YAK! Fic keempat sayaa :D

Summary : Sasuke Uchiha adalah cowok idola di Konoha JHS. Ia pintar, cool, tampan, dan cuek. Semua orang mengidolakannya. Namun bagaimana jadinya kalau Uchiha yang satu ini dihinggapi KUTU?! Bagaimana reaksinya? apa saja yang akan dilakukannya?

Warning : Gaje, aneh, OOC sangat -,-

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Oke, happy reading! ^o^


Kutu? HELL NO!

a Sasuke's story

by cumanakecil :)

---

Suatu siang, di perumahan Uchiha. Matahari tampak puas memancarkan panasnya, membuat seluruh penduduk Konoha berkipas-kipas. Kepanasan. Beberapa rela mendekam di dalam bak mandi rumahnya atau berjongkok di depan pintu kulkas. Yang lainnya meneguk banyak-banyak air minum dengan es yang mengapung di gelasnya. Udara siang itu memang tidak tertahankan. Musim panas Konoha adalah musim terburuk sepanjang tahun.

Jalanan sangat lengang. Hanya terlihat beberapa orang lalu lalang. Itu juga jarang sekali. Perumahan itu seperti mati. Tapi tunggu, ada yang lewat rupanya. Seorang cowok berwajah dingin namun tampan dan bermata onyx. Ia mempunyai rambut yang mencuat ke belakang, seperti pantat ayam kata orang kebanyakan. Cowok itu mengenakan jas biru dongker berlambang Konoha JHS yang menutupi kemeja biru muda berlengan pendek, berpadu dengan celana panjang putih dan sepatu kets warna hitam. Ia menyampirkan tas sekolahnya di bahu kanan dan memasukkan tangan yang satunya ke dalam saku. Sesekali cowok itu menendang kerikil yang kebetulan ada di depannya.

Sangat-sangat-sangat terkesan cool dan cuek, bahkan untuk orang yang baru pertama melihatnya.

SREK

Terdengar suara pintu yang digeser. Ah, cowok yang satu itu sudah sampai rumah ternyata. Ia melangkah menaiki undakan depan dan melepas sepatu ketsnya, diganti dengan sendal-yang-biasa-dipakai-dalam-rumah. Dia berjalan menuju sofa dan melemparkan tasnya sembarangan. Dibukanya jas sekolah dengan kasar dan ia sampirkan ke kursi yang kebetulan ada di dekat situ. Ia menghempaskan dirinya ke sofa dan tengkurap di sana.

"Heeeeeey! Ada orang tidak di rumah? Aaah panas sekali di luar! Kulitku bisa hitam nanti kalau terus-terusan begini! Apa kata orang-orang kalau seorang Uchiha Sasuke kulitnya hitam?"

Yah— dan kesan cool dan cueknya pun hilang dalam sekejap. Dan satu julukan lagi untuknya. Narsis.

"Hmm... Boleh juga kalau ada seorang Uchiha hitam di rumah," terdengar suara orang menyahut dari belakangnya. "Lumayan, koleksi antik."

Sasuke bangun dari tengkurapnya. Ia mendengus kesal pada orang yang sekarang sudah berjalan dan duduk di kursi di depannya. Cowok yang terlihat lebih tua dari Sasuke namun mereka berdua terlihat mirip. Rambut hitam panjangnya dikuncir ke belakang, meninggalkan beberapa helai lainnya yang jatuh menutupi telinga. Ia mempunyai mata onyx yang lembut, dan senyum yang ramah. Dia adalah Uchiha Itachi, kakak Sasuke.

"Cih. Kenapa tidak kau saja yang hitam? Aku punya banyak cat hitam di kamar, kalau kau mau." Sasuke melirik kesal pada orang di hadapannya itu. Itachi nyengir.

"Oh tidak, terima kasih. Aku lebih nyaman dengan kulit seperti ini." cowok itu mengalihkan pandangan ke sudut ruangan. Di sana terdapat kanvas dan tempat duduk kecil yang dikelilingi oleh cat berbagai macam warna. Tempat itu biasa dipakai oleh kedua bersaudara Uchiha itu untuk meluangkan waktu dan melukis sejenak—walau lukisannya bisa dibilang sangat 'abstrak'—.

