TO LOVE THE EVIL – Chapter 1

Pairing: Megumi Takani x Sanosuke Sagara.

Manga/Anime: Rurouni Kenshin

Genre: Drama. Romance. Friendship. Hurt/Comfort.

Rate: T

Warning: OOC, AU, typos, OTP?

Disclaimer: Nobuhiro Watsuki.

.

.

.

EVIL yang saya maksud di sini adalah orang dengan tulisan kanji besar di bagian belakang baju putihnya –Sanosuke. Kanjinya dalam English berarti EVIL. Gomen rada nggak nyambung!

.

.

.

"Aduh! Hey, pelan-pelan, Megumi!" runtuk seorang pemuda berambut jabrik yang lebih mirip dengan sapu. Tampaknya ia sedikit kesakitan. Ia mengaduh protes pada seseorang yang tengah menyentuh –mengobatinya.

"Dasar pengeluh! Kau tidak lihat? Aku ini sedang mengobatimu! Dasar tidak tahu terima kasih" omel Megumi Takani kepada pemuda itu.

Sanosuke Sagara. Pemuda ugal-ugalan itu tengah berada di klinik Oguni yang tersohor. Di sana ia sedang menjalani pengobatan oleh seorang dokter wanita cantik yang tak lain adalah Megumi, Megumi Takani.

Megumi mendengus. "Sudah berapa kali aku harus memberitahumu? Jika setelah ini kau masih meminta bantuanku untuk mengobati memar-memar bodohmu ini, aku tidak segan-segan akan mengusirmu dari klinik ini!" omelnya bak menyemprotkan lahar panas pada sosok Sanosuke. Ia heran, kenapa pemuda ini sebegitu gampang membuat emosinya naik –sungguh berbeda dengan sosok seseorang.

Kenshin Himura. Yang Megumi maksud 'seseorang' itu adalah Ken-san. Kenshin yang lembut, sangat baik dan pintar dalam bertutur kata. Dengan kata lain, seorang laki-laki yang sopan.

Dan itu, berbeda dari Sanosuke Sagara ini. Ah, mereka memang benar-benar tidak bisa diperbandingkan!

"Hey, memangnya kau memberitahu apa padaku selama ini?" tukas Sanosuke dengan jengkel. Sementara Megumi masih tengah khusyuk membersihkan luka-luka kecil di sebagian besar tubuh pemuda itu.

Ya, Sanosuke Sagara si pemuda ugal-ugalan. Hampir tiada hari tanpa perkelahian. Entah, apakah usianya yang masih terlampau muda itu membuat ego jagoannya begitu berkobar-kobar?

Kesannya seperti pemuda itu tidak punya hal yang membanggakan lain selain berkelahi.

'Sanosuke bodoh, apa kau tidak punya kegiatan lain selain hal itu? Aku bahkan hampir bosan mengobati luka-lukamu yang tak pernah kunjung hilang ini. Hari ini sembuh, beberapa hari kemudian datang lagi untuk meminta obat. Ah, dasar pria cengeng. Dia mengaku kuat, tetapi kenapa terus menerus minta diobati jika tubuhnya terluka? Padahal hanya terluka kecil!'

"Kau memikirkan apa, Megumi?!" tembak Sanosuke. Ia rupanya bisa melihat jika Megumi Takani sedang berfikir dan mengumpatnya di dalam hati. Semuanya terbaca dengan jelas dari raut keterpaksaan gadis itu.

"Diamlah. Dan biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku!" sahut dokter wanita itu tanpa menghentikan aktifitasnya. Wajahnya masih tampak cukup jengkel.

Akan tetapi, sedikit alkohol sebagai pembersih luka-luka ini terasa sedikit perih. Ah, sungguh konyol jika terus menerus begini. Sanosuke Sagara memandang Megumi dengan penuh pemikiran, sambil berusaha menahan mulutnya dari mengeluarkan sumpah serapah ataupun kalimat protes yang hanya akan bisa membuat Megumi mengomel lebih lanjut.

