.

~ Cucu Nenek Do ~

(Kaisoo)

.

.

.

Hari ini hari pertama Kim Jongin, dirinya yang baru genap delapan tahun memasuki kelas barunya. Kelas dengan menunjukan angka tiga menjadi tempat belajarnya beberapa tahun ke depan, karena mungkin appa-nya akan dipindah tugaskan lagi. Dengan ransel bergambar beruang, kedatangannya di sambut bisik-bisik anak lain.

"Annyeonghaseyo, Kim Jongin imida" Jongin membungkuk lalu memandangi teman-teman barunya. Jongin sweatdrop melihat teman-temannya tak ada satu pun yang antusias berbalik menyapanya seperti di sekolahnya sebelumnya.

"Baiklah, kau bisa duduk di dekat Sehun. Sehun angkat tangamu, nak!" Jongin menangkap seorang anak laki-laki pucat di meja paling belakang mengangkat tangan sambil tersenyum dengan mulut kecilnya dan matanya sipitnya sampai hilang. Jongin bisa melihat dua gigi runcing menyembul malu-malu, apa teman sebangkunya spesies vampir?

"Tidak uthah terkejut begitu, mereka memang theperti itu. Maklum thaja mathih anak-anak belum bitha menghargai yang di depan." Masih anak-anak? Bukannya dirinya dan Sehun juga masih anak-anak? Pikir Jongin bingung.

Jongin mengabaikan pikiran-pikiran mengenai teman sebangkunya ini, dirinya fokus mengikuti pelajaran. Setelah ini Sehun berencana mengajaknya bermain bola di tanah lapang dan mencari kerang di laut. Jongin tidak bisa bilang tidak, Sehun bahkan tak bertanya padanya apakah dirinya mau.

"Ngomong-ngomong..kenapa kau hitam? Kau bukan athli korea?" ucap Sehun sambil menyentuh lengan Jongin. Jongin ikut memandangi lengannya sambil melirik lengan Sehun yang putih bersih bercahaya. "Aku dari Seoul, apa Seoul masuk Korea?"

Sehun berpose berpikir namun akhirnya ia mengangkat bahunya karena tak menemukan jawaban apa pun. "Entahlah.."

Jongin dan Sehun melanjutkan perajalanan mereka melewati persawahan penduduk menuju tanah lapang yang ternyata teletak di atas bukit. Walaupun Jongin bukan balita lagi tapi ini pertama kalinya dirinya hidup di perdesaan jauh dari jalan datar dan beraspal.

"Nah kawan-kawan thudah menunggu kita...mereka dari thekolah thebelah. Ada Krith hyung, Chan-chan hyung, thuho hyung, Chen hyung..." Jongin memandangi nama-nama yang di sebutkan Sehun satu per satu. Mereka tidaklah buruk.

"Oper bolanya jongin!"

"Yak! Jangan menginjak kakiku!"

"Thehun bothan jaga gawang!"

"Jaga yang benar Sehunna!"

"Ayoooo oper lagi!"

Jongin cukup senang disini, ia bisa bermain bola. Walaupun bajunya jadi kotor kena tanah dan wajahnya juga jadi seperti dibedaki debu menjadi makin hitam. Dirinya merasa jika besar nanti ia ingin jadi pemain bola saja. Begitulah angan-angan dalam pikirannya. Ketika teman-temannya beristirahat sambil menyeka keringat mereka, netranya menangkap anak kecil berjongkok membelakanginya. Ketika anak berbaju biru kebesaran dan celana pendek coklat menengok ke arahnya –

"Kyeoptaa!" guman Jongin tanpa sadar.

"Nugu?" sahut Sehun melihat teman barunya berdiri bengong langsung menghampiri. Siapa tau Jongin kerasukan penunggu bukit ini. "Aaahh...dia Kyungcoo cucu nenek Do. Dia thelalu belmain thendirian, mungkin nenek Do thedang mencali thayul di ladang dekat thini" jelas Sehun.

"Kenapa tidak di ajak main saja?" tanya Jongin bingung. Sehun juga bingung ia menganggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Iya juga ya..tapi Kyungcoo mathih terlalu kecil buat main bola. Liat badannya dengan bola thaja thama" Sehun mengambil bola sambil mensejajarkan dengan tubuh Kyungsoo yang masih berjongkok.

