Matrix: The Sins.


Disclaimer: Bukan punya saya, tidak ada keuntungan apapun yang saya dapat dari cerita ini.

Warning: AU, ooc, newbie, AR, bad summary, typos, misstypo

Rate: T (Untuk sekarang)

Pair: ….. x …


.

.

Summary: Kegagalan. Setiap orang pasti pernah mengalami hal tersebut, sesuatu yang tidak bisa di hindari di kehidupan ini. Tapi, dari sebuah kegagalan akan bisa mendapatkan sesuatu yang berharga, percayalah. Ini adalah kisah seorang Uzumaki Naruto yang tidak ingin mengulang kegagalan tebesar dalam hidupya. Dengan perjalanan panjang, dia akan menemukan harapan dari seluruh Dunia.

.

.


Prolog.

.

.

.

Didalam sebuah bangunan bergaya abad pertengahan, ada beberapa orang dewasa dan satu remaja tengah melakukan pembicaraan. Bagian luar bangunan ini sangat menipu, karena setelah masuk kedalam terdapat banyak peralatan-peralatan canggih pada zamannya.

"Apa kau yakin, nak?" Seorang pria paruh baya bertanya untuk kesekian kalinya kepada pemuda di hadapannya itu. Sang pemuda memandang pria memandang pria itu kosong, lalu berjalan memasuki ruangan bernuansa putih.

"Apa kau sudah terlalu tua, hah? Sudah berapa kali aku menjawab pertanyaanmu itu, kek!" Pemuda itu merangsek naik, duduk diatas sebuah kursi sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Si kakek yang mendengar jawaban pemuda itu mengeraskan wajahnya. "Jangan main-main! Kau sendiri sudah tahu, apa konsekuensi jika gagal dalam tes ini, bocah!" Si kakek yang terpancing emosinya, menghampiri pemuda itu dan langsung menarik kerah bajunya, sehingga kini wajah mereka saling berhadapan.

"Hey, Kakak! Tenanglah! Tidak usah terpancing emosi begitu!" Pria lain yang berada di dalam ruangan itu mencoba menenangkan si Kakek. "Naruto, kau juga jangan bersikap itu! Bagaimana pun, di adalah orang yang sudah merawatmu!" Pria itu berseru kearah pemuda bernama Naruto tersebut.

Mendengar pernyataan orang tersebut, alis pemuda itu – Naruto – mengkerut, tanda tidak mengerti. "Memangnya siapa yang minta dirawat olehnya?" Air muka Naruto menunjukan raut frustrasi yang amat dalam.

Bugh!

Satu pukulan keras dilepaskan si Kakek pada wajah Naruto, luka lebam langsung menghiasi wajahnya. "Hentikan, hey! Hentikan. Kalian berdua bertingkah seperti anak kecil." Si pria satunya berhasil melepaskan cengkraman kakaknya dari baju Naruto.

Merasakan nyeri di pelipisnya, tidak membuat ia meringis, malah ia kembali berujar dengan intonasi yang tidak menentu.

"Aku adalah seseorang yang gagal."

Tiba-tiba kalimat itu meluncur keluar dari dalam mulut pemuda berambut merah itu, sontak semua yang ada disana menoleh kearahnya. Naruto menundukan kepala kebawah sebelum melanjutkan perkataannya. "Aku adalah seseorang yang tidak bisa diandalkan, bahkan aku tidak mampu menjaga 'mereka'." Butiran-butiran air mulai berkumpul di ujung mata Naruto.

"Aku membiarkan mereka dibunuh di depan mataku sendiri oleh makhluk-makhluk brengsek itu. Aku adalah seseorang yang gagal, yang tidak bisa melindungi orang-orang tercintanya. Aku tidak lebih dari seonggok sampah." Lanjut Naruto yang kemudian menarik nafas panjang guna menahan isakan tangis yang keluar.

Semua orang yang mendengar hal tersebut, ikut merasakan kepedihan yang Naruto alami. Tidak ada yang dapat membantah hal tersebut. "Jangan merendahkan dirimu seperti itu, Naruto!" Satunya-satunya wanita yang ada di sana, mengelus puncak kepala Naruto, surai putih menjadi mahkota indah miliknya. Kelembutan terpancar dari sorot matanya.