"Sudahlah, sini biar aku lakukan sendiri saja!" ucap Sanosuke kemudian sambil menepis tangan Megumi dengan sedikit kasar. Megumi tampak terkejut dan kontan saja gerakan tangannya terhenti.

Sanosuke pun lalu mengambil alih pekerjaan dokter itu. Dan tanpa melihat wajah Megumi, ia mulai fokus membersihkan luka-lukanya.

"Lagipula siapa yang minta diobati olehmu! Aku 'kan tadi bilang aku hanya minta obat darimu, bukan meminta diobati olehmu!?" kata pemuda itu dengan nada protes lanjutannya.

Megumi menatap Sanosuke dengan lekat. Pemuda ini –benar-benar membuat kesal!

"Oh, ya? Memangnya apa bedanya?!" sahut gadis itu dengan nada sedikit meninggi.

"Tentu saja berbeda, nona Megumi!"

Keduanya bertatapan sejenak. Dua anak manusia yang sama-sama gampang naik darah, Sanosuke Sagara dan Megumi Takani.

Ya, Sanosuke dan Megumi adalah teman. Dan mereka juga teman dekat dari Kenshin Himura serta Kaoru Kamiya. Mereka berempat, ditambah lagi dengan Yahiko, sudah cukup untuk membuat sekelompok orang berisik dengan berbagai karakter. Jika kelimanya berkumpul, maka kedamaian dunia sudah pasti akan terusik.

Megumi menghela nafas, berusaha mengontrol emosinya yang begitu gampang meluap. Ia mulai bisa menenangkan diri. Menghadapi pemuda konyol yang setahun lebih tua darinya ini harus dengan kepala dingin. Jika tidak, apalah jadinya? Itulah sebabnya Sanosuke hobi berkelahi. Itu karena dia tidak pandai mengontrol kemarahannya. Dan tentu saja, Megumi tidak akan menjadi sebodoh pemuda itu. Sanosuke bodoh!

"Ini" ucap Megumi kemudian. Menyodorkan sebuah benda berisikan cairan yang berfungsi untuk mengobati luka –dan menghindari infeksi. Seuah botol kecil dari porselen berwarna putih. Berbeda dengan alkohol yang pertama tadi.

Sanosuke memperhatikan benda yang diberikan oleh tangan Megumi itu. Dan kemudian, tanpa tahu sopan santun ia mengambilnya begitu saja dengan cepat –terkesan sedikit merebutnya.

"Setidaknya belajarlah untuk mengucapkan terima kasih" komentar Megumi yang sepertinya akan menyulut peperangan mulut kecil lagi di antara mereka berdua.

Oh, ternyata Sanosuke diam saja. Sepertinya ia sudah lelah beradu mulut dengan dokter itu. Ia lebih memilih untuk menjadi bisu meskipun hanya untuk sejenak. Mengobati lukanya pun belum selesai, kenapa harus repot meladeni seorang wanita yang begitu cerewet seperti Megumi ini? Sanosuke berusaha cuek sebisa mungkin.

Megumi Takani melipat tangannya di dada. Ia terus menerus memperhatikan pemuda di hadapannya. Sanosuke Sagara, yang sungguh-sungguh tidak mengerti bagaimana membersihkan luka dengan baik dan lembut.

"Aw!" pekik Sanosuke lagi. Ah –itu karena kesalahannya sendiri. Tangannya tidak bisa bergerak dengan lebih pelan. Dan luka-luka sial itu cukup menyiksa.

Megumi masih menatapnya lebih lanjut. Pemuda itu tidak memakai bajunya, hanya celana panjang putihnya yang terlihat dikenakannya. Dan hari ini –memar-memarnya cukup parah. Jauh lebih banyak daripada beberapa waktu yang lalu. Sedikit memprihatinkan sebenarnya, –bagi Megumi.

Oh, bahkan ada beberapa goresan yang tidak terlalu dalam di sekujur tubuh pria itu. 'Sano, apa kau tadi berkelahi dengan preman satu pasar?!' Batin gadis itu bergejolak.

