Hallo minna san.. :D

Ketemu lagi sama saya, tadi waktu kursus bahasa jepang. Sensei bilang kalau kucing itu Neko. Karena terngiang-ngiang *plak jadinya aku buat cerita ini. Mungkin agak mainstream, tapi semoga kalian suka hheheh. :D

Disclaimer: Yamaha corp,

Pairing: Len K & Rin K

Story: Galuh Ajeng D (ini nama asli author lho. Heheh)

"Biarkan aku merawatnya! Aku janji tidak akan menelantarkannya." Ujar Rin kecil kepada Kakaknya saat ia membawa kucing putih itu ke rumah.

"Sebenarnya Ibu tidak setuju. Kau kan cepat bosan terhadap sesuatu. Aku takut ketika kau bosan kau tidak akan peduli padanya lagi." Kata kakaknya khawatir. Rin memang anak yang terlalu aktif. Sehingga ia cepat bosan terhadap sesuatu.

"Aku berjanji. Untuk kucing ini. Aku tidak akan begitu." Wajahnya mulai menampakkan raut memelas. Yang meluluhkan hati ibunya.

"Baiklah. Baiklah. Aku mengerti. Silahkan kau pelihara. Tapi kau Rins bertanggung jawab penuh."

"Asyikkkk! Sankyuu, nee-chan!" Rin kecil memeluk kakak perempuannya erat-erat.

Luka dan Rin adalah anak yatim piatu. Di usianya yang masih 5 tahun Rin Rins kehilangan kedua orang tuanya, Luka masih 15 tahun. Untungnya, Luka seorang yang cerdas. Ia mampu bekerja dan sekolah untuk membiayai kehidupan mereka berdua. Sebuah rumah sederhana dan indah satu-satunya peninggalan orang tua mereka. Selain itu uang asuransi juga membantu kehidupan mereka, sehingga Luka hanya perlu bekerja part time untuk makan, listrik, dan air. Pendidikan mereka sudah terjamin oleh asuransi orang tua mereka. Luka bekerja sebagai pelayan di toko buku di pusat kota. Sehingga ia hampir setiap hari pulang pagi.

Rin dalam perjalanan pulang ke rumah ketika menemukan Len. Kucing putih itu. Kucing itu mengikuti Rin sampai di rumah. Karena sangat imut, Rin memutuskan untuk memeliharanya. Dan jadilah ia diberi nama Len. Seperti nama pemain American football.

Len kucing yang lucu. Ia suka sekali minum susu dan makan ikan. Ia sangat manja kepada kakak beradik itu, terutama pada Rin. Begitupun sebaliknya. Hebatnya, Rin tidak pernah menelantarkan Len seperti peliharaan yang sebelumnya. Sejak kehadiran Len. Rumah mereka menjadi lebih ceria dan penuh warna. Pernah Luka hampir menangis karena yukatanya dibuat Len tidur siang. Sehingga yukata itu penuh bulu kucing.

Banyak kejadian yang menyenangkan terjadi karena Len.

11 tahun kemudian…

"Onee-chan. Bagaimana ini? Dari pagi Len tidak mau makan."

"Aku juga tidak tahu. Coba kau bawa ke dokter hewan. Akan aku temani. Lagi pula aku libur hari ini. Pergilah ke sekolah. Aku yang akan menjaga Len."

"Aku mengerti. Aku pergi dulu." Ujar Rin lesu. Dari kemarin Len menunjukkan kondisi yang kurang bagus. Ia tidak mau makan apapun. Len hanya tiduran dan memandang Rin dengan tatapan sedih dan malas.

Sepanjang hari ini Rin tidak bisa memikirkan apa-apa kecuali Len. Saat bel berbunyi ia langsung berlari ke rumah. Ia melihat Luka terduduk lesu di meja makan.

"Onee-chan. Kenapa? Bagaimana dengan Len?"

