Tidak. Mereka tidak takut. Takut tidak ada dalam kamus mereka. Takut adalah kata yang tidak pernah terucap dari lidah mereka. Takut bukan hal yang pernah ada di pikirkan mereka.
Tidak. Mereka tidak takut. Hati mereka tidak mengenal takut. Benak mereka menyangkal arti kata takut. Sekujur tubuh mereka menolak eksistensi dari takut.
Tidak. Mereka tidak takut. Adrenalin yang mengalir deras dalam pembuluh darah mereka membuktikan bahwa mereka tidak takut.
Tidak. Mereka tidak takut. Biarpun harus berhadapan dengan lawan yang hebat. Biarpun harus berhadapan dengan Mafiosi terkuat di seluruh dunia, mereka tidak takut.
Sebab, mereka akan—tidak, bukan. Harus adalah kata yang sewajibnya digunakan disini—melindungi apa yang menjadi milik mereka.
.
.
La Cosa Nostra is a collaboration project between Arleinne Karale and Azureinne Karale. This chapter written by Arleinne Karale
Kuroko no Basket belong to Tadatoshi Fujimaki
An Alternate Universe, lot of typos, possibly out of character story with no actual pairing
Read at your own risk
.
.
"Kode 04, sebelah kirimu!" dua orang di dalam lingkaran yang dibentuk oleh enam orang yang mengenakan setelan jas rapi itu berujar berbarengan. Lelaki berambut hitam yang dipotong pendek, Kode 04, menoleh ke arah kirinya untuk mendapati sebuah rumah kosong dengan pintu yang terbuka lebar. Namun, manik gelapnya sanggup menangkap bayangan seseorang yang bersembunyi di balik tembok yang dulunya menjadi penyangga untuk daun pintu yang sekarang sudah lapuk.
"Cih, meleset," rutuk Kode 04 kesal, "Rumah-rumah tua ini menghalangi. Kenapa pemerintah tidak membakar saja? Seharusnya kota hantu ini dibakar saja."
"Mengeluh itu tidak baik, Kode 04. Sebaiknya kau perhatikan sekelilingmu, ne?" Kode 07 berujar, setengah bercanda. Tapi manik kecokelatannya tampak awas, bersiaga. Memandang ke sekeliling mereka dengan liar, mencari hawa kehadiran lawan. Kedua tangannya siaga memegang pistolnya, siap melontarkan peluru kepada siapapun yang bukan kawannya.
"Urusai!" Kode 04 hanya menimpali dengan nada rendah yang berbahaya, matanya yang memandang sekelilingnya membuat guratan berbentuk V di dahinya, "Kalau ini sudah selesai, ingatkan aku untuk menghajarmu, Kode 07."
"Ahahaha," Kode 07 tertawa kecil mendengar ancaman dari Kode 04, "Tentu saja. Kode 09, kau mendengarnya bukan? Kalau aku lupa, ingatkan Kode 04 untuk menghajarku!"
"… bagaimana kalian bisa bercanda di tengah pertarungan begini?" Kode 09 tidak melepaskan pandangannya dari arah atap rumah lain yang kosong dan sudah lapuk. Ia bersumpah melihat ada bayangan yang bergerak di atas situ.
"Kode 10, perhatikan sebelah kananmu!" Kode 05, salah seorang dari dua lelaki yang berada di dalam lingkaran mengingatkan sambil rekannya sambil memegang headphone yang ia gunakan agar tetap di tempatnya dan mengamati hologram di depan wajahnya.
"Berisik! Aku tahu, aku tahu!" geram Kode 10. Dengan sigap ia menarik dua buah senjata laras panjang, AK-47, dari punggungnya dan menggenggamnya di masing-masing tangan. Lelaki berambut merah gelap itu mengarahkan AK-47 kesayangannya ke sebelah kanannya.
"Bertarung di kota tua tidak menyenangkan," Kode 06 mengeluh, "Dan malam bukan waktu yang terbaik untuk main kejar-tangkap begini."
Biarpun begitu, seperti rekannya yang lain, Kode 06 tetap siaga. Tidak jauh berbeda dengan rekannya yang lain, kedua tangannya menggenggam pistol. Di balik lengan kemejanya ia menyimpan belati dan terhubung dengan jam tangannya, sekumpulan jarum beracun siap ia lontarkan kalau dibutuhkan.