"Atau kau mau kuambilkan kuas dan cat warna hijau?" Itachi bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki ke pojok melukis tersebut, berniat mengambil sebuah botol cat warna hijau. Cengiran tak lepas dari wajahnya.

"Ih, ogah. Aku tidak mau jadi tanaman berjalan." sang adik membalikkan badan dan bersender pada bagian belakang sofa. Ia mendengus. Apa jadinya kalau orang-orang melihat Uchiha hijau berjalan-jalan? Hancur sudah martabatnya.

"Nanti kau jadi kembarannya si Zetsu." Itachi menyebutkan nama salah seorang teman kampusnya sambil berjalan ke arah sofa dan duduk di sebelah Sasuke. Zetsu itu seorang maniak tanaman. Setiap pergi ada saja tanaman yang dibawanya. Dari mulai kaktus —yang membuat Deidara mencak-mencak lantaran tanaman itu ditaruh di kursi yang didudukinya— sampai kantung semarpun pernah dibawa. Dimanapun, kapanpun. Adalah seuatu keajaiban kalau Zetsu berjalan tanpa tumbuhan di genggamannya. Entahlah, mungkin karena waktu kecil ia bercita-cita menjadi venus flytrap.

"Oh, orang yang tempo hari datang sambil membawa alang-alang itu? Yang memakai baju serba hijau. Mirip Lee." Sasuke menoleh pada Itachi yang kini sedang mengganti-ganti saluran TV. "Apa sih yang dipikirkannya? Membawa alang-alang ke rumah orang."

Itachi hanya mengangkat bahu. "Entah," jawabnya. Tangannya terulur untuk mengambil oreo di atas meja. "Kebiasaan mungkin."

"Orang aneh. Kebiasaan apaan tuh, membawa tanaman ke rumah orang?" cowok berambut pantat ayam itu nyengir. "Bisa gawat nanti kalau dia melihat Uchiha hijau."

Kakaknya terkekeh-kekeh. "Tunggu sampai kau melihat si Hidan dengan tasbih di tangannya, Deidara dengan bom-bom karya seninya —tentu saja tidak diledakkan— dan Tobi yang gemar sekali memakai topeng lollipop dan suka memeluk orang sembarangan."

Sasuke mengangkat sebelah alis. "Temanmu?" yang ditanya hanya mengangguk. Cowok itu mendengus pelan sambil menggelengkan kepala. "Pantas kau ketularan anehnya."

Dan sedetik kemudian terlihat sebuah bantal melayang.

.

.

.

Sasuke menghempaskan dirinya ke atas tempat tidur. Cengiran kecil terpampang di wajahnya ketika ia mengingat obrolan kecil dengan kakaknya tadi. Mereka itu, kalau ngomong topiknya suka kemana-mana. Tadinya ngomongin tentang tanaman, akhir-akhirnya kaos kaki. Sesekali obrolan aneh tersebut diiringi gelak tawa salah satu diantara mereka. Benar-benar kakak beradik yang klop.

Cowok bermata onyx itu masih rebahan tatkala ia merasakan gatal di kepalanya. Gatalnya tidak biasanya. Lain, tapi sulit menggambarkannya. Sasuke terduduk. Ia menggaruk rambut hitamnya dengan kedua tangan sembari merutuk kecil. Namun entah kenapa gatalnya tidak mau hilang juga. Akhirnya ia bangkit dan berjalan ke kamar mandi.

BYUR!

Ia menunduk dan mengguyurkan sebaskom air ke rambut hitamnya. Sensasi dingin merambat ke kepalanya, mengusir panas dan gerah yang sedari tadi menghampiri. Setelah dikira cukup, Sasuke menyambar handuk yang tersampir di gantungan belakang pintu kamar mandi dan keluar sambil mengeringkan rambut. Di depan pintu kamar ia berpapasan dengan Itachi.

"Ngapain kau? Keramas?"

"Tidak. Membasahi rambut saja." Sasuke menjawab dengan enggan. Ia sedang lelah, tidak minat ditanya banyak-banyak.

