenarnya mudah saja baginya untuk langsung memberikan hukuman mati pada sang Uchiha, namun, ia yakin Naruto tak menginginkan hal itu. Wanita itu tahu pasti bahwa 'bocah' kesayangannya itu takkan membiarkan sahabatnya dihukum mati. Bahkan mungkin, bisa saja Naruto memberi jalan kabur bagi Sasuke agar tak dihukum mati. Yah, Tsunade tahu betul jalan pikiran sang Uzumaki… benar-benar persis sang ibu. Oleh karenanya, wanita berambut pirang yang diikat pig-tail itu kembali membuka mulutnya untuk sesuatu yang pastinya membuat sang Uchiha terkejut.
"Uchiha Sasuke, kuberikan hukuman kurung untukmu selama setahun. Kau akan dijaga 24 jam penuh oleh beberapa ANBU dan tidak diizinkan untuk mengikuti misi-misi Konoha sebelum masa hukumanmu berakhir. Kemudian, kau akan menjalani pemeriksaan khusus untuk mencegah adanya sesuatu dalam dirimu yang mungkin membawa pengaruh buruk pada Konoha. Itu saja."
Sangat terkejut, itulah yang dirasakan Sasuke sekarang. Ia tak menyangka bahwa hukumannya akan seringan itu. Tidak, bukan hanya dia. Para petinggi Konoha pun tak kalah terkejutnya. Dan saat mereka bermaksud untuk melawan keputusan Tsunade, wanita itu berdiri dari kursinya lalu melangkah menuju jendela—memandangi keseluruhan desa dari perspektif yang tak pernah membuatnya bosan.
"Keputusan itu sudah final. Bagaimana pun juga Uchiha Sasuke adalah bagian dari Konoha. Yang menyebabkannya mengambil jalan yang salah adalah karena titah dari kita, petinggi Konoha, pada Uchiha Itachi untuk menghabisi seluruh anggota klan-nya. Dan itu adalah keputusan yang salah meskipun berhasil mencegah kudeta yang direncanakan keluarga Uchiha." Tsunade menghela napas kembali sebelum melanjutkan, "Lagipula, Shinobi jenius sepertinya dibutuhkan Konoha untuk menghadapi masalah-masalah yang akan datang."
Penjelasan itu membuat para petinggi lainnya bungkam suara. Yang dikatakan Tsunade memang tepat; Konoha membutuhkan kekuatan sharingan Uchiha, dan mempertahankan Sasuke adalah pilihan tepat untuk kembali memulihkan klan yang sudah punah itu. Tepat seperti pemikiran sang Hokage.
"Rapat selesai. Segera tinggalkan ruanganku!" seru Tsunade masih menghadap ke jendela. Dari sudut matanya, ia bisa melihat para petinggi mulai bergerak keluar dari ruangannya, kecuali Sasuke. Wanita itu pun membalik badan dan menghadapi sang Uchiha dengan tenang. "Ada yang ingin kau katakan?" tanyanya.
Sejenak, Sasuke tetap diam hingga akhirnya ia membuka suara untuk menanyakan hal yang sedari tadi ingin diutarakannya. "Anda tidak khawatir kalau aku mencoba kabur dari para ANBU yang kutahu jauh lebih lemah dariku, Hokage-sama?"
Mata coklat Tsunade memandang tepat pada warna oniks di hadapannya sebelum membalas, "Kau tentu tahu alasanku yang sebenarnya, Bocah ingusan. Ini semua sudah kuperhitungkan matang-matang, dan kau tak berhak mengomentariku seperti itu!" Wanita itu pun kembali duduk di kursinya dan melanjutkan,
"Kelompok ANBU yang akan menjagamu adalah ANBU terbaik yang pernah ada. Meski kau beranggapan bahwa kau bisa mengalahkan mereka dan kabur, aku yakin di sudut hatimu sama sekali tidak ada keinginan untuk melawan."
"Dan bagaimana Anda bisa begitu yakin?" Kali ini Shizune lah yang mengutarakan kekhawatirannya. Lengannya mendekap Tonton erat seakan mewaspadai pergerakan sang Uchiha.
Tsunade menyeringai seraya meletakkan kedua tangannya di atas meja untuk menopang dagunya. "Katakan, Sasuke. Apa kau akan mencoba lari lagi dari sahabatmu sendiri?"