"Setuju," di sampingnya, Kode 11 hanya mengangguk sementara dirinya memandang ke arah rumah kosong yang lain. Kilatan merah yang menarik perhatian mata birunya membuatnya mengalihkan seluruh perhatiannya ke arah sana, "Kode 05, tolong periksa parameterku," lelaki itu meminta pada tim mekaniknya yang berdiri di belakangnya, di dalam lingkaran yang mereka buat.
"Ada seseorang di rumah di sebelah kirimu, Kode 11," jawab Kode 05. Ketegangan bisa didengar jelas dari suaranya, dari caranya berujar. Tangannya dengan lincah menari di atas hologramnya yang memproyeksikan beberapa titik dengan warna yang berbeda-beda.
"Dengar, mereka bersembunyi di rumah terdekat. Aku tidak suka dengan itu. Kalau kita terus berkerumun begini, kita hanya akan menjadi mangsa empuk," membuang liurnya ke tanah tandus di bawahnya, Kode 04 berujar.
"Kode 04 benar. Kita harus berpencar. Tim 00 dan Heart sedang menuju kesini. The Emperor dan The Tower bersama mereka," Kode 05 memberi tahu rekan-rekannya sebelum kembali berbisik melalui headphone yang ia kenakan, yang memiliki jaringan telepon khusus sehingga tidak ada seorangpun yang berani bermimpi untuk membajaknya. Hei, dia menjadi anggota Diamonds bukan karena ketampanan wajahnya!
"Kurasa kau tidak salah memilih Famiglia pendamping, ne, Kode 04?" Kode 07 bertanya.
"Urusai! Sampaikan hal itu pada Tim 00! Bukan kepadaku," Kode 04 menggertakkan giginya. Barusan ia bersumpah ada bayangan bergerak di rumah yang sedari tadi ia awasi, "Bergerak ke dalam rumah yang terdekat dengan kalian. Hati-hati, jaga diri kalian. Kalau perlu gunakan semua senjata yang kalian bawa termasuk granat dan bom kalau ada. Kode 05, Kode 08 berlindung di tempat aman!" Kode 04 menarik sebuah kabel dari saku jasnya. Lelaki berambut hitam itu lalu memasang headset miliknya di telinga kirinya dan memastikan mikrofon kecilnya bekerja, "Kalau ada apa-apa segera laporkan. Bimbing kami!"
"Aye, aye, Kapten!" Kode 05 membungkuk ke arah punggung Kode 04, seperti seorang prajurit yang memberikan hormat pada jenderalnya.
"Dalam hitungan ketiga! Satu… dua… tiga…!"
.
Kode 04 jelas memilih rumah dimana bayangan seseorang mengintipnya dari balik pintu. Bersandar pada dinding luarnya, Kode 04 merasakan hawa kehadiran seseorang di baliknya. Maka, ia tarik pelatuk pistolnya dan menunggu.
Suara lantai kayu yang berderit adalah jawaban untuk kesabarannya. Merasakan hawa kehadiran lawannya makin menipis, Kode 04 melompat masuk ke dalam rumah sambil mengacungkan pistolnya.
Cahaya keperakan rembulan mengintip dari sela-sela jendela yang terbuka, tembok-tembok yang sudah tidak utuh lagi memberikan berita pada Kode 04 bahwa siapapun yang berada di dalam kini sudah pergi entah kemana. Bau khas kayu yang lapuk memenuhi indra penciumannya sementara manik gelapnya nyalang menatap ke sekeliling. Tidak ada suara lain, sejauh yang bisa ia dengar, selain detak jantungnya yang tidak karuan dan napasnya yang tidak beraturan.
Derit lantai kayu kembali terdengar ketika Kode 04 memutuskan untuk mencari lawannya dan mengakhirinya untuk yang terakhir kalinya.
"Mencariku?" sebuah suara membuat Kode 04 mendongak dan mendapati sepasang mata yang memancarkan sorot kebaikan yang dibingkai dengan alis mata yang lentik. Kalau kau tidak memperhatikan dengan saksama, kau pasti mengira bahwa dia adalah seorang model.
Kode 04 mengacungkan pistolnya tinggi-tinggi, siap menembak musuhnya yang satu itu, "Kau pikir aku mencari nyamuk disini, Poseidon?" seringai terpeta di bibir Kode 04.