"Kau ini, Sano. Memangnya apa yang kau lakukan tadi? Kenapa berkelahi saja sampai sebanyak ini lukanya?" raut wajah gadis itu kembali berubah serius dan dongkol.

"Buat apa kau bertanya seperti itu? Seolah kau peduli saja" sahut yang ditanya dengan aura sok dingin.

"Kenapa? Apa tidak boleh aku bertanya seperti itu?!"

'Dasar tidak punya perasaan', batin Megumi mulai kembali kesal. Memangnya salah jika dia peduli?

"Kau berkelahi di mana hari ini? Dengan siapa, hah?!" Megumi mengulang pertanyaannya lagi –dengan kalimat yang sedikit berbeda. Menusuk telinga Sanosuke dengan suara tinggi –namun anggun-nya, mengitimidasinya dengan penghakiman satu pihak. Pihaknya-lah yang berkuasa dalam celotehan kali ini.

Sanosuke menghentikan kegiatannya membersihkan luka di tubuhnya dan menoleh kearah Megumi Takani. Kedua mata gelapnya memperhatikan wanita itu dengan cukup seksama.

"Pertanyaan macam apa itu? Memangnya kau ibuku?" ucapnya dengan judes namun dingin. Rautnya sama kesalnya seperti sang wanita.

Ah –sebuah jawaban yang mengesankan. Cukup untuk membuat level emosi Megumi naik lagi dengan drastis.

Raut wajah Megumi sudah berubah total. Dari jengkel menjadi benar-benar marah. Wajahnya yang biasanya terlihat cantik kali ini tampak menyeramkan seperti nenek sihir yang siap menyihir seseorang dengan mantra jahatnya. Mulutnya yang diwakili oleh bibir berlipstick merah itu pun sudah sangat siap untuk mencaci maki. Ditujukan pada Sanosuke, tentu saja.

"Dasar preman! Tidak lama lagi kau akan jadi gelandangan, tahu! Rumah tidak punya, makan saja menumpang di rumah teman, dan segala sesuatunya selalu minta gratis kepada orang lain. Apa kau tidak punya rasa malu, Sagara?!"

Sagara? Baru kali ini Megumi memanggilnya dengan nama belakang itu. Biasanya tidak pernah –selalu saja memanggilnya dengan nama depannya, Sanosuke. Sanosuke menaikkan alisnya. Kaget sekaligus heran.

"Yang kau lakukan tiap hari hanyalah berkelahi saja! Apa kau tidak punya otak, hah?!"

Sanosuke diam sambil tetap menaikkan alisnya.

Pemuda itu menghela nafas. Ah, percuma rasanya jika membalas omelan gadis itu. Hanya akan membuat otaknya makin pusing. Perang mulut tidak selalu selamanya berguna.

"Maaf" desisnya pelan. Sebuah sahutan yang sangat singkat dari mulut pemuda itu. Dan aura penyesalan yang terpancar dari sosoknya sukses membuat Megumi Takani mengurungkan niatnya untuk marah lebih lanjut.

Raut wajah Megumi pun perlahan-lahan mencair. Dan setelah terdiam beberapa detik, ia berbicara kembali.

"Tidak, akulah yang minta maaf" tukasnya pelan, penuh sesal.

Keduanya diam lagi. Dan beberapa saat kemudian Sanosuke mengambil obatnya –yang terletak didekatnya. Pemuda itu pun bergegas menyelesaikan pekerjaannya.

'Sudah selesai', batin Sanosuke. Ia pun lalu bangkit dari duduknya, dan dengan raut yang seolah tidak terlalu peduli pada wanita di ruangan itu.

"Aku pergi dulu. Terima kasih obatnya, Megumi" ucap Sanosuke kemudian.

Megumi Takani diam saja, namun ia terus menatap pemuda itu. Memperhatikannya yang bangkit dari duduknya, mengambil bajunya, mengenakannya, dan kemudian berjalan perlahan menuju pintu.

