Cho Ji Hyeon presents

So Goodbye

Disclaimer : EXO dan Super Junior milik SMEnt. Membernya punya Tuhan

Pairing: you'll find so on

Warning : geje, OOC, typo, YAOI, crack pair, DON' LIKE DON'T READ, NO BASH

My 1st EXO fic. Fanfic ini berisi crack pair. If you don't like Suho as uke and Kris as his seme, would you mind to click those 'X' button, please?

~Happy Reading~

Foreword:

Hari ini tepat dua tahun, tujuh bulan, delapan belas hari, dan tiga jam semenjak orang yang kucintai meninggalkanku. Kami berjanji, well, dia berjanji untuk menikahiku ketika aku telah menyelesaikan pendidikanku. Ketika aku telah menyelesaikannya, dia tidak menepati janjinya. Empat tahun lalu dia adalah tunanganku dan nyaris tiga tahun lalu seseorang bernama Huang Zi Tao muncul di kehidupan kami. Dia menjadi teman kami dan pengantin mantan tunanganku dalam dua bulan. Tragis. Tidak lama setelah mereka menikah, orang tuaku meninggal. Jadi aku lulus dari pendidikanku tanpa kedua orang tuaku. Tidak ada keluarga. Yah, aku punya keluarga, tapi mereka yang disebut sebagai keluargaku tidak menganggapku sebagai bagian dari mereka. Mereka hanya menginginkan harta orang tuaku. Aku menjadi yatim piatu.

Aku telah mencoba semampuku untuk bertahan dan melanjutkan hidup, tapi sekarang aku menyerah. Aku mengidap kanker hati. Dan sekarang aku menghitung mundur hari kematianku. Seorang dokter yang baik hati menemukanku sekarat dan membawaku ke Amerika untuk pengobatan yang lebih baik. Hanya saja, seperti yang telah kukatakan. Aku menyerah pada hidupku.

Dokter baik hati itu juga hidup seorang diri dan menjadi satu-satunya temanku yang mengunjungiku setiap hari. Banyak hal yang diceritakannya. Termasuk bagaimana dia bercerai dengan istrinya karena orang tuanya, sementara saat itu mereka telah memiliki seorang anak. Singkat cerita, anak mereka berada di bawah asuhan istrinya. Sebagai seorang yang bertanggung jawab, dia mengirimkan uang tiap bulan untuk menghidupi mantan istri dan anaknya. Sampai sekarang Tuhan belum memberinya izin untuk bertemu dengan anaknya. Dan dia berharap untuk dapat bertemu dengan putranya walaupun hanya sekali di sisa hidupnya.

Aku hanya berkomentar bahwa saat itu hidupnya pasti sangat berat. Berpisah dari pasanganmu. Aku memahaminya. Saat dia bertanya bagaimana denganku, apakah aku memiliki seseorang yang berarti dalam hidupku. Well, aku memiliki seseorang yang berarti dalam hidupku, sangat berarti. Tapi itu dulu. Sekarang aku tidak memiliki seseorang yang berarti untuk tidak dapat kutinggal mati. Dan karena orang itu juga aku tidak ingin lama-lama bertahan hidup. Kuceritakan akhir bodoh kisah cintaku pada dokter itu. Dan berharap untuk dapat bertemu dengan mantan tunanganku sekali saja sebelum aku dikubur di dalam tanah, karena memang hanya itu yang kuinginkan, hanya dia.

-JHC-

One

Aku menatap pasien mudaku selagi meletakkan bunga lili putih ke dalam vas. Dia tertidur. Aku menemukannya sekarat di sebuah kamar di rumah sakit tempatku bekerja di Seoul tanpa seorangpun yang menjenguk atau menemaninya. Terdorong oleh rasa manusiawiku, aku membawanya ke Kanada untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik. Tapi kondisinya tidak membaik. Semakin hari kondisi tubuhnya semakin turun. Aku tahu dia masih sempat diselamatkan, namun dia sendiri tampak tak ingin diselamatkan. Aku menyadari anak itu telah kehilangan harapan hidup. Dia tampak kesepian dan dalam kesedihan yang mendalam. Setiap pagi aku mendapatinya menatap taman rumah sakit dari jendela dan tenggelam dalam lamunannya. Aku bertanya-tanya, di mana orang tua atau familinya. Kemudian dia menceritakanku kisah hidupnya. Aku merasa menyesal saat dia butuh seseorang untuk mengobati luka hatinya, orang tuanya meninggal. Mungkin hal ini yang membuatnya tidak ingin berlama-lama hidup di dunia ini. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku membantu anak yang bahkan tak kukenal. Aku membantunya lebih karena dia mengingatkanku akan anakku. Setidaknya usianya pasti seumuran dengan anakku.

