A/N : Ini sekuel dari fic saya yang berjudul Vocalefheim. Sebagian sih ada (banyak) yang melibatkan fic saya sebelum ini. Jadi, dimohonkan untuk membaca fic saya sebelumnya. Bila malas untuk membuka, langsung aja ke utama.
Rika : wahahaha, tidak terasa waktu begitu cepat ya. 4 bulan lagi akan tahun baru. Dan, selamat hari kemerdekaan Indonesia ke 68~~
Akarin : cepet amat lu bikin sekuelnya =3=
Rika : haha, iya. Selain itu, fic ini lebih ajaib, lebih aneh, dan lebih GaJe! Gara-gara, ada tokoh baru utama kita kali ini. Jadi...
Mizuki & Seth : to the point~~
DISCLAMER
Tenang, fic ajaib ini milik Rika. Hanya saja, charanya kupinjamkan dari Yamaha.
WARNING!
AU, EYD kagak benar, OOT (bisa jadi :v), OOC, TYPO(s) berserakan, berantakan, dan sebagainya
SUMMARY
Semua orang mengatakan, kalau aku ini seorang putri yang selalu berbuat onar, nakal, dan sebagainya. Apa yang dikatakan itu memang benar, tapi entah mengapa saya kepikiran tentang ibuku.
GENRE
Adventure, Fantasy, Drama, slight of Humor (GARING!) dan sebagainya
RATED
T (Teen) tapi tergantung sih -,- #plak
Miku POV
"Yahoo!" hari ini, hari yang tepat untuk keluar dari rumah dan bersenang-senang.
Di rumah benar-benar membosankan, hanya duduk, belajar, dan tak melakukan hal apapun. Karena aku begitu bosan dirumah, kuputuskan untuk kabur dari rumah, dan pergi menuju ke hutan. Tempat paling mengasyikan, walau tak banyak orang yang mau pergi ke hutan. Tapi, aku tetap bersikeras untuk menuju ke hutan. Karena, aku bisa bertemu dengan ras Dryard, lalu aku bisa bertemu dengan hewan-hewan yang unik, pokoknya sangat menyenangkan.
Dan di siang hari ini, aku akan memburu babi rusa untuk dijual ke temanku. Temanku meminta untuk memburu daging babi rusa, maka kuputuskan untuk menuju ke hutan dan melakukan pekerjaanku. Sekaligus melatih instingku.
Oh ya, aku belum memperkenalkan diri saya ya? Namaku Miku Hatsune, seorang putri dari kerajaan peri yang selalu berbuat onar. Itulah yang dikatakan oleh para pengawal dan pembantu dikerajaan. Memang, kenyataannya aku ini berbuat onar, dan dikenal paling nakal diantara saudara-saudaraku. Aku mempunyai dua adik kembar yang kelakuannya berbeda jauh dengan kelakuanku. Nama mereka adalah Rin Kagamine dan Len Kagamine. Walau aku tak mengerti, mengapa nama belakangku berbeda dengan saudaraku.
"Hehehe, tertangkap kau..."
Dan kali ini, aku sedang mengawasi babi rusa yang sedang makan rumput. Aku mengawasi babi rusa itu dari atas. Maka, kukeluarkan senjata yang biasanya aku pakai, busur dan anak panah. Aku menarik anak panahku dengan busurku dan mengarahkan ke babi rusa. Temanku menyuruhku untuk membawa babi rusa hidup-hidup. Yah, setidaknya begitu.
Setelah aku sudah membidik anak panahku ke babi rusa, maka kulepaskan busurku, tapi babi itu berhasil menghindar seranganku. Karena, ia sudah tahu kalau saya sedang mengincar nyawanya hanya dengan mengendusnya. Ah sial, sekarang dia malah lari dan kabur.