"Kau mau kemana?" tanya Megumi. Sanosuke menghentikan langkahnya yang sudah nyaris sampai di dekat pintu. Pemuda itu berpaling sejenak, ingin menyaksikan dan menatap Megumi yang barusan bertanya kepadanya.

"Mau ke dojo" sahutnya singkat. Ekspresinya datar. Begitupun dengan lawan bicaranya.

'Ke dojo Kamiya? Lagi-lagi kesana!' Batin Megumi resah.

"Untuk apa kesana?" tanya gadis itu lagi. Ah, ia terkesan terlalu cerewet hari ini. Tapi –ia memang harus menanyakan hal itu.

"Kau pikir mau apa lagi? Tentu saja aku mau menumpang makan disana! Bukankah tadi kau sudah menceramahiku tentang betapa kau mengenal kejelekanku ini?" jawab Sanosuke sekenanya. Ia sedikit protes, dan juga agak heran kenapa nona Takani itu menanyakan hal tersebut.

Megumi masih menatapnya dengan datar, namun lambat laun wajahnya berubah menjadi makin serius.

"Sebaiknya kau tidak usah kesana, Sano".

Sanosuke menghentikan langkah yang sudah akan diayunkannya kali ini.

Apa? Apa ia tidak salah dengar? Kenapa Megumi mengatakan hal itu?

"Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya Sano yang heran dengan sikap Megumi yang melarangnya untuk pergi ke Dojo Kamiya.

Megumi tidak langsung menjawab. Dari wajah cantiknya, Sanosuke menangkap bahwa ada sebuah hal yang mengganggu pikiran gadis itu –yang mungkin menjadi penyebab munculnya larangan untuk pergi ke Dojo Kamiya.

"Megumi?"

Ah, Megumi kembali memfokuskan pandangannya pada Sanosuke.

"Pokoknya, aku sarankan kau tidak usah pergi kesana, Sanosuke" ulangnya lagi –terdengar lebih tegas dari sebelumnya.

Apa? Lagi-lagi penegasan larangan.

Sanosuke mengerutkan dahinya. Ia heran, sedemikian heran dengan sikap ganjil dokter itu. Ada apa sebenarnya? Mengapa Megumi melarangnya pergi kesana?

"Aku tanya sekali lagi, kenapa kau melarangku Megumi?"

"memangnya ada apa?" lanjut Sanosuke yang penasaran.

Megumi tampak ragu untuk mengutarakan pola pikirnya. Seolah-olah alasannya kali ini terlalu sulit untuk dijabarkan dengan kata-kata. Ia bingung, haruskah ia menjelaskan alasannya, ataukah tidak? Sebab, Sanosuke pasti hanya akan merespon dengan sikap menyebalkannya yang rutin itu. Sanosuke memanglah seseorang yang menyebalkan –di mata Megumi.

Megumi akhirnya menghela nafas. Setelah memutuskan, ia akan mengutarakan kalimat-kalimat lanjutannya.

"Sebaiknya aku tidak udah menjelaskan alasannya". Sahutnya kini.

Raut wajah Sanosuke pun berubah makin bertambah heran. Bingung, heran, penuh pertanyaan. Dasar perempuan aneh!

Namun bukan Sanosuke namanya jika terlalu lama memikirkan keanehan seseorang. Sanosuke lebih memilih untuk bersikap tidak peduli. Ia akan tetap meneruskan niatnya, pergi ke Dojo dan membiarkan Megumi yang mungkin akan kesal karena tidak digubris olehnya.

"Ya sudah! Aku juga tidak perlu menurutimu lebih lanjut, kalau begitu"

Sanosuke ngeloyor pergi. Berjalan perlahan, dengan tubuh membelakangi Megumi Takani yang menatapnya dengan dalam.

Megumi menatap pria itu sampai menghilang dari pandangannya. Tubuhnya yang tinggi dan kurus, serta pakaian putih dengan tulisan huruf kanji besar dibelakangnya yang memiliki makna EVIL.