"Kata dokter Len tidak sakit apa-apa. Dia juga heran. Mungkin ia ingin kawin. Kata dokter begitu." Heee? Kawin? Oh iya, Rin lupa. Kucing juga mahluk hidup. Ia juga butuh bereproduksi. Selama sebelas tahun Rin tidak pernah memikirkannya.

"Aku punya seorang teman yang punya kucing betina. Mungkin jika ia bertemu Len. Maka Len bisa kembali seperti sedia kala."

"Teman? Aku pikir teman kakak hanya Kana-san. Lagi pula, Kana-san kan alergi bulu kucing?"

"Bukan, kau pikir aku anti social? Ini teman baruku. Namanya Gakupo, dia pemilik café tempatku bekerja."

"Oh, ayo kita ke rumahnya dan segera menyembuhkan Len. Aku tidak mau dia kenapa-kenapa."

"Dia akan datang saat makan malam dengan kucingnya."

"Sou ka?"

"Iya, sekarang ganti baju dan cuci tangan. Bantu aku membuat makan malam."

"Aku mengerti."

"Len, cepat sembuh ya? Aku membawakanmu. Teman wanita, aku harap kau menyukainya." Kata Rin sambil mengelus kepala Len. Yang diajak bicara menatap Rin dengan pandangan malas.

Bel pintu terdengar. Rin berlari untuk membuka pintu. Yang datang ternyata seorang laki-laki tinggi dengan senyum lembut.

"Aku Gakupo. Luka ada?"

"Ah, kakak yang punya kucing itu?"

"Hahaha. Iya, itu aku."

"Wah, silahkan masuk. Kakak memasak banyak makanan hari ini."

"Benarkah?"

"Iya, ini berbeda dari biasanya. Eh, kucingnya mana, kak?"

"Ini." Gakupo menunjukkan seekor kucing berwarna merah jingga yang tertidur di box kucing. "Namanya Neko."

"Neko?" dalam bahasa jepang neko berarti kucing. Berarti namanya kucing Gakupo adalah Neko yang berarti juga kucing?

"Ya, aku tidak pandai member nama sesuatu."

"Oh, Gakupo. Duduklah."

"Hai, Mari-chan."

"Eh, Mari-chan?"

"Aku biasa memanggilnya begitu." Terang Gakupo. "Mana Len?"

"Dia di kamar Rin. Biar Rin yang membawanya bertemu Len."

"Baiklah." Gakupo memberikan Neko kepada Rin. Gadis yang mulai beranjak dewasa ini langsung berlari ke kamarnya.

"Len. Ucapkan salam pada Neko!" perintah Rin ketika mendekatkan Neko pada Len.

Len mendengus ketika melihat Neko. Neko malah berlari ke bawah meja belajar Rin.=, matanya menorotkan rasa takut. "Neko, kau kenapa?" Rin mengambil Neko dan mengelus puncak kepala kucing itu.

Sementara Len dengan tenang nyelonong ke mangkuk makanan dan susunya. Kucing itu makan dengan lahap. "Len? Kau sembuh?"

"Onee-chan! Len sudah sembuh!" gadis itu berlari menuruni tangga sambil menggendong Neko.

"Benarkah?" Tanya Gakupo lembut.

"Iya, ia mau makan dengan lahap. Tapi.."

"Apa? Bukannya kau senang Len sembuh?"

"Iya, aku senang. Tapi Neko, dia seperti ketakutan ketika bertemu Len."

"Mungkin ia belum beradaptasi. Itu hal yang wajar." Kata Luka cuek. Ia lalu mengambil Neko dari pelukan Rin dan mengembalikannya pada Gakupo. "Terima kasih. Maaf merepotkanmu."

"Tidak masalah."

"Eh, ayo kita makan. Aku sudah memasak kari."

"Ayo kita makan!" ujar Rin sambil tersenyum. Satu lagi yang menambah senyum Luka dan Rin. Gakupo. Rin sudah menganggap Gakupo seperti saudara laki-lakinya sendiri. Sedangkan Luka? Entahlah, dia sendiri juga belum paham.