Tapi, aku tak akan menyerah. Ia hanya lari di sekitar hutan, maka kuputuskan untuk mengejarnya dengan berlari ke ranting pohon ke ranting lain. Babi rusa itu berlari dengan cepat, dan ia tahu saya sedang mengejarnya, karena ia mencium bauku. Disaat aku menginjak ke ranting pohon, tiba-tiba ranting pohon tersebut tak bisa menahan beratku dan aku jatuh.
"Aku tak akan kalah!" tapi, ditengah-tengah saya hampir menyentuh permukaan tanah, aku mengembangkan sayapku yang transparan dan terbang menuju babi rusa yang berlari cepat itu.
Sekali lagi, saya mengambil anak panahku dan membidik ke babi rusa dengan busurku, tentunya sambil terbang. Dan setelah aku membidik ke babi rusa, maka kulepaskan anak panahku dan meluncur mengenai sasaran yang tepat. Aku menembaki babi rusa itu ke pantatnya. Dan ia pun terjatuh.
"Akhirnya, tertangkap juga..." ucapku.
Saya menghentikan penerbanganku dan mendarat ke permukaan tanah dan berlari menuju ke babi rusa yang tak berdaya itu. Aku melihat babi rusa itu yang sepertinya nafas dia tak beraturan.
"Maafkan aku kawan, dunia memang kejam. Tapi, kau harus menerima kekalahanmu..." ucapku ke babi rusa itu.
Dan kumasukan babi rusa itu ke karung yang sudah kusiapkan, secara hidup-hidup. Dan tentunya, anak panah yang tadi kutembakan itu kukeluarkan dari tubuh dia.
Sebelum saya menuju ke kota, saya mengelap ujung anak panah yang baru ditembaki dengan kain. Benar-benar menjijikan sih, karena ternyata anak panah yang kutembakan tadi, menembus pantatnya hingga tinjanya menempel. Benar-benar menjijikan.
Setelah aku puas membersihkan, saya berangkat ke kota dengan jalan kaki. Tenang, tidak begitu jauh dari tempatku. Lagipula, aku sudah tahu letak denah hutan ini, mungkin aku terlalu sering untuk mengunjungi ke hutan, sehingga aku hafal denahnya. Ah, sebelum menuju ke kota, aku harus menyamar dulu. Jika tidak, saya akan ketahuan dan di hukum oleh ayahku.
Aku mengeluarkan baju penyamaranku dari tas yang selalu kubawa. Kukeluarkan jubah, eyepatch, syal, dan kain. Kukenakan eyepatch untuk menutupi irisku yang berwarna merah. Lalu, kukenakan kain yang berwarna hitam untuk menutupi wajahku dan kepalaku, kecuali mataku. Tak lupa juga, aku mengenakan syal berwarna teal dan terakhir aku mengenakan jubahku yang berwarna coklat. Aku memakai tudungku agar penyamarannya lebih sempurna dan pastinya tak akan dikenal oleh orang lain.
Akhirnya, aku menuju ke kota dengan penyamaran yang sempurna ini. Sangat banyak orang-orang berkumpul untuk membeli, menjual barang, dan tiap hari selalu seperti ini. Aku berjalan di tengah kerumunan orang, bahkan pengawal-pengawal yang selalu mencariku.
"Tunggu sebentar!" ada seseorang yang menepuk pundak kiriku dari belakang. Maka, ku lirik ke belakang, dan terdapat beberapa pengawal kerajaan.
"Apa aku mengenalmu?" tanya salah satu pengawal yang tadi menepuk pundakku.
"Entalah, lagipula apakah saya mengenalmu?" tanyaku pada pengawal.
"Eh?"
DUAK!
Tanpa segan, aku memukul pengawal kerajaan tersebut tepat di wajahnya. Itu pasti sakit. Setelah aku puas meninju, langsung saja aku berlari dengan kecepatan penuh.
"Hei! Jangan lari kau!" aku bisa mendengar teriakan pengawal itu. Tapi, aku tak peduli, langsung kabur saja.
Aku mencari toko senjata, tempat dimana temanku bekerja. Aku berlari sambil mencari toko senjata. Sangat banyak, toko senjata di kota ini. Ditambah lagi, kota ini benar-benar ramai sekali dikunjungi orang. Agar para pengawal sulit mencariku, saya bermain-main sedikit dengan pengawal.