"Ah, tentu saja tidak. Kau tidak perlu repot-repot mencari nyamuk disini bukan? Di Italia banyak nyamuk juga kan?" lelaki yang dipanggil Poseidon membalas.
"Sebaiknya kau diam dan menunggu kematianmu dengan tenang," menggertakkan giginya, Kode 04 mengacungkan pistolnya ke arah sasaran yang lebih baik, kepala dari Poseidon.
"Kau yakin kau ingin membunuhku sekarang? Salah satu rekanmu yang menjadi incaran Zeus … berapa kodenya …? Ah ya, kode 11. Dia dalam bahaya loh," Kode 04 bisa merasakan sensasi dingin yang tidak wajar menjalari tulang punggungnya, merambat dari tengkuk hingga ke bawah, menstimulasi keringat di ke sekujur tubuhnya terutama ke telapak tangannya yang masih memegang pistol, "Bukankah kau sebaiknya melindunginya daripada membunuhku disini?" dan tanpa aba-aba, Kode 04 menekan pelatuknya. Membuat sebuah timah panas melayang ke arah Poseidon. Namun dengan gesit lelaki berambut hitam yang panjangnya mencapai dagu itu menghindar hingga peluru Kode 04 hanya menggores pipinya sedikit, "Kau hanya membuang waktumu disini. Kau sendiri tahu kalau kau tidak bisa mengalahkanku eh, Kode 04. Nyatanya tembakanmu— urgh!"
"Tidak masalah tembakanku meleset. Karena seluruh peluru milik timku dibuat khusus oleh Diamond. Dan diberikan sedikit ramuan spesial," Kode 04 meniup moncong pistolnya yang berasap sebelum memasukkannya ke dalam saku celananya.
Derit lantai kayu kembali terdengar. Kali ini lebih nyaring dan lebih sering seiring dengan langkah kaki Kode 04 yang yakin dan penuh percaya diri menaiki tangga menuju tempat dimana Poseidon terkapar.
"Tidak masalah rekanku berada dalam bahaya besar karena timku sudah berkawan dengan yang namanya bahaya. Tidak masalah kalau ada anggota timku yang kesulitan karena anggota timku yang lain akan membantunya," Kode 04 melonggarkan dasinya dan melepaskan dua kancing teratas kemeja putihnya. Ia menarik kasar dasi hitam yang menjadi pelengkap seragamnya dan menggenggam dasinya di tangan. Kemudian ia mengeluarkan dua buah borgol dari balik jasnya.
"Karena kami berada dalam satu tim yang tahu bagaimana caranya bekerja sama dan saling membantu tanpa berniat menjatuhkan antara yang satu dengan yang lainnya," bagi Poseidon, hal terakhir yang ia lihat sebelum kegelapan menguasai indranya adalah seringai haus darah milik Kode 04 dan suara 'klik-klik' logam, sentuhan dingin di pergelangan tangan dan kakinya serta bau tajam chloroform.
"Disini Kode 04. Musuh berhasil di eliminasi. Aku akan mencari Kode 11," ujar Kode 04 pada mikrofon kecil yang tersambung dengan headsetnya.
.
Mengintip ke dalam rumah tua yang paling dekat dengan posisinya, manik merah gelapnya menangkap bayangan hitam yang bergerak menuju ruang bawah tanah rumah tua itu. Tanpa membuang banyak waktu, Kode 10 melangkah menuruni tangga yang kayu yang sudah lapuk dan curam. Sepertinya ruang bawah tanahnya dulu adalah tempat membuat menyimpan wine. Karena bau memabukkan dari anggur yang di fermentasikan itu masih menyengat hidungnya saat ini.
Biarpun kota tua ini sudah di tinggalkan sejak zama perang dunia kedua dulu, tapi barel-barel yang Kode 10 tebak berisi wine masih tertata rapi dari lantai hingga nyaris mencapai langit-langit. Entah sudah berapa lama sejak wine-wine itu dibuat, tapi pastinya kalau ada orang yang tahu akan hal ini dan menjualnya, orang itu akan kaya mendadak.