-.-.-end of flashback-.-.-
Bisikan lemah itu, senandung yang dilantunkan seorang pemuda di dalam penjara itu terdengar lembut, sama sekali tidak pilu atau menyakitkan. Lembut, sangat indah seakan kehangatan memenuhi relung hati sang pemilik… juga hati seorang pemuda yang berada di luar jeruji.
"Naruto," panggil Sasuke lagi. Kali ini, senandung itu berhenti, tergantikan oleh bunyi langkah kaki dan besi yang bergesekan. Sang Uchiha tahu bahwa kaki sahabatnya dibelenggu oleh rantai besi bersegel yang berat dan dingin yang perlahan-lahan membunuhnya. Dan kenyataan itu membuat hatinya perih, sangat sakit.
"Sasuke~"
Tak terduga, balasan yang didapatnya adalah balasan riang dengan suara penuh keramahan. Balasan bagai mentari pagi yang selama ini menghangatkannya. Balasan… suara yang membuatnya rindu.
"Aku senang kau menjengukku! Kau tahu, bosan sekali sendirian di sini!" seru Naruto lagi, kali ini menampakkan wajahnya di antara jeruji yang menghalangi pandangannya. "Kau baik-baik saja, Teme?"
Sasuke mendengus mendengar pertanyaan itu. Bagaimana bisa Naruto menanyakan keadaan orang lain sementara keadaannya sendiri sangat buruk? Apa ia tak memiliki kesadaran diri? Seharusnya ia mengkhawatirkan dirinya sendiri!
"Jangan bodoh, Dobe! Lebih baik kau berkaca dulu sebelum menanyakan keadaanku!" gerutu Sasuke sambil memalingkan wajahnya. Baru kali itu ia merasa tak bisa menatap wajah Naruto. Entah karena kasihan, ketakutan, atau karena apa, yang jelas ia tak sanggup memandangnya. Dan Naruto sendiri, ia lebih dari tahu perasaan sang Uchiha itu.
"Ah… aku menjijikan ya?" tanya Naruto pelan. Senyum mentarinya berganti menjadi senyum rembulan yang bersedih; hampa dan tiada. Kosong. Sedikit banyak ia menyadari akan datangnya hari ini. Hari dimana sahabat yang disayanginya takkan sanggup menatapnya karena diri yang begitu kotor akibat kemarahan Kyuubi… karena dirinya sudah terkontaminasi oleh kebencian Kyuubi.
Sang Uchiha tak dapat menjawab apa-apa. Ia bahkan tak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang tak ingin didengarnya. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, menahan gemuruh yang mulai bergejolak dalam dirinya.
Kenapa! Kenapa harus begini?
-.-.-flashback-.-.-
"Sasuke~ kubawakan makanan nih!" suara riang Naruto terdengar dalam kamar tahanan Sasuke—membuat sang Uchiha mengangkat kepala dari buku yang sedang dibacanya. "Hentikan bacaanmu sebentar! Ayo makan dulu mumpung masih hangat!" seru Naruto lagi.
Sang pemuda berambut raven pun menutup bukunya lalu berjalan mendekati Naruto yang sibuk membuka bungkusan yang dibawanya. Sebelah alis mata Sasuke terangkat, menyiratkan rasa bosan yang besar ketika melihat isi yang dikeluarkan sang Uzumaki.
"Ramen lagi? Kau tahu aku tidak suka ramen, Dobe, dan kau tetap membelikanku ramen? Kau ini bodoh atau idiot?" ketus Sasuke seraya berjalan kembali ke meja bacanya. Namun, belum sempat ia duduk, Naruto sudah keburu menarik tangannya dan menyeretnya untuk duduk di sisi kotatsu—meja penghangat. "Ap—"
"Untukmu yang ini, Teme! Ramen-ramen itu untukku tahu!" jelas Naruto sambil menyodorkan sekotak bento hangat yang berisi yakiniku dengan tempura dan miso shiro. Tak lupa dua iris mentimun dan tiga iris tomat segar. Semuanya kesukaan sang Uchiha.
Benar, Sasuke terpana melihat makanan yang disodorkan untuknya. Bukan, bukan karena itu makanan kesukaannya yang akhirnya bisa ia cicipi kembali, tapi karena Naruto mengetahui kesukaannya—bahkan membawakan untuknya. Dan ketika ia melirik sang Uzumaki yang tengah menuangkan air panas dalam mangkuk ramennya, Sasuke melihat semburat kemerahan di pipi bergaris itu, juga perban pada jemarinya ketika ia menurunkan pandangannya.