Setelah menemukan toko senjata sekaligus rumah temanku, tanpa segan-segan saya masuk ke sana dengan aksi rolling.
CINGKLUNG!
"S-Selamat datang..."
Temanku pasti kaget melihat kedatanganku secara tiba-tiba. Langsung saja, aku bangkit dari aksiku dan membersihkan debu dan kotoran yang menempel di bajuku.
"Lily, sembunyikan aku," ucapku.
Akhirnya, dengan perasaan tak yakin, temanku yang memiliki rambut pirang itu berusaha menyembunyikanku dilantai dua. Aku pun tak segan-segan memasuki ruangan yang berada di lantai dua tersebut.
"Sementara, kau ada disini ya," ucap temanku.
BLAM!
Ternyata, ia menyembunyikanku di kamar dia. Aku melihat disekitar kamar dia, dan hanya mendapati sebuah bangku, tempat tidur, lilin, dan lemari. Sangat sederhana. Aku melirik ke jendela dan terdapat pengawal yang sedang mencariku. Haha, menyenangkan sekali mengerjai mereka. Tampak salah satu pengawal memerintahkan teman-temannya untuk berpencar. Padahal, aku berada di sini. Haha, benar-benar menyenangkan sekali.
CEKLEK!
"Maaf membuatmu melakukan pekerjaan seperti ini,"
Tak lama kemudian, sesosok peri dengan tingginya seperti manusia membuka pintu dengan tiba-tiba. Sesosok yang memiliki postur dewasa, rambut pirang serta memiliki iris berwarna azure tersebut, adalah temanku.
"Ah, tidak apa-apa kok. Lagipula, saya menikmatinya," ucapku dengan sembari senyuman.
"Kalau begitu, mana hewan yang aku pesan?" tanya peri tersebut yang langsung ke intinya.
"Tenang, sudah kubius dengan dia. Dan ia cukup tenang di dalam karung ini. Walau sebenarnya, dia begitu berat..." Aku mengambil karung yang berisi babi rusa yang kutangkap. Entah, diapakan babi rusa malang itu.
"Memangnya, kau mau apakan dengan babi ini?" tanyaku.
"Sebenarnya, aku punya kenalan untuk meminta memasak sesuatu dengan daging babi rusa. Karena banyak orang yang sulit menangkap babi rusa, maka kuputuskan untuk memintamu untuk melakukan pekerjaan ini." Jawab dia. "Dan, maafkan aku kalau kau sampai dikejar-kejar pengawalmu." Lanjut dia.
"Ah, kau tak perlu memaafkan aku, Lily. Lagipula, di rumah, aku tak punya kerjaan. Aku sudah biasa menghadapi seperti ini," ucapku sambil menghibur dia yang kelihatannya begitu suram. "Tunggu dulu! Darimana kau tahu kalau aku dikejar-kejar pengawal?" tanyaku yang baru menyadari kalau temanku mengatakan aku dikejar-kejar oleh pengawal kerajaanku.
"Tadi, pengawalmu mengunjungi ke tempatku dan ia membeli senjata. Katanya sih untuk menangkap pemuda asing,"
Tunggu dulu! Yang dimaksud dengan pemuda asing itu saya!? Memangnya, aku ini laki-laki apa? Apa mungkin penyamaranku yang terlalu misterius hingga salah sangka? Ah, lupakan sajalah.
"Lalu, saya tahu yang dimaksud dengan pemuda asing itu adalah kamu. Karena, penyamaranmu yang terlalu sempurna itu membuat salah sangka. Serta, bila kau memakai penutup mulut, suaramu seperti laki-laki," lanjut dia.
Eh, emangnya suaraku mirip laki-laki ya? Perasaan suaraku biasa-biasa saja. Ternyata, dunia itu benar-benar aneh ya.