Sanosuke Sagara. Kau memang menyebalkan.

.

.

.

"Kenshin?" panggil Sanosuke yang sudah tiba di dalam Dojo.

Dojo Kamiya tampak lengang. Perguruan dengan area yang cukup luas itu seolah tak berpenghuni. Bahkan suara keras Sanosuke terkesan menggema di sana, akibat hanya terpantulkan oleh dinding serta disapukan oleh angin.

"Aneh, kemana mereka? Apa samasekali tidak ada orang disini?" desis Sanosuke sambil menoleh dan memperhatikan ke segala arah –berharap ada tanda-tanda kehidupan disana.

"Kenshin? Kaoru? Kalian dimana?" Sanosuke mengulangi ucapannya, kali ini dengan beberapa tambahan kata.

Pemuda jangkung itu lalu duduk. Kakinya terjulur ke bawah dan mengenai tanah yang berwarna cokelat terang. Ia menatap lurus ke depan, memperhatikan tembok rendah yang tersinari matahari di siang itu. Cuaca mulai terasa sedikit panas.

"Sano?!" sebuah suara tiba-tiba muncul –nyaris mengagetkan Sanosuke.

"Hey! Aku sedikit kaget. Dari mana kau?" sahut Sanosuke pada Kenshin yang datang. Pria murah senyum itu lalu mendekatinya dan duduk di dekatnya, bersebelahan dengan Sanosuke.

Kenshin Himura memang lelaki kharismatik. Ia seorang yang murah senyum. Setiap hari dan setiap waktu hampir tidak ada senyuman yang tidak muncul di wajah pria itu. Wajahnya juga cukup tampan. Selain itu, sifatnya yang sungguh dewasa dan penyabar membuat dirinya terkesan begitu berkualitas sebagai seorang lelaki samurai.

Ah, bekas luka berbentuk X di sebelah pipinya itu. Kenshin yang tampan itu makin bercirikan dengan begitu personal, begitu khas. Sepertinya hanya dia satu-satunya pria di dunia ini yang memiliki bekas luka sayatan berupa tanda X besar di wajah itu. Ya, memang hanya dia seorang.

"Maaf, aku tadi tidak mendengarmu, Sano. Apa kau sudah lama datang kesini?" Tanya Kenshin penuh perhatian pada sahabatnya itu.

"Tidak juga" sahut Sanosuke. "Mana yang lainnya?"

Ah, Sanosuke mencari Nona Kaoru dan Yahiko juga rupanya. Kenshin tersenyum sebelum menjawabnya.

"Nona Kaoru sedang pergi berbelanja, Yahiko menemaninya"

Sanosuke diam sejenak. Apa? Dua orang itu –berbelanja berdua? Apa ia tidak salah dengar?

"Hey, sejak kapan? Bukankah mereka berdua hanya akan berkelahi jika pergi bersama-sama? Lagipula Kenshin, bukankah biasanya kau yang bertugas untuk pergi ke pasar?" cerocos pemuda urakan itu asal. Ia memang tidak suka menyaring kata-kata sebelum berucap. Dan lagi pula –ia juga cukup suka berteriak, berbicara dengan nyaring.

Kenshin Himura lagi-lagi tersenyum. Senyuman yang memiliki sebuah arti, sebuah jawaban.

"Yaah, begitulah. Mulai sekarang sepertinya tidak akan begitu. Akan ada perubahan sedikit" sahut pria samurai bertubuh mungil itu santai. Senyumannya membuat wajahnya semakin sayhdu –tampak senang dan tidak ada beban.

"hmm?"

'Perubahan?' Sanosuke mengernyitkan alisnya. Kenapa hari ini semua orang seolah begitu misterius dan menyembunyikan sesuatu? Ini benar-benar aneh.

"Baiklah… Aku tidak terlalu paham akan hal itu… Tapi –daripada membahas itu, aku ingin meminta tolong!" kata Sanosuke yang mulai mengganti topiknya.

