©crownacre, 2015

TRUE UNTRUE
Jimin rela membuat dirinya terlihat buruk jika itu untuk Yoongi

MinYoon Fanfiction

romance, hurt/comfort | T Rated | format!flashfic

everything in the story is mine except the cast
don't like one or all of the story? don't read.

Sejujurnya, Jimin juga tidak ingin membuat air mata itu menetes jatuh dari mata Yoongi, membiarkan suara isakan itu lolos dan mengiris seluruh isi hatinya dan membuatnya harus menderita dengan hati berdarah karena suara memilukan. Tapi sayangnya dirinya tidak sekuat itu untuk membuat sosok putih dengan rambut mint-nya yang indah jadi lebih tenang, karena tiap sentuhannya justru membuar air mata darinya makin banyak. Ia merutuki kekuatannya yang tidak seberapa.

"Bukan salahmu, hyung," Jimin menggumam lirih, mencoba memberi sedikit kekuatan lewat kalimatnya. Ia harap ia bisa memberi sesuatu yang lebih berarti daripada sekedar tatapan tak berharga.

Yoongi yang terduduk di sisi kasur dan masih sibuk terisak pun menggeleng, "Tidak, Jimin-ah. Ini semua salahku."

.

Mereka baru saja menyelesaikan kegiatan panas mereka, meninggalkan suhu tinggi di kamar bahkan membuat beberapa tetes keringat membasahi kulit. Tidak—tidak hanya keringat, cairan kenikmatan pun tidak kalah dengan keringat, membuat rasa lengket dan basah ikut membalut kulit. Semua terasa menyenangkan, bahkan masih teringat di otak Jimin suara nyaring Yoongi saat berada di bawahnya atau cakaran ringan pada bahunya yang merupakan tanda kenikmatan. Wajah indah Yoongi dengan keringat menetes dari dahinya membuat Jimin gila, rasanya senyumnya tidak bisa berhenti mengembang tiap mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

Yoongi masih terpejam, mengatur pernapasan dan mengumpulkan oksigen sebanyak mungkin setelah seluruh tenaganya terkuras habis. Kegiatannya hari ini bersama Jimin terasa lebih melelahkan, tenaganya terkuras habis untuk menjerit dan mencakar.

"Kau indah sekali," Jimin bersuara lirih, membisikkan kalimat itu tepat pada telinga Yoongi dan membuat yang ada di tengkuhannya setengah merinding. Karena bagi Jimin, Yoongi adalah yang terindah dalam apapun, bahkan saat tubuh itu terlihat kotor karena keringat dan mata sayunya makin turun dengan wajah berantakan.

Yang dipuji mendesis lirih, ia memberi senyuman tipis pada sosok Jimin dan mengangguk kecil setelah itu. Ia tidak menjawab, rasanya tenggorokannya sakit, pita suaranya bekerja terlalu keras hari ini, jadi ia mencoba menahan beberapa gesekan tidak penting daripada membuat tubuhnya makin tersiksa. Yoongi iri pada Jimin, merasa pekerjaan menumbuk dan menyentak jauh lebih sederhana daripada dirinya yang harus berteriak tiap waktu karena kenikmatan yang memabukkan dan membuatnya tidak sanggup untuk sekedar diam. Apa itu karena kontrol dirinya yang buruk, atau memang pekerjaannya berat?

"Biar aku buatkan kau coklat hangat," Jimin mencoba beranjak, menarik keluar dirinya dari tubuh Yoongi dan memisahkan tautan. Tidak rela dan jadi terasa hampa, tapi Yoongi-nya butuh sesuatu untuk membuat kondisinya lebih baik. Dan kecintaan Yoongi pada coklat asli adalah penyelesaian untuk semua rasa lelah yang tergambar pada tubuh kekasihnya. Ia berdiri, meninggalkan satu kecupan ringan pada kening Yoongi sebelum akhirnya pergi ke dapur. Tidak lupa meninggalkan pesan singkat untuk Yoongi, "tunggu sebentar."

Jimin kembali dengan dua cup coklat hangat plus marshmallow di dalam minuman itu. Yoongi yang sudah bersandar pada sandaran kasur tersenyum sumringah sampai matanya menghilang setelah melihat apa yang Jimin bawa, itu sungguhan hal yang selalu ia suka sampai sumsum tulang belakangnya ikut menjerit senang tiap melihatnya. Jimin yang terbaik untuk membuatnya bahagia.

"Terima kasih," Yoongi bersuara lirih dengan getaran yang rasanya menganggu saat menerima cupnya. Ia menyeruput coklat itu dengan riang, membiarkan rasa hangat menjalar dengan baik sekalian membasahi kerongkongannya. Semua bagian lehernya yang terasa kering, juga pita suaranya yang seperti kehabisan bahan bakar, kini terasa membaik. Lehernya jadi lebih nyaman setelah setengah dari coklat hangat itu masuk ke dalam tubuhnya. Yoongi mencoba meraih marshmallow yang sisi sisinya membentuk seperti bingkai kabur karena setengah meleleh di dalam suhu tinggi coklatnya, mengigitnya kecil dan membiarkan lelehan coklat keluar dari marshmallow itu. Yoongi hampir meloncat senang karena terlalu bahagia bisa merasakan yang seenak ini dalam mulutnya, tapi ia tidak punya cukup tenaga—bahkan bagian bawahnya masih terasa sakit karena kegiatan menyenangkannya dengan Jimin beberapa saat lalu.