"Karena kau sudah melakukan tugas dengan baik, akan kuberikan uang padamu,"
Ia melempari tiga kepingan emas ke arahku. Dan aku menangkap kepingan itu dengan satu tangan. Dan ternyata, ia memberikan 3 kepingan 500 Gibel.
"Hei! Ini tidak adil! Kenapa aku hanya diberikan 500 Gibel!?" bentakku.
"Baik-baik, aku mengerjaimu. Ini sisanya..." ternyata, ia menyembunyikan sisanya di kantung bajunya.
Ia memberikan kantung kecil yang isinya beberapa kepingan emas. Atau lebih tepatnya, sangat banyak. Aku membuka kantung itu dan berisi kepingan emas yang banyak. Kira-kira jika ditotalkan, menjadi 10.000 Gibel.
"Oke, terima kasih, Lily." Ucapku.
"Sama-sama..." balas dia sembari senyumannya.
Aku beranjak dari tempat tidur dia dan mengucapkan salam perpisahan. Tapi, sebelum itu, kulihat sebuah lukisan kecil yang sudah dipajang, berisi keluarga yang harmonis. Ah, rupanya keluarganya Lily. Dilukisannya, terdapat seorang bapak yang tubuhnya kecil, serta wanita yang berporos cantik, yang lebih tinggi dari bapak itu ataupun seorang anak kecil yang memiliki rambut pirang yang panjang.
"Ng... Lily, apa itu ayah dan ibumu?" tanyaku sambil menunjuk ke lukisan kecil.
"Ah iya, benar. Tapi, mereka sudah tiada lagi..." jawab dia. "Mereka pergi ke penjaga Pintu Perjanjian yang letaknya sangat jauh. Aku ditinggalkan mereka sejak saya kecil. Akhirnya, aku dititipkan oleh kakekku. Aku belajar menempa besi dan membuat senjata-senjata dari ayahku dan kakekku. Setelah kakekku meninggal, ayah dan ibuku masih belum kunjung pulang. Hingga kini pun mereka belum pulang..." ucap dia sambil memperhatikan lukisan kecil itu.
"Boleh saya tahu, kenapa orang tuamu pergi ke penjaga Pintu Perjanjian?" tanyaku pada Lily.
"Mereka ingin tahu, ras seperti apa aku ini. Karena, ayahku seorang ras Gnome dan ibuku ras Buccas. Rata-rata, ras Gnome seperti ras Dwarf bukan? Mereka kerdil, begitu pula dengan ayahku. Ibuku yang seorang ras Buccas, menyamar jadi roh dan menjaga pertambangan di dunia manusia. Mereka ingin tahu, ras apa aku ini..." jawab dia sambil memeluk lukisan kecil itu.
Aku merasa kasihan pada Lily. Orang tua dia meninggalkannya pada ia saat masih kecil. Tapi, entah mengapa, rasanya aku ingin bertemu dengan ibuku. Ibuku meninggalkan aku pada saat saya masih sangat kecil. Itupun aku masih belajar berbicara. Jika aku mengingat wajah ibuku, aku hanya bisa melihat lukisan yang dipajang di kerajaan. Tapi, aku ingin bertemu ibu secara langsung. Dan terlebihi lagi, aku pun tak tahu, ras apa sebenarnya aku ini...
"Oh ya, hari ini sudah sore. Apa kau tak pulang?"
Gawat! Kalau sudah sore, aku bakalan di cari-cari oleh ayahku dan dimarahi. Dengan bergegas, aku mengenakan tudungku dan pamit pada Lily. Segera, aku keluar dari ruangan itu dengan cepat-cepat.
"Sudah dulu ya, Lily. Nanti saya main-main ke rumahmu." Ucapku.
Author POV
"Kemana sih, kakak? Dari siang ia nggak ketemu-ketemu. Ditambah lagi, ini sudah sore," gadis berambut pirang, serta mengenakan pita putih di kepalanya mencari-cari seseorang. Ya, seseorang itu adalah Miku Hatsune.