"Benar, yang dikatakan oleh Ibu, Naruto. Itu bukanlah kesalahanmu, waktu itu kau juga tidak mempunyai kesempatan melawan balik, kau masih belum bisa apa-apa." Kali ini, si Kakek yang sudah mulai tenang, kemudian menghampiri Naruto lagi. Lalu memegang pundak pemuda tersebut.

"Sekali lagi, aku tanya. Tolong jawablah! Apa kau serius ingin melakukan tes ini?" Tanya si Kakek dengan penuh kasih saying, kepada pemuda yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri. Naruto mengangkat kepalanya, sembari memandang semua orang yang ada di ruangan itu, ah, wajah-wajah yang sudah selama ini ia kenal, tak lama ia pun memejamkan matanya.

"Aku sangat serius. Tekadku sudah bulat, hatiku juga sudah yakin. Jika aku gagal, aku pasti akan 'mati', sama seperti yang sudah-sudah." Naruto memberikan jawaban terbaik yang ia miliki, di hati kecilnya ia sendiri merasa berat untuk melakukan tes ini, pasalnya dari semua percobaan yang dilakukan hasilnya selalu dianggap gagal, dan si subjek pun dianggap tak layak atau aliasnya 'mati'. Tapi, jika tidak melakukan gerakan, umat manusia akan selalu menjadi yang terbelakang, selalu menjadi alat permainan para makhluk-makhluk brengsek yang menggunakan kekuatan dengan semena-mena.

'yah, jika aku gagal. Mungkin, aku akan lebih cepat bertemu dengan mereka. Menyusul ke alam selanjutnya'

Si Kakek menarik nafas panjang, kemudian dikeluarkannya kembali dengan perlahan. Mencoba mengatur tubuhnya yang bergetar saat mendengar jawaban anak angkatnya ini. Kemudian ia memanggil dua orang pria yang sedari tadi hanya menyaksikan saja. "Tolong, siapkan peralatan tesnya."

.

.

.

...

Beberapa saat kemudian.

Di tengah-tengah ruangan tadi, sudah berdiri sebuah kursi yang bisa juga dijadikan tempat tidur, seperti di rumah sakit, lengkap dengan berbagai alat medis di atas meja.

Orang-orang yang tadi berdebat juga sudah bersiap, Naruto duduk di atas kursi canggh itu, sementara si kakek yang lainnya akan bertindak sebagai 'dokter'.

Adik si kakek menempelkan bulatan-bulatan putih pada sekujur tubuh Naruto, bulatan-bulatan itu tersambung ke sebuah mesin melalui perantara kabel. Naruto terus memandangi alat-alat yang tersambung ke tubuhnya. "Apa kau takut?" tanya adik si Kakek sambal tersenyum di balik masker miliknya saat melihat ia menempelkan benda-benda itu, tangannya kemudian menyuntikan sebuah cairan kedalam tubuh Naruto. Naruto terperenjat, sedikit meringis saat merasakan jarum tajam menembus kulit miliknya. "Tentu tidak,"

"Baguslah,"

"Itu untuk apa?" tanya Naruto sambil menunjuk jarum suntik. "Ini? Kau juga akan tahu sebentar lagi, yang pasti kau harus bisa bertahan, mengerti?" si pria menjawab sambil menatap jarum suntik di tangannya. Naruto mengangguk, enggan bertanya lagi, karena sepertinya ia sudah sendiri merasakan efeknya. Entah kenapa tubuhnya merasa kebas dan rasa sakit akibat suntikan tadi pun hilang seketika.

"Baik, persiapan selesai. Naruto kita akan mulai!" Si Kakek sedikit berteriak, memanggil seluruh kru untuk memulai tes.

Naruto yang awalnya duduk, kini sudah dalam posisi berbaring, kursinya berubah! Tak lupa alat penahan tangan dan kaki dipasang, alhasil Naruto seperti seseorang yang dipasung.

"Kau siap? Ini akan sangat menyakitkan!" Si kakek berujar, sambil menyentuh sebuah tombol.

"Jalankan sesi pertama."

.

Ngingggg... Nginggg...