Semuanya berjalan dengan baik, bahkan rasanya Jimin tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan menimpa hubungan mereka jika sudah seperti ini. Yoongi adalah bagian dari napasnya, orang yang akan selalu menjadi alasannya untuk berani mendongakkan kepala dan tersenyum cerah tiap pagi hari. Jimin terlalu jatuh cinta pada Yoongi sampai rasanya bisa gila, beruntung Yoongi mau menangkap dirinya dan membiarkan Jimin berada dalam lingkaran kehidupan sederhana yang Yoongi miliki. Hubungan mereka selalu berjalan manis, sampai rasanya tidak ada alasan bagi mereka untuk berpisah.

Sampai setelah mereka semua mandi dan membuat tubuh menjadi bersih dan harum, bunyi pesan masuk mengusik kegiatan menyenangkan mereka. Terpaksa Yoongi yang sudah memeluk erat tubuh Jimin itu melepaskan pelukan dan mengambil ponselnya—karena suara itu berasal dari ponselnya di meja nakas. Jimin menunggu, menggerutu kecil pada orang yang sudah mengusik cuddle mereka di malam yang menyenangkan begini. Tapi saat menyadari raut wajah malas Yoongi berubah menjadi terkejut, Jimin jadi sama terkejutnya. Apa pesan yang Yoongi dapat sampai ia bisa membuat mata kecil itu melebar tidak percaya?

"Ji-Jimin-ah," suara khas orang kesusahan bernapas itu lolos dari bibir Yoongi, Jimin sendiri bertanya-tanya kenapa suaranya sebergetar itu. Tapi begitu Jimin menoleh dan mendapati tetesan air mata membasahi wajah Yoongi, Jimin bersumpah ia ingin berteriak pada orang yang mengirimi Yoongi pesan. "A-aku…."

Jimin mencoba tidak panik, ia menatap sosok kurus itu dengan tatapan terlembut yang ia bisa men membawa tubuhnya duduk untuk merangkul lengan Yoongi. "Ada apa, hyung-ie?"

"Aku rasa… kita sudah tidak bisa melanjutkan hubungan kita," Yoongi bersuara lirih, seolah yang ia keluarkan hanya sebuah bisikkan. Sialnya, ruangan yang sepi membuat Jimin mampu mendengarnya dengan jelas.

Tidak bisa melanjutkan? Apa maksudnya itu? Jimin hampir gila meski hanya mendengarnya dengan suara setipis kertas. Ia menarik napasnya, mengatur dirinya agar tidak meledak kapan saja karena—hey, Yoongi adalah hidupnya!

"Jimin—kau mendengarku?"

"Aku mendengarmu, hyung."

Suara dingin Jimin membuat seluruh tubuh Yoongi merinding, membayangkan suhu tidak menyenangkan mengaliri seluruh darahnya karena nada suara yang tajam dan beku itu lolos dari bibir Jimin. Yoongi jadi ikut gila karena hal sesederhana putus. Oh, tidak, putus bukan hal sederhana bagi mereka, hubungan mereka terlalu indah untuk sekedar berakhir.

"Kenapa, hyung?" Jimin bertanya ambigu, tapi Yoongi tahu makna dari pertanyaan itu.

Yoongi mencoba menguatkan dirinya sebelum akhirnya berbicara lirih, "kau adalah alasan dari semua perpisahan ini, Jimin-ah. Aku sudah tidak benar-benar menyukaimu, kali ini aku menyukai orang lain yang rasanya lebih baik daripada kau."

Bukan, itu bukan kalimat yang Yoongi buat. Jimin yakin yang ada dihadapannya bukan seorang Min Yoongi yang ia sayangi. Meski sosok Yoongi adalah orang yang selalu berkata tajam dan membuat semua orang mampu teriris hatinya, tapi jawaban seperti itu jelas bukan style Yoongi—bukan sama sekali.

Tubuh kurus itu beranjak, merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan dan kusut karena ia gunakan untuk berbaring tadi. Ia meraih tasnya yang ada di meja dan melangkah ke luar. Jimin sempat berpikir untuk menangis keras dan meneriaki Yoongi, tapi sepertinya mengikuti Yoongi dan menahannya terasa jauh lebih masuk akal kali ini.

"menyingkir, Park Jimin," nada tajam Yoongi membuat Jimin terdiam, ia sungguhan tidak mengerti dengan Yoongi. Apa karena ini ia tadi tidak membalas semua ucapan saranghae atau apapun yang berisi pernyataan betapa ia menyayangi Yoongi? Hanya meninggalkan gumaman tidak jelas dan memainkan jemarinya di punggung Jimin.

Jimin nyaris tidak percaya, tapi saat ia melongok ke bawah apartemennya dan menemukan sosok berambut mint itu naik ke sebuah mobil yang dibawa orang entah siapa, Jimin pikir orang itu adalah orang sialan yang membuat setengah jiwanya hilang begitu saja. Dan Jimin bersumpah akan meraih kembali jiwanya yang direnggut orang lain.

Heol. Aku berpikir buat bikin ini series, tapi kayanya bukan series deh. Ini macam cerita, dengan 3 bagian. Yang pertama dan kedua itu yang 'true' dan 'untrue' nya. Yang perlu dicari adalah—mana yang true, mana yang untrue? Anggap aja tebak tebakan gitu. Nah, nanti di chapter ketiga adalah kelanjutan dari cerita yang 'true' itu. Jadi yang 'untrue' ini ntar hanya semacam bayangan doang. Nggak ada sangkut pautnya sama kejadian yang di true dan kelanjutan true ini.