Jangan-jangan…!
"Kau yang… membuatnya, Dobe?" tanya Sasuke ragu-ragu.
Naruto terkesiap, "E-eh? Ng-nggak! Bukan! Itu buatan Sakura kok! Aku mana bisa masak, Teme!" sanggahnya cepat namun tak begitu cepat untuk menyembunyikan wajahnya yang merona merah. Tentunya hal itu takkan luput dari mata Sasuke.
"Kau sama sekali tidak sadar ya?" tiba-tiba Sasuke berkata pada Naruto sembari mengambil sumpit yang tersedia—membuat perhatian sang Uzumaki kembali padanya setelah sempat teralihkan. "Kau itu tidak pandai berbohong, tahu."
"E-eh? Be-begitu ya…? Hahaha…" Itulah balasan Naruto sebelum mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia sadar bahwa Sasuke sudah tahu perihal dirinya yang suka memasak, dan tidak ada gunanya mengelak dari kenyataan bahwa bento itu buatannya. "Ka-kalau kau tak mau, ya su—" Kalimat Naruto terhenti ketika matanya melihat sang Uchiha yang dengan lahap memakan bento tersebut.
"Gochisousama(2)," ucap Sasuke seusai menghabiskan makanannya—membuat Naruto membelalakkan mata.
"Hayai!(3)" seru Naruto melihat betapa cepatnya Sasuke menghabiskan makanannya. Belum lagi ternyata kotak bento itu bersih, tak ada sedikitpun nasi yang tersisa! Mau tak mau ia merasa senang.
Sasuke bangkit dari sisi kotatsu untuk kembali ke meja bacanya. Sebelum membuka buku yang kini dipegangnya, ia berkata pada sang ANBU penjaganya,
"Lain kali buatkan Chirashizushi untukku."
Dan Naruto memberikannya cengiran lebar pertanda 'ya'. Sebuah janji yang baru saja dilakukannya adalah awal dari ikatan mereka yang baru.
-.-.-end of flashback-.-.-
"Kau tidak perlu memaksakan diri datang ke sini, Teme. Sebetulnya sih, aku sudah biasa sendiri," ucap Naruto yang diakhiri dengan tawa kecil tak peduli. Namun, yang terdengar di telinga Sasuke hanyalah tawa pahit penuh rasa sakit.
"Jadi, kau tak mau aku menemuimu?" Kini berganti Sasuke yang bertanya. "Kau tak suka dikunjungi oleh seorang missing nin? Kalau be—"
"Mantan missing nin, Teme! Mantan!" potong Naruto cepat. "Lagipula aku tak pernah menganggapmu sebagai missing nin kok!" tambahnya sambil merenggut kesal karena Sasuke belum juga mengerti perkataannya terdahulu.
"Kau itu sahabatku!"
Ah…
Sasuke sudah tahu kalimat itu. Ia sudah menyadari bahwa Naruto akan berkata seperti itu. Bagaimana pun juga, hanya pemuda itulah yang tetap mempercayai dan mengejarnya di saat semua sudah menyerah. Dan karena rasa 'sekecil' itulah, ia terselamatkan. Rasa yang baginya omong kosong itulah yang justru membawanya kembali pada cahaya setelah sempat terkungkung dalam kegelapan pekat.
Sayangnya, pemuda yang 'membebaskannya' justru harus terperangkap dalam kegelapan yang jauh lebih mengerikan.
"Sekarang pun… kau masih menganggapku sahabat, Dobe?" tanya Sasuke datar. Kini ia kembali memandang pemuda dalam penjara itu. Ia bukannya tidak tahu apa jawaban sang Uzumaki, tapi sekedar ingin memastikan.
"Kau ngomong apa, Teme? Tentu saja kau sahabatku! Dan hal itu tidak akan berubah meski aku mati!" jawab Naruto pasti dengan sebuah cengiran yang kembali menghiasi wajahnya. Namun, tak lama, cengiran itu hilang kembali. "Kecuali kalau kau keberatan…" Kepala pirang bebercak merah itu menunduk dalam sementara jemari kecoklatan yang semakin menghitam miliknya menggenggam erat jeruji besi di depannya.
