Disclaimer : I do have to say that Bleach doesn't belong to me.

Warning : Skip the typos you'll find. OOC, maybe.

Nah, ada fic abal baru disini. Aku masih harus belajar jadi author yang baik, tapi kesediaan kalian untuk membaca fic ini sangat diharapkan :')

Jadi, mohon dibaca dan direview yaa.. *bows*

Chapter 1 :

Is That Really Ichigo?

.

.

Hakama hitam, pedang aneh –yang diperkirakan Zanpakutō, dan seseorang –ralat, sesuatu yang mirip dengan yang sedang bertarung itu –mungkin gigai.

Gadis itu ingat salah satu bab dalam buku tua yang tidak sengaja ia temukan di perpustakaan.

Bab dalam buku itu berjudul; Shinigami.

Amethyst itu membulat.

.

.

Shinigami on The Gallows

Kuchiki Rukia. Gadis baik nan lembut, check. Gadis yang tidak pernah menolak untuk dimintai bantuan oleh teman-temannya, check. Gadis yang tidak pernah merutuk walau tahu dirinya dimanfaatkan, check. Sempurna.

Gadis berumur delapan belas tahun itu adalah seorang siswi di Karakura Senior High School yang kini telah menginjak tahun terakhirnya. Udara khas bulan April dihirupnya dalam-dalam sebelum ia memasuki gerbang sekolah. Ia siap untuk kembali pada rutinitasnya sebagai seorang siswi teladan, yakni memberikan bantuan pada teman-temannya –disamping kewajibannya menimba ilmu. Belum sampai langkah kelimanya menapaki halaman sekolah, seorang laki-laki berlari dari arah belakang dan menabrak tubuh mungil Rukia hingga tersungkur ke tanah.

"Gomen, Senpai!" sahut anak laki-laki itu sambil berlari meninggalkan Rukia yang masih betah membaringkan dirinya di atas tanah dengan rok yang tersingkap. Memalukan! Oh iya, apa anak tadi memanggilnya dengan sebutan 'senpai'? Mungkin ia melihat warna dasi Rukia yang menandakan bahwa gadis itu merupakan seniornya. Dan apakah permintaan maaf seperti itu sudah cukup sopan bagi seorang junior pada seniornya? "Tidak apa," lirih Rukia dengan suara lembut –sangat lembut sampai tak ada seorangpun yang dapat mendengarnya. Ia lalu berdiri dan melangkahkan kakinya menuju gedung sekolah.

Gadis yang terlampau baik sebagai seorang senior, check.

Kali ini Rukia menempati kelas 3-B. Karakura Senior High School memang tidak menerapkan sistem moving class. Karena ada beberapa teman sekelasnya dulu yang juga menempati kelas yang sama, Rukia tidak terlalu mendapat kesulitan dalam beradaptasi.

Akibat insiden barusan, seragam yang dikenakan Rukia jadi sedikit kotor. Terpaksa ia melepas blazer abu-abunya yang telah mendapatkan noda indah bekas tanah tadi. Semoga ini bukanlah pertanda buruk.

Rukia mengambil tempat di meja paling depan sebelah kiri –dekat jendela.

"Ohayou!" sapa Rukia pada Tatsuki yang duduk tepat di belakang bangkunya.

"Ohayou, Kuchiki-san!" balas gadis berambut pendek itu pada Rukia.

Waktu menunjukkan pukul tujuh dua puluh, berarti masih ada waktu sepuluh menit sebelum pelajaran pertama dimulai. Dari arah pintu masuk, terlihat seorang laki-laki tanpa rambut yang datang dengan napas memburu. Ia beruntung karena tidak terlambat. Ikkaku –nama laki-laki tadi, langsung mengambil bangku di sebelah Rukia. Mengambil tempat tepat di hadapan meja guru merupakan tantangan tersendiri bagi laki-laki itu. Yah, setidaknya kini Rukia tahu orang yang menempati bangku di sebelahnya.