"Yo … kode … 10 bukan? Bagaimana hidupmu?" sebuah suara membuat Kode 10 menoleh dan mendapati sosok musuhnya berdiri di dekat salah satu barel wine. Cahaya rembulan sayangnya tidak berhasil menembuh lantai di atasnya. Satu-satunya penerangan adalah dari senter yang tersambung dengan AK-47 miliknya yang ia bawa.
Rambut sewarna cahaya mentari yang terbenam menyapa indranya sebelum ia menatap dua buah manik berbentuk oval dengan pupilnya yang berwarna gelap dan selalu menatap dengan sorot yang tajam.
"Hidupku akan lebih baik kalau kau tidak eksis di dunia ini," Kode 10 menjawab.
"Jahat sekali kalimatmu. Aku merasa tersakiti," mengangguk dan memegang dadanya dimana jantungnya berada seolah ada panah yang menusuk di sana.
"TIdak masalah. Karena sebentar lagi rasa sakitmu akan berhenti," dan Kode 10 menekan pelatuk AK-47 yang ia pegang. Hujan peluru mengisi ruangan fermentasi wine itu namun sayangnya, dengan kegesitan luar biasa musuhnya berhasil menghindari semua pelurunya. Bukannya mengenai sasaran, peluru Kode 10 tersasar di barel-barel kayu dan membuat silinder berisi wine itu menumpahkan isinya.
"Hei, hei, hei, kau menembak ke mana sih? Aku disini loh~," seolah mengejeknya, lawannya itu menjulurkan lidah sambil melompat-lompat di tempatnya. Kedua tangannya tersimpan di saku, seolah memperlihatkan pada Kode 10 bahwa ia tidak menganggap pertaruangan mereka sebagai sebuah pertempuran dimana ia harus mengangkat senjata.
"Cih, diam kau Hades!" dan kembali Kode 10 menghujani ruangan wine itu dengan peluru. Makin banyak barel yang bocor dan wine berwana gelap makin banyak membanjiri lantai kayu yang sudah lapuk itu.
"Kau tahu~?" mencemooh, Hades dengan gesit berpindah dari posisinya yang sekarang menuju seberang ruangan kemudian kembali lagi. Lelaki tinggi dan kurus itu kemudian berjalan santai mendekati Kode 10, "Sebaiknya kau khawatirkan rekanmu itu yang kode … ettou … ah, Kode 11! Seharusnya kau mencemaskan Kode 11 daripada sibuk-sibuk melawanku. Toh aku tidak akan kalah darimu."
"Diam, kau! Kau meremehkanku, hah?" Kode 10 melayangkan tendangan ke arah Hades karena tadi posisi lelaki itu cukup dekat dengannya. Tapi hanya dalam waktu sepersekian detik, Hades melompat menjauh bahkan sempat melakukan adegan akrobatik yang sebenarnya tidak terlalu perlu.
"Aku tidak meremehkanmu kok, Kode 10," dari saku jas hitamnya, Hades mengeluarkan pisau lipat. Lelaki berambut orange itu kembali melangkah ke arah Kode 10.
Secepat kilat, Hades menendang AK-47 yang berada di tangan Kode 10 hingga terlempar dan dalam jeda waktu yang memiliki satuan milisekon, menggores leher Hades dengan pisau lipatnya. Membuat Hades yang kaget hanya bisa mundur, "Tuh kan! Memang kau saja yang tidak sebanding denganku."
Ketika Kode 10 menarik kakinya untuk menendang Hades, manik gelap lelaki berambut jingga itu sayangnya melihatnya sehingga ia bisa mengantisipasi serangan Kode 10 dan balik menyerang Kode 10 dengan menghunus pisau lipatnya ke lengan atas kiri Kode 10, "Hei, makanya dengarkan kalau orang bicara!"
Kode 10 mundur. Ia belum sempat menarik AK-47 yang satunya yang masih tersampir di punggungnya, "Anak tangga sialan!" umpatnya ketika ia menabrak tangga kayu menuju ke atas. Kode 10 merasakan sesuatu terjatuh ke bawah anak tangga yang gelap selagi ia menatap seringai penuh kemenangan terpeta di bibir Poseidon.
"Yaaah sayang sekali kau belum sempat mengucapkan selamat tinggal pada rekanmu yang malang, si Kode 11 itu. Tapi tenang saja, kalian akan bertemu di alam sana kok!" Hades mengacungkan pisaunya tinggi-tinggi. Senyuman haus darah terpeta di bibirnya, suara aneh yang mirip sebuah tawa keluar dan membuat dadanya naik dan turun seirama dengan kekehan yang ia keluarkan.