Sang Uchiha tertawa kecil sambil memutar kedua bola matanya. "Dobe. Apa aku pernah berkata kalau kau itu temanku? Apa aku pernah mengatakan ingin menjadi temanmu?" ejeknya ketus. "Bukankah aku lebih sering berkata bahwa aku ingin membunuhmu?" Sasuke melangkah mendekati jeruji lalu menggenggam jemari Naruto yang membungkus erat besi tersebut.
"Apa kau masih menganggapku sebagai sahabat?" tanya Sasuke lagi. Pemuda itu berhasil membuat mata biru Naruto menatapnya kembali.
"Tentu saja." Jawaban itu keluar dengan pasti dari mulut sang Uzumaki. Mata biru miliknya pun menyiratkan hal yang sama. Keyakinan. Kepastian. Suatu kebenaran dalam dirinya yang kini dipenuhi kegelapan. Sebuah cahaya harapan dari satu kata yang tetap saja terdengar seperti omong kosong bagi sang Uchiha.
"Kalau begitu, aku akan mengeluarkanmu dari sini."
-.-.-flashback-.-.-
"Sasuke~ hari ini kau sudah bebas sepenuhnya! Kau senang, 'kan?" riang Naruto sambil membuka pintu geser Mansion Uchiha dengan tangkas.
"Berisik, Dobe! Pagi-pagi masuk kamar orang tanpa izin—dengan suara cempreng pula! Nggak tahu orang masih ngantuk apa?" gerutu Sasuke saat mendapati pemuda berjaket oranye-hitam itu memasuki kamarnya. "Keluar kau!" bentaknya seraya kembali menyelimuti dirinya lagi. Hal tersebut justru membuat Naruto menghampirinya.
"Cuacanya cerah, Teme! Ayo bangun, mandi, dan berpakaian!" seru Naruto sambil menarik selimut sang Uchiha. "Aku akan menraktirmu sebagai perayaan kebebasanmu!" tambahnya.
"Kaauu…" Sesaat, Sasuke tampak seperti akan menyerang si pemuda pirang, tapi kemudian berubah bersamaan dengan helaan napas yang keluar dari mulutnya, "wakatta… tunggu di ruang tamu sana…" Rasanya semakin lama sang Uchiha tak dapat mengabaikan temannya yang satu itu.
Cengiran lebar merekah di wajah Naruto mendengar persetujuan Sasuke. Ia senang karena akhirnya ia bisa berjalan bersama sang Uchiha lagi tanpa harus dibayangi tugas untuk mengawasinya. Ia bahagia karena kini sang sahabat telah kembali sepenuhnya.
"Jangan lama-lama ya, Teme!"
-.-interval-.-
"Naruto, Sasuke, ohayou!" sapa Sakura ketika bertemu dengan kedua pemuda teman satu timnya itu di jalan. "Sasuke, selamat datang kembali!" tambahnya pada sang Uchiha.
"Hn," jawab Sasuke singkat.
"Ohayou, Sakura! Mau ke tempat Baa-chan?" tanya Naruto.
"Iya. Hari ini aku akan mempelajari ninjutsu medis baru," jawab Sakura. "Kalian mau ke mana?"
"Aku mau menraktir Sasuke di Ichiraku Ramen. Kau mau bergabung?" ajak Naruto dengan senyum lebar. "Aku sudah mengajak Kakashi-sensei juga, tapi hari ini dia ada misi dengan Jounin lain… membosankan! Kalau begini 'kan kelompok tujuh jadi tidak bisa berkumpul!" serunya sambil merenggut.
Gadis berambut merah muda itu tertawa kecil, "Apa boleh buat, Naruto. Bertumpuk misi yang ada di kantor Hokage tidak pernah berkurang. Hampir setiap hari datang misi baru, mau tak mau para ninja pasti sibuk," jelasnya. "Ngomong-ngomong, kau sudah mengajak Sai? Dia kan anggota kelompok kita juga…"
Naruto tersentak, "Ah! Aku lupa!"
Sasuke mendengus, "Lebih baik dia yang kau ajak, Dobe," ketusnya, "aku tidak suka ramen!" Bersamaan dengan itu, sang Uchiha berjalan meninggalkan kedua rekannya.
"Teme! Tunggu dulu! Oi, Teme!" Naruto pun mengejar Sasuke. "Jaa ne, Sakura!" salamnya pada si gadis yang hanya melambaikan tangan.