Kriiiiing!

Bel berdering, tanda pelajaran pertama dimulai. Semua siswa di Karakura Senior High School telah siap untuk mengikuti pelajaran, termasuk gadis baik hati yang satu ini.

Ichimaru-sensei –guru muda yang memegang mata pelajaran matematika, masuk ke dalam kelas 3-B. Sudah dapat dipastikan bahwa pria murah senyum ini akan menjadi wali kelas di sana.

"Kita kedatangan murid baru. Silakan perkenalkan dirimu," ujar pria berhelai lavender pucat di kepalanya ini.

Guru muda itu memang tidak sendiri saat memasuki kelas. Ia membawa serta seorang anak laki-laki asing –yang mengenakan seragam KSHS lengkap. Asing? Ya, karena ia tidak pernah terlihat sejak tahun pertama sekolah. Satu kesimpulan, ia adalah murid baru.

"Kurosaki Ichigo. Mohon bantuannya," kata laki-laki itu memperkenalkan diri. Semua murid kelas 3-B menatapnya intens. Ada yang memasang tampang heran melihat kerutan permanen di alisnya. Beberapa siswi malah terlihat kagum dengan penampilannya yang santai dan tenang. Ada pula yang beraggapan bahwa teman baru di hadapan mereka adalah seorang atlet hebat, jika dilihat dari bentuk tubuhnya. Semuanya tengah berekspetasi-ria dalam pikiran mereka masing-masing mengenai sosok baru berambut oranye yang tengah berdiri di depan kelas.

"Baiklah, Kurosaki. Kau bisa mengambil tempat di sana," ujar Ichimaru sambil menunjukkan bangku kosong di belakang Ikkaku.

"Hn," balasnya dingin. Sekalipun tak pernah terlintas di pikirannya bahwa yang akan menjadi guru –atau wali kelasnya adalah seseorang yang sangat tidak ia harapkan eksistensinya.

Ichigo –nama orang asing tadi, menyadari bahwa dirinya diperhatikan oleh seisi kelas sedari ia masuk hingga kini ia duduk di bangkunya. Tatapan liar dan penasaran terus-menerus tertuju padanya. 'Merepotkan,' batinnya. Tapi, yang namanya murid baru... memang begitu, kan?

Guru matematika dengan mata yang hanya segaris itu mengawali kelasnya dengan pidato selamat datang dan segelintir kalimat motivasi bagi murid-muridnya untuk menghadapi tahun ajaran baru. Namun beberapa siswa di jajaran belakang malah menanggapinya dengan bosan.

Setelah berbasa-basi singkat, sang wali kelas duduk di bangkunya sambil membuka-buka buku absensi. Yap, murid yang ada di kelas berjumlah dua puluh empat orang, jadi tidak ada siswa yang berhalangan hadir hari ini. Lagipula ini adalah first day school, bukan?

Merasa masih terlalu awal untuk memulai pelajaran, Ichimaru tidak memberikan tanda-tanda bahwa dirinya akan segera mengajar. Hal ini membuat para siswa merasa jenuh dan mulai membuat acara sendiri dengan mengobrol bersama teman di sebelah bangkunya, saling bertukar e-mail atau sekedar membuka social networknya, membuat garis-garis tak beraturan di atas kertas kosong, dan hal-hal lain yang bisa mengurangi rasa bosan mereka.

Gadis berambut legam yang duduk di jajaran depan ini lebih memilih untuk menuliskan tanggal hari itu pada buku catatannya. Merasa tidak ada hal yang bisa dilakukan, ia mengela napas sekali dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas. Ketika ia memutar lehernya ke kanan belakang, ia dapat menangkap sepasang hazel tengah tertuju pada amethystnya, memberikan tatapan yang sulit untuk diartikan. Seperti magnet berbeda kutub yang saling bertemu, tak ada satupun dari mereka yang berniat melepaskan pandangan itu.