"Ih, jorok. Kenapa tidak keramas saja sekalian? Atau jangan-jangan selama ini kau keramas hanya membasahi rambut saja? Tak disangka, seorang Uchiha Sasuke..."

Sebuah handuk basah yang mendarat sukses di muka dengan sempurna memotong perkataan sulung Uchiha yang satu itu.

"Enak saja. Aku sudah keramas tadi pagi dan pakai shampoo! Aku membasahi rambut hanya ingin mengusir gatal saja."

"Gatal?" Itachi melemparkan kembali handuk basah yang sempat nempel di mukanya itu dan dengan mulusnya mendarat di atas kepala Sasuke. "Kau kutuan?"

"Tch. Mana mau ada kutu mendarat di rambut wangi nan bersih seperti ini?" Sasuke mengambil handuk di kepalanya dan melemparkannya ke keranjang cucian tak jauh dari situ. "Sudah. Aku mau tidur." dan ia ngeloyor pergi masuk ke dalam kamar, meninggalkan Itachi yang berdiri sambil bersedekap.

"Kau tidak tahu bukan, Sasuke?" Cowok itu nyengir lebar. "Kutu itu kalau mendarat tidak pandang bulu.."

.

.

.

Pagi menjelang. Matahari menampakkan wujudnya malu-malu, memancarkan cahaya kemerahan, seakan menyambut orang-orang yang baru kembali dari pulau kapuk. Burung-burung berkicau riang mewarnai pagi. terlihat lampu di beberapa rumah sudah mulai mati, yang itu berarti orang di dalamnya sudah memulai aktivitas masing-masing. Terlihat beberapa dari mereka berseliweran di jalan sambil memakai sepatu olahraga dan handuk yang disampirkan di bahu. Yah, jogging di pagi seperti ini memang sangat baik untuk kesehatan.

Namun apakah segala aktivitas tersebut terlihat di rumah keluarga Uchiha yang satu ini?

O-ow. Ternyata tidak. Masih terlihat ada yang bergelung di selimutnya, menolak untuk bangun walaupun jam weker sudah berbunyi berkali-kali dan diakhiri dengan suara PRANG! keras. Jam weker itu sudah menemui ajal rupanya. Teronggok tak berdaya di sudut ruangan. Sementara sang pelaku pelemparan makin bergelung di selimut hangatnya, seakan tak peduli jam itu adalah jam yang sudah ia lempar untuk yang kesekian kali belakangan ini.

"Sasuke! Bangun! Lihat nih sudah jam berapa? Nanti kau terlambat sekolah! Woy ayaam!! Dasar ayam bersifat kebo kau ini!" ketenangan di dalam kamar itu terpecah ketika terdengar suara ketukan —atau bisa dibilang gedoran?— keras dari arah pintu. Itachi sudah tidak sabar rupanya. Tadi ia bangun dan mendapati adik semata wayangnya itu masih tidur pulas. Merasa malas membangunkan, cowok itu langsung menyambar handuk dan membersihkan diri. Setelah itu ia ke dapur dan menyiapkan sarapan pagi —orang tua mereka sudah meninggal setahun yang lalu dan mereka tinggal berdua setelah itu—. Dari mulai menanak nasi, memasak telur goreng dan ayam, menyiapkan roti, dan menyuguhkan teh hangat. Kesemuanya sudah tertata rapi di atas meja saat Itachi melepaskan celemeknya *?* dan melangkah ke atas, berniat memanggil Sasuke yang ia yakini pasti sedang siap-siap di kamarnya.

Namun kenyataan berkata lain.

Dengkuran halus seakan menyambut kedatangannya ke kamar adik tercinta.

"Sasukee!! Kau mau aku banjur air hah? Biar nanti aku mandikan di atas kasur." Itachi mendengus sebal. Susah sekali membangunkan makhluk yang satu ini.

Cowok berkuncir itu berdiri sambil melipat lengan di depan dada, menunggu adanya tanda-tanda kehidupan dari dalam kamar Sasuke.