Setelah memeriksa keadaannya, aku beranjak keluar kamar rawatnya. Jika aku tidak dapat menyelamatkan nyawanya, paling tidak aku ingin memenuhi keinginan terakhirnya. Mantan tunangannya. Dia ingin bertemu dengan mantan tunangannya untuk yang terakhir kali. Memikirkan hal ini membuatku hatiku sakit. Dari yang kudapat oleh tatapan matanya, dia masih mencintai mantan tunangannya. Betapa dia mengingatkanku akan diriku sendiri. Sampai sekarang pun, aku masih mencintai mantan istriku.

"Dokter Choi." Seseorang memanggilku dan kutolehkan kepalaku. Mendapati Dokter Wu, yang telah lama kukenal sebelum aku membawa anak itu kemari.

"Apa kabar? Maaf tidak menemuimu begitu kau tiba di sini. Kudengar kau membawa seorang pasien kanker kemari? Bagaimana keadaannya?" tanyanya dalam bahasa Inggris. Dokter Wu adalah seorang blasteran Cina-Kanada.

"Buruk. Pasienku tampak tidak ingin bertahan hidup. Dia bahkan menyebutkan keinginan terakhirnya."

"Ah, pasien yang malang."

"Temuilah dia kalau kau tidak sibuk. Biar bagaimanapun kau seorang psikiater, kuharap setelah bertemu denganmu, dia kembali ingin hidup."

"Aku akan menemuinya bila beberapa urusanku selesai."

"Bagaimana dengan putramu?"

"Yi Fan? Aku masih marah dengan keputusannya menikah tiga tahun lalu. Aku tidak habis pikir dengan jalan pikirannya. Dan beberapa minggu lagi dia akan kemari bersama istri dan mertuanya."

"Hei, kenapa kau marah kalau anakmu menikah?"

"Masalahnya, dia berjanji menikahi seseorang dan dia memutuskannya begitu saja karena istrinya membuatnya berpaling dari orang itu. Aku memikirkan perasaan orang itu. Dia anak yang baik, dia bahkan calon menantu yang ideal. Dia pasti sangat sedih. Aku merasa bersalah padanya. Sebagai orang tua aku tidak bisa membimbing anakku sendiri."

"Kalau kau merasa bersalah pada anak itu, kenapa kau tidak menghubunginya?"

"Itulah masalahnya. Aku dan istriku mencoba menghubunginya, tapi dia mengganti nomernya dan pindah entah ke mana. Dia seolah hilang ditelan bumi."

"Kita hanya bisa berharap anak itu menemukan kebahagiaan baru untuknya, kan."

"Semoga saja. Ah, aku harus menemui pasienku. Sampai jumpa, Dokter Choi. Kapan-kapan mampirlah makan malam di tempatku."

"Sampai jumpa, Dokter Wu."

Anak-anak zaman sekarang. Semudah itu berpaling dari pasangannya dan yang repot pada akhirnya adalah para orang tua. Kalau sekarang para anak yang merepotkan, dulu para orang tua yang sibuk menjodoh-jodohkan anaknya. Setelah aku berpisah dari mantan istriku, orang tuaku menjodohkanku dengan gadis-gadis anak kenalan mereka. Aku sudah berusaha membahagiakan orang tuaku dengan menikahi gadis pilihan mereka, tapi tetap saja aku tidak bisa mencintai gadis itu. Pada akhirnya kami bercerai karena perselingkuhan gadis itu. Anehnya, aku sama sekali tidak sedih. Dan orang tuaku kembali berusaha menjodohkanku. Kali ini aku menolak. Aku memilih menekuni profesiku. Sekarang aku menjadi seorang spesialis dan ada nyawa yang harus segera kuselamatkan saat ini.