"Baiklah, kita akan memulai pelajaran di jam kedua. Kalian boleh mempersiapkan diri lebih dulu," kata sang guru tiba-tiba yang secara tidak langsung menghentikan adegan tatap-menatap itu. Tanpa mereka sadari, sang guru perusak suasana menyeringai senang.

Rukia langsung memalingkan wajahnya ke depan. 'Apa yang aku lakukan!' batin Rukia setengah berteriak –malu.

.

.

*Shinigami on The Gallows*

.

.

...yang memiliki banyak luka dan darah di sekujur tubuhnya serta gada yang setia bertengger di tangannya...

...semua giginya berbentuk taring dengan warna rambut yang merah...

...sayap kelelawar dengan wajah seperti badut yang menyeramkan, dengan seringai mematikan...ada juga yang berbalut perban dengan tulang-tulang menonjol...

...namun pengecualian untuk yang satu ini. Wujudnya memang seperti manusia dengan hakama hitam dan waraji sederhana sebagai alas kaki. Mereka memiliki satu pedang yang disebut Zanpakutō untuk...

"Kuchisake-onna? Amaterasu? Shinigami? Isonade? Kurasa buku seperti ini tidak seharusnya ada dalam jajaran Kesenian dan Budaya," bisik seorang gadis pada dirinya sendiri, setelah membaca sekilas isi dari buku tua yang tidak sengaja ia temukan. Pelajaran musik kali ini mengharuskan murid kelas 3-B untuk mencari biografi salah satu komposer musik –sebagai tugas dari Kurotsuchi-sensei yang berhalangan hadir hari ini. Bagi yang masih setia pada sumber informasi tertulis, maka perpustakaanlah tempat yang paling cocok untuk dikunjungi.

Setelah mengembalikan buku tua yang aneh itu ke jajaran Mitologi, Rukia kembali mencari buku tentang sejarah dan biografi komposer lagu favoritnya –Nubuo Uematsu. Jika kepercayaan akan dewa-dewi memang berlaku, maka sang dewi fortunalah yang kini tengah menaungi Rukia. Tanpa menunggu lama, gadis itu langsung beranjak pergi menuju kelasnya dengan membawa sebuah buku dengan judul 'Nobuo Uematsu dan Video Game'di tangannya –tentunya setelah mendapat ijin-pinjam dari penjaga perpustakaan.

Setelah sampai di kelas, Rukia langsung berbaur dengan Tatsuki dan temannya yang lain untuk mengerjakan tugas selanjutnya. Mereka harus membuat sebuah replika alat musik dari styrofoam sebagai gambaran pribadi sang komposer yang riwayat hidupnya sudah mereka baca.


Pelajaran seni yang berlangsung selama tiga jam tadi merupakan pelajaran terakhir di hari itu. Jam setengah empat sore, bel pulang berdering dengan nyaring di sepanjang koridor yang diiringi sorak sorai dari anak-anak yang telah jenuh belajar. Begitupun dengan kelas 3-B yang mulai ditinggal penghuninya.

"Ah, Kuchiki-san! Sampai jumpaaaaa!" teriak segerombolan murid perempuan dengan senyum yang seakan ada-sesuatu-dibaliknya. Benar saja! Setelah Rukia memeriksa daftar siswa yang piket hari ini, ia hanya menemukan ruangan kelas yang kosong dengan sisa-sisastyrofoam yang berantakan. Jadi, para gadis tadi memang sengaja mangkir dari tugas piketnya, ya?

Hal seperti ini memang sudah jadi hal yang biasa bagi seorang Rukia. Mengerjakan tugas piket seorang diri atau jika gadis itu beruntung, ia akan dimintai tolong untuk menggantikan tugas piket temannya. Dan tentu saja, ia tidak bisa menolak.

"Sayang jika semua ini dibuang," ujar Rukia yang baru selesai mengumpulkan sisa styrofoam dan memasukkannya ke dalam keranjang plastik besar yang ada di sudut kelas. "Sebaiknya aku bawa ke gudang atas saja," katanya lagi.