"Ittadakimasu!" ucap mereka bertiga. Mereka makan dengan lahap. Sebagai koki di café tempat Luka bekerja. Tentu saja ia pandai meracik bumbu dan masakan.

"Aku sudah selesai." Kata Rin. Ia segera naik ke kamar mandi dan menggosok gigi.

"Terima kasih sudah datang, Bos."

"Sama-sama. Ternyata kau memang berbakat. Apa kau pernah masuk sekolah memasak?"

"Tidak. Gajiku setahun tidak akan mampu menutupi kekurangan biayanya."

"Hm… sayang sekali. Baiklah aku pulang, terima kasih untuk makanannya Luka-chan." Gakupo tersenyum jahil. Sedangkan wajah Luka sudah sangat merah.

Setelah memasukkan Neko ke dalam mobil. Gakupo berpamitan pada Luka. "Aku pulang dulu. Besok akan sangat sibuk jangan terlambat." Gakupo merengkuh leher Luka dan mencium Luka dengan lembut. Bibirnya bergerak pelan di bibir Luka. Sementara Luka tidak tahu Rins bagaimana, ini ciuman pertamanya. Yang Luka lakukan hanya mencengkeram kedua lengan Gakupo. Lama sekali baru Gakupo menyudahi ciumannya.

"Maaf, kamu manis sekali. Aku tidak bisa untuk tidak menciummu." Setelah berkata seperti itu Gakupo pergi. Luka masih berdebar-debar. Tak sadar Rin dan Len juga melihat kejadian itu dari atas kamarnya.

"Len, sepertinya kakak sudah menemukan belahan jiwanya. Aku kapan ya?" Len hanya mengeong pelan. Ia bergelung di dada Rin. Tak lama kemudian rasa kantuk menyerang Rin. Ia meletakkan Len di kaki ranjangnya. Dan masuk ke dalam selimut.

Luka selalu pergi jam 5 pagi. Karena ia Rins mempersiapkan dapur bersama rekan-rekannya. Sehingga setiap pagi Rin Rins bangun sendiri dan memasak sarapannya. Selimut yang hangat dan udara dingin di luar membuat Rin malas keluar dari selimutnya.

"Ah. Malasnya. Selamat pagi Len." Katanya dengan mata yang masih berat dan kantuk yang belum pergi.

Tidak ada meongan atau endusan dari kucing kesayangannya itu. Rin mengucek matanya berusaha mencari-cari Len. Di kaki ranjang tidak ada. Tumben sekali, padahal ketika Rin bangun Len pasti di atas ranjang.

"Len?"

"Hmm?" Rin langsung terbelalak. Bukannya suara kucing malah suara seseorang. Ia menepuk-nepuk pipinya. Memastikan dirinya sudah bangun.

"Len?"

"Apa?" Rin menoleh ke samping yang menjadi sumber suara. Seorang lelaki dengan mata yang masih terpejam. Rambutnya honey-blonde seperti rambutnya, dan tampan menurut Rin sedang berbaring dan memeluk guling kesayangan Rin. Selain itu, yang mengejutkan. Lelaki itu tidak pakai baju.

"Kkkkkyyyyyyaaaaaaaa!" jerit Rin. Ia menjauh dari laki-laki itu hingga tidak sadar ia sudah berada di tepian ranjang. Lelaki misterius itu menyambar Rin sebelum ia terjatuh.

"Kau kenapa sih? Biasanya juga melihatku tanpa sehelai kain pun?"

"Apa yang kau bicarakan?" ujar Rin agak gemetar. "Dan kenapa kucingku tidak ada?"

"Kau ini bagaimana? Aku Len, kucingmu." Ucap lelaki itu dengan polosnya. Ia sama sekali tidak malu dengan ketelanjangannya itu.

"Apa kau bilang?" Rin sama sekali tidak percaya dengan ucapan lelaki itu. "Dasar cabul! Pergi!" ia memukul wajah orang yang mengaku Len itu dengan bantal.