Tampa mereka sadari sepasang mata bulat memandangi mereka berdua. Kyungsoo memegang kelinci putih dengan sangat erat karen ketakutan melihat dua anak laki-laki yang lebih besar darinya sedari tadi membicarakannya.

"Lihat dia sepertinya takut pada kita" ucap Jongin melihat ke arah Kyungsoo. "Apa aku seperti anak nakal?" tanya Jongin pada Sehun.

"Iya. Eomma bilang tidak boleh bohong..." Sehun mengangguk yakin. "Ayo kita main lagi...bialkan Kyungcoo main thendili, jika kau mendekatinya dia akan menangith" Sehun menarik-narik baju Jongin agar segera bergabung dengan yang lain.

Dengan perasaan campur aduk ia meninggalkan anak bermata bulat yang sekarang hampir bekaca-kaca. Bukankah harusnya ia menghiburnya atau mengantarnya menemui sang nenek. Mungkin saja anak ini tersesat. Tapi dirinya pun juga tidak tau jalan.

Tidak terasa rupanya hari sudah petang. Langit mulai dihiasi semburat jingga. Binatang malam mulai mengluarkan suara-suara alam menunjukkan eksistensinya. Menandakan Jongin dan kawan-kawan harus pulang ke rumah masing-masing. Jongin pulang dengan sekatung penuh kerang dalam genggamannya. Teman-teman barunya hanya mengantar di persimpangan jalan, karena arah rumah mereka berbeda.

Sesampai dirumah eommanya berkali-kali mengambil nafas melihat wujud anaknya yang rambut basah, baju lembabb dan kotor, sepatunya juga basah dan banyak pasir laut yang menempel, kulit tan nya jadi semakin coklat dan mengkilap.

"Kau darimana saja, jongin?" nyonya Kim mengahampiri dan berdiri agak membungkuk agar sejajar dengan putranya.

"Aku habis main di bola di bukit, lalu Sehun dan kawan-kawan mengajakku ke pantai mencari kerang dan menyelam. Ikan-ikannya sangat lucu dan warna-warni. Eomma aku dapat banyak kerang juga hari ini. Semuanya untuk eomma saja ya, jongin tidak bisa masak..." tutur Jongin polos menceritakan pengalamannya hari ini.

"- eomma..eomma...aku tadi juga bertemu anak kecil matanya bulat dia sungguh cantik padahal dia laki-laki. Aku jadi ingin punya adik sepertinya"

Tuan Kim yang kebetulan lewat dari dapur mengambil kopi, mendengar permintaan putranya langsung berdehem keras memberikan kode pada istrinya bahwa ia sangat setuju dengan Jongin. "Ehemm.."

Dibalas dengan lirikan sengit Nyonya Kim."Baiklah Jonginie anak eomma paling tampan sekarang mandi dan ganti baju, ne! Habis ini kita ke rumah nenek pemilik rumah ini untuk melunasi pembayaran. Kita berikan kerangmu ke nenek Do saja ya, eomma sedang malas memasak. Tidak apa kan, jongine?"

Nenek Do. Jongin merasa pernah mendengarnya. Karena Jongin pada dasarnya anak penurut, ia hanya mengangguk patuh dan segera membasuh tubuhnya dengan air hangat.

.

.

.

Jongin memandangi rumah kuno khas Korea. Dengan pagar rendah dari batu bata dan genting di susun apik di atasnya. Lantai kayu yang licin saat kakinya menginjak, Jongin bahkan berpikir bermain seluncuran disini saking licinnya. Meja tatami dengan penghangat di bawahnya. Bantal-bantal duduk. Pintu geser yang menyekat ruangan satu dengan ruangan lainnya.

Nenek Do yang memandangi Jongin mengeryitkan keningnya sejak memasuki rumah, segera meminta para tamunya duduk lesehan beralaskan bantal duduk. "Sebentar biar ku buatkan teh" ucap Nenek Do dengan sauaranya yang begetar karena faktor usia.

Jongin duduk dengan tenang walaupun merasa asing dengan rumah seperti ini. Biasanya ia bertamu di rumah dengan sofa empuk dengan televisi lebar menanyangkan kartun kesukaannya.

Nenek Do muncul kembali membawa nampan berisi 4 cangkir teh dengan asap mengepul dan bau wangi khas teh. Namun Nenek Do tak sendiri, anak kecil bermata bulat yang membuat Jongin terpesona siang tadi berada di gendongan sang nenek. Tangan kecilnya yang jail menjulur ke salah satu teh dan mencelupkan salah satu jarinya ke sana. Sambil tertawa senang berhasil melakukan aksinya, namun tawanya segera di gantikan tangis kencang ketika merasa jarinya melepuh. "Huweee...!"

