Setiap manusia menyukai berbagai hal yang mungkin saja saling berbeda, begitu pula dengan apa yang mereka konsumsi; camilan, minuman, makanan berat, minuman ringan...
Tapi dari sekian banyak hal, Sakura tetap tidak mengerti kenapa idola kampus mereka, Uchiha Sasuke menyukai dark chocolate mocha frappuccino yang seringkali ia pesan di kedai kopi dekat kampus mereka setiap hari Sabtu dimana matahari masih melongok setengah malu dari balik gedung berlantai dua puluh yang menjadi simbol kampus mereka. Oh, seandainya kau tahu bagaimana rasanya yang sama sekali tidak manis dan waktu yang kau perlukan untuk menghabiskan segelas kopi itu...
"Itu sama seperti kau yang memesan strawberry cake tiap kali kau ingin desert, Sakura," begitu kata Ino ketika ia memgutarakan keheranannya itu. Kemudian dia hanya akan mencibir kesal.
"Pig, aku tidak butuh waktu 30 menit untuk menghabiskan sebuah cake—dan aku heran dengan otak jeniusnya yang masih bisa bekerja tanpa asupan gula!"
.
.
Kisah Dalam Kedai Kopi
[Multi Fanfiction Mengenai Berbagai Kisah Dalam Kedai Kopi Haku]
.
A Naruto's Fanfiction
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
[Warning: fluff, gaje, typo, flat storyline, etc!]
.
Enjoy
.
.
Kemudian hujan berlangganan menemui Sakura akibat keinginan ngototnya untuk tetap menggunakan kereta di bulan September yang penuh angin. Aah, mau tak mau kakinya yang malas melawan kumpulan titik air melangkah gontai ke kedai kopi dimana ia selalu saja bertemu dengan si Pangeran Kampus sekaligus adik dari asisten dosen yang selalu saja jahil padanya—siapa lagi jika bukan Itachi—yang tak lain Sasuke yang terhormat. Sebenarnya Sakura hanya mendramatisir suasana saja, karena Sasuke yang selalu duduk di tempat yang sama setiap dia berada di kedai itu dan memesan minuman yang sama. Jika tidak salah ingat, ia akan selalu memilih tempat di sebelah kaca yang menghadap ke trotoar, dimana hanya ada beberapa orang yang ingin duduk disana akibat tak ada pemandangan yang bisa dilihat, sementara Sakura sendiri lebih suka menyamankan diri di sebelah meja bartender yang senantiasa mengajaknya mengobrol; seorang kakak cantik yang memiliki rambut panjang yang indah, ia mengenalkan diri dengan nama Haku (Sakura tidak tahu itu hanya nama saat ia bekerja atau memang nama aslinya). Yah, mau tak mau Sakura dapat melihat semua yang dilakukan Sasuke di mejanya yang hanya berjarak sepuluh langkah dari mejanya, meski Sasuke sendiri tidak dapat melihat Sakura.
Begitu juga dengan hari ini, saat hujan turun.
Aah, pemandangan yang indah (jika menurut Ino) seorang pemuda tampan dengan dandanan ter-stylish yang pernah malang melintang di kampus (yang ini menurut teman Sakura yang lain, namanya Hinata) yang sedang menikmati segelas frappuccino sembari memegang sebuah buku sementara pandangan matanya bertumpu di jendela...rasanya sungguh menakjubkan untuk dinikmati mata yang lelah akibat kehujanan (well, yang terakhir ini adalah ungkapan gombal Tenten yang langsung menuai pelototan sewot Neji yang cemburu). Dan inilah yang dilihat Sakura begitu ia mendudukkan diri di kursinya yang biasa. Yah, dia tidak begitu menaruh minat pada manusia cool yang bahkan mungkin bisa membuat freezer kulkas Sakura menggigit jari saking mindernya si kulkas pada Sasuke—kenapa dia jadi membandingkan antara kulkas dengan orang?
"Hmp, kau memperhatikannya lagi, Sakura-chan."
Haku menahan tawa setelah sapaannya (disertai pesanan strawberry cake milik Sakura tersaji di depan pemesannya) dijawab dengan penggembungan pipi si perempuan berambut merah jambu yang sudah keburu akrab layaknya kakak-adik (perempuan atau laki-laki dan perempuan, hanya Sakura dan Haku yang tahu). Yah, dia hafal benar dengan kebiasaan Sakura yang selalu mengedarkan pandangan ke sekitar tempat duduknya begitu perempuan polos tiba di kedai yang dia kelola...dan terhenti di tempat Sasuke selalu berada.