"Entalah, lagipula ia dikenal dengan putri dari kerajaan peri yang selalu berbuat onar," ucap pemuda berambut pirang yang juga ikut-ikut mencari kakak tertuanya.
"Haaah... andai aku tak punya kakak yang seperti itu. Hidupku bakal tenang..." gumam gadis berambut pirang itu hingga terdengar adik kembarnya.
"Oi! Jangan katakan yang aneh-aneh, Rin!" bentak pemuda berambut pirang kepada kakak kembarnya yang bernama Rin Kagamine.
"Ya ya, aku bercanda kok, Len." Ucap Rin Kagamine dengan asal-asalan pada adik kembarnya yang bernama Len Kagamine. "Lagipula, kau berpikiran seperti itu, bukan?" tanya Rin.
"I-iya sih. Tapi, aku tidak mengharapkan seperti itu. Aku hanya berharap kalau sifat asli kakak itu dihilangkan, Rin." Ucap Len.
"Tapi itu sama saja, Len," ucap Rin yang menegaskan kalau harapan Rin sama seperti harapan Len.
"Itu beda, Rin," ucap Len yang tak mau kalah dengan kakak kembarnya.
"Sama, Len!"
"Beda, Rin!"
"Sama!"
"Beda!"
Dan akhirnya, pertengkaran antar kakak-adik kembar pun dimulai. Perdebatan mulut seperti ini, sudah biasa di kalangan kakak-adik. Dan pertengkaran yang cukup lama itu, tiba-tiba salah satu maid yang memiliki rambut pirang itu menghentikan aksi pertengkaran itu.
"Sudah, hentikan aksi pertengkaran ini, Rin! Len!" ucap pembantu itu sambil menarik telinga Rin dan Len.
"Akh! Sakit, Neru! Lepaskan!" teriak Len.
"Daripada kalian ribut dengan hal sepele, lebih baik kalian pergi untuk menuju ke ruang makan. Yang Mulia dan putri pembuat onar itu sudah menunggu kalian!" seru pembantu yang bernama Neru Akita.
"Eh? Kakak sudah kembali?" tanya Rin.
"Iya. Sudah, kalian menuju ke ruang makan sana!" perintah Neru pada dua adik kembar itu.
"Cih, iya deh..." akhirnya, Rin dan Len berjalan lunglai menuju ke ruang makan.
Gadis pembantu itu hanya menghela nafas. Ia tak tahu, harus berbuat apa. Lagipula, ia adalah pelayannya Rin dan Len. Walau cukup sulit untuk mengurusi dua anak kembar itu, tapi ia menikmatinya.
Diruang makan...
"Kak, kau sudah kembali? Kau habis darimana?" tanya Rin pada Miku.
"Ah, aku hanya jalan-jalan saja kok, Rin," ucap gadis remaja itu yang memiliki mata heterochromia.
"Kau bohong." Ucap pemuda berambut pirang itu dengan muka datar.
"Aku tidak bohong, Len!" bentak Miku.
"Apa yang dikatakan Len itu benar, Miku..." seorang laki-laki yang beda dari yang lain, yaitu tak mempunyai sayap, membenarkan apa yang dikatakan oleh pemuda berambut pirang.
"Kau bohong kan, Miku?" tanya laki-laki itu.
Karena laki-laki itu adalah seorang ayahnya Miku, Rin, dan Len, dengan terpaksa Miku harus jujur.
"Cih, sebenarnya saya jalan-jalan sih..." gumam Miku. "Saya kabur dari rumah," ucap Miku dengan tegas.
"HAH!?"
Semua orang yang ada di ruang makan, baik pelayan, maupun pembantu, semuanya begitu terkejut apa yang dikatakan oleh Miku. Yap, Miku mengatakan kebenaran dan semua orang pun terkejut.
"Kakak! Kenapa kau sampai segitunya!?" tanya Rin pada kakak tertuanya.