"Begitukah pikirmu, Bodoh?" Kode 10 mengeluarkan pisau dari balik jasnya dan menyerbu ke arah Hades. Seperti yang sudah lelaki berambut merah itu perkirakan, Hades menghindarinya dengan mudah. Jeda waktu yang tersedia memberikannya cukup waktu untuk bangkit. Lelaki itu mengeluarkan beberapa pisau kecil dari balik jasnya dan melemparnya ke arah Hades.
Memang Hades menghindarinya dengan mudah, diiringi sebuah tawa bahkan. Tapi hal itu penting untuk memberinya waktu. Selagi ia melempari pisau, kakinya melangkah hingga kini ia berada di puncak tangga kayu.
"Heh, kau mau kabur, Bocah?" Hades bertanya. Suara deritan lantai kayu memberitahu Kode 10 bahwa Hades menuju ke tempatnya. Maka ia mengeluarkan remote kecil dari sakunya yang lain.
"Tentu saja tidak. Nah sebentar lagi hidupku akan menjadi lebih baik karena aku akan menghapus keeksisanmu dari dunia ini, Bodoh!" sebelum menekan satu-satunya tombol yang ada di remote kecilnya, Kode 10 membanting pintu kayu untuk menutup ruangan fermentasi wine itu. Sambil berlari keluar ia menekan tombolnya.
Dan dari luar mengawasi ketika api berkobar, melahap rumah tua yang menjadi zona pertarungannya.
"Kode 10 melapor. Musuh mati … sepertinya …," ujarnya sambil berusaha mengatur napas.
"Apa maksudmu dengan sepertinya…?" entah dari mana Kode 05 membalasnya.
"Aku tidak melihatnya mati, oke? Jadi bisa jadi dia kabur. Tapi setidaknya kurasa dia tidak ada disini … mungkin …?" Kode 10 menjawab pertanyaan dari Kode 05.
"… rumah yang terbakar itu ulahmu ya?" Kode 05 kembali bertanya.
"Kode 04 bilang gunakan bom kalau ada dan kebetulan aku membawanya. Hanya kebetulan loh! Aku tidak mencurinya dari tempat penyimpanan barang Diamond. Nah, aku akan mencari kode 11."
.
Bau kayu lapuk yang terbakar menyapa indra penciumannya sementara manik birunya yang nyaris selalu tampak kosong menatap api yang melahap rumah-rumah tak berpenghuni itu, makin lama makin tidak terkendali. Ia mendengar suara tembakan. Dan menurut tebakannya, mungkin tidak lama lagi suara sirine akan memenuhi tempat itu.
Ia menatap lelaki berambut merah yang masih berdiri diam di hadapannya. Mereka hanya dipisahkan oleh ruang kosong. Keduanya tidak memegang pistol atau apa. Hanya saling menatap.
"Kode 11, LARI!" sebuah teriakan dari arah kanannya membuat Kode 11 menoleh dan mendapati seorang rekannya bersama bosnya berlari ke arahnya. Pistol dan AK-47, senjata andalah masing-masing teracung ke arah musuh di hadapannya yang masih berdiri dengan tenang.
Biarpun bingung, tapi Kode 11 cukup pintar untuk selalu mematuhi apa kata bos-nya. Itu, namun sepertinya musuh di hadapannya belum mau menyerahkan dirinya begitu saja karena ketika Kode 11 menghadap ke barat, lelaki berambut merah itu sudah ada di hadapannya untuk menghalanginya, "Schwarz, kau tahu perintahku adalah absolut? Berikan rekaman itu!"
"Kode 11, lari ke arah tenggara. Tim 00 dan The Emperor serta The Tower datang dari sana!" perintah datang dari mekaniknya yang sekaligus pengatur strategi mereka.
"Jadi sekarang kau Kode 11, eh Schwarz?" kedua sudut bibir lelaki berambut merah itu mengembang. Bukan kurva penuh kebahagiaan yang terlukis, melainkan sebaliknya.
"Kode 11, Tim 00, The Emperor, dan The Tower semakin mendekat. Lari SEKARANG!"