Tangis Kyungsoo membuat para orang dewasa disana terkaget dan Jongin satu-satunya anak kecil disini malah memandang takjub bagaimana gemasnya anak yang ia temui tempo hari.

Nenek Do tampak kebingungan dan tidak enak hati dengan tamunya. Nyonya Kim menyenggol anaknya dan berbisik, Jongin langsung paham langsung menawarkan diri menenangkan Kyungsoo. Padahal dirinya tidak punya pengalaman dengan bayi atau semacamnya. Diam-diam Tuan Kim tersenyum senang, sudah saatnya Jongin punya adik batinya girang.

Jongin membawa ke ruang santai walaupun masih terkesan tradisonal dengan pintu gesernya namun di dalam ruangan interiornya sudah lebih modern. Sofa rendah bewarna abu-abu pastel, karpet bulu putih yang sepertinya empuk, dan televisi layar datar menanyangkan kartun disney.

Bagi Jongin yang masih di sebut anak kecil menggendong Kyungsoo sama saja menggendong setengah dari badannya. Tidak terlalu berat asal dalam jangka waktu yang pendek. Jongin menggendong Kyungsoo sambil duduk bersila di karpet bulu, yang memang benar-benar lembut rupanya. Tak lupa memberukan puk-puk pada bongkan bokong montok milik Kyungsoo.

Perlahan-lahan tangis Kyungsoo reda. Ia mengangkat kepalanya yang sedari tadi bersandar di bahu kurus Jongin. Dengan sedikit mendongakkan kepalanya melihat siapa gerangan yang menggendongnya atau makhluk tampan mana yang menggendongnya.

Jongin melihat wajah menggemaskan Kyung memerah karena terlalu lama menangis, matanya sembab, ingusnya mengintip di balik hidung mungilnya. Jongin tidak merasa jijik sama sekali melihat ingus itu, yang ada dipikirannya sekarang bertapa cantik dan cute-nya cucu Nenek Do ini.

Kyungsoo memandanginya dengan tatapan O.O merasa asing dengan Jongin. Dengan keterbatasan pembendaharaan kata yang ia punya, bibi hatinya tak bisa mengatup dan berguman lirih. "...oohhh pan~"

Jongin tidak paham dengan yang Kyungsoo katakan. Tapi bolehkah dirinya mengatakan bayi (?) ini sedang memandangnya dengan tatapan memuja hingga bibir mungilnya terbuka sampai tampa sadar air liurnya menetes. Mungkin Jongin terlalu berlebihan dan percaya diri.

"H-huh? Pan? Panci?" tebak Jongin mendadak bodoh.

Kyungsoo semakin antusias mengucapkan berkali-kali. "...Pan! Pan! Paannn!" kedua tangan kecilnya sampai menepuk-nepuk pipi Jongin. Tidak sakit sih tapi, kalau berkali-kali beda ceritanya. Rasakan di 'tabokin' Kyungsoo, Jongin! hahahaha

"Pantai? Eoh..tidak..tidak..mungkin itu ejaan belakangnya. Lipan? Ipan? Aishh..kenapa jadi nama Kris hyung! Berpikir jongin...berpikir...!" jika ini dunia imajinasi kalian dapat melihat kepala Jongin berasap tebal dan berbau daging tebakar.

Dengan ragu-ragu Jongin berucap. "Apa tampan?"

Seakan mengiayakan tebakan Jongin, Kyungsoo berhenti menepuk-nepuk digantikan suara tertawa cekikikan darinya. Seakan mendapat lotre dari pujian bayi pujaannya ini, Jongin mendorong tubuh Kyungsoo menjauh dari gendongannya sambil berseru, "Benarkah aku tampan?"

Chup!

Jongin memberikan kecupan di bibir hati yang terbenti-hentinya tertawa dan terkikik sedari tadi.

Namun tiba-tiba suasana jadi sunyi.

Diam.

Tawa Kyungsoo menghilang.

Jongin panik.

Kyungsoo tiba-tiba menutupi wajahnya dengan tangan kecilnya sambil menunduk malu. Semburat merah mewarnai pipinya.

"Aiigooo...kau malu ya? Ngomong-ngomong siapa namamu, cantik?" Jongin yang semakin gemas malah berganti mengecupi pipi tembamnya.