Kaki mungil itu dipandu oleh sang pemilik menuju atap sekolah –tempat gudang penyimpanan barang-barang yang sudak tidak terpakai.

Saat ia membuka pintu yang menghubungkan ujung koridor dengan atap, ia hanya bisa tersentak menyaksikan pemandangan yang tersuguh di hadapannya. Refleks, tangan itu menjatuhkan keranjang besar tadi denganstyrofoam yang langsung berceceran manis di kakinya.

"Kurosaki-san... Shinigami?" lontarnya tanpa sadar.

Dan tepatlah tebakannya.


Setelah melakukan tebasan terakhirnya, Ichigo menghampiri Rukia perlahan.

"Kau bisa melihatku?" tanya Shinigami itu datar.

"K-kau? Shi-shinigami?" Mimpi, ini mimpi! Mana ada yang namanya Shinigami, kan? Mereka hanyalah sebuah mitos, kan? Iya, kan?

"Jadi, apa aku boleh tinggal di apartemenmu?" ujar Ichigo tanpa mempedulikan kegugupan Rukia.

"K-kau, a-apakah-"

"Aku selalu tidur disana semenjak tinggal di dunia manusia," kata si pemilik iris madu tersebut sambil menunjuk gudang tempat penyimpanan barang bekas. "Dan disana... dingin," katanya lagi –masih dengan nada bicara yang tenang.

"Tapi-" ujar Rukia bingung.

"Kau tinggal sendiri di apartemenmu. Jadi..."

Ichigo tidak melanjutkan perkataanya. Ia langsung merengkuh tubuh mungil Rukia ke dalam dekapannya dan seketika itu juga, kedua makhluk berbeda jenis itu lenyap dari tempat mereka berdiri. "...tidak ada salahnya kalau aku menemainu," ujar Ichigo melanjutkan kalimatnya yang sempat terpotong tadi. Shinigami itu membawa Rukia ber-shunpo ke apartemen tempat si gadis manis itu tinggal.

Tak butuh hitungan menit, mereka telah sampai di depan pintu sebuah rumah flat sederhana. Ichigo melepaskan si gadis Kuchiki dan memberinya kesempatan untuk bernafas dengan bebas.

"Maaf," ujar Ichigo ketika masih menemukan Rukia tertunduk dengan wajah yang memerah.

"T-tak apa," lirih Rukia setenang mungkin. Padahal, gadis itu menyimpan banyak sekali pertanyaan di kepalanya dan warna-warni perasaan yang telah tercampur aduk, mengingat bahwa dirinya baru saja dibawa 'terbang' oleh makhluk di hadapannya ini.

"Apa kau akan diam saja di sini?" sindir Ichigo.

"A –eh, iya," rutuk Rukia seraya mengeluarkan kunci untuk membuka pintu apartemennya. Sebelum membuka pintu, ia mengernyitkan alis –menyadari ada sesuatu yang janggal. "Uhm.. Kurosaki-san, g-gigaimu?"

"Tunggu aku!" pinta si rambut oranye yang terdengar sebagai perintah di telinga Rukia.

"I-iya," jawab Rukia. Setelah Shinigami itu pergi, Rukia masuk ke dalam apartemennya.

To be Continued

.

.

A.N.

Hi, Minna! :D Aku dateng lagi nih sambil bawa fic baru dengan damai *abaikan*

FYI nih, Nobuo Uematsu itu komposer musik video game yg di Final Fantasy RPG itu lohh XD

Gimana pendapat readers tentang fanfic ini? Mohon direview yaa :'3 Boleh kasih kritik, saran, komentar, ataupun flame yang membangun 3

Kasih tau kekurangan, kesalahan, keanehan, dan ketidakjelasan cerita ini ada di mana.. Review maupun kritik kalian adalah semangatku! :")

Keep or Delete?

Sankyuu ^,^