"Huh…" seketika itu juga lelaki tadi lenyap. Berubah menjadi sebuah suara meong.

"Eh? Len?" Rin sangat terkejut. Ia memejamkan matanya dan memukul-mukul wajahnya. Saat ia membuka matanya. Sosok kucing tadi menjadi orang lagi.

"Bagaimana? Kau percaya sekarang?" Rin hanya bengong saja melihat Len. Ia sangat tidak percaya dengan apa yang di lihatnya.

"Len. Setidaknya. Apakah kau tidak bisa menutupi tubuhmu itu?"

"Aku tidak punya baju." Jawab Len dengan polos. Rin segera bangkit kemudian menyelimuti Len.

"Tunggu di sini. Aku akan mencarikan sesuatu untuk kau pakai." Rin berlari keluar kamar. Ia menuju kamar ayah dan ibunya. Dibukanya lemari besar itu dan menemukan sebuah yukata untuk laki-laki. "Baju ayah semuanya ukuran normal. Sedangkan tubuh Len tadi sepertinya tinggi menjulang dan lebih berisi. Mungkin hanya yukata ini yang muat." Ujarnya pada diri sendiri. Ia lalu membawa baju itu ke kamarnya.

"Len, kau bisa mengenakan yukata?"

"Yukata? Tentu saja aku bisa." Ia mendengus kecil. Len mengambil yukata itu dari tangan Rin.

Rin kemudian keluar dari kamar. Ia pergi ke dapur dan menyiapkan sarapan. Tak lama kemudian Len muncul di dapur. "Rin, aku lapar."

"Iya, iya." Rin menyerahkan miso soup kepada Len.

"Ittadakimasu!" dalam sekali tenggak miso soup itu habis. "Rin, lagi!" Rin tak banyak bicara, ia mengambil miso soup lagi.

"Ini.." Len makan dengan lahap sekali, sekali tenggak langsung habis. Padahal miso soup itu lumayan panas. Rin kemudian mengambil untuk dirinya sendiri.

"Ittadakimasu." Kata Rin pelan. Ia makan sambil mengamati Len yang mengenakan yukata abu-abu milik ayahnya dulu. Rin mengakui kalau manusia kucing di depannya ini sangat tampan dengan rambut putih kelabu dan mata biru lautnya.

Setelah selesai Rin segera bersiap-siap pergi ke sekolah. "Aku pergi!"

"Aku mau ikut. Aku bosan di rumah." Kata Len dengan polosnya.

"Hehhhh? Tidak bisa. Kau boleh kemana saja. Jangan jauh-jauh!" kata Rin ia buru-buru pergi. Takut terlambat.

Sepulang sekolah Rin masih saja termenung. Ia tidak bisapercaya dengan apa yang ia alami pagi ini. Len menjadi manusia. Dan dalam logika apapun. Itu tidak mungkin kecuali di komik. "Aku pulang!" ucap Rin lesu.

"Kemana Len?" ia bingung mendapati rumah sangat sepi.

Luka belum pulang. Ketika mengecheck email di HP nya. Ternyata ada sms dari Luka. Ia akan pulang malam hari ini karena akan pergi dengan Gakupo.

"Rin, aku lapar."

"Hyaaa.." Rin kaget sekali. Len tiba-tiba berbicara di belakangnya. Sejak kapan dia di situ?

"Hei Rin. Ayo kita pergi makan . Aku ingin makan di luar."

Rin berpikir sejenak. Karena Luka tidak di rumah. Jelas ia Rins memasak. Tapi ia sedang malas. Jadi Rin mengiyakan ajakan Len.

"Baiklah. Ayo kita pergi!"

"Ini café tempat kakak bekerja. Di sini makanannya enak. Aku suka sekali ke sini saat akhir pecan."

"Iya aku tahu." Jawab Len cuek.

"Benarkah?"