"Tenang saja, lagipula itu bukan pertama kalinya, kok. Aku sudah berkali-kali kabur dari rumah," akibat ucapan Miku yang asal-asalan, semua orang yang ada disana lebih terkejut lagi, atau mungkin shock.
"Kakak!" Rin dan Len menendam amarah. Mereka benar-benar marah. Kenapa? Karena, orang-orang pada khawatir pada tindakan Miku itu benar-benar kelewatan itu.
"Sudalah, lebih baik kalian makan dengan tenang. Tempat ini bukan tempat untuk berkelahi. Jika kalian mau berkelahi, selesaikan makan kalian." Ucap lelaki berambut biru yang bernama Kaito Shion itu sambil mengelap sendoknya. Lho? Kok cuma sendok?
"Cih, lain kali akan kubalas kau, kak." Gumam Len dengan mata menyeringai ke arah kakak tertuanya. Miku hanya santai saja dan menunggu hidangan dari pelayannya. Seolah hal yang tadi itu terlupakan.
"Kali ini makanannya apa, Haku?" tanya Miku pada pelayannya Miku yang bernama Haku Yowane.
"Ng... sebenarnya, kalau Anda tidak melakukan tindakan seperti itu lagi, Anda akan mendapatkan soup dengan diirisi daun bawang. Tapi, kali ini... ng..." Miku yang melihat wajah pelayan yang kelihatan menyembunyikan sesuatu, membuat ia bertanya-tanya.
"Baiklah kalau kau tak mau mengatakannya..." ucap Miku dengan menghela nafas.
Akhirnya, para pelayan membawakan sebuah makanan. Rin mendapatakan soto dengan jeruk nipis, (lho?) lalu Len mendapatkan Banana Sunday, (lho?) dan makanan Miku adalah...
"Maaf putri, tapi ini kehendak Yang Mulia. Selamat menikmati." Ucap pelayan itu sambil membuka tudung makanan.
Dan dibalik tudung makanan itu, Miku mendapatkan semur jengkol! (mulai ngawur!)
Gadis berambut teal itu hanya memperhatikan makanan itu dengan pandangan apa-apaan-ini, hingga ia merasa tak nafsu untuk makan. Ia ingin makan, tapi karena semur jengkol adalah makanan paling ia tidak sukai, ia bangkit dari kursinya dan menggebrak meja makan.
BRAK!
"Ng? Ada apa Miku?" tanya ayahnya yang sedang makan ice cream rasa buah-buahan. (tambah ngawur!)
"Jangan bercanda, yah!" bentak Miku pada ayahnya.
Semuanya menjadi hening, dan sunyi. Tak ada yang mau berbicara bahkan satu huruf pun. Semuanya terdiam sejenak, akibat Miku menggebrak meja ditambah lagi ia membentak cukup keras hingga satu ruangan yang besar itu terdengar.
"Kenapa kalian enaknya makan dengan tenangnya, sedangkan saya makan dengan semur jengkol! Hah!?" tanya Miku. "Lagipula, apa maksud semuanya ini!?" lanjut Miku dengan penuh amarah.
"Karena kau itu selalu berbuat onar, Miku! Lagipula, kau seharusnya pantas mendapatkan hukuman! Kau masih beruntung mendapatkan hukuman ringan!" ucap ayahnya Miku yang bernama Kaito itu, sambil bangkit dari duduknya.
"Bagiku, ini hukuman paling kejam!" bentak Miku yang tak mau kalah.
"Apa kau mau melawan ayahmu, Miku!?" tanya Kaito pada anaknya dengan muka yang paling sangar dari sangar.
Akhirnya, Miku Hatsune pun terpojok. Ia tak bisa melawan ayahnya. Karena, ayahnya seorang raja, ditambah lagi ia paling di hormati dari yang lain. Karena tak mau mengambil masalah, akhirnya ia berbalik menuju ke kamarnya.
"Teserah..."
"Kakak!" panggilan adiknya Miku, tak membuat hati Miku tergertak. Ia masih tetap berjalan menuju ke kamarnya, diikuti pelayannya Miku –Haku Yowane.