Suara sebuah mesin yang menggantung di atas, perlahan-lahan turun, lalu berhenti tepat di atas dada Naruto, mesin tersebut mengeluarkan sebuah piringan hitam berukuran kecil, mungkin sebesar jam tangan. Piringan tersebut mengeluarkan cahaya redup kebiru-biruan, lemah tapi terlihat kuat.

Semakin lama, cahaya tersebut membesar, intesitas cahayanya juga menguat. Detik berikutnya, cahaya itu masuk kedalam tubuh Naruto, dengan cepat membuat sebuah lubang, yang benar-benar lubang menganga di dada Naruto, seperti alat bor yang sedang bekerja.

Teriakan kesakitan, tubuh yang meronta-ronta, suara-suara mesin yang sedang bekerja; semua hal itu terus mengiringi proses tersebut. Si Kakek dan yang lain, yaitu para penguji. Hanya bisa menyaksikan, sambil terus berdoa agar seluruh rangkaian tes berhasil dan Naruto baik-baik saja.

Setelah beberapa lama, mesin itu terlihat berhenti, piringan hitam sudah terpasang di dada Naruto dengan baik. Nafas Naruto terengah-engah, peluh membanjiri tubuhnya, bekas operasi ekstrim tadi pun masih Nampak, terlihat urat-urat menegang di sekitar dada Naruto yagn sekarang terpasangn sebuah piringan hitam. Berkat suntikan tadi, ia bersyukur masih hidup, sungguh berani melakukannya tanpa di bius.

Mesin yang tadi pun telah kembali ke tempatnya.

Para penguji menghampiri Naruto, melepaskan alat 'pasung' dari tubuhnya. Si Kakek khawatir saat melihat ekspresi Naruto yang terlihat masih kesakitan. "Kau masih kuat? Jika kau ingin berhenti, kau masih bisa!"

Naruto terkekeh mendengar Kakek angaktnya itu "Apa yang kakek bicarakan? Mana mungkin setelah semua rasa sakit yang tadi aku alami, lalu aku berhenti begitu saha? Heh, jangan sebut aku laki-laki jika melakukannya."

Si Kakek memandang netra sapphire Naruto, tidak setitikpun keraguan terpancar, si kakek hanya menghela nafas, dengan sedikit enggan ia pun mengikuti keinginan Naruto untuk terus melanjut rangkain tes berikutnya.

"Sebenarnya ini apa?" Naruto menunjuk benda yang terpasang di dadanya itu, ia mengakui bahwa ia penasaran akan kegunaan benda itu. Semua silih berganti tatapan, seolah bertanya siapa yang akan menjawab.

"Itu adalah sebuah pemantik yang berfungsi sebagai pengubah atau pembaharu jalur tenketsu manusia, yang bisa digunakan untuk mengeluarkan kekuatan. Benda itu namanya Matrik." Jawab seorang pria dewasa yang tadi dipanggil oleh Kakek Naruto untuk mempersiapkan alat-alat tes

"Err, jadi… singkatnya?"

"Hahh, singkatnya itu adalah sebuah arc reactor atau penambah tenaga, begitulah kira-kira."

Naruto mengerenyitkan kedua alisnya. "Kau ragu?" Naruto bertanya demikian karena menurutnya aneh, benda inikan penemuan mereka, tapi mereka sendiri tidak tahu pasti benda ini berhasil atau tidak.

"Yah, karena belum ada yang berhasil melalui tes ini. Jadi, hasil jelasnya belum kelihatan. Tapi, kami juga bukan tanpa persiapan, kami telah melakukan berbagai penelitian lebih lanjut mengenai arc reactor tersebut, hasilnya bisa dikatakan dapat berfungsi dengan baik." Pria itu menjelaskan maksudnya, sambil sesekali melihat kearah Naruto.

Sedangkan yang lainnya ikut menggangguk pertanda setuju dengan penyataan pria itu. Naruto pun mengangguk paham.

"Baiklah, saat sesi puncaknya."

Nginggg… Nginggg..

Tempat tidur itu berubah kembali menjadi kursi, kali ini didepan Naruto sudah ada semacam alat penglihatan, seperti sebuah alat scan mata. Alat itu dipasangkan ke kepala Naruto. Kemudian muncul sebuah cahaya dari alat tersebut, tanda sudah di mulai, semuanya hening, para penguji sudah memulai sesi rupanya.