Satu detik,

Itachi masih menunggu dengan sabar.

Dua menit,

Ia mulai mengetuk-ngetukkan ujung jarinya ke atas meja.

20 menit...

"SASUKEE BANGUUUUN!!"

Barulah terdengar suara deritan kasur dan langkah berat menuju pintu. Dan kemudian disusul dengan pintu yang terbuka sedikit dan kepala yang menyembul dari situ.

"Hoahm— apa? Mengganggu tidur saja." ujar Sasuke sambil menguap. Ia masih terlihat sedang mengumpulkan nyawa sehingga mereka berdua terdiam cukup lama.

"Kenapa sih?!" yak, cowok berambut pantat ayam itu terlihat sudah tidak sabar. Ia memandang gusar pada kakaknya yang sedang tersenyum di depannya. Entah senyum itu apa artinya.

Itachi kemudian menyodorkan sebuah jam dinding besar—yang sepertinya diambil dari ruang tamu— tepat di depan wajah Sasuke yang masih melongok sambil tersenyum manis. Sasuke yang baru bangun tidur dan masih agak lemot itu memandangi jam dinding yang dipegang kakaknya dengan heran. Tidak ada yang salah, pikirnya. Angkanya ada 12, jarum panjang di angka 9 dan jarum pendek mendekati angka 7...

Eh, tunggu.

Sasuke membelalakkan matanya kaget. Ia langsung membanting pintu kamarnya dan menerobos keluar. Mengambil handuk dengan kasar sambil berteriak kesal.

"Baka aniki! Kenapa tidak membangunkanku sih? Sudah tahu aku masuk jam 7!"

"Aku sudah membangunkan. Kau saja yang tidak mendengar." Itachi mengangkat bahu dan melenggang santai menuju tangga. Meninggalkan Sasuke yang masih gedebak-gedebuk tak karuan mencari sikat giginya yang raib entah kemana —sebetulnya kemarin Sasuke memasukkannya ke tong sampah, mengingat bulu sikatnya yang sudah jabrik—. "Aku tunggu di meja makan yaaa.." dan cowok berkuncir itu berjalan menuju meja makan dan duduk di salah satu kursinya, dengan sabar menunggu adiknya sampai selesai bersiap.

5 menit kemudian, Sasuke terlihat berlari turun sambil menenteng tasnya. Jaket Konoha JHS disampirkan di bahu kirinya sementara tangannya sibuk mengolesi roti dengan selai tomat. Rambutnya yang basah dan menitikkan air terlihat acak-acakan, entah disisir atau tidak. Itachi mengangkat alis.

"Tidak makan?"

"Mau mati? sudah jam segini." Sasuke menjawab sambil melihat ke arah jam dinding. Ups, 10 menit lagi sekolahnya akan membunyikan bel. Ia merutuk pelan sementara tangannya masih sibuk mengoleskan selai tomat di rotinya.

"Keramas?"

"Tidak sempat. Basahi sajalah. Sudah ya, aku pergi. Ittekimasu!" cowok itu kemudian melesat sambil menggigit roti, memakai sepatunya dengan hanya diinjak dan berlari keluar untuk mengambil sepeda. Itachi hanya geleng-geleng kepala sambil menyendokkan nasi ke piringnya.

"Dasar. Kalau terburu-buru langsung mengabaikan segalanya."

.

.

.

Hosh... Hosh... Hosh...

Sasuke terengah-engah. Ia memacu sepedanya dengan kecepatan penuh pagi ini. Keringat perlahan turun dari kedua pelipisnya, membasahi rambutnya yang sudah lumayan kering terkena hembusan angin tadi. Cowok itu melirik jam tangan levi's hitamnya. Pukul 7 kurang 5. Wow! Sasuke tersenyum puas. Menempuh jarak dari rumah ke sekolah dalam waktu 5 menit? Rekor tahun ini. Ia kemudian melirik ke gerbang sekolahnya yang terbuka lebar. Terlihat anak-anak berseragam sama berseliweran disana. Tampak pula beberapa sepeda bervariasi model meluncur masuk melewati gerbang itu. Cowok bermata onyx itu mengayuh sepedanya dengan santai, masuk ke halaman sekolahnya yang luas.