"Kyungcoo" jawabnya khas suara anak kecil.

"Bagaimana kalau aku memanggilmu baby Soo?"

"Bebi coo?" ulang Kyungsoo memandangi Jongin. Dalam otak bayinya apakah ini juga akan jadi namanya, jadi namanya Kyungsoo atau baby soo?

"Ne, baby Soo...Kau bisa memanggilku Jongin hyung" Jongin berbalik memperkenalkan dirinya.

"Ongin..ye..ongin pannnn" pekik Kyungsoo. Sebenarnya Jongin juga bingung kenapa bocah ini begitu senang hanya karena mengetahui namanya. Tanpa embel-embel hyung lagi, tidak sopan. Ah, mungkin karena baby soo masih kecil tidak tau sopan santun (?).

"Sekarang kita nonton kartun saja ya. Liat sang pangeran menyelamatkan putrinya, kau suka dongeng semacam itu?" Jongin menunjuk layar televisi sambil mengubah posisi menjadi memangku Kyungsoo.

Sekarang fokus Kyungsoo pada layar menampilkan pangeran ala negeri dongeng yang menaiki kudanya. Mulut kecilnya berseru lagi sambil mengok ke Jongin, "..Uda!"

"Ne..ne.. kuda. Kau mau naik kuda baby Soo?" Kyungsoo tak merespon dan mengabaikan pertanyaan Jongin. Baiklah sepertinya Jongin kalah tampan dengan pangeran atau lebih parahnya kalah dengan kuda.

Hari-hari selanjutnya Jongin sering bermain di rumah nenek Do. Entah kenapa setiap hari ia merindukan si kecil Kyungsoo, rasanya ia tak bisa melewatkan satu hari saja tanpa melihat wajah cantik nan menggemaskannya. Terkadang Sehun dan kawan-kawan ikut Jongin menengok pujaan hatinya.

"Ini enak...emmm yummy!" seru Kris melahap kue beras jenis songpyeon buatan nenek Do.

"Walaupun tampilannya tidak semenarik di restorant appa, tapi kuakui ini cukup enak" ujar Suho yang juga makan dengan wajah penuh kenikmatan sedangkan yang lain berdecih atas kesombongan kawannya ini.

"Ini memang enak, kau saja yang tidak pernah makan" cerca Chen memilih kue beras jenis dukbokki yang di siram engan pasta cabai dan berbagai sayuran. Chen pecinta pedas.

"Telima kathih nenek Dooooo..." Sehun memberikan hormat ketika nenek Do kembali membawa lebih banyak kue beras dan sup kimchi. Sehun ngiler sendiri melihatnya, setelah ini dirinya akan segendut Chan hyung.

Chanyeol di dekatnya hanya membungkuk sekilas lalu kembali sibuk memakan kue-nya dengan sangat amat lahap. Mungkin ini yang menyebabkan berat badannya terus naik,untung saja tinggi badanya juga naik.

Nenek Do membalas dengan senyuman ramah. "Dimana teman kalian yang satunya? Nenek tak melihatnya"

Sehun celingak-celinguk. "Nah itu thi hitam...!" pekiknya melihat Jongin menghamprinya dengan Kyungsoo di gendongannya.

"Ayo, Jongin..makan sesukamu! Teman-temanmu sudah habis banyak, kau juga harus makan. Biar Kyungsoo nenek gendong, kau makanlah!"

Sebenarnya Jongin juga lapar sejak tadi tapi Kyungsoo tidak mau lepas darinya seperti koala. Nenek Do yang mencoba membujuk Kyungsoo menempel pada Jongin akhirnya pasrah juga karena si kecil malah mengalungkan tangan ke leher Jongin lebih erat. Di sertai gumanan merajuk, "Coo mau ongin..."

"Tidak apa-apa halmoni, Jongin bisa makan sambil menjaga baby Soo"

Nenek Do hanya bisa mengiyakan. Memang belakangan ini tidak mau lepas dari Jongin sejak cucunya mengenalnya. Awalnya dirinya sedikit khawatir karena Jongin berasal dari Seoul, anak kota yang mungkin menurut pandangan orang tidak sebaik anak desa. Lebih nakal. Tapi semakin hari nenek Do bisa melihat ketulusan Jongin dan cukup tau sopan santun seperti Tuan Kim. Mungkin karena ayahnya kepala kepolisian jadi Jongin di besarkan sedikit keras menjadi taat aturan.