"Ya, aku sering melihatmu telanjang di kamar, aku sering melihatmu mandi dan sebagainya." Kata Len dengan santai.

"A-Aapa?" Rin memucat. Ia tidak sadar. Selama ini, Len melihatnya dalam keadaan yang memalukan.

"Tidak usah malu, kita kan lebih dari sahabat? Dulu aku sering bergelung padamu. Sekarang, kau bahkan tidak membiarkanku menyentuhmu."

"Bukan begitu Len. Hanya saja, kau kan laki-laki. Manusia, kau bukan kucing?"

"Aku tetap saja kucing."

"Iya, tapi Len. Bagaimana menjelaskannya ya?"

"Tidak usah. Percuma. Kau jelaskan pun aku tidak akan pernah bisa menerima lasan Rin jadi seperti ini kepadaku."

"Bagaimana bisa kau jadi manusia?"

"Aku sebenarnya seorang dewa kucing. Ketika kau menemukanku aku sedang berjalan-jalan ke dunia. Musuhku, dewa anjing memanfaatkan kesempatan itu. Aku jadi tidak bisa kembali ke langit. Jadi sementara ini aku memutuskan mengikutimu dan tinggal di bumi."

"Oh, jadi seperti itu. Ayo kita beli baju untukmu. Kau akan terlihat aneh kemana-mana memakai yukata."

Setelah makan malam mereka ke sebuah toko baju. Rin membeli beberapa potong celana jeans, kemeja, dan kaos. "Ini, aku tidak bisa membeli langsung banyak."

"Tidak apa-apa. Rin, aku butuh celana dalam."

"…" Rin tidak bisa berkata apa-apa. "Oh itu. Baiklah. Pak, tolong celana dalamnya sekalian."

"Ayo pulang."

"Iya."

"Apa? Jadi Len itu dewa ya?" kata Luka dengan antusias.

"Begitulah, Luka-nee. " Len tersenyum lembut.

"Jadi bagaimana?" Tanya Rin. Ia tidak bisa sekamar dengan Len. Karena Len adalah manusia sekarang.

"Len bisa tidur di kamar ayah dan ibu." Luka tertawa.

"Kenapa kau tertawa, nee-chan?" Tanya Rin.

"Tidak."

"Tapi aku tidak mau. Aku mau di kamar Rin saja." Tiba-tiba Len menyahut.

"Tidak bisa." Tegas Rin.

"Kenapa? Bukankah selama 11 tahun ini aku selalu tidur denganmu?"

"Pokoknya aku tidak mau!"

"Aku mau!"

"Sudahlah. Rin, kalian kan sudah bersama selama ini. Biarkan saja. " kata Luka.

"Terserahlah, tapi kau tidur di kaki ranjang. Seperti biasa."

"Tidak muat."

"Haaah,,, terserah kau." Rin masuk ke dalam selimutnya berusaha untuk tidur. Gerakan di kasurnya membuat ia membuka mata mendapati Len duduk bersila sambil memainkan HP Rin.

"Ini apa?"

"Handphone."

"Kau selalu membawa benda ini. Apa penting?"

"Iya."

"Rin?"

"Apa?"

"Sudah tidur?"

"Hm,.."

"Rin?"

"Apa?"

"Tidak jadi."

"Hm."

"Rin?"

"Baka! Aku tidak bisa tidur kalau kau begitu terus!"

"Maaf." Tak disangka Len memeluk Rin dari belakang.

"Apaan? Lepaskan!" Rin mencoba melpaskan pelukan Len yang erat di perutnya.

"Jangan, begini saja."

"Len.."

Len memeluk Rin sepanjang malam itu. Jantung Rin berdebar-debar. Membuatnya tidak bisa tidur. Ia membalikkan badannya dan meringkuk di dada Len. Karena di sana hangat tanpa sadar Rin semakin merapat kepada Len.

Gimana? Gimana? Bagus? Aneh? Review ya? :D

Dewa matta :D