Konoha JHS adalah sekolah paling elit di kota ini. Gedungnya bertingkat dan lapangannya luas. Ada gedung olahraganya serta kolam renang. Bermacam-macam eskul bisa diikuti disini. Mulai basket sampai catur. Seragam mereka sepintas terlihat sama. Yang cewek, mengenakan kemeja lengan pendek biru muda yang ditutupi jas berlambang Konoha JHS tanpa lengan berwarna biru dongker disertai dengan rok putih di atas lutut dan kaos kaki hitam. Untuk cowok, sebetulnya sama. Hanya dibedakan jasnya yang berlengan panjang dan celana panjang berwarna putih. Anak-anak yang masuk ke sini kebanyakan berasal dari keluarga terpandang yang kaya. Termasuk Sasuke ini. Ia adalah pewaris dari Uchiha Coorporation yang merupakan perusahaan terbesar di Konoha.

Ah, kembali lagi pada Sasuke.

Cowok berambut pantat ayam itu kini tengah melenggang masuk ke dalam gedung sekolah. Tasnya disampirkan ke bahu kanan sementara kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Sangat ke-Uchiha-an sekali. Ia mendengus kesal tatkala melihat segerombolan cewek yang mendekat sambil cekikikan geli melihatnya. Risih, memang. Tapi... ya bagaimana lagi? Sudah resiko untuk orang keren sih, batinnya pede.

Sasuke melangkah masuk ke kelas 9D, kelasnya. Di dalam sudah terlihat banyak orang. Masing-masing melakukan aktivitasnya sendiri. Ada yang mengobrol, mengerjakan PR, berkejaran, bahkan guling-gulingan pun ada. Kelas ajaib.

Cowok itu berjalan ke arah kursi yang biasa didudukinya. Berada di dekat jendela dan barisan kedua dari belakang. Di kursi sebelahnya ada Naruto, sahabat sekaligus rivalnya. Namun bangku itu kosong. Hanya ada tas butut berwarna orange yang tersampir pasrah di belakang kursi. Kemana pula orang ini? Sasuke mengedarkan pandangannya ke seantero kelas. Ah, itu dia. Sang rambut kuning kini terlihat sedang memohon-mohon pada Sakura yang sepertinya kesal. Entah apa yang dilakukannya. Sasuke memandangi temannya itu sejenak sebelum akhirnya pandangan Naruto bertemu dengannya. Cowok jabrik itu melambaikan tangan semangat dan segera menghampiri. Sasuke melengos bosan. Pasti ada maunya dia.

"Teme! Akhirnya kau datang juga. Kemana saja sih? Biasanya datang paling pagi. Perasaan tadi di jalan tidak macet deh. Hei, sarapan apa pagi ini? Aku sarapan ramen dong, spesial dibuatkan oleh Hinata bla... bla... bla..." jujur, saat itu Sasuke lebih memilih untuk duduk di atap menemani Shikamaru yang tertidur daripada mendengarkan ocehan tak jelas seperti ini. Ia memutar bola matanya.

"Langsung saja. Apa maumu?"

"Ehehe. Err~" Naruto melirik sekilas pada Kiba yang tengah melambaikan sebuah buku sambil nyengir senang. Cowok itu kini memasang puppy eyes andalannya. "Pinjamkan PRmu pleaase. Aku lupa membuatnya malam ini. Kau tidak akan tega melihat sahabat terbaikmu yang satu ini kena tindas Kakashi-sensei kaaan?"

"Tega saja." Sasuke mengalihkan pandangan sementara Naruto memajukan bibirnya.

"Huuu. Tidak asik kau! Teman macam apa itu? Lihat, Shino saja mau memberikan PRnya pada Kiba. Masa kau yang sekarang telah menjadi salah satu sahabat..."

"Ini." Sasuke menyodorkan sebuah buku tulis. Buku PR matematika tepatnya. "Aku berikan tapi kau segera menjauh dari sini." ia mengibaskan tangan. Bisa tuli telinganya mendegar ocehan cempreng dari Naruto.