Kyungsoo duduk di antara paha Jongin. Mata bulatnya memandangi berbagai macam kue beras yang berjejer rapi di meja. Tangan kecilnya menarik-narik baju Jongin lalu menunjuk jejeran gyeongdan dengan berbagai warna.

"Kau mau?"

"Emm.." Kyungsoo mengangguk sekali namun mantap.

Jongin mengambil bola-bola kenyal berwarna hijau itu menggunakan sumpit. Kyungsoo yang mungkin juga sudah lapar langsung mengambil gyeongdan dari sumpit Jongin. Mulut kecilnya menggigiti dengan bersemangat.

"Wooahhhh...kau seperti hyung-nya saja" seru Chen memandangi Jongin yang begitu perhatian dengan cucu nenek Do.

"Ya...karena aku menyukai baby Soo" balas Jongin, Kyungsoo ikut menirukan Jongin dengan riang. "Bebi cooo.."

Kelima pemuda yang belum beranjak remaja tersebut terpaku. Secara bersamaan menghentikan acara makannya. Walaupun mereka masih kecil tapi mereka sering menonton drama korea kesukaan eomma mereka. Dan raut wajah Jongin saat mengatakannya sama persis dengan pemeran utama pria. Jadi mereka pikir kawan barunya ini menyukai dalam tanda kutip cinta.

"Hahahha... aku juga menyukai adikku. Sayangnya nanti ketika aku berusia tujuh belas tahun aku akan di pindahkan ke China sedangkan adikku tetap disini. Apa kau akan tetap tinggal disini Jongin? Selamanya?" tanya Kris.

"Tidak, mungkin sekitar sepuluh tahun saja. Appa akan di pindahkan lagi." jawab Jongin menuangkan sup kimchi pada mangkuk kecilnya.

"Kau pasti akan merindungkan Kyungsoo" timpal Chanyeol.

"Kuharap saat itu aku sudah besar dan dapat menikahi baby Soo. Jadi ia bisa ikut denganku kemana pun aku pindah"

Uhukk!uhuukk! semuanya mendadak terkena serangan tersedak. Saling berebut menuangkan air ke gelas masing-masing.

Sehun dengan tangan panjangnya adalah orang pertama berhasil menuntaskan tersedaknya. "Jonginie thahabatku yang hitam..Kyungcoo laki-laki mana bitha menikah denganmu yang juga laki-laki"

"Benar, Jongin. Di dongeng pangeran dengan putri bukan pangeran dengan pangeran. Appa laki-laki, eomma perempuan. Begitu seharusnya" kali ini Kris yang bersuara.

"Kau bitha mengangkat Kyungcoo jadi adikmu" tambah Sehun.

Jongin kecil menadak pundung. Ia baru berpikir sejauh itu, ia lupa Kyungsoo laki-laki. Dirinya pikir ia bisa menikah dengan siapa saja yang ia sukai. "Awalnya aku juga ingin dia jadi adikku tapi nanti dia menikah dengan orang lain. Aku tidak rela!" ucap Jongin lemah.

Semua menghela nafas kasar. Mereka ini hanya anak kecil yang bingung harus berkata apa dengan temannya yang menyukai sesama jenisnya sendiri. Orang tua mereka tidak pernah mengajarkan tentang ini. Tentang konsep cinta saja mereka dapatkan dari tayangan televisi. Dan tidak ada satu pun drama yang mereka tonton dimana pemerannya sesama laki-laki terlibat hubungan percintaan.

.

.

.

"Eomma..eomma..!" seru Jongin memeluk pinggang eommanya dari belakang. Nyonya Kim yang baru sibuk memasak sedikit terkejut tiba-tiba di peluk oleh putranya. Jarang-jarang putra kecilnya ini bermanja-manja.

"Huh! Jonginie ada masalah eoh? Kenapa tiba-tiba menempel pada eomma seperti ini?" tanya Nyonya Kim sambil memotong bawang.

"Apa Jongin tidak boleh menikah dengan yang Jongin sukai?" adu Jongin. Berharap eommanya memiliki pandangan lain. Siapa tau orang dewasa lebih mengerti perasaannya.

"Tentu saja boleh. Kenapa kau menanyakan hal seperti itu, kau saja kencing belum lurus Jongin," sahut Nyonya Kim usil.