Pun dengan Naruto, ia kini sudah memasuki 'alam buatan' yang muncul berdasarkan kejadian paling mengerikan yang pernah di alaminya.

...


Naruto POV

Dimana aku? Apa yang terjadi? Tadi, aku berada di lab, bukan? Tapi, kenapa bisa berpindah tempat seperti ini? Apa ini bagian dari tes?

Aku melihat kesekeliling arah. Bangunan-bangunan banyak yang hancur, tanah kebanyakan sudah menghitam, pohon-pohon tumbang; dari semua yang kulihat tersebut, pandanganku tertuju kearah sebuah rumah sederhana yang terlihat kecil dari kejauhan. Perasaan tidak mengenakan mulai melingkupi tubuhku. Jangan-jangan rumah itu..? Ah, tidak mungkin…..

Meneguk ludah kasar, aku memberanikan diri untuk mendekat, berjalan dengan perlahan. Entah kenapa saat tubuhku semakin dekat dengan rumah itu, seluruh tubuhku malah semakin bergetar. Takut akan spekulasi yang tadi kupikirkan menjadi kenyataan. Sebenarnya apa tujuan dari semua ini?

Aku mendengar teriakan, dari dalam rumah itu. kaget bercampur marah. Tak berselang lama menyusul sebuah suara tembakan. Burung gagak berterbangan begitu suara itu lepas, kemudian dari rumah tersebut, keluar beberapa orang dewasa dengan wajah psycho. Tubuhku lemas, ini, ini. Aku tahu dimana ini… apa yang sedang terjadi.. aku tahu.

Dengan memaksakan tubuhku ini, aku berlari sekencang mungkin, memasuki kediaman yang aku yakini sebagai rumah yang aku kenal dulu. Ini sangat aneh.

Dan apa yang kulihat selanjutnya benar-benar merupakan ketakutan terbesar dalam hidupku, ketakutan yang membuatku merasa hina, tak berguna. Seketika rasa marah dan sedih bercampur. Aku berteriak sekencang yang aku bisa.

Naruto POV end

...


Di sisi para penguji, tubuh Naruto terlihat menggeliat, nafasnya tidak beraturan. Tubuh Naruto dipompa oleh pernafasannya sendiri. Matrix yang terpasang di dada pemuda itu, mengeluarkan cahaya biru, cukup terang untuk menjadi sebuah bola lampu.

Udara di ruangan itu sungguh tidak mengenakan, berharap pada nasib Naruto yang sedang di ambang maut. Akibat udara yang kacau tersebut, bila dilakukan zoom, debu-debu ruangan itu ikut berterbangan, memutari tubuh Naruto yang menjadi pusatnya, salah dari ribuan butir debu tersebut dengan perlahan memasuki tubh Naruto. Debu tersebut kemudian berhasil masuk kedalam tubuh pemuda berambut merah itu, dengan melalui pori-pori. Terus masuk, menembus kulit, peredaran darah, hingga sampai di tempat DNA atau sel-sel tubuh berada

Dengan gerakan yang lambat debu tersebut menyentuh satu dari ribuan sel yang ada di sana. Akibatnya, sel-sel tersebut seketika berubah bentuk dan mengeluarkan cahaya berwarna biru redup.

Proses itu terus berlanjut hingga seluruh DNA Naruto berubah menjadi baru. Rupanya menyebar ke seluruh tubuh.

Kembali ke para penguji, beberapa saat berlalu tubuh Naruto telah mulai tenang. Nafasnya sudah mulai teratur, sepertinya sesi ini akan segera selesai. Sesi ini sendiri adalah sesi dimana mental subjek akan di uji dengan menghadirkan ketakutan terbesar dalam hidupnya, dari ketakutan tersebut akan timbul sebuah timbal balik dari ketakutan itu sendiri, dengan kata lain, harapan, keinginan. Harapan itulah yang menjadi pembangkit kekuatan dan benda bernama matrix tadi, berfungsi sebagai perantara dari proses timbal balik tersebut dengan tubuh manusia, atau yang sering kita sebut dengan energi.