"Hey, kau tidak ingat ya kalau tempat dudukku disini?" Naruto tersenyum kecut.

"Ah, ya benar. Kalau begitu duduklah dan diam. Kupingku bisa jamuran mendengar suaramu terus."

Naruto mendengus sebal. Namun ia urungkan niat untuk membalas ejekan Sasuke mengingat bel tinggal beberapa menit lagi. Maka ia duduk di bangkunya dan mulai menyalin jawaban sambil terdiam.

Beberapa menit kemudian bel masuk berbunyi, bersamaan dengan Naruto yang tengah menuliskan angka terakhirnya. Ia tersenyum puas sambil menyodorkan kembali buku tulis pinjamannya pada Sasuke. Cowok jabrik itu berjanji akan menraktir sahabatnya itu makan ramen —hal yang sangat jarang terjadi— sebagai ungkapan terimakasih karena telah meminjamkan PR. Entah akan ia tepati atau tidak janjinya itu, Sasuke tidak peduli. Dan tak lama kemudian Kakashi-sensei masuk.

Pelajaran matematika yang satu ini terasa begitu lama bagi Sasuke. Ia yang sudah mengerti semua bahan penjelasan gurunya itu tidak berminat untuk dijelaskan sekali lagi. Ia mengalihkan pandangan ke jendela luar, berharap menemukan sesuatu yang menarik untuk diamati ketika rasa gatal itu datang lagi.

'Sial.' Batinnya kesal. Ia terus menggaruk kulit kepalanya yang gatal. Malah lebih gatal dari kemarin. 'ada apa sih?' dan tiba-tiba ia teringat kata-kata Itachi kemarin. Kutuan. Ah, tapi tidak mungkin. Ditepisnya pikiran itu jauh-jauh.

Naruto yang melihat kejadian yang tak biasa itu menaikkan sebelah alis.

"Teme, kau kenapa? Garuk-garuk seperti orang gila begitu."

"Kepalaku gatal, Dobe. Dan aku tidak gila." Sasuke menjawab sambil terus menggaruk kepalanya yang gatalnya semakin menjadi. Tentu tidak terang-terangan, tapi cukup bisa untuk dilihat oleh teman sebangkunya. Mau ditaruh dimana muka sang Uchiha kalau ia ketahuan menderita gatal di kepala?

Naruto memiringkan kepala. Ia memandangi Sasuke sejenak sebelum matanya tiba-tiba membulat lebar.

"Teme, hentikan garukanmu sebentar. STOP! Jangan bergerak." Naruto terlihat sedang memandangi bahu kiri Sasuke. Matanya melotot. Yang dipandangi kini memasang tampang heran.

"Apa sih? Dasar orang a..."

"SSSST!" cowok bermata biru itu mendekatkan telunjuknya ke bibir. Sasuke bungkam. Ia masih bertanya-tanya ada-apa-dengan-bahuku sementara Naruto mengangkat tangan kanannya, bergerak menuju bahu Sasuke. Ia terlihat menggapai sesuatu, entah apa itu. Namun setelah terdiam cukup lama, Naruto menarik tangannya dan membuka kepalannya. Ia memandangi benda yang kini ada di telapak tangannya itu sebelum nyengir lebar. Lebar sekali.

"Nah Teme, kau boleh bergerak sekarang. Dan lihat apa yang aku temukan." Naruto menaruh benda yang ada di kepalannya itu ke atas kertas yang sebelumnya ia sobek dari bukunya. Sasuke melongok penasaran sementara Naruto hanya cengar-cengir. Mereka berdua terdiam cukup lama sampai akhirnya Sasuke berseru kaget. Matanya melotot tajam pada benda yang kini berjalan-jalan di kertas depan Naruto.

"A-APA?!"

"Yak, ada pertanyaan, Uchiha Sasuke?" ups. Reaksi Sasuke terlalu besar rupanya. Ia kini tengah berdiri dari bangkunya dan seluruh kelas menatapnya heran. Cowok berambut pantat ayam itu nyengir.