"Apa?" tanya Kenshin antusias.

"Ehem. Kau tahu sendirilah Kenshin. Aku belum makan sedari tadi pagi" Sanosuke menjawabnya sambil terkekeh. Menyeringai dan merasa sedikit malu.

Oh! Kenshin langsung tersadar. Bodohnya, kenapa ia bisa lupa pada kebiasaan temannya ini. Sanosuke pasti hendak menumpang makan. Andai ia sedari tadi sudah mengingatnya, maka ia pasti tidak akan membuat Sanosuke terlalu lama menunggu. Kasihan Sanosuke.

Kenshin tertawa kecil.

"Maaf, Sano aku hampir lupa! Ayo masuk saja. Masih ada makanan lebih setelah sarapan tadi pagi!"

Keduanya pun masuk ke dalam rumah. Tepatnya –menuju ruang makan. Sambil mengobrol ringan dua lelaki itu menuju meja makan serta duduk bersila berhadap-hadapan. Memandangi meja kecil yang memisahkan kedekatan duduk antara mereka berdua.

Dan tak lama kemudian Sanosuke Sagara tengah asyik tenggelam dalam aktifitas mengisi perutnya yang sedari tadi keroncongan. Ia makan dengan lahap. Dan Kenshin samasekali tidak heran akan hal itu. Hanya dalam beberapa menit, makanan yang tersaji di meja –khusus untuk Sanosuke itu, sudah ludes tanpa sisa.

'Ah, aku kenyang! Benar-benar nikmat jika makan pada saat kelaparan seperti ini!' Batin Sanosuke dengan penuh kepuasan. Ia kemudian nyengir kepada Kenshin yang memperhatikannya sambil tersenyum kecil.

"Ehehehe. Kenapa Kenshin? Apa gaya makanku semakin parah saja jeleknya?" tanyanya yang sedikit heran pada sahabatnya yang sedari tadi memperhatikannya tanpa berbicara.

"Ahahaha. Tidak Sano –bukan itu!" Kenshin menjawabnay sembari tertawa.

"Hmm? Lantas?"

Kenshin lagi-lagi masih tersenyum. 'Ah, stok senyuman pria ini sepertinya tidak pernah kunjung habis. Hei, Kenshin! Apa bibirmu tidak lelah terus menerus membuat lengkungan seperti itu?' Sanosuke menatapnya sedikit tidak mengerti.

Dan karena Kenshin belum kunjung menjawab kata-katanya, akhirnya Sano yang kreatif berniat untuk mengulang pertanyaannya kembali.

"Apa maksudmu, Kenshin? Jangan bersikap aneh begitu! Seolah-olah ada yang kau tutupi hari ini" tebaknya yang tak mampu lagib membendung rasa penasarannya. Sahabatnya itu harus segera menjelaskan semuanya pada saat ini. Sekarang juga.

Kenshin menatap lantai untuk sesaat. Raut wajahnya berubah menjadi serius secara perlahan-lahan. Tampaknya ia sedang cukup berfikir keras.

"Sano, jika aku menceritakannya, berjanjilah untuk tidak terlalu terkejut –"

"Atas apa?" potong Sano cepat. Tulang ikan masih bertengger di mulutnya, bergerak-gerak lucu mengimbangi ekspresinya yang kini tampak konyol dengan benda amis itu.

Kenshin menghela nafas. Sanosuke ini memang kurang sabaran. Tidak beda jauh dengan Nona Kaoru.

"Begini Sano….aku…"

.

.

.

T B C

A/N:

Ngomong-ngomong, mengenai Rurouni Kenshin ada yang suka nggak ya? Sedikit ragu sih, sebenarnya. Ini pertama kali saya nyungsep di fandom ini. Heheh.

SanoMegu salah satu favorit saya, sayang di anime/manganya mereka gak digambarkan secara eksplisit hubungan antara keduanya.

Makasih bila ada yang mau baca. Review yah, teman-teman…