"Sudah, biarkan saja, Rin, Len. Kalian berdua makanlah dengan tenang." Ucap Kaito pada anak-anaknya.
Akhirnya, Kaito, Rin, dan Len melanjutkan makan tanpa Miku. Dan juga tanpa ibunya Rin, Len, dan Miku.
Miku POV
"Haku, bisakah kau tidak mengikutiku?" tanyaku pada Haku untuk memohon menjauhi dariku.
"T-tapi putri..."
Haaah... sepertinya, aku diuji kesabaran. Aku menghentikan langkahku sebelum aku memegang ganggangan kamarku. Aku berbalik ke arah Haku dan menatapnya. Aku menghela nafas dengan panjang sebelum saya berbicara.
"Haku, kau tak perlu khawatir padaku. Lagipula, kau hanya mempersulit keadaan. Kau tahu bukan, kalau aku ini putri yang selalu bikin onar?" tanyaku pada Haku.
Kami terdiam sejenak. Beberapa detik kemudian, Haku tersenyum dan menghela nafas.
"Aku tahu kalau Anda itu selalu berbuat onar, tapi, aku ini tetap pelayanmu. Tugasku adalah melayani Anda dengan sepenuh hati," ucap dia. "Lagipula, kau benar-benar mirip seperti Paduka Titania, saat kau marah."
Tunggu dulu! Paduka Titania? Bukannya, Titania adalah sebutan ibuku? Haku tahu ibuku?
"Haku, bisakah kita berbicara lebih lama lagi?" tanyaku pada Haku sambil membuka pintu kamarku.
"B-Boleh saja..." Jawab dia.
Maka, aku mengajak Haku ke kamarku. Kamarku yang besar dan lebar, berisikian tempat tidur yang besar, lemari, bangku, dan beranda. Tidak begitu mewah sekali, sih. Aku mengajak Haku ke beranda. Tempat itulah, tempat yang paling kusukai. Biasanya, aku selalu berdiam disana. Aku duduk di pembatas pagar yang terbuat dari beton itu. Dan Haku pun duduk di bangku yang sudah disediakan di beranda.
"Kau tahu ibuku?" tanyaku pada Haku.
"I-iya. Saya sebenarnya sudah lama mengabdi ibumu. Dulu, saya menjadi pelayan ibumu. Selain itu..."
"Selain itu apa?" tanyaku yang masih penasaran.
"Selain itu, sebelum ibumu menikahi ayahmu, ibumu masih mempunyai suami lamanya,"
Apa? Jadi, ayahku adalah suami keduanya ibuku? Kenapa jadi begini? Lalu, bagaimana bisa?
"Tapi, suami lama ibumu dianggap sudah meninggal, akibat pertarungan dengan ayahmu,"
Aku makin tak mengerti apa situasinya. Apa mungkin, ayahku mau menikahi ibuku, tapi, ditentang oleh suaminya? Lalu, ayah bertarung dengan ayah simpananku?
"Lalu, ibuku sekarang ada dimana?" tanyaku pada Haku.
Dari raut wajahnya, sepertinya Haku tertekan dan tak mau membicarakan lagi tentang ibuku. Tapi, aku ingin tahu kebenarannya.
"J-Jangan sampai Yang Mulia tahu rahasia ini. Sebenarnya, Yang Mulia tak mau membicarakan tentang ini, tapi..." ia mulai kehabisan kata-kata. Dan aku makin penasaran.
"... Ibumu... menghilang disaat adik-adikmu melahirkan."
Eh?
To Be Continued
Miku : Yang kau maksudkan itu aku, bukan? -_-
Rika : Whoa! Muncul tiba-tiba. Kamu nggak sendiri kok. Noh, gara-gara mereka, fic ini makin ajaib, aneh, sarap bin GaJe *nunjuk Rin dan Len*
Rin & Len : -_-
Adakah yang mau menyumbangkan review pada Ahothor yang sarap, aneh nan GaJe ini? :)