"A-oh, tidak sensei. Tadi aku hanya—err.. kaget sedikit." dan ia kembali duduk di tempatnya, meninggalkan tatapan tanya dari seluruh teman sekelas dan juga gurunya. Namun ia tak peduli. Dipandanginya makhluk kecil berkaki enam yang masih saja berjalan-jalan itu.

"I-ini... Ini apa, Dobe?" Sasuke bertanya setengah tak percaya. Mukanya pucat.

"Kau tidak pernah belajar biologi ya?" cowok jabrik itu mengaduk-ngaduk tasnya dan mengeluarkan buku cetak biologi. Ia membuka-buka halamannya dengan cepat dan tersenyum puas setelah menemukan apa yang dicarinya. Kemudian Naruto menyodorkan buku itu dan menunjuk sebuah gambar. Sama persis dengan apa yang ia dapatkan dari rambut Sasuke, namun yang ini versi besarnya. Sasuke membaca keterangan di bawahnya dan melotot untuk yang kesekian kalinya.

KUTU RAMBUT

"Berakhir sudah hidupku." Sasuke pasrah. Ia meletakkan kepalanya ke atas meja. Lemas sekali. Naruto nyengir.

"Hey, kutuan itu bu—mmmph!"

"Jangan keras-keras, usuratonkachi! Bisa berabe kalau yang lain tahu!" Sasuke membungkam mulut Naruto dengan kejam, membuat temannya itu sesak napas. Setelah diyakininya Naruto menganggukkan kepala, barulah ia melepaskan bungkamannya dan kembali meletakkan kepala di atas meja. Lemas lagi.

"Kutuan itu bukan akhir dari segalanya. Ah, lebai kau." Naruto kini berkata dengan suara yang lebih dipelankan. Namun cengiran tak juga lepas dari wajah kecoklatannya.

"Aku mati... Aku mati... Aku mati... Aku mati..." hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Sasuke. Matanya menerawang kosong. Seperti orang stress saja. Padahal hanya masalah binatang-kecil-berkaki-enam-yang-berjalan-di-atas-kepala. Naruto menggelengkan kepala.

"Ckckck. Binatang itu bisa dimusnahkan, kau tahu? Ada banyak cara sebetulnya."

Tetapi sepertinya Sasuke tidak tertarik untuk mendengarkan Naruto kali ini. Ia masih saja memandang kosong ke depan sambil bergumam 'aku mati... aku mati...'. Yang merasa tidak dihiraukan hanya bisa mengangkat bahu dan mengalihkan pandangan ke depan, memerhatikan penjelasan Kakashi-sensei.

KRIIING!

Bel tanda istirahat berbunyi. Seluruh murid 9D langsung berhamburan keluar. Naruto yang memang sudah sangat lapar juga berdiri, berniat untuk ke kantin dan memesan ramen 3 porsi. Mie berkuah itu sudah memenuhi otaknya saat dirasakannya ada yang menarik tubuhnya. Ia menoleh. Di belakang, terlihat Sasuke yang sedang menarik tangan Naruto. Mukanya pucat dan pias. Naruto mengangkat alis.

"Apa?"

"Ikut aku."

Sasuke menarik Naruto ke atap sekolah. Disana memang tempat yang paling sepi dan sejuk. Biasanya Shikamaru, teman sekelasnya yang paling malas, suka tidur disitu. Tapi ketika dibangun sebuah tempat bernama 'UKS' dengan kasur yang begitu empuknya, entah kenapa makhluk yang satu itu tidak pernah kelihatan lagi.

Setelah sampai, Sasuke melepaskan genggaman tangannya dan menatap Naruto tajam.

"Ingat, Naruto Uzumaki. Anda tidak boleh dan DILARANG KERAS menyebarkan berita ini ke orang lain. Bahkan semut sekalipun."

"Hah?" Naruto yang memang pada dasarnya sudah lemot terdiam sebentar. 3 detik kemudian barulah cengiran lebar terpasang di wajahnya. "Ooooh. Tentang kutu?"

Namun ketika dilihatnya Sasuke sudah memasang death glare, cowok kuning itu lebih memilih untuk diam.