Sesi ini telah selesai. Naruto masih sadarn tapi pandangannya kosong. Mentalnya sangat sakit pasti sekarang ini. Semua menatap tidak percaya, antara senang dan kaget. Dia berhasil, dia berhasil. Pikir mereka semua.

Namun, kebahagian itu hanya beberapa detik. Saat akan membantu Naruto berdiri, tiba-tiba Naruto berteriak seperti kesetanan. Ekpresinya menujukan sakit yang luar biasa. Kakek dan yang lainnya segera membantu Naruto berdiri.

Dan tak lama tubuh Naruto bersinar sangat terang, amat terang sampai mengharuskan semuanya menutup mata mereka. Semuanya berpikir, apa yang sedang terjadi. Dari semua percobaan yang sudah di lakukan baru pertama kali hal ini terjadi.

Zsingg!

Singggg!

...

Saat di rasa cahaya sudah menghilang. Alangkah terkejutnya mereka, saat melihat apa yang terjadi pada Naruto. Terutama si Kakek. Air mata langsung turun dari pelupuk mata beliau, tangis tumpah ruah.

Ia tidak percaya, mereka tidak percaya. Setelah tadi mereka sempat mengira Naruto berhasil karena masih sadar setelah melewati sesi kedua. Semua harapan itu pupus seketik, ibarat kau akan pergi ke sebuah taman bermain, semua yang akan kau lakukan disana sudah kau tulis dan kau ingat-ingat dengan baik, tapi saat sampai di lokasi, yang kau temui hanyalah tanda bahwa taman tersebut sudah di tutup selamanya. Sangat menyakitkan.

"Tidak, tidak, tidak, tidak… TIDAKKKKK MUNGKIN!" Si Kakek histeriss sambil memandang Naruto. Yang ternyata Naruto kini sudah 'mati'.

Pun adik si kakek, ia tak kalah terkejut. "Kau tidak boleh begini, Naruto! Jangan tinggalkan kami!"

'Mati' disini bukanlah kehilangan nyawa, seperti pada umumnya, 'mati' adalah tubuh si objek berubah menjadi patung batu sepenuhnya, tidak ada yang tersisa. Selain itu, saat dilakukan pengecekan lebih lanjut, ternyata tubuh tersebut masih mengeluarkan detak jantung, lemah tapi stabil. Hal ini memang terlihat aneh dan tiba-tiba, seperti di kutuk oleh sesuatu. Mereka, para penguji masih meneliti hal ini dan ini bukanlah yang pertama. Sudah beberapa kali di percobaan sebelumnya mereka menyaksikan kejadian aneh tersebut. Hingga mereka mempunyai nama tersendiri, mereka menyebutnya dengan Terrigenesis.

"Hiks…. Hiks… Kenapa harus begini?"

"Tuhan, takdir yang kau berikan sungguh kejam untuknya."

Mereka semua sedih, amat sedih. Ekpresi itu terpancar dari raut wajah masing-masing. Bocah yang sudah mereka anggap sebagai anak dan orang terdekat sudah 'mati' tepat di hadapan mereka semua. Jika dalam keadaan begini mereka seolah lupa dengan resikonya. Dan yah, ini lah resiko tersebut.

Uzumaki Naruto. Seorang pemuda 'mati' dalam suatu percobaan misterius yang jika berhasil, percobaan ini akan bisa mengubah struktur dan keseimbangan seluruh dunia dan seluruh bangsa.

...

...

...

TBC


A/N:

Halo, salam kenal semuanya! Saya adalah seorang reader yang setelah sekian lama, memutuskan untuk menaikkan tantangan dalam hidup saya sendiri dengan menjadi seorang author. Ternyata banyak halangan yang saya rasakan menjadi seorang Author, salah satunya itu ngatur waktu, itu cukup sulit rupanya

Errr, apalagi ya?

Oh, iya. Maaf, kalau chapter ini agak pendek. Ini baru prolog, chapter diusahakan lebih panjang. Jadi, bila tertarik dengan cerita saya jangan sungkan untuk berkomentar, memberi masukan, ataupun kritik.

Mungkin segitu dulu aja dari saya.

Sampai ketemu lagi~

Sabtu, 06 Januari 2018