"Seperti biasa ya, Naruto selalu bersemangat," sebuah suara muncul dari belakang Sakura.
"Sai, kau ada di sini dari tadi?" tanya Sakura sedikit terkejut karena tak merasakan chakra pemuda itu.
"Ya, kira-kira seperti itu," jawab Sai. "Apa mereka akan tetap ke Ichiraku ya?" Kali ini ia bertanya sambil melihat kedua sosok yang berada jauh di depan.
Sakura tertawa hambar, "Uhm… kau kesal karena Naruto tidak mengajakmu?"
"Tidak. Aku tidak ingin mengganggu mereka. Kalaupun seandainya Naruto mengajakku, aku pasti menolak," jelas Sai. "Menurut buku yang kubaca, aku tidak boleh menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan yang sedang berlangsung antara dua orang yang sangat dekat," tambahnya dengan senyum tanpa mata—membuat gadis berambut merah muda itu mengangkat sebelah alisnya.
"Sejak kapan kau tahu?"
"Sepertinya hanya Naruto saja yang tidak menyadari perasaannya. Aku benar, 'kan?"
"Yah, kita lihat saja perkembangannya."
"Kau sama sekali tidak keberatan, Sakura? Sejauh yang ku tahu, kau masih menyukai Sasuke, 'kan?"
Sakura menggeleng, "Perasaan itu sudah lama hilang. Seperti Naruto yang tak lagi menyukaiku dalam arti cinta, aku pun tak lagi merasakan hal yang sama terhadap Sasuke. Kini, mereka berdua adalah saudara yang kusayangi."
Sai mengangguk pelan. "Senang mengetahui kau tak lagi terpaku pada masa lalu," ucapnya. "Naruto juga… semoga dia segera menyadari perasaannya."
-.-interval-.-
"Temeee, aku sudah berbaik hati ingin menraktirmu ke Ichiraku, kau malah asal pergi saja! Sia-sia 'kan niat muliaku ini!" sebal Naruto pada pemuda yang berjalan di depannya.
Sasuke belum membalas apa-apa hingga ia mengingat sesuatu. "Daripada kau menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak berguna, lebih baik kau membuatkanku Chirashizushi." Ia membalikkan badan untuk menatap sang Uzumaki. "Masih ingat janjimu, 'kan?"
Semburat merah sukses menghiasi pipi Naruto. Ia tak menyangka kalau Sasuke lebih memilih masakannya daripada ramen. "K-kau yakin, Teme? Nggak takut keracunan gitu?" tanyanya ragu-ragu.
Entah mengapa, kali ini reaksi Sasuke berbeda dari yang sudah-sudah. Pemuda berambut raven itu malah tertawa pelan menanggapi pertanyaan Naruto. Ia pun membawa sebelah tangannya untuk mengacak-acak helaian pirang milik sang pemuda yang menatapnya cengok. Sesaat, mata oniksnya beradu dengan warna langit sang Uzumaki sebelum akhirnya ia kembali berkata,
"Tempo hari aku selamat, 'kan?"
Naruto masih belum sepenuhnya memproses apa yang baru saja terjadi. Sasuke tertawa dan mengacak rambutnya… apa ia sedang bermimpi? Belum lagi pernyataan tersirat seperti 'masakanmu sama sekali tidak berbahaya' alias 'masakanmu enak'—mungkin—yang didengarnya… sungguh, Naruto tak tahu harus bagaimana bersikap.
Menyadari ke'cengok'an Naruto, Sasuke menarik tangannya kembali. Ia pun sebenarnya tak tahu mengapa melakukan itu. Semburat kemerahan menghiasi pipinya saat menyadari tindakannya yang bisa digolongkan aneh itu.
"Bukannya aku merasa masakanmu enak atau apa, tapi janji adalah janji. Bukannya menepati janji itu adalah jalan ninjamu, Dobe?" Sasuke kemudian kembali berjalan ke arah apartemen Naruto, meninggalkan sang pemilik dalam pikirannya sendiri.
Tak lama setelah ucapan Sasuke itu, Naruto kembali berjalan mengikutinya. Tak dapat dipungkiri, seulas senyum bahagia bermain di bibirnya. Ia pun merangkul sang Uchiha—yang tidak menolaknya—lalu berjalan sambil menyenandungkan melodi yang diciptakannya sendiri—membuat Sasuke menaikkan sebelah alis.