"Apa yang harus kulakukan?" cowok berambut pantat ayam itu mengacak rambutnya kesal. "Tidak pernah kudengar dalam sejarah Uchiha ada salah satu anggotanya yang berkutu!"

"Berarti kau antik, Teme." Naruto nyengir. Sasuke hanya memandang sebal sebelum kembali merutuk.

"Kan bisa disembuhkan." cowok jabrik itu melangkah maju. Kini pandangannya tertuju pada anak-anak yang berseliweran di lapangan. Sasuke mengerjap. Ia terdiam sebentar sebelum berjalan mendekat ke Naruto dan membalikkan badannya.

"Apa? Apa caranya? Kau harus beritahu aku!" Sasuke mengguncang keras badan Naruto. Bahkan saking paniknya Sasuke lupa untuk mencari solusi agar binatang ini pergi dari rambutnya. Yang merasa tersiksa hanya bisa meringis kesakitan dan berusaha melepaskan cengkraman dari sang kapten basket di hadapannya ini.

"Ada banyak sebenarnya. Sebagian—Ouch! mudah, sebagian lagi sulit. Aku pernah mendengar..."

"Sudah jangan bertele-tele. Kau mau bantu aku?" Sasuke menatap Naruto tajam. Sang pemilik mata biru hanya bisa mengeluh pelan. Ini sih bukan permintaan, tapi paksaan, batinnya sebal.

"Iya, iya." dan TING! Terlintas sebuah pikiran di benak Naruto. "Tapi ada syaratnya..."

"Cih, bikin susah!" Sasuke menggerutu kesal. Namun karena ia sangat-sangat ingin menghilangkan benda berjalan di kepalanya ini, akhirnya cowok itu menoleh dan bertanya. "Apa syaratnya?"

"Kau harus menraktirku ramen selama seminggu—tidak! Sebulan penuh! Mau?"

Sasuke tersenyum kecil dalam hati. Dasar maniak makan, batinnya. Heran, kenapa dia tidak gendut-gendut sih? Ingin rasanya melihat Naruto yang berbadan Chouji, si maniak keripik kentang. Perut Naruto itu seperti gentong saja. Sebetulnya permintaan Naruto itu bisa dilaksanakannya. Sangat bisa malah, mengingat ia adalah keturunan keluarga konglomerat yang kaya.

"Oke. Tapi kau harus membantuku menghilangkan benda sialan ini. Deal?" cowok bermata onyx itu mengacungkan kelingking kanannya yang langsung disambut antusias oleh cowok jabrik di depannya. Sebuah perjanjian terjalin sudah.

"DEAL!"

"Dan satu lagi," Sasuke menarik kerah belakang Naruto yang baru saja akan berjalan ke bawah, membuat orang itu kehilangan keseimbangan sejenak dan mundur ke belakang beberapa langkah.

"Jangan sampai ada yang tahu. Kalau ada satupun yang mengetahui hal ini, aku tidak segan-segan mencekikmu sampai mati."

Naruto mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya, membentuk huruf V. "Tenang Temee aku bisa dipercaya!"

Dan mereka berjalan beriringan ke bawah, menuju kantin untuk mengisi perut yang sudah mulai berbunyi. Tanpa tahu apa yang akan terjadi esok hari.

-TBC-

Apa sajakah yang akan dilakukan Naruto untuk membantu Sasuke menghilangkan kutu rambutnya? Bagaimana caranya? Berhasilkah? Tunggu chapter selanjutnyaaaa *dilempar kuda nil*

hehehe. Fic ini idenya muncul begitu aja pas saya ngeliat acara yang-memuat-tentang-binatang-entah-apa-namanya di salah satu channel TV. Nah, ngejelasin tentang kutu. dan TING! Bagaimana kalau saya membuat Sasuke menderita kutuan? kekeke *dihajar massa*.

Review pleeaaase *puppy eyes no jutsu* fic ini bakalan ancur kalo ga ada masukan dari teman-teman dan para senpai semuaa. Mohon maaf kalo ada kata-kata yang salah ataupun miss typo. Tidak disengaja :p

Oke, see you in the next chapter!