Pst, ini hanya Haku yang tahu, tapi di saat Sakura memalingkan wajahnya, sang pangeran tampan itu berbalik—kira-kira dua-tiga detik—untuk melemparkan balik pandangan Sakura terhadapnya.
Selalu begitu, sejak pertama kali Sakura menemukan tempat ini bersama temannya yang berambut pirang nan centil itu hingga sekarang, dan hari ini adalah tepat setahun pertemuan mereka di kedai ini.
Aah, masa muda.
.
.
Hujan lagi.
Aah, mendekati Desember ini, Sakura akan semakin sering kehujanan, dan dia pasti akan semakin sering memesan strawberry cake pada Haku, dan dia akan mendapat bonus berupa pemandangan Sasuke yang tengah membaca buku. Plus dark chocolate mocha frappuccino di mejanya.
Seharusnya dia sudah meliburkan diri sejak minggu Epifani dimulai, tapi dosennya yang entah bagaimana selalu kekurangan bantuan membuatnya tidak tega dan, voila! Jadilah Sakura melemburkan diri di hari liburnya yang sangat berharga. Meski ia merasa senang juga...bayangkan! Meski kampus sedang libur seperti saat ini, si Pangeran Sasuke masih saja duduk di kedai itu seolah tak ada kegiatan lain yang dilakukannya?
"Ah, dia sebenarnya sibuk lho, Sakura-chan."
Manik emeraldnya spontan membelalak heran pada Haku yang bisa mengetahui isi pikirannya bahkan saat ia belum bersuara. Tapi toh, ia tidak memprotesnya.
"Sibuk?! Dia yang seperti pengangguran jenius tanpa asupan glukosa itu?"
"Sakura-chan, kau tidak sopan, deh."
"Ah, gomen, nee."
Haku tertawa kecil melihat semburat merah muda di wajah langganan kesayangannya itu. "Ah, daijobu. Ngomong-ngomong, kelihatannya kau datang di saat yang tepat karena sebentar lagi seseorang yang mirip dengannya akan datang dan memarahinya karena—"
"Uchiha Sasuke!"
Keadaan hening sejenak seketika sebuah sebuah suara menyeruak masuk dengan cueknya di kedai yang tidak seberapa besar itu, mengundang tatapan kaget para pengunjung, tak terkecuali Sakura. Jangan hiraukan Haku karena kelihatannya dia sudah terbiasa, mengingat ia hanya tersenyum maklum.
Dan ngomong-ngomong, Sakura segera mengerti siapa pemilik suara yang dibicarakan Haku tersebut. Siapa lagi yang mirip Sasuke jika bukan kakak biologis bernama Uchiha Itachi?
"Sudah kubilang berapa kali untuk tidak berteriak seperti perempuan?"
"Jadi kau bilang aku seperti perempuan? Ketika kau yang selalu melamun di kedai dengan posisi yang sama nyaris tiap hari ini, juga tidak ada bedanya dengan pengangguran jenius?"
Ups, Itachi sudah mengatakan isi pikiran Sakura rupanya.
"Berisik."
"Oh, ayolah, dik," Itachi mendudukkan diri di bangku kosong yang berada tepat di depan Sasuke dan menoleh ke arah pandang Sasuke; ke jendela, "kau harusnya sadar dengan kewajibanmu yang masih harus belajar bisnis keluarga dengan baik dan tidak hanya sekedar minum kopi di tempat yang sama untuk—"
Sebuah pelototan dari Sasuke.
Sebuah seringai dari Itachi.
Sebuah telengan kepala penasaran dari Sakura yang memperhatikan mereka berdua.
Sebuah kalimat yang diteriakkan Itachi keras-keras jeda beberapa detik.
"Aku tak menyangka bahwa kau kesini dengan pemandangan tembok di depanmu dan kopi yang sama butuh waktu lama menghabiskannya ini adalah satu-satunya caramu untuk memperhatikan Sakura-chan yang berada di sebelah sana, hahaha!"
Dan sebuah suara dari jitakan yang luar biasa keras terdengar.
.
.
"...maafkan kakakku yang bodoh ini."
"Tidak, tidak, Uchiha-san. Aku sama sekali tidak—"
"Panggil saja aku Sasuke. Boleh kutahu namamu...lagi?"
"...Ha-Haruno Sakura..."
"Hm, aku menyukaimu, Haruno Sakura. Kau mau menjadi...pacarku?"
"..."
Sebuah seringai kembali dari orang yang sama.
"Sakura-chan, wajahmu merah padam, lho."
Sebuah suara dari jitakan yang luar biasa keras kembali terdengar.
"Kakak, diamlah."
.
.
.
END
.
.
.