Ketika aku membawa anak itu kemari, aku juga memutuskan mutasi kerja. Aku ingin mencari suasana baru dan Vancouver adalah tempat yang tepat untuk memulai sesuatu yang baru, setidaknya itu menurutku. Kududuki kursiku di balik meja kerja yang penuh dengan buku dan berbagai dokumen. Aku membuka salah satunya. Dokumen berisi identitas anak itu yang sengaja kuminta dari rumah sakit lama tempatnya di rawat dan dari universitas yang dimasukinya.

Kim Junmyeon, lahir pada tanggal 22 Mei 1991. Dia mengambil jurusan akting. Orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil tiga tahun lalu. Penyebabnya mobil yang mereka kendarai bertabrakan dengan truk yang melaju kencang dari arah berlawanan dan terbalik kemudian meledak. Junmyeon lulus dari universitas lebih cepat daripada teman-temannya karena kecerdasannya dan sempat tampil beberapa kali di drama musikal sebelum akhirnya berhenti total karena mengidap kanker hati.

Aku mengerutkan keningku ketika melihat perubahan alamat di database universitas. Dia sempat pindah? Kenapa? Apakah dia pindah ke rumah keluarga besarnya? Kucek satu per satu alamat-alamat famili orang tua Junmyeon. Tidak ada yang sesuai dengan alamat baru Junmyeon. Kucoba mengetikkan alamat barunya di Google. Ternyata itu alamat sebuah apartemen kecil di pinggiran kota Seoul. Jadi setelah kematian orang tuanya, dia hidup sendirian. Wajar jika dia tampak kesepian. Sampai sejauh ini belum ada hubungan yang menunjukkanku jalan menemukan mantan tunangannya. Hei, kalau mau melakukan sesuatu sebaiknya jangan setengah-setengah. Kuraih ponsel yang ada di saku celanaku dan menghubungi salah satu bawahanku di Korea sana.

"Halo? Ya, ini aku. Aku ingin kau menyelidiki sesuatu. Cari tahu tentang latar belakang pemuda bernama Kim Junmyeon. Termasuk teman-temannya atau siapapun yang mengenalnya. Nanti akan kusms alamat rumahnya dan fotonya. Jangan mengecewakanku. Terima kasih, Tuan Lee. Kau memang yang paling bisa kuandalkan."

Sekarang hanya tinggal menunggu laporan dari suruhanku. Sebaiknya sekarang kembali bekerja. Ketika aku membuka laci meja kerjaku, aku menemukan sebuah kotak berisi iPod. Ah, kurasa ini iPod yang kubeli beberapa bulan lalu ketika tiba-tiba saja aku teringat anakku dan membeli iPod ini sebagai hadiah. Lucu, aku bahkan tidak pernah menghubungi mantan istriku bagaimana aku akan menyerahkan hadiah ini. Lalu aku kembali teringat Junmyeon. Mungkin sebaiknya iPod ini kuberikan padanya. Dia pasti merasa bosan berada di kamar rawat seharian tanpa hiburan apapun. Kubuka laptopku dan mencari lagu-lagu dan video-video yang mungkin disukai anak itu.

Seseorang mengetuk pintu ruanganku dan masuk. Kulihat seorang perawat berusia paruh baya yang sudah kukenal datang membawa dokumen lain dan mendekat.

"Dokter Choi, Nyonya Lee yang semalam membuat janji sudah datang."

"Aku akan menemuinya sebentar lagi. Terima kasih, Emily."

"Sama-sama, Dok. Oh, sebentar lagi waktunya Junmyeon mendapat terapi. Haruskah saya membawanya ke ruang terapi sekarang? Atau Anda ingin menemui Nyonya Lee terlebih dahulu?"

"Bawa saja dia ke sana. Aku tidak akan lama dengan Nyonya Lee."

"Baiklah. Permisi, Dok."

Akhirnya iPod ini hampir terisi penuh juga. Kututup laptopku dan membawa serta iPod ini menemui pasienku.

-JHC-

Kutatap iPod pemberian dokter baik hati itu. Dokter itu masih tersenyum menunjukkan lesung pipinya ke arahku.