Jongin makin melesakan kepalanya ke pindang sang eomma. "Kata Sehun dan hyung-hyung aku tidak boleh menikah dengan dengan sesama laki-laki walaupun Jongin menyukainya"

Tuan Kim yang berniat mengambil air di kulkas mendengar penuturan putranya memilih mengurungkan niatnya. Ia diam di dekat kulkas sambil mencuri dengar percakapan ibu dan anak itu. Dalam hatinya ia was-was jika putra satu-satunya ternyata 'menyebrangi sungai' .

"Tentu saja tidak boleh. Kita di takdirkan berpasang-pasangan. Laki-laki perempuan, kalau laki-laki sama laki-laki nanti rebutan cukur kumis lagi. Jongin mau?"

"Tidak masalah."

Nyonya Kim menghela nafas panjang. Ia membalik tubuhnya agar bisa melihat wajah putranya yang tampan. Nyonya Kim berjongkok sambil memegangi kedua pundak kecil putranya. Dalam hati ia berdoa semoga ini hanya karena putranya masih anak-anak bukan rasa suka sesungguhnya.

"Memangnya siapa yang Jongin sukai, heum? Sehun teman semejamu itu?"

"Kyungsoo, cucu nenek Do."

"Dia masih kecil. Kau bisa mengangkatnya menjadi adikmu jika kau mau, sayang!"

"Aisshhh...eomma sama saja!" Jongin meningalkan eommanya dan berlari ke kamarnya.

Nyonya Kim berniat mengejarnya namun suaminya yang sedari tadi berdiri di samping kulkas menahannya. "Sudah biarkan saja...Jongin akan memikirkannya sendiri. Dia tidak pernah memberontak, mungkin ini fase-nya."

"Ya ampun bagaimana jika putraku semata wayang itu bunuh diri" ucap Nyonya Kim sedikit histeris.

"Yasudah kita buat saja Jongin lainnya. Ngomong-ngomong, putraku tidak sebodoh itu" Tuan Kim menegak botol air meneral seraya meninggalkan istrinya yang sibuk dengan skenario drama yang diperankan oleh putranya sediri. Semoga bukan cerita sad ending.

Di dalam kamar Jongin sibuk memasukan bajunya pada tas ransel yang biasa ia pakai untuk sekolah. Buku-buku pelajaran juga ia masukan beserta alat tulis. Pendidikan tetap nomor satu bagi Jongin. Ia juga melipat selimut, bantal, dan boneka beruang yang selalu menemaninya tidur.

"Aah...ini tidak akan muat!" gumannya menyingkirkan selimut dan bantal. Boneka beruangnya ia sisipkan bagian terluar tasnya yang menggembung layaknya tas pendaki. "Apa lagi ya?" mata Jongin menangkap celengan ayam yang ia kumpulkan untuk membeli anjing kecil. "Kurasa aku tidak akan jadi beli anjing"

Hari sudah sore kediaman Nenek Do begitu damai diringi suara ranting pohon yang saling bergesekan. Nenek Do menyapu halaman perkarangan rumahnya, menyingkirkan daun-daun kering yang berguguran.

Srek! Srek! Srek! Bunyi gesekan sapu lidi dengan daun kering nyaring terdengar di telinga Jongin yang berdiri di sana.

Nenek Do menoleh ke arah Jongin. Jongin langsung memberikan salam sambil membungkuk 90 dejarat. "Anyeong...Halmoni. Bolehkah aku hari ini menginap disini?"

Nenek Do hanya mengangguk dan meminta Jongin masuk. Namun, pandangannya tak bisa lepas dari ransel keliatan penuh dan celengan ayam yang Jongin tenteng. Apa anak ini mau berkemah atau bagaimana?

"Jonginie darimana? Kenapa membawa tas dan celengan?" tanya Nenek Do tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Dari rumah. Jongin sedang kabur dari rumah. Halmoni jangan bilang eomma dan appa ya" bisik Jongin. Jari telunjuknya di taruh di depan bibir plumnya, mengisyaratkan ini adalah sebuah rahasia besar. Nenek Do tidak punya pilihan lain selain mengangguk.

"Baby Soo kemana?" tanya Jongin tidak sabar ingin bertemu Kyungsoo.

"Dia ada di kamar, mungkin sudah bangun. Aku akan memandikannya setelah ini" jawab nenek Do.

"Kalau begitu aku juga ingin mandi!" seru Jongin bersemangat. Mandi dengan baby Soo pasti menyenangkan. Kita bisa bermain ciprat-cipratan air, ahh pasti menyenangkan.

