Title : Sincerely Yours
Pairing : Matt/Mello, Matt/Near
Summary : Aku suka Mello, rasa sayangku kepadanya melebihi apapun sehingga aku puas dengan dijadikan pelampiasannya. Namun Near mengajariku bahwa rasa cinta seperti itu adalah salah. Matt POV. Matt/Mello, Matt/Near onesided, eventual AU


"SIAL!!!" Mello melempar buku yang dipegangnya ke lantai. "KENAPA SELALU SI NEAR SIALAN ITU?! KENAPA HARUS DIA?!"

"Mello kamu kenapa? Masuk kok marah-marah gitu?"

"NEAR! NEAR! APA HANYA DIA SAJA YANG ADA DI KEPALA PARA GURU?! BAHKAN L PUN MEMILIHNYA MENJADI PENERUSNYA!"

"Yah, wajar, dia kan nomor 1 disini." Kataku santai sambil memainkan psp nya. "Tapi Mello juga pinter kok!"

"Diam kamu Matt, ngga usah menghibur aku. Matiin psp kamu, jelek tau bunyinya."

"Yee, sewot." Ketika aku ngomong begitu, Mello langsung meraih psp ku tanpa ijin dan melemparnya ke pintu hingga hancur berkeping-keping. Otomatis, aku kaget. "Mello!!! Itu kan-" Belum sempat protes, satu tinju menghantam wajahku hingga darah mengucur dari bibirku.

"Satu kata lagi, aku akan langsung menghajarmu." Mello berjalan dan mematikan lampu. "Sekarang tidur."

Aku hanya mengangguk dan mengusap bibirku. Mello memang pernah bersikap kayak begini sebelumnya dan terbukti, ketika aku bicara sepatah kata, ia langsung menghajarku habis-habisan.

"Matt. Aku lagi mau tidur sendiri." Mello berkata. Aku hanya menghela napas, mengambil bantal dan selimutku, melangkah keluar.

Diluar, tepat didepan pintu kamarku, aku menggelar selimutku dan menaruh bantalku diatasnya. Aku menggigil kedinginan. Tiba-tiba Near melewati kamarku dan bertanya,

"Matt, kamu sedang apa disitu? Kenapa wajahmu biru?"

"Mello lagi bad mood. Dia lagi mau sendiri." Aku hanya tersenyum.

"Ini pasti gara-gara aku ya? Maaf ya Matt."

"Bu-bukan salah kamu kok!" Aku nyengir. Akhir-akhir ini aku dan Near sering ngobrol bersama-sama dibelakang Mello. Karena kita berdua tahu kalau dia menangkap kita, dia pasti menghajarku sampai habis.

"Aku tetap merasa ini salahku. Matt, tidur di kamarku." Kata Near dingin.

"Ng-ngga usah, aku disini aja."

"Kalau begitu..." Near duduk disebelahku. "Aku tidur disini. Ini kan gara-gara aku."

"Wah! Ja-jangan! Kalo Mello sampe tau..."

"Tenang saja, aku akan membuat Mello memukulku." Kata Near tanpa emosi.

"Near..." Melihat kesungguhan terpancar di matanya, aku tersenyum. "Thanks, tapi aku ngga apa-apa kok."

"Matt, tapi..."

"Sana, tidur. Ini dingin, nanti kamu sakit." Aku mendorongnya.

"Matt..." Near menoleh kearahku sebelum dia pergi meninggalkan tempat itu.

The next day

"Atchhoo!" Aku bersin-bersin. "Sial..." Roger yang dari tadi melihat ke arahku akhirnya memutuskan untuk menghampiriku dan memegan dahiku.

"Matt, kamu demam. Hari ini istirahat saja."

"Aku baik-baik aja kok... Atchoo!"

"Udah, sana, ke kamar, istirahat." Katanya lembut.

"Uh, oke..." Aku beranjak dari tempat itu dan masuk ke kamarku (dan Mello) untuk berbaring sejenak. Psp ku sudah dihancurkannya, sekarang aku ngga bisa melakukan apa-apa lagi jadi aku hanya diam saja.

7 jam berlalu dan itu adalah waktu untuk selesai pelajaran. Mello membuka pintu kamar dan melirik ke arahku yang terbaring di ranjang. Aku berharap dia duduk disebelahku untuk menanyakan keadakanku tapi dia malah melempar buku-bukunya dan meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah kata pun.

Beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu kamarku.

"Masuk." Mello, pikirku. Aku tersenyum lebar tapi ketika pintu itu terbuka, berdirilah bocah berambut putih dengan mainannya. "Oh, Near." Aku berusaha untuk tetap tersenyum dalam kekecewaanku. Dia menyeret kursi dan duduk disampingku.

"Apa kamu begitu menyukai Mello?" Tanyanya tanpa basa-basi.

"A-apa?"

"Kamu sayang padanya kan? Kalau tidak, mustahil seorang manusia bisa terus-menerus setia." Kata Near.

"Y-ya. Mello itu orang yang paling aku sayang. Ketika ibuku meninggal dua tahun lalu, hanya dia orang yang menyemangatiku untuk terus hidup. Yah meskipun caranya kasar." Aku tersenyum.

"Matt memang berbeda dari Mello dan kebanyakan orang. Itulah yang membuat aku lebih terbuka kepadamu. Semua orang di Wammy House terlalu kompetitif dan serius, termasuk Mello. Tapi aku kagum padamu Matt."

"Ah? Masa?"

Near mengangguk sebelum melanjutkan bicaranya. "Kamu cenderung cuek dan tidak peduli pada orang-orang yang lebih pintar darimu. Dan sifatmu padaku juga tidak dingin seperti kebanyakan orang..."

"Wah, aku jadi malu." Aku tersipu dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Tiba-tiba, pintu terbuka keras dan Mello ada disana. "MATT! SEDANG APA KAMU?!" bentaknya.

"Mello!" Aku terkejut.

"Mello, ini salahku. Aku yang masuk duluan ke sini." Kata-kata Near tidak didengar oleh Mello yang menarik tangannya dan melemparnya keluar kamar sebelum ia menguncinya.

"Mello, kamun tidak perlu kasar begitu! Near cuma mau melihat keadaanku!"

"DIAM MATT! KAMU TAHU AKU BENCI PADA ALBINO BRENGSEK ITU! DAN SEUMUR HIDUP AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANNYA MENGINJAKAN KAKINYA DI KAMAR INI!" Mello mendekatiku dengan matanya yang berapi-api. Dia mengambil penggaris besi panjangnya dan memukuliku hingga aku berdarah-darah.

Aku hanya diam. Aku cinta Mello, aku peduli padanya. Karena itu aku membiarkan tubuhku menjadi pelampiasannya kalau itu bisa membuat amarahnya reda sedikit. Setelah puas memukuliku, ia melempar penggaris yang penuh dengan darahku itu keluar jendela. Aku hanya bisa mengerang dan menahan air mataku yang telah kusimpan selama 2 tahun ini.

Aku yakin, semuanya pasti akan jadi lebih baik. Pikirku sambil samar-samar melihat Mello keluar dan membanting pintu itu.


To be continued.

Mello sadis. Flame ngga diterima X3