"Dokter tidak perlu memberikan benda seperti ini pada Saya." Kataku.

"Tidak apa. Aku tahu kau pasti bosan berada seharian di dalam kamar serba putih ini. Lagipula aku tidak membutuhkannya."

"Tapi..."

"Junmyeon-ah, tidak bisakah kau menerima kebaikan hati orang lain dengan senang hati? Oh, hatiku sungguh..."

"Baiklah, terima kasih, Dokter Choi."

Dokter Choi tersenyum mendengarku. Selalu begitu. Tiap kali aku ingin menolak pemberian atau pertolongannya, dia selalu mengucapkan tidak bisakah aku menerima kebaikan hati orang lain dengan senang hati dan bahwa hatinya terluka karena kebaikannya tidak disukai orang lain. Dulu juga saat dia akan membawaku kemari dia juga mengucapkan hal itu.

"Panggil saja aku Ahjussi. Apa kau tidak capek memanggilku Dokter Choi begitu? Kau itu, sedikit banyak mengingatkanku pada anakku. Oke, istirahatlah, Junmyeon-ah. Aku tahu kau pasti kelelahan setelah menjalani kemoterapi yang menyakitkan. Selamat malam."

"Selamat malam, Dok...maksud Saya, Ahjussi. Sekali lagi terima kasih."

Dokter Choi, ah, Ahjussi menganggukkan kepala dan tersenyum untuk yang terakhir kalinya sebelum menghilang di balik pintu. Kurebahkan tubuhku yang terasa sakit di tempat tidur dan menatap langit. Hal ini sudah menjadi kebiasaanku. Kuraih iPod yang diberi Ahjussi. iPod itu berwarna ungu, warna kesukaanku. Kunyalakan benda itu dan melihat-lihat track listnya. Aku menemukan lagu yang sangat kusukai dan memasang earphone di telingaku kemudian menekan tulisan play.

Iyureul mollaseo wae neaga byeonhaenneunji

Hancham saenggakhaesseo na manna ihuro

Na byeonhan geot gata aju manhi mariya

I norae daeullini oh

Niga neomu gomapjanha oh baby

Niga neomu yeppeujanha oh

Nuneul ttelsuga eobseo nae nnunen neoman boyeo

Neoman gyesok baro bogo sipjanha nan oh jeongmal oh baby

Perlahan tapi pasti aku mulai tertidur.

Haruga jinago (haruga jinago)

Tto dasimannago geureoda heeojigo

Tto dasi mannage deogo neomu joheungoya

Manyang utgiman hae ireon naega boini? Woo baby

.

Seorang pemuda berambut hitam sedang membuka tirai kamar tidur seorang pria. Dari bibirnya merah mengalun sebuah lagu yang memang sengaja ia senandungkan untuk membangunkan namjanya yang masih tidur.

Niga neomu gomapjanha oh baby

Niga neomu yeppeujanha oh

Nuneul ttelsuga eobseo nae nnunen neoman boyeo

Neoman gyesok baro bogo sipjanha nan oh jeongmal oh baby

Pemuda itu mendecak kesal sambil berkacak pinggang melihat kekasihnya tak juga bangun begitu ia selesai bernyanyi dan menyiapkan sarapan. Diguncangnya tubuh besar kekasihnya. "Kris, you're such a sleepyhead. Wakey wakey." Ucapnya sambil tetap mengguncang tubuh Kris Wu, kekasihnya.

"I'm awake, baby." Lagi-lagi Kris ber-sleep talking. Membuat kekasihnya memunculkan pout imut di wajahnya yang sudah imut. Dipukulnya badan Kris dan berseru, "Bangun, Kriiiiissss!" teriaknya di telinga kekasihnya.

-To Be Continued-

Ini adalah hasil coba-coba setelah melihat pic Suho pelukan sama Kris. Bagi yang nggak suka pairing KrisHo, Krisu atau apapun lah namanya, dipersilakan untuk meninggalkan halaman ini.

Terus katanya author ini pindah ke wordpress?

Iya, author pindah ke wordpress. Tapi dalam rangka promosi ff ini author kembali ke ffn.

~Mind to RnR?~