"Kau akan lari, huh? Kau pikir kau bisa lari dariku, Schwarz?"
Kemudian tatapan manik biru kepada manik berbeda warna milik lelaki di seberangnya terhalang oleh punggung dua orang yang berdiri di depannya. Rambut keduanya yang berbeda warna menari ditiup angin malam. Bau mesiu tercium dari jas keduanya.
"Lari, Kode 11! Berikan kotak itu pada Tim 00, SEKARANG!"
"Eh? Kau serius berpikir kau bisa lari dariku, Schwarz?"
Ancaman itu membuat rasa dingin tidak wajar merambati tulang punggungnya, tapi Kode 11 tidak akan menyerah. Ia memang bukan pelari tercepat di timnya, pun bukan lelaki dengan stamina yang luar biasa. Tapi demi keluarganya, demi apa yang menjadi miliknya, ia akan berlari.
Biarpun otot-otot di kakinya menjerit protes.
Biarpun paru-parunya berteriak meminta oksigen.
Biarpun ia merasakan nyawanya seperti perlahan meninggalkan dirinya, ia akan terus berlari.
Demi melindungi apa yang menjadi miliknya dan milik mereka.
.
.
Essere continuato
.
.
Dilema Arleinne dan Azureinne :
Aru : "Kita buat apa ini …?"
Azu : "Udah, ikutin aja seperti apa yang sudah Azu rancang, kufufufu."
Aru : "Tapi harusnya tuh ini tuh *piiiiiip* bukannya *piiip* gini. Haruskan kan si *piiiiip* tuh begini bukan begitu. Kenapa *piiip* jadi gini sih?"
Azu : "Nggak, ini tuh udah pas. Si *piiiiip* kan emang begitu. Itu tuh udah fix banget *piiip* begitu. Udah deh nggak usah di rubah lagi!"
Aru : "Tapi kan si *piiip* kalo di *piiiiip* harusnya *piiiip* bukannya *piiiip* begini. Reaksinya si *piiiip* rada kurang *piiiip* nih!"
Azu : "Itu tuh udah reaksi yang paling bagus mengingat *piiiiip* itu kan *piiiiip* dan *piiiip* fix bangetlah pokoknya."
Aru : "Tapi kan—"
Azu : "Siapa yang punya ide, hah? Siapa?"
Aru : "…"
Azu : "Selamat datang di fic collab pertama punya Azu dan Aru, yey! Mari lupakan Aru yang pundung di pojokan gara-gara nggak puas karena *piiip* itu jadi kayak *piip*. Ini ide original milik Azu tapi Aru membantu mengembangkannya dan Azu serta Aru yang nulis. Gantian tiap chapter."
Aru : "Suspense itu keahlian Azu jadi saya cuma membantu sebisanya."
Azu : "Sayang banget disini nggak ada fluff yang Aru suka, kufufufu."
Aru : "Tapi ngebayangin Kode 04 begitu itu sangat … ah … Kode 05 juga … ohmaigat…. Dan kode 07 … waaaah …"
Azu : "Mari abaikan Aru yang sibuk fansgirlingan di pojokan!"
Aru : "… tapi ini rada OOC gitu … download manganya belum selesai sih …."
Azu : "Kan udah pake referensi Wiki. Lagian Azu suruh baca yang bagian *piiiiip* aja nggak mau. Bukan salah Azu loh!"
Aru : "Soal judulnya La Cosa Nostra kalau diterjemahkan itu the things that ours kurang lebihnya. Ada di sejarah soal mafia yang pernah saya baca."
Azu : "Kenapa harus mafia? Karena bisa dibilang Azu dan Aru lagi demam soal mafia, yey!"
Aru : "Dan Azu juga demam soal kode nama gitu. Trus saya ketularan trus jadilah ini. Merasa rada failed juga sih bagian kodenya. Si Azu juga cuma iya-iya aja lagi…."
Azu : "Nah, Azu akan mendoakan biar Tetsuya datang ke mimpi kalian kalau kalian mereview~."
Aru : "… nggak harus review. Kalau ada kritik, saran, komentar, masukkan, silahkan isi di kolom yang tersedia."
Azu : "… kolom yang tersedia itu maksudnya kolom review kan?"
Aru : "Terima kasih sudah mampir. Datang lagi nanti~."