Kamar mandi di rumah nenek Do rupanya masih bergaya tradisional. Walaupun juga ada bathtub tempat Jongin biasanya berendam hanya saja sedikit berbeda. Bukan berbahan marble yang putih mengkilap melainkan bak mandi kayu yang cukup klasik.

Di bantu nenek Do, Kyungsoo sudah berendam disana dengan air yang penuh kelopak bunga membuat bau harum sampai kepenciuman Jongin. "Jonginie..tolong sabuni Kyungsoo sebentar ya. Halmoni lupa jika sedang memasak air"

Jongin mengangguk. Setelah nenek Do pergi, ia segera melepas semua pakaiannya. Kyungsoo yang terlalu asyik memukul-mukul air hingga menciprat kemana-mana tidak tau kehadiran Jongin. Kyungsoo baru sadar ketika airnya tiba-tiba meluap karena tubuh Jongin yang lebih besar darinya ikut masuk ke dalam bak mandi.

"Ongin.." gumannya terkejut menatap tubuh telanjang pemuda di depannya.

"Ne, baby Soo...sekarang aku akan membantu menyabunimu biar wangi. Dimana biasanya halmoni menyimpan sabun?" Jongin menengok kesana kemari mencari sabun dan spons.

Rupanya berbagai alat mandi tertata rapi di rak tepat di belakang Kyungsoo. Jongin mau tak mau beranjak dari acara berendamya dan berdiri menjangkau rak di belakang Kyungsoo. Posisi Jongin miring karena Kyungsoo tetap berendam di bawahnya tidak mau geser sedikit pun.

Kyungsoo yang memperhatikan apa yang Jongin lakukan, sukses di hadiahi pemandangan perut datar bewarna tan yang melingkup di atasnya. Tapi bukan itu yang menjadi perhatian utama Kyungsoo, melainkan benda yang menggantung di selangkangan Jongin. Kyungsoo yang merupakan bayi serba ingin tahu diliputi rasa penasaran tinggi langsung memegang benda yang mirip belalai itu dengan tangan mungilnya.

Merasa barang miliknya di pegang, Jongin cepat-cepat mengambil sabun dan mencari tahu apa yang terjadi dengan kebanggannya itu. "Baby Coo tidak boleh nakal ya...tidak boleh pegang-pegang penis Jongin sembarangan" Jongin mencoba memarahi secara halus.

Tapi Kyungsoo malah mengurut milik Jongin dengan riang (karena menurut otak bayinya, bentuknya lucu) sambil berujar, "...enis ongin!"

"Baby Coo kan punya sendiri, jadi lepaskan ne! Sekarang hyung sabuni ya" Jongin menuangkan sabun cair ke spons lalu mengusap-usapkannya ke tubuh Kyungsoo. Ngomong-ngomong Kyungsoo masih bermain dengan 'milik' Jongin, entah menggenggam ataupun menoel-noelnya layaknya sebuah mainan. Sebenarnya Jongin agak risih dan jadi ingin pipis tapi Kyungsoo tak mau menurut juga.

"Baby Soo berdiri ya..biar pantat dan kaki bisa Jongin bersihkan" kali ini Kyungsoo menurut dan berhenti bermain dengan 'milik' Jongin.

Spons yang ada di tangan Jongin perlahan mengusap lipatan bokong kenyal dan montok ke bawah sampai kaki kemudian beralih dari kaki bagian depan ke atas sampai pangkal paha. Rasanya ada yang aneh.

Jongin memincingkan matanya ke arah kanan atas. Mencoba berpikir apa yang aneh. "Kenapa berbeda? kenapa tidak ada belalainya? Apa karena kecil lalu tergencet pahanya yang semok itu?" batin Jongin sedang bergelut mencari jawaban.

Tiba-tiba suara nenek Do membuyarkan pikirannya. "Apa sudah kau sabuni Jongin?" nenek Do menaruh beberapa handuk bersih dan bathrobe tak jauh dari bak.

"Sudah, halmoni boleh aku bertanya. Kenapa selangkan baby Soo datar-datar saja, tidak ada yang mencuat disana?" tanya Jongin polos di barengi suara tawa nenek Do. Melihat wajah polos Jongin, akhirnya nenek Do mencoba menahan tawanya.