"Lagu apa itu?" tanyanya.
"Lagu senang, Teme~"
"… Dobe."
-.-.-end of flashback-.-.-
Mata Naruto membelalak lebar. Rasanya ia baru saja mendengar sesuatu yang mustahil, sesuatu yang membuatnya tak percaya. Kalimat yang diucapkan Sasuke tadi… ia sulit untuk mempercayainya.
"Aku akan mengeluarkanmu dari sini tepat saat bulan purnama. Bersiaplah hingga saat itu tiba," ucap Sasuke dengan pasti.
"Tunggu dulu, Sasuke! Bagaimana caranya? Kau tahu kalau Kyuubi akan mengamuk jika aku keluar dari tempat ini, 'kan? Aku tidak ingin membahayakan penduduk desa!" seru Naruto cepat. Ia tak mengerti akan jalan pikiran temannya itu. Seharusnya Sasuke sudah mengerti akan bagaimana Konoha nanti jika Kyuubi lepas seutuhnya. Seharusnya Sasuke tak lagi mempedulikan dirinya yang perlahan hancur karena Kyuubi.
"Jangan meremehkanku, Dobe! Kau lupa kalau seorang Uchiha bisa mengendalikan Kyuubi?" geram Sasuke. Tangannya menggeretak dengan kuat sehingga menimbulkan bunyi seperti tulang patah. "Akan ku bebaskan kau dari monster sialan itu! Pasti!" serunya dengan suara tertahan.
Untuk sekian kalinya, Naruto terpaku dengan sikap sang Uchiha. Terkejut? Tentu saja. Siapa yang tak terkejut melihat seorang Uchiha begitu memikirkan dirinya? Tak apa kalau sekedar memberitahu bahwa dirinya bisa keluar dari tempat gelap, sempit, dan kotor bagai gorong-gorong, tapi ini lebih seperti meyakinkan dirinya bahwa Sasuke akan menolongnya! Sasuke yang dulu pernah berkata akan membunuhnya; Sasuke yang lebih sering berkata ketus ketimbang halus padanya; Sasuke yang beberapa bulan yang lalu masih menganggapnya tidak penting kini berkata seolah dirinya begitu berharga.
"Sasuke…"
"Tunggulah hingga bulan purnama tiba! Lima hari lagi! Hanya lima hari lagi, Dobe! Kau harus bisa bertahan!" tegas Sasuke. Kini jemarinya menggenggam erat jemari Naruto lagi seakan memberikan kekuatannya agar Kyuubi Holder itu tetap bersemangat dan tidak menyerah. Ia memang menyadari bahwa Naruto bisa kehilangan diri sewaktu-waktu jika Kyuubi berhasil menguasai kesadarannya, tapi ia takkan menyerah. Dengan cara apapun, Sasuke telah bertekad untuk membebaskan Naruto dari penderitaanya.
"Berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan menyerah, Naruto!"
Setitik cahaya harapan mulai bersinar dalam langit biru pudar Naruto. Mendengar Sasuke begitu serius untuk menolongnya, pemuda berambut pirang itu merasakan bahwa hidupnya kembali pada jalan cahaya. Ia memang sudah pasrah pada keadaan dimana ia harus mendekam dalam kurungan untuk selamanya. Namun, kini ia ingin sekali keluar dari tempat memuakkan itu. Ia ingin kembali ke desa dan bertemu dengan teman-temannya. Ia ingin pulang dengan Sasuke dan menjalani misi bersamanya!
Naruto ingin sekali menikmati waktu bersama pemuda yang sangat disayanginya itu.
"Aku berjanji, Sasuke!"
-.-.-TBC-.-.-
(1)Makoto: Kyou bikin di sini sebagai posisi ANBU yg bertugas untuk menunjukkan jalan ke tempat terlarang.
(2)Gochisousama!: Terima kasih atas makanannya!
(3)Hayai!: Cepat sekali!
Chapter 1 Broken Seal of Promise! Cerita ini ngambil setting dunia ninja Konoha dengan sedikit gubahan pada alur yg terjadi sebenarnya. Semoga plot yg loncat-loncat nggak bikin bingung ya!
Insya Allah Kyou update chapter 2-nya minggu depan, karena cerita ini udah tamat.
Mind to review? As usual, don't waste your time for leaving me flames!
_KIONKITCHEE_