"Begini Jongin..pasti kau mengira Kyungsoo laki-laki karena sering memaki celana, kemeja, kaos bukannya dress lucu. Kursa bukan kau saja, banyak yang mengira begitu. Sebenarnya Kyungsoo perempuan, hanya saja suka memakai baju milik oppa-nya dulu"

Jongin tak bisa berkata apa-apa lagi, dirinya berbalik memandangi Kyungsoo badannya masih penuh sabun tertawa riang gembira seperti tidak terjadi apa-apa. "J-ja-di...Ba-baby Sooo pe-rem-pu-an"

Diringi rasa terkejutnya segera ia keluar dari bak mandi lalu memakai bathrobe. "Halmoni, aku pinjam kamar mandi lainya" ucap Jongin cepat.

"Ya..kau tinggal lurus lalu belok – " belum sempat nenek Do menyelesaikan kalimatnya Jongin sudah ngacir keluar kamar mandi. "Ada apa dengan anak itu?"

Nenek Do mendekati cucunya yang masih penuh busa sabun, berniat membilasnya. Melihat cucunya begitu gembira hari ini tawanya tak kunjung berhenti, nenek Do tertarik menanyakan ke cucunya. "Waeyo~...cucu halmoni kenapa senang sekali?"

"...enis ongin lutu..milip jah.." begitu kiranya celoteh Kyungsoo. Nenek Jongin yang tidak begitu mengerti yang di ucapkan cucunya hanya bisa mengangguk sambil tertawa. Yang ia tahu cucunya sedang membicarakan Jongin, tapi lebih spesifiknya nenek Do tidak tau. Mungkin nenek Do akan jantungan jika tau cucu kecilnya ini sedang bicara kotor membicarakan penis seorang pemuda.

.

.

.

Di rumah keluarga Kim sedang kisruh karena Jongin tak kunjung pulang padahal sudah malam. Nyonya Kim berasumsi anaknya sedang kabur karena hubungannya dengan cucu nenek Do tidak di restui. Hal itu membuatnya mondar-mandir sambil menelpon ibu-ibu kenalannya di sini. Lalu bagaimana dengan Tuan Kim? Sepertinya Tuan Kim berbanding terbalik. Ia tetap santai sambil mengecek berkas-berkas laporan pengaduan tindakan kriminal.

"Ya Tuhan, appa macam apa yang malah sibuk dengan kerjaannya sedangkan anaknya kabur dari rumah atau bahkan di culik...Eomma, aku bisa gila lama-lama! Setidaknya kerahkan anggotamu mencari Jongin!"

"Tenang saja, paling-paling Jongin kabur ke rumah nenek Do" balas Tuan Kim acuh

"Kau sudah tau kan putra kita suka dengan cucu Nenek Do. Bagaimana jika terjadi apa-apa? apa salahku di masa lalu hingga anakku jadi 'belok'!"

Tuan Kim beranjak dari sofa nyamannya medekati istrinya dan memberikan pelukan hangat. "Kau tidak salah apa-apa sayang. Biarkan saja Jongin suka, apa salahnya? Dan asal kau tau cucu nenek Do yang ada disini itu perempuan"

"Benarkah? Darimana kau tau?"

"Aku kenal dengan Tuan Do, dia sahabatku waktu kuliah. Dia memberitahuku akan pulang akhir bulan ini. Kami mengobrol panjang lebar lewat telepon, dia cerita punya dua anak yang satu laki-laki yang ikut bersamanya, sedangkan yang perempuan ia titipkan neneknya karena masalah pernafasan ia tidak boleh tinggal di perkotaan. Begitu."

"Jadi biarkan saja, kurasa cucu nenek Do cukup lucu untuk jadi mantuku dan Jongin bersungguh-sungguh dengan perasaannya walaupun dia masih kecil. Tapi ku akui putraku cukup bernani untuk mengambil resiko. Mirip appanya" percakapan itu di akhiri dengan senyum bangga Tuan Kim.

END

Note:

Sebenarnya ini bentuk kegabutan author. Jadi sambil nunggu sahur terakhir saya post cerita iseng dan tak berfaedah ini. Rasanya ngga sabar nunggu suara takbir berkumandang, moment yang sangat author kangein selain moment kaisoo.

Setelah ini kalau ada waktu saya bakal nulis cerita yang lebih panjang mungkin berchapter-chapter lagi. Mungkin cerita yang lebih serius, hanya saja saya bingung mana yang harus saya dahulukan. Ada dua, yang satu cast-nya Chanbaek yang satunya Kaisoo. Karena galau, berakhir saya nulis ff